ABSTRAK
Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dibuat
menggunakan teknik omnibus law disahkan dengan tujuan untuk meningkatkan
investasi, membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kemampuan tenaga kerja
serta memangkas rumitnya perizinan. Tetapi nyatanya undang-undang ini
menimbulkan gelombang protes. Salah satu hal yang problematik adalah pemerintah
menghapus sejumlah pasal mengenai wewenang pemerintah daerah baik provinsi
maupun kabupaten/kota. Penggerusan kewenangan ini dinilai menghilangkan roh
otonomi daerah / desentralisasi karena beberapa kewenangan pemerintah daerah telah
ditarik kembali ke pemerintah pusat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk-
bentuk Penggerusan otoritas desentralisasi pasca disahkannya Undang-undang No. 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain terlihat dalam pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil, penentuan tarif listrik, izin usaha dalam kendali
pemerintah pusat, dan monopoli restorasi lingkungan oleh pemerintah pusat.
Dampak-dampak dari Penggerusan otoritas desentralisasi tersebut antara lain : 1)
Penyelenggaraan negara yang bergantung pada norma dan standar pemerintah pusat,
2) Penurunan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD), dan 3) Bertentangan dengan
konstitusi.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahfud MD menjelaskan konsep politik hukum menjadi tiga hal. Pertama,
“cetak biru” dari kebijakan dan peraturan yang dicita-citakan. Kedua, tarik
menarik politik pada proses di dalam ruangan pembahasan dan persetujuan
legislasi. Ketiga, implementasi yang diharapkan dan dapat terkawal oleh
kebijakan tersebut. Politik hukum mencerminkan paradigma dari kebijakan yang
disusun. 1
1
Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998, hlm. 7
1
Dalam proses penyusunan Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja, paradigma yang terlihat adalah demi mendorong pertumbuhan
ekonomi yang menepikan aspek lainnya. Ini serupa tapi tak sama dengan cara
berfikir pembangunanisme di era Suharto yang mendorong pertumbuhan
ekonomi dengan mengorbankan aspek kenegaraan lainnya. 2.
Apabila melihat ke belakang pada momentum penyusunan Undang-Undang
Cipta Kerja, pemerintah pusat bersama dengan DPR mengesahkan produk hukum
tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan investasi, membuka lapangan
pekerjaan dan meningkatkan kemampuan tenaga kerja serta memangkas rumitnya
perizinan yang dianggap selama ini sebagai salah satu hambatan utama dalam
3
investasi. Tetapi nyatanya undang-undang ini menimbulkan gelombang protes
dari masyarakat luas.
Protes yang menggema dari berbagai lapisan masyarakat kala itu menyoroti
bagaimana problematiknya Undang-undang cipta kerja yang disusun dengan
teknik omnibus law tersebut karena produk hukum yang lahir dinilai tidak
partisipatif.4 Teknik “harmonisasi peraturan” ala omnibus law yang digunakan
para legislator pada pembentukan Undang-undang Cipta Kerja tidak hanya
berhasil memangkas dan menyederhanakan 8.541 aturan di tingkat pusat dan
15.985 peraturan daerah, tetapi juga berhasil memangkas hak-hak orang banyak. 5
Salah satu aspek yang paling disoroti dan menuai protes adalah aspek
penyelenggaraan pemerintahan yang dinilai kembali pada politik hukum
sentralisasi seperti pada masa Orde Baru. Dalam Undang-undang No.11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah menghapus sejumlah pasal mengenai
wewenang pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Penggerusan kewenangan ini dinilai menghilangkan roh otonomi daerah /
desentralisasi karena beberapa kewenangan pemerintah daerah telah ditarik
2
Sigit Riyanto et al, Kertas Kebijakan : Catatan Kritis Terhadap UU No. 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2020, hlm. 12
3
Ahmad Naufal Dzulfaroh, Kenapa Pemerintah Ngotot Mengesahkan Omnibus Law UU Cipta
Kerja, Artikel, diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/06/190300665/kenapa-pemerintah-
dan-dpr-ngotot-mengesahkan-omnibus-law-uu-cipta-kerja?page=all pada 13 Juni 2021
4
Teguh Prasetyo dan Maharani Nurdin, Kewenangan Konkuren Pemerintah Daerah dalam
Perizinan Industri Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Jurnal Kertha
Semaya, Vol. 9 No. 2 Tahun 2021, hlm. 315
5
Adithya Tri et al, Hilangnya Sendi Demokrasi dan Otonomi Daerah Melalui Korporatokrasi RUU
Omnibus Law, Jurnal Widya Yuridika, Vol. 3 No. 2, Desember 2020, hlm. 132
2
kembali ke pemerintah pusat.6 Padahal, apabila ditilik lebih jauh upaya
penggerusan prinsip desentralisasi oleh Undang-undang No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja tentunya bertentangan dengan konstitusi NKRI tepatnya pada
Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Dasar RI Tahun 1945 yang menyatakan :7
Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan
mengangkat permasalahan tersebut dalam bentuk makalah dengan judul :
Penggerusan Otoritas Desentralisasi Pasca Disahkannya Undang-undang
No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
B. Rumusan Masalah
Identifikasi masalah yang akan penulis bahas dalam penulisan makalah ini antara
lain :
1. Apa saja bentuk-bentuk Penggerusan otoritas desentralisasi pasca
disahkannya Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ?
2. Apa saja dampak Penggerusan otoritas desentralisasi pasca disahkannya
Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ?
II. PEMBAHASAN
A. Bentuk-bentuk Penggerusan Otoritas Desentralisasi Pasca Disahkannya
Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Desentralisasi menekankan pentingnya kewenangan pemerintah daerah
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang diserahkan
kepadanya. Dalam desentralisasi, idealnya pemerintah pusat tetap memiliki
instrument untuk melakukan pengawasan kebijakan daerah, namun pengawasan
ini tidak dalam kapasitas mengintervensi. 8
Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinilai mereduksi
tata kerja, pola relasi dan pertanggung jawaban yang berdimensi ketatanegaraan.
6
Ramadhan Triyadi, Kepala Daerah Anggap UU Cipta Kerja Gerus Prinsip Otonomi, Artikel,
diakses dari https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/17/10333561/6-kepala-daerah-anggap-uu-cipta-
kerja-gerus-prinsip-otonomi pada 13 Juni 2021.
7
Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Dasar NKRI Tahun 1945, Amandemen Keempat
8
Sigit Riyanto et al, Op.cit, hlm. 9
3
Produk hukum ini bisa menggerus kewenangan sebagai fondasi otonomi daerah
dan menimbulkan dampak negatif bagi proses layanan di daerah.9 Beberapa
bentuk penggerusan kewenangan pemerintah daerah oleh Undang-undang Cipta
Kerja antara lain :
1. Menghapus tugas pemerintah daerah dalam pengelolaan wilayah pesisir
Pasal 7 Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mengatur bahwa pemerintah daerah
wajib membuat sejumlah rencana untuk pengelolaan wilayah pesisir meliputi
Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi.
Pada Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut diubah menjadi
Rencana Zonasi, Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional dan Rencana
Kawasan Strategi Nasional Tertentu.
Pasal 16 ayat (2) Undang-undang No. 27 Tahun 2007 turut diubah
melalui Undang-undang Cipta Kerja menjadi :
Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari perairan pesisir
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi Perizinan
Berusaha terkait pemanfaatan di laut dari Pemerintah Pusat.
4
Campur tangan pemerintah pusat dalam mengurus bidang kelistrikan di
daerah secara eksplisit terlihat pada Pasal 3 ayat (1) hasil gubahan Undang-
undang Cipta Kerja yang menyatakan :
Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya
dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah berlandaskan
prinsip otonomi daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur dan
kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
3. Pemberian Izin Usaha dalam Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral
dalam Kendali Pemerintah Pusat
Ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi diubah menjadi :
Kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilaksanakan berdasarkan
Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
Selain itu, penekanan otoritas “pemerintah pusat” pada pemberian izin
usaha dalam bidang energi dan sumber daya mineral ini kembali terlihat pada
tambahan Pasal 23 A ayat (1) Undang-undang No. 22 Tahun 2001 oleh
Undang-undang Cipta Kerja yang berbunyi :
Setiap orang yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tanpa Perizinan
Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dikenai sanksi
administratif berupa penghentian usaha dan/atau kegiatan, denda,
dan/atau paksaan Pemerintah Pusat.
Kuatnya kontrol pemerintah pusat pada daerah terutama di bidang energi
dan sumber daya mineral ini sempat dikritik oleh Maryati Abdullah –
Koordinator Nasional Publish What You Pay sebagaimana diberitakan di
laman online Kumparan Bisnis berikut :10
Seharusnya dilakukan pembagian perizinan antara pusat dan daerah,
bukannya izin dari daerah dihilangkan sama sekali oleh omnibus law
Cipta Kerja. Jika begini nantinya hubungan pusat dan daerah bisa
berdampak pada hal yang membahayakan. Misalnya saja, soal perizinan
10
Feby Dwi Sutianto, Omnibus Law Cipta Kerja Dikritik Bertentangan dengan Prinsip Otonomi
Daerah, Artikel, diakses dari https://kumparan.com/kumparanbisnis/omnibus-law-cipta-kerja-dikritik-
bertentangan-dengan-prinsip-otonomi-daerah-1su5k49Fuu6/full pada 13 Juni 2021
5
pertambangan yang ditarik ke pusat tanpa adanya kewenangan daerah
sehingga melemahnya kontrol daerah.
6
undang-undang baru.11 Namun, secara historis bentuk undang-undang di
Indonesia menganut single subject clause rule.
Daniel N. Boger menyatakan bahwa single subject clause rule melarang
12
suatu undang-undang mengandung berbagai macam subjek. Hal ini berarti
mencampuradukkan berbagai macam subjek dalam satu undang-undang
menimbulkan pertanyaan sendiri dimana landasan yang mengatur penggunaan
teknik omnibus dalam membentuk undang-undang di Indonesia.
Bilamana argumen yang dipakai menggunakan logika pemenuhan
kebutuhan hukum masyarakat, maka hal yang wajib dipenuhi adalah adanya
partisipasi masyarakat pada proses pembentukan peraturan perundang-undangan
13
tersebut. Namun Ombudsman menyoroti bahwa pembentukan omnibus law
Cipta Kerja minim partisipasi publik.14 Buktinya Undang-undang Cipta Kerja
tersebut tetap disahkan meski masyarakat luas protes terutama soal Penggerusan
otoritas desentralisasi.
Berdasarkan paparan penulis mengenai bentuk-bentuk Penggerusan
otoritas desentralisasi pasca disahkannya Undang-undang No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, maka ada beberapa dampak yang muncul dari persoalan
tersebut yakni:
1. Penyelenggaraan Negara yang Bergantung pada Norma dan Standar
Pemerintah Pusat
Victor Imanuel W. Nalle menjelaskan salah satu dampak krusial ini sebagai
berikut : 15
Hal ini dikarenakan kekuasaan pemerintahan daerah tidak lagi undang-
undang tetapi menjadi bergantung pada norma dan standar yang dibuat
oleh pemerintah pusat melalui instrument peraturan pemerintah. Di satu
sisi, model ini mungkin dapat menyelesaikan kerumitan sinkronisasi
11
Kabinet Eksplorasi Makna, Catatan Kritis Omnibus Law : Membedah RUU Cipta Kerja,
Departemen Kajian Strategis BEM Kema UNPAD 2020, diakses dari https://kema.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/Kajian-Omnibus-BEM-Kema-Unpad.pdf pada 13 Juni 2021
12
Daniel N. Boger, Constitutional Avoidance : The Single Subject Subject Rule As An Interpretive
Principle, Virginia Law Review Vol. 103 : 1247, hlm. 1249
13
Jimly Asshidique, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2017, hlm.
125
14
Gosanna Oktavia, Omnibus Law Minim Partisipasi Publik, Ombudsman Buka Kesempatan
Pengaduan, diakses dari https://ombudsman.go.id/news/r/omnibus-law-minim-partisipasi-publik-
ombudsman-buka-kesempatan-pengaduan pada 13 Juni 2021
15
Victor Imanuel W. Nalle, Bagaimana UU Cipta Kerja Merusak Desentralisasi yang Dibangun
Setelah Reformasi, Artikel, diakses dari https://theconversation.com/bagaimana-uu-cipta-kerja-merusak-
desentralisasi-yang-dibangun-setelah-reformasi-148091 pada 13 Juni 2021
7
regulasi pusat dan daerah dalam kerangka otonomi daerah. Namun di sisi
lain model ini seperti meminggirkan pemerintah daerah sebagai elemen
yang perlu diberdayakan dalam mengelola kekuasaan.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bentuk-bentuk penggerusan otoritas desentralisasi pasca disahkannya
Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain : 1)
Menghapus tugas pemerintah daerah dalam pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, 2) Pengambilalihan wewenang pemerintah daerah dalam
16
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Op.cit, hlm. 17
17
Sri Lestari Wahyuningroem, Bagaimana Omnibus Law Ciptaker Mengangkangi Otonomi Daerah,
Artikel, diakses dari https://tirto.id/bagaimana-omnibus-law-ciptaker-mengangkangi-otonomi-daerah-f53y
pada 13 Juni 2021
8
penentuan tarif listrik, 3) Pemberian izin usaha dalam bidang energi dan
sumber daya mineral dalam kendali pemerintah pusat, dan 4) Menghapus
wewenang pemerintah daerah dalam menjamin ketaatan perusahaan untuk
melakukan restorasi lingkungan.
9
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Jimly Asshidique, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, 2017.
Sigit Riyanto et al, Kertas Kebijakan : Catatan Kritis Terhadap UU No. 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2020.
B. Jurnal
Teguh Prasetyo dan Maharani Nurdin, Kewenangan Konkuren Pemerintah Daerah
dalam Perizinan Industri Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 2 Tahun 2021.
Adithya Tri et al, Hilangnya Sendi Demokrasi dan Otonomi Daerah Melalui
Korporatokrasi RUU Omnibus Law, Jurnal Widya Yuridika, Vol. 3 No. 2,
Desember 2020.
C. Artikel
Ahmad Naufal Dzulfaroh, Kenapa Pemerintah Ngotot Mengesahkan Omnibus Law
UU Cipta Kerja, Artikel, diakses dari
https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/06/190300665/kenapa-pemerintah-
dan-dpr-ngotot-mengesahkan-omnibus-law-uu-cipta-kerja?page=all pada 13 Juni
2021
Feby Dwi Sutianto, Omnibus Law Cipta Kerja Dikritik Bertentangan dengan
Prinsip Otonomi Daerah, Artikel, diakses dari
10
https://kumparan.com/kumparanbisnis/omnibus-law-cipta-kerja-dikritik-
bertentangan-dengan-prinsip-otonomi-daerah-1su5k49Fuu6/full pada 13 Juni 2021
Kabinet Eksplorasi Makna, Catatan Kritis Omnibus Law : Membedah RUU Cipta
Kerja, Departemen Kajian Strategis BEM Kema UNPAD 2020, diakses dari
https://kema.unpad.ac.id/wp-content/uploads/Kajian-Omnibus-BEM-Kema-
Unpad.pdf pada 13 Juni 2021
D. Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
Undang-undang No. 20 Tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang Kelistrikan
Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
11