Anda di halaman 1dari 3

Nama: Robi Mustopa Al Qozali

Kelas: HES 4 C
NIM: 1811120065
MATAKULIAH: Fiqih Mawaris
Sejarah hukum waris
1. Masa pra islam
Jauh seblum islam datang, peradapan manusia telah mengenal sistem pembagian waris. Pada
zaman jahiliyah, misalnya, misalnya bangsa Arab sudah menerapkan pembagian waris yang amat
merugikan kaum wanita. Saat itu, yang berhak mendapatkan hak waris dari orang yang meninggal dunia
hanyalah kaum adam.
Tak semua laki-laki bisa memperoleh harta warisan. ‘’yang boleh mewarisi hanyalah laki-laki dewasa yang
telah mahir naik kuda dan memanggul senjata kemedan perang serta memboyong harta ganimah (rampasan
perang) .’’ Dalam tradisi Arab Jahiliyah, factor-faktor yang memungkinkan seseorang bisa menjadi ahli
waris antara lain:
1. nasab atau kerabat dengan syarat.
2. anak angkat dengan syarat
3. sumpah setia anatara dua orang yang bukan kerabat dengan kata-kata.
Pembagian sistem waris pada zaman itu cendrung diskiriminatif. Betapa tidak. Anak laki-laki yang
belum dewasa dan tidak ikut berperang dinyatakan tidak berhak mendapatkan hak waris. Begitu jgua
dengan kaum perempuan, mereka sama sekali tidak berhak mendapatkan harta warisan, kendati meninggal
dunia adalah orang tuanya atau bahkan suaminya. Dimasa jahiliya, anak perempuan juga tidak berhak
mendapatkan harta warisan. Sebaliknya, orang lain yang bukan anggota keluarganya, namun mereka
pernah mengikat sumpah setia, malah diberikan hak warisan.’’Kauma perempuan tak diperbolehkan
memiliki harta benda, kecuali wanita-wanita dari kalangan elit, bahkan wanita menjadi sesuatu yang
diwariskan.
2. Warisan awal islam
Ketika ajaran islam datang, Rasulullah SAW. Merombak sistem hukum waris Arab Jahiliya,
sekaligus merombak sistem kepempmpinan masyarakat atas harta benda, kahususnya harta pusaka.
Struktur masyarakat Arab pra- Islam amat dipengaruhi oleh kelompok-kelompok kesukuan. Sehingga, harta
benda termasuk pusaka orang meninggal menjadi milik sukunya. Rasulullah SAW. Memperkenalkan
sistem hukum pembagian waris yang sangat adil. Setiap pribadi, baik laki-laki maupun perempuan berhak
memiliki harta benda. Selain itu, kaum perempuan juga berhak mewariskan dan mewarisi, seperti halnya
kaum adam. Sebelum turun ayat al qur’an yang mengatur tentang waris, diawal perkembangan islam masih
berlaku landasan pengangkatan anak dan sumpah setia untuk dapat mewarisi. ‘’lalu berlaku alasan ikut
hijrah serta alasan dipersudarakannya sahabat Muhajirin dan Ansar. Yang dimaksud alasan ikut hijrah,
adalah jika seorang sahabat Muhajirin wafat, maka yang mewarisinya adalah keluarga yang ikut hijrah.
Sedangkan kerabat yang tak ikut hijrah, maka sahabat Ansar yang mewarisinya.

3. Pembagian waris
‘’inilah makna yang terkandung dari perbuatan Nabi SAW yang mempersudarakan sahabat Ansar
dan Muhajirin,’’ Rasulullah SAW juga mulai memberlakukan hak waris-mewarisi antara pasangan suami
istri. Nabi Muhammad SAW. Kemudian memberlakukan kewarisan islam dalam sistem nasab-kerabat yang
berlandaskan kelahiran. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam al- qur’an suarah Al-Anfal ayat 75. Dengan
berlakunya nasab-kerabat. Maka hak waris mewarisi yang didasarkan atas sumpah setia mulai dihapuskan.
Warisan atas pengakuan anak juga telah dihapuskan sejak awal kedatangan islam. Hal itu mulai
diberlakukan sejak turunnya Firman Allah SWT yang memrintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
menghapus akibat hukum yang timbul dari pengangkatan Zaid bin Haris sebagai anak angkatnya(QS Al-
Anfal ayat 33.34,37,dan 40)
Dizaman sebelum turunnya ayat waris, Raulullulah SAW kedatangan istri Sa’ad bin ar- Rabi bersama dua
anak perempuannya. Ia lalu berkata,’’Ya Rasulullah, ini dua anak Sa’ad bin ar-Rabi yang mati syahid pada
perang uhud bersamamu. Paman mereka merampas semua harta mereka tanpa memberi bagiansedikitpun.’’
Mudah-mudahan Allah segera memberi penyelesaian mengenai masalah ini, sabda Rasulullah. Tak lama
setelah itu, turunlah ayat tentang waris dalam surah an-Nisa ayat 11. Setelah turunya ayat-ayat tentang
waris itu, maka jelaslah orang-orang yang berhak menjadi ahli waris (Ashab al-Furud). Semua pihak laki-
laki, perempuan,anak, ibu,bapak,suami,istri,sudara kandung,saudra sebapak,sudara seibu,kakek,nenek,dan
cucu memiliki bagian waris. Rasulullah SAW amat menganjurkan umatnya untuk melaksanakan hukum
waris sesuai dengan ketentuan yang ada dalam al-quran. Semua yang sudah diatur dalam al-qur’an
bertujuan memberikan keadilan pada orang. Selain itu, Rasul juga memerinthkan umat islam untuk
mempelajari dan mendalami ilmu waris. ( faraid) ini.
Dari Abu Hurairah R.A bahwa Rasulullah SAW bersabda,’’pelajarilah ilmu waris dan ajarkan,karena ilmu
waris merupakan separuh ilmu. Ilmu waris adalah ilmu yang mudah dilupakan dan yang pertama kali
dicabut dari umatku (H.R Ibnu Majah dan Daruthni).
Ilmu waris merupakan ilmu yang pertama kali diangkat dari umat islam. Cara mengangkatnya adalah
dengan mewafatkan para ulama yang ahli dalam bidang ini. Orang yang paling menguasai ilmu waris
diantara umat Rasulullah SAW adalah Zaid bin Tasbit. ‘’Tak heran para imam Mazhab menjadikan Zaid
bin Tasbit sebagi rujukan dalam ilmu waris.’’

Anda mungkin juga menyukai