Anda di halaman 1dari 3

Hanoi dan Pencarian Identitas Kota

Dua tahun mendatang, kota Hanoi akan berusia 1.000 tahun. Wajah kota ini dapat menggambarkan
kompleksitas persoalan arsitektur dari berbagai lapisan masa dan terutama berbagai persoalan.

Seperti umumnya kota-kota di Asia, proses pembangunan Hanoi berjalan dalam dua cara. Di satu sisi,
perencanaan merupakan kebijakan yang disyaratkan untuk mendapat kualitas pemanfaatan ruang yang
lebih baik.

Di sisi lain, perencanaan belum benar-benar dapat memenuhi kebutuhan semua penduduk kota
sehingga perencanaan dan implikasi pembangunan kemudian berjalan bersama dengan pembangunan
spontan oleh penduduk. Penduduk kota ini sekitar empat juta orang dan angka migrasi penduduk
bertambah.

Sejarah kota Hanoi dimulai ketika Kaisar Ly Tai Tho membuat pusat kerajaan baru di lokasi Hanoi
sekarang, tidak jauh dari Sungai Merah. Perpindahan ini menegaskan akhir dominasi China selama
1.000-an tahun. Pengaruh China tampak pada struktur kota yang merujuk pada kosmologi China serta
corak arsitektural pada bangunan istana, bangunan religius, serta rumah-rumah penduduk. Kerajaan
baru ini, Thang Long, lalu berganti menjadi Ha Noi ketika ibu kota pindah ke Hue di Vietnam tengah.

Akhir abad ke-19 menandai dominasi pemerintah kolonial Perancis di Indonchina. Hanoi berperan pula
sebagai ibu kota Indochina dengan segala perlengkapan administratif seperti kantor pemerintah.
Awalnya, banyak bangunan meniru arsitektur Eropa. Arsitek Perancis, Ernest Hebrard, kemudian
mengembangkan langgam arsitektur yang disebut arsitektur Indochina, yaitu penerapan corak arsitektur
lokal yang dia temukan pada karya yang harus dia buat untuk pemerintah kolonial. Pendekatan Hebrard
banyak diikuti dalam penyelesaian dekorasi arsitektur rumah tinggal masa tersebut.

Selepas dari kolonisasi serta konflik regional lainnya sejak 1974, Vietnam di bawah Ho Chi Minh serta
penerusnya menganut ideologi sosialis. Arsitektur pada periode ini banyak merujuk pada arsitektur yang
berkembang di Blok Timur.

Dalam konteks tersebut, banyak ruang kota dibangun untuk menguatkan identitas ideologis. Yang paling
jelas tentu saja mausoleum sekaligus monumen untuk Ho Chi Minh, bapak bangsa Vietnam, di Lapangan
Ba Dinh. Bangunan ini menandai putusnya hubungan dengan identitas kota yang dibangun Perancis.

Ruang terbuka lain seperti Taman Lenin dilengkapi dengan patung Lenin. Sementara, bangunan rumah
komunal menjadi lebih sederhana dan standar agar dapat cepat dibangun dan mendistribusikan
kesejahteraan. Monumen serta rumah susun menjadi lanskap yang menyusun wajah kota Hanoi waktu
itu.

Model metropolis Asia

Ketidakmampuan membiayai cita-cita sosialis mengantar Hanoi pada sistem pembangunan berorientasi
pasar. Ditandai dengan reformasi Vietnam ”Doi Moi” tahun 1986 dan berakhirnya embargo Amerika
Serikat tahun 1990, Pemerintah Hanoi kini berbagi peran pembangunan kota dengan investasi domestik
maupun internasional, hal yang tidak terjadi pada masa sebelumnya.

Kembali ada usaha memutus hubungan dengan kecenderungan arsitektur masa sebelumnya dengan
mengecap arsitektur monumental tidak memiliki cita rasa (Logan, 1990).

Wajah kota Hanoi telah berubah drastis. Jumlah rumah bertambah meskipun berbentuk apartemen.
Transportasi publik lebih baik meskipun jumlah kepemilikan kendaraan juga terus bertambah.

Perubahan regulasi tersebut mendorong perubahan struktur spasial Hanoi. Pengaruhnya dapat dilihat
pada perubahan bentuk kawasan di pusat kota, yaitu Kawasan Old Quarter dan French Quarter.
Bangunan baru bermunculan di antara rumah vernakular dan rumah vila, menjadi toko, hotel, serta biro
perjalanan. Kualitas visual yang dihasilkan tipologi baru tidak serupa dengan yang lama dan menjadi
sumber ketidakharmonisan visual lingkungan.

Dalam konteks tersebut, wacana pelestarian giat dibincangkan dan coba diterapkan. Satu-dua orang
dapat memanfaatkan bangunan tua yang mereka miliki dengan tetap memelihara otentisitasnya. Lebih
banyak lagi yang berubah dan tampaknya terus bertambah. Hal pelestarian kemudian banyak
ditekankan arsitek setempat dikaitkan pada identitas kota.

Dalam percakapan dengan Doang Minh Koi dari Asosiasi Arsitek Vietnam pada tahun 2007, dijelaskan,
Hanoi unik karena memiliki ciri ruang yang merupakan perpaduan antara lingkungan alam dan binaan.
Karena itu, penting memelihara arsitektur Hanoi yang khas di dalam kecenderungan pertumbuhan kota
sekarang.

Arsitek-arsitek Hanoi sesungguhnya melihat situasi saat ini sebagai peluang berekspresi dan
mengembangkan bentuk. Ada kesadaran terhadap persoalan perkotaan serta kondisi ekologi yang
menjadi rujukan berkarya. Bagaimanapun, ada kebutuhan menampilkan sesuatu yang berbeda. Seorang
arsitek muda, Hoang Thuc Hao, contohnya mengeksplorasi pengetahuan tentang iklim saat menggarap
bangunan pusat sains dan teknologi. Sementara, Nguyen Toan Thang mencoba merumuskan sikap
dalam berarsitektur dalam tiga hal, yaitu manusia, alam, serta arsitektur lainnya (Kien Truc 2006).

Ekspansi kota juga mendorong perubahan pemanfaatan di luar kota. Daerah pedesaan yang
dibayangkan ideal dari segi ekologis banyak berubah menjadi kawasan pengembangan khusus seperti
permukiman mewah atau khu do thi (KDT). Salah satunya hasil rancangan kelompok Ciputra, yaitu KDT
Thang Long. Kompleks ini terdiri dari beberapa menara apartemen serta beberapa perumahan. Sebuah
mal yang yang terbesar di Hanoi rencananya akan dibangun di situ.

Jumlah KDT terus bertambah tanpa merujuk pada perencanaan kota. Geertman (2007) melihatnya
sebagai episode pembangunan Hanoi dengan cara spontan. Meskipun demikian, banyak anggota
pemerintah serta arsitek melihat KDT sebagai penanda kejayaan Hanoi.

Mencairnya isu identitas

Seiring dengan berkembangnya kota serta permasalahannya, identitas kota mencair dan menjadi plural.
Isu mengenai identitas dibangun dengan cara berbeda dan dalam periode berbeda-beda. Tidak hanya
dibangun dengan mengangkat dan memelihara apa yang Hanoi telah miliki selama ratusan tahun, tetapi
juga dengan terus menciptakan arsitektur yang aktual.

Sekarang, kota-kota dunia nyaris mengalami persoalan sama, seperti pertambahan penduduk serta daya
dukung lingkungan, sementara di sisi lain, pertumbuhan ekonomi mendorong perkembangan kota ke
dalam bentuk tidak terbayangkan. Ketegangan antara dua hal itu mendorong arsitektur terus
berkembang dan menariknya pada sisi yang tidak selalu sejalan dalam konteks kompleksitas kota. Hanoi
sedang mencari cara kembali pada dirinya tanpa terjebak duplikasi dan sekaligus membentuk identitas
dirinya.

Sumber: kompas.con

Anda mungkin juga menyukai