Anda di halaman 1dari 3

Polusi udara Jakarta: Presiden Jokowi hingga Gubernur DKI Anies Baswedan dinyatakan lakukan

perbuatan melawan hukum

Presiden Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan tiga menteri divonis melakukan
perbuatan melawan hukum dalam perkara gugatan pencemaran udara di ibu kota.

Vonis itu dibacakan majelis hakim dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis
(16/09).

Majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi
Semesta.

Namun hakim menolak gugatan agar para pejabat tinggi negara ini dinyatakan melanggar hak asasi
manusia karena lalai dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

“Mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian dan menyatakan tergugat 1, 2, 3, 4, dan 5 telah
melakukan perbuatan melawan hukum,” ujar ketua majelis hakim saat membaca putusannya.

Dalam putusan hakim, Jokowi dihukum untuk mengetatkan baku mutu udara ambien nasional yang
cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi
yang sensitif. Pengetatan ini, kata hakim, harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dihukum untuk melakukan
supervisi terhadap Gubernur DKI, Banten dan Jawa Barat dalam inventarisasi emisi lintas batas.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga dihukum untuk mengawasi dan membina kinerja Gubernur
DKI Jakarta dalam pengendalian pencemaran udara.

Adapun Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dihukum untuk menghitung penurunan dampak
kesehatan akibat pencemaran udara di DKI Jakarta yang perlu dicapai sebagai dasar penyusunan strategi
dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.

Khusus untuk Anies Baswedan, majelis hakim mengeluarkan sejumlah hukuman. Pertama, dia dihukum
untuk mengawasi ketaatan setiap orang terhadap peraturan perundang-undangan di bidang
pengendalian pencemaran udara atau dokumen lingkungan hidup.
Wujud nyatanya, merujuk putusan itu, adalah melakukan uji emisi terhadap kendaraan tipe lama,
melaporkan evaluasi penataan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama, serta
menyusun rekapitulasi sumber pencemar tidak bergerak yang kegiatan usahanya mengeluarkan emisi
walau memiliki izin lingkungan dan izin pembuangan emisi.

Anies juga dihukum mengawasi ketaatan standar dan spesifikasi bahan bakar yang ditetapkan dan
mengawasi kepatuhan atas larangan membakar sampah di ruang terbuka yang mengakibatkan
pencemaran udara.

Lebih dari itu, majelis hakim juga menghukum Anies untuk menjatuhkan sanksi terhadap setiap orang
yang melanggar ketentuan pengendalian pencemaran udara.

Sanksi itu, kata hakim, dapat dijatuhkan pada pemilik kendaraan bermotor dan kegiatan usaha yang
tidak memenuhi baku mutu emisi.

Selain itu, Anies dihukum menyebarluaskan informasi pengawasan dan penjatuhan sanksi terkait
pencemaran udara kepada masyarakat serta menetapkan baku mutu udara ambien daerah yang cukup
untuk melindungi kesehatan.

Hukuman lain yang harus dijalankan Anies adalah menginventarisasi mutu udara ambien, potensi
sumber pencemar udara, kondisi meteorologis dan geografis serta tata guna tanah dengan
mempertimbangkan penyebaran emisi dari sumber pencemar yang melibatkan publik.

Yang terakhir, Anies dihukum untuk menetapkan status mutu udara ambien daerah setiap tahun dan
mengumumkannya kepada masyarakat; menyusun dan mengimplementasikan strategi dan rencana aksi
pengendalian pencemaran udara. Hakim menyebut hal ini harus dilakukan secara terfokus dan
melibatkan partisipasi publik.

Gugatan soal polusi udara Jakarta itu diajukan oleh Koalisi Ibu Kota ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
pada 4 Juli 2019. Mereka menggugat tujuh pihak, yaitu Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa
Barat, dan Gubernur Banten.

‘Saya ingin anak saya hidup lebih sehat’


Pada Mei lalu, kualitas udara di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan mayoritas masuk dalam kategori tidak
sehat untuk kelompok sensitif, sebagaimana ditunjukkan data Airnow, pengukur kualitas udara yang
dipasang Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.

Airnow mengukur partikel kecil yang berukuran 2,5 mikron atau kurang, yang bisa masuk paru-paru dan
membahayakan kesehatan.

Pengajar hukum lingkungan Universitas Gadjah Mada, Agung Wardana menjelaskan beberapa
problematika dalam citizen lawsuit, salah satunya adalah karena mekanisme itu dilakukan dengan jalur
perdata.

“Dalam konteks citizen lawsuit, yang jadi tergugat adalah negara, bisa presiden, kementerian, gubernur.
Ketika mereka dinyatakan kalah dan diminta harus melakukan sesuatu, permasalahan timbul karena
logika perdata tidak masuk, dalam hal ini ke hal administrasi negara.

“Ada semacam blind spot (titik buta) sehingga menyebabkan gugatan-gugatan citizen lawsuit yang
banyak dimenangkan, seperti dalam kasus Palangkaraya, eksekusinya lambat karena titel eksekutorial
yang dikeluarkan PN hingga MA belum bisa memaksa putusan itu dilakukan oleh negara,” ujarnya,

Meski kadang dianggap sebagai “kemenangan di atas kertas”, menurut Agung, kemenangan bisa
menjadi secercah harapan yang menunjukkan negara sudah gagal dalam mewujudkan lingkungan hidup
yang sehat.

Sumber:

BBC News Indonesia

Anda mungkin juga menyukai