TUBERCULOSIS PARU
A. Defenisi
Tuberkulosis paru adalah infeksi kronis akut atau sub akut pada parenkim paru yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Infeksi dapat terjadi di seluruh tubuh namun
tersering pada jaringan paru-paru.
Sumber penularan utama adalah penderita BTA Positif (Mycobacterium tuberculosis) yang
disebarkan pada saat batuk atau bersin, batuk, bicara atau bernyanyi (droplet dengan ukuran
1 – 5 microns).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar dalam beberapa
jam dan orang dpt terinfeksi jika droplet terhirup saat bernafas. Adapun faktor predisposisi
tertularnya Tb paru yaitu factor yang melemahkan atau keadaan imunitas yang menurun,
misalnya diabetes, alcohol, malnutrisi, penyakit paru kronik.
1. Populasi A : dalam kelompok ini kuman tumbuh berkembang biak terus menerus dengan
cepat. Kuman-kuman ini banyak terdapat pada dinding/lesi yg pH nya netral.
2. Populasi B : dalam kelompok ini kuman tumbuh sangat lambat dan berada dalam
lingkungan asam (pH rendah). Lingkungan asam ini melindungi kuman terhadap obat anti
tuberkulosis tertentu.
3. Populasi C : pada kelompok ini kuman berada dalam keadaan dormant (tidak ada
aktivitas). Hanya kadang-kadang kuman ini mengadakan metabolisme secara aktif dalam
waktu singkat.
4. Populasi D : dalam kelompok ini terdapat kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat
dormant (complete dormant), sehingga sama sekali tidak b isa dipengaruhi oleh obat anti
tuberkulosis. Jumlah populasi ini tidak jelas dan hanya dapat dimusnahkan oleh
mekanisme pertahanan tubuh manusia itu sendiri.
F. Patofisiologi
Secara patogenesis, bahan lipid dan karbohidrat dinding M. Tuberculosis dapat
meningkatkan virulensi dengan menghalangi fusi fagolisosom, sehingga bakteri dapat
bertahan dalam sel.
Reaksi hipersensitivitas yang terjadi saat proses inflamasi adalah reaksi hipersensitivitas
lambat (tipe IV). Reaksi terhadap basil tuberkel ini terbentuk dalam 2-4 minggu setelah
infeksi awal. Individu yang tersensitisasi akan menunjukan reaksi indurasi yang berlebih (>
5 mm) pada tes PPD.
Namun hasil tes positif hanya menunjukan sensitivitas, bukan penyakit aktif. Setelah
sensitisasi terjadi selama fase infeksi, reaksi peradangan nonspesifik berubah menjadi
granuloma yang sering disertai nekrosis kaseosa. Peningkatan resistensi terjadi berupa
kemampuan menghambat replikasi kuman interseluler.
Jika dilihat dari pajanan terjadinya penyakit, tuberkulosa terbagi menjadi dua, yaitu primer
dan post primer (sekunder)
1. TBC Primer
Bentuk ini terjadi pada penderita yang sebelumnya tidak pernah terpapar dengan kuman
tuberculosis atau saat orang pertama kali terpapar kuman TB.
Lesi biasanya terjadi di dekat pleura pada bagian inferior lobus atas atau bagian superior
lobus bawah.
Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer sekitar 4-6
minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin
dari negatif menjadi positif.
Pada tuberkel lama dengan jaringan parut mungkin tidak ditemukan kuman tetapi
mengandung kuman yang infektif, kadang bertahan sampai beberapa puluh tahun.
Tuberkulosis primer biasanya asimptomatik.
Pada fase ini dapat terjadi penyebaran ke kelenjar getah bening (kelenjar limfe) bronkus
atau hilus ipsilateral berakibat terjadinya lesi campuran paru dan kelenjar getah bening
(kompleks ghon).
Pada kebanyakan kasus, infeksi tidak berkembang dan menghasilkan jaringan parut dan
kalsifikasi lokal. Kadang-kadang terjadi pneumonia primer progresif. Komplikasi lain
adalah tuberkulosis milier diseminata, yang terjadi bila kuman tuberkulosis masuk ke
dalam peredaran darah.
Tuberculosis post primer menunjukan infeksi aktif pada penderita yang sebelumnya telah
mengalami sensitisasi.
Kebanyakan kasus merupakan reaktivasi bakteri dorman dari lesi primer. Proses ini
meliputi pembentukan sarang di region atas paru-paru (apical posterior lobus superior
atau inferior).
Hal ini menunjukan M. tuberculosis memilih lokasi dengan pO2 yang tinggi. 3-10
minggu kemuadian menjadi tuberkel.
TBC Post primer terjadi beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer (akibat
penurunan daya tahah tubuh, infeksi HIV, status gizi buruk).
Akibat dari proses di atas mengarah pada terjadinya penyakit paru restriktif, dimana
terjadinya kehilangan daerah pertukaran gas, baik secara anatomis maupun fungsional.
Selain itu penyakit paru restriktif menyebabkan penurunan komplians paru, kapasitas
vital, kapasitas residu fungsional dan kapasitas difusi.
G. Penatalaksanaan Umum
Pemberian antibiotik (RHEZS), analgesic, terapi O2, diet TKTP, isolasi pernafasan dan
operasi (drainase, reseksi paru).
H. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada asuhan keperawatan TBC paru meliputi :
a. Identitas
b. Riwayat Kesehatan
o Keluhan utama : Keluhan yang sering muncul biasanya, sesak atau nyeri dada.
o Riwayat kesehatan sekarang : Penjabaran dari keluhan utama (PQRST)
o Riwayat kesehatan dahulu : Dikaji terutama riwayat merokok, kontak dengan
penderita Tb paru, riwayat penyakit saluran pernafasan lain, riwayat pekerjaan
yang berkaitan dengan zat polutan.
o Riwayat kesehatan keluarga : Dikaji riwayat Tb paru di keluarga dan
pengobatannya.
c. Kondisi tempat tinggal dan lingkungan : Dikaji kondisi rumah dan lingkungan
meliputi sumber polutan, pemaparan sinar matahari, kelembaban ruangan, ventilasi
d. Aktivitas sehari-hari : Dikaji pola nutrisi, eliminasi, aktivitas, personal higiene dan
pola tidur.
e. Pemeriksaan Fisik (dilakukan persistem):
o Sistem persarafan, biasanya ditemukan pasien sadar, gelisah, hingga penurunan
kesadaran.
o Sistem pernafasan, klien biasanya terlihat sesak, nyeri dada, respirasi meningkat,
mungkin batuk produktif atau darah (haemaptoe), suara nafas ronchii/gargling,
terdapat perubahan perbandingan diameter anteroposterior dada, deviasi trakea,
vocal premitus menurun.
o Sistem kardiovaskuler, biasanya heart rate meningkat lemah, penurunan tekanan
darah, mungkin peningkatan JPV, sianosis perifer, konjungtiva pucat.
o Sistem gastrointestinal, mungkin terjadi penurunan bising usus, nafsu makan
berkurang, keluhan mual muntah akibat obat Tb paru.
o Sistem perkemihan, biasanya ditemukan urine kemerahan sebagai efek samping
obat Tb paru.
o Sistem endokrin, biasanya ditemukan hipermetabolisme akibat infeksi,
pembesaran KGB, gula darah meningkat.
o Sistem reproduksi, biasanya ditemukan gangguan menstruasi pada wanita,
penurunan hasrat sexual.
o Sistem integument, biasanya ditemukan peningkatan diaforesis, kulit pucat
dengan turgor jelek, kehilangan lemak sub kutan.
o Sistem musculoskeletal, biasanya ditemukan penampilan kurus, bentuk tulang
dada berubah, penurunan kekuatan otot, penurunan tonus otot.
f. Aspek psikososial dan spiritual : Biasanya terdapat gangguan konsep diri pada
penderita, merasa dikucilkan akibat pandangan negative masyarakat.
g. Aspek pengetahuan : Perlu dikaji pemahaman penderita TB paru dan keluarganya
berkenaan dengan kemampuan dalam perawatan dan pengobatan Tb paru.
h. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan diagnostic meliputi Pemeriksaan dahak
(BTA), Foto roentgen, Darah, Mantoux test.