Anda di halaman 1dari 3

Saat ini dampak penyebaran Corona terhadap perekonomian sudah terasa, terutama di

sektor pariwisata, industri pengolahan, perdagangan, transportasi dan investasi. Untuk

mengantisipasinya, sejumlah stimulus dikeluarkan oleh pemerintah, Bank Indonesia

dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam kebijakan moneter, Bank Indonesia telah

menempuh langkah-langkah kebijakan seperti penurunan suku bunga kebijakan,

stabilisasi nilai tukar rupiah, injeksi likuiditas dalam jumlah yang besar baik likuiditas

rupiah maupun valas, mempermudah bekerjanya pasar uang dan pasar valas di

domestik maupun luar negeri, relaksasi ketentuan bagi investor asing terkait lindung

nilai dan posisi devisa neto, pelonggaran makroprudensial agar tersedianya pendanaan

bagi eksportir, importir dan UMKM. Selanjutnya di Sistem Pembayaran, Bank Indonesia

menjamin ketersediaan uang layak edar yang higienis, dan mendorong penggunaan

pembayaran non-tunai termasuk melalui perpanjangan masa berlakunya MDR 0%

untuk QRIS dari Mei menjadi September 2020, yang disepakati bersama ASPI dan

PJSP.

Kebijakan tersebut secara terperinci adalah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate

sebesar 25 bps menjadi 4,75%, mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF

(Domestic Non Deliverable Forward), pasar spot, dan pasar SBN guna meminimalkan

risiko peningkatan volatilitas nilai tukar rupiah dan menurunkan rasio Giro Wajib

Minimum (GWM) Valuta Asing Bank Umum Konvensional, dari semula 10% menjadi

4%. Kemudian, menurunkan GWM Rupiah sebesar 50bps yang ditujukan kepada bank-

bank yang melakukan kegiatan pembiayaan ekspor-impor; dan memperluas jenis

jaminan (underlying) transaksi bagi investor asing sehingga dapat memberikan alternatif

dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan rupiah. Relaksasi kebijakan moneter
dilakukan agar dapat menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga tetap berdaya

tahan di tengah risiko tertundanya prospek pemulihan perekonomian dunia. Kebijakan

ini juga bertujuan untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap terkendali sesuai nilai

fundamental didukung kinerja Neraca Pembayaran Indonesia yang tetap terjaga.

Keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan sejalan dengan arah suku

bunga bank sentral global yang cenderung turun dan meningkatkan likuiditas melalui

quantitative easing guna memberikan stimulus bagi sektor riil sebagai antisipasi

dampak ekonomi dari merebaknya virus Corona. Bahkan penurunan suku bunga acuan

bank sentral global lebih agresif. Namun saat ini Bank Indonesia masih belum

menurunkan suku bunga di Indonesia.

Pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri pada saat ini tiap-tiap bank telah

memberikan restrukturisasi /keringanan bagi debitur perbankan dan perusahaan

pembiayaan yang terkena dampak Corona. OJK kini mempertegas misi konsolidasinya

melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020

Tentang Kewajiban Keuangan Negara, dan Sistem Stabilitas Keuangan Untuk

Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan/atau Dalam Rangka

Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau

Stabilitas Sistem Keuangan. Aturan konsolidasi perbankan tersebut tertuang dalam

Perppu RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas

Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian

Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Menurut saya sendiri, langkah tersebut

sudah tepat meskipun Bank Indonesia masih belum menurunkan suku bunga bank,
bahkan dari data yang saya dapatkan dikatakan bahwa perkembangan nilai tukar masih

cukup stabil.

Anda mungkin juga menyukai