MAKALAH
“Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi”
Disusun Oleh:
1. Nur Hikmah Azrah NIM:210301502117
2. …
3. …
4. …
Kelompok 8
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Islam Dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi?
B. Memahami Konsep Islam Tentang Iptek,Ekonomi,Politik,Sosial-Budaya
Dan Pendidikan?
C. Diperlukannya Prespektif Islam Dalam Imprementasi
Iptek,Ekonomi,Politik,Sosial-Budaya Dan Pendidikan?
D. Menggali Sumber Historis,Sosiologis,Dan Filosofis Tentang Konsep
Islam Mengenai Iptek,Ekonomi,Politik,Sosial-Budaya dan Pendidikan?
E. Membangun Argumen Tentang Kompatibel Islam Dan Tantangan
Modernisasi?
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama"ditantang" untuk bisa hidup secara eksistensial. Agama pun diharapkan memiliki
signifikansi moral dan kemanusiaan bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Secara realistik,
tugas semacam itu masih dibenturkan dengan adanya kehadiran modernitas yang terus- menerus
berubah dan menari-nari di atas pusaran dunia sehingga menimbulkan gesekan bagi agama.
Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak bisa dipandang sebelah
mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini merupakan realitas yang tidak bisa dihindarkan dan
perlu direspon dalam konstruksi pemahaman agama yang dinamis pula. Tarik-menarik antara
tradisi (agama) dan modernitas menjadi wacana yang masih hangat untuk selalu diperdebatkan.
ada kesan bahwa agama itu bertolak belakang dengan modernitas.Agama Islam yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia
itu menyikapi hidup dan kehidupan. Islam yang diakui pemeluknya sebagai agama
terakhir dan penutup dirangkaikan petunjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia,
mengklaim dirinya sebagai agama yang paling sempurna. Peradaban Islam dipahami sebagai
akumulasi terpadu antara normanitas Islam dan historitas manusia di muka bumi yang selalu
berubah-ubah. Maka setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi
atas ajaran Islam yang disesuaikan dengan tingkat pemikiran manusia zaman ini. Nasib agama
Islam di zaman modren ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuan umat Islam merespon
secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era modern ini.
Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah (transenden). Pada
posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang memberikan kacamata pada
manusia dalam memahami realitas. Secara sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban,
realitas sosial kemanusiaan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan kami angkat
dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana islam dalam menghadapi tantangan modernisasi?
2. Bagaimana konsep islam tentang iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya dan
pendidikan?
3. Bagaimana prespektif islam dalam implementasi iptek, ekonomi, politik, sosial-
budayadan pendidikan?
4. Bagaimana sumber historis, sosiologis, dan filosofis tentang konsep islam
mengenai iptek, politik sosial-budaya dan pendidikan?
5. Bagaimana membangun argumen tentang kompatibel islam dan tantangan
modernisasi?
BAB II
PEMBAHASAN
C. Diperlukannya perspektif Islam dalam implementasi iptek, ekonomi, politik, sosial budaya
dan pendidikan.
Dalam bidang ekonomi terdapat riba yang harus di perhatikan oleh masyarakat islam.
Seorang pakar ekonomi islam yaitu Syafi’i Antonio menjelaskan jenis- jenis riba, yaitu:
Kemajuan teknologi modern yang begitu pesat telah memasyarakatkan produk-produk
teknologi canggih seperti radio, televisi, internet, alat-alat komunikasi dan barang-barang
mewah lainnya serta menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap orang. Namun tentunya alat-
alat itu tidak bertanggung jawab atas apa yang diakibatkannya. Justru manusia lah yang akan
bertanggungjawab. Sebab manusia lah yang mengatur alat tersebut. Adakalanya menjadi
manfaat yaitu manakala manusia menggunakan dengan baik dan tepat. Tetapi dapat pula
mendatangkan dosa dan malapetaka manakala manusia menggunakannya untuk mengumbar
hawa nafsu dan kesenangan semata. Produk dari sains dan teknologi dalam pandangan Islam
boleh. Pandangan islam terhadap teknologi saat ini merupakan sebuah hal yang lumrah, yang
sudah ada pada masa-masa dahulu, dan memang islam mengajarkan kita sebagai umatnya
untuk selalu mencari tahu semua kebenaran yang ada didunia ini sesuai dengan syariat islam
yang berlaku. Dan islam tidak pernah menutup diri untuk menerima modernsiasi dari sebuah
perkembangan jaman. Sehingga dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat pesat
saat ini merupakan hal yang wajar yang dapat kita terima sebagai umat islam, selama masih
sesuai dengan ajaran-ajaran islam yang berlaku.
1. Riba qardh adalah Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang (muqtaridh).
2. Riba Jāhiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokokknya karena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3. Riba Nasī`ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya
4. Riba dalam nasī`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan
antara yang diserahkan satu waktu dan yang diserahkan waktu berbeda.
Dalam masalah politik, perlu Anda sadari bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) memang bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Sungguhpun
demikian, negara menjamin penduduknya untuk memeluk suatu agama dan melaksanakan
ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. NKRI adalah negara demokrasi berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Sistem
demokrasi menjadi pilihan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam bidang sosial budaya. Harus diakui bahwa memang ada permasalahan yang
dihadapi oleh umat Islam dalam membedakan antara agama dan budaya. Secara teoritis
perbedaan antara keduanya dapat dijelaskan, tapi dalam praktek kehidupan kedua hal tersebut
seringkali rancu, kabur, dan tidak mudah untuk dibedakan.
Mengenai agama dan budaya, secara umum dapat dikatakan bahwa agama bersumber
dari Allah, sedangkan budaya bersumber dari manusia. Agama adalah “karya” Allah,
sedangkan budaya adalah karya manusia. Dengan demikian, agama bukan bagian dari budaya
dan budaya pun bukan bagian dari agama. Ini tidak berarti bahwa keduannya terpisah sama
sekali, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Melalui agama, yang dibawa oleh
para nabi dan rasul, Allah Sang Pencipta menyampaikan ajaran-ajaran-Nya mengenai hakekat
Allah, manusia, alam semesta dan hakekat kehidupan yang harus dijalani oleh manusia.
Ajaran-ajaran Allah, yang disebut agama itu, mewarnai corak budaya yang dihasilkan oleh
manusia-manusia yang memeluknya.
Di tengah masyarakat, kita melihat praktek-praktek keberagamaan yang bagi sebagian
orang tidak terlalu jelas apakah ia merupakan bagian dari agama atau budaya. Ambil contoh
tradisi tahlilan. Tidak sedikit di kalangan umat Islam yang beranggapan bahwa upacara
tahlilan adalah kewajiban agama, yang harus mereka selenggarakan meskipun untuk itu harus
berhutang. Mereka merasa berdosa kalau tidak mengadakan tahlilan ketika ada anggota
keluarga yang meninggal dunia.
Padahal yang diperintahkan oleh agama berkaitan dengan kematian adalah
“memandikan, mengkafani, menyalatkan, mengantar ke makan, memakamkan, dan
mendoakan”. Sangat simple dan hampir tidak memerlukan biaya. Ini berarti bahwa upacara
tahlilan pada dasarnya adalah tradisi, bagian dari budaya bangsa, yang mungkin telah ada
sebelum datangnya Islam, yaitu tradisi kumpul-kumpul di rumah duka, yang kemudian
diislamkan atau diberi corak Islam. Yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah membenahi
pemahaman dan penyikapan umat terhadap praktek-praktek keberagamaan seperti itu secara
proporsional.
Dalam bidang pendidikan, secara sadar ataupun tidak, pendidikan kita selama ini kerap
mengabaikan faktor agama. Agama atau sisi spiritual kehidupan manusia cenderung
dilupakan atau malam diupayakan untuk disingkirkan. Padahal agama adalah hal penting dan
harus diutamakan. Konsepsi pendidikan Islam, yang meletakkan adab dan akhlak sebagai
fondasinya, sangat tepat dikemukakan. Sebelum melangkah lebih jauh, segera harus
digarisbawahi bahwa adab dan akhlak hendaknya tidak dipahami sebagai dasar-dasar moral
tanpa bentuk-bentuk praktis dalam kehidupan keseharian. Sebagaimana adab dan akhlak juga
tidak boleh dipahami sebatas tata krama dan etika praktis, sehingga tidak menyentuh nilai-
nilai kecendikiawanan dan tradisi keintelektualan yang menjadi basis bagi perkembangan
ilmu pengetahuan. Apa yang dimaksud dengan adab dan akhlak di sini adalah kualitas-
kualitas mental, spiritual, sikap dan perilaku dan yang mencakup itu semua.
D. Sumber historis, sosiologis, dan filosofi tentang konsep islam mengenai iptek,
politik, sosial budaya, dan pendidikan.
Kemajuan dalam pendidikan dan penguasaan Iptek berimplikasi terhadap kemajuan politik,
ekonomi, dan budaya. Hal ini secara historis dapat Anda lacak ketika dunia Islam unggul
dalam Iptek. Pada masa keemasan Islam, kekuasaan politik umat Islam semakin luas dengan
ekspansinya ke berbagai wilayah dan penguasaan dalam politik ini membawa kemajuan
dalam kehidupan ekonomi umat Islam saat itu. Kesejahteraan yang merata juga mendorong
kemajuan umat Islam dalam penguasaan Iptek. Akibatnya, dunia Islam menjadi sangat kuat
secara politik dan ekonomi yang didasari penguasaan terhadap Iptek secara sempurna pada
saat itu. Zaman keemasan Islam itu terjadi pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah yang
berpusat di Damaskus, Syria (dan kemudian berkembang pula di Spanyol) serta zaman
kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad, Irak.
Akar-akar kemajuan yang dicapai umat Islam memang telah diletakan dasar-dasarnya
oleh Rasulullah. Beliau mengajarkan kepada para sahabat bahwa menguasai ilmu itu adalah
wajib. Kewajiban yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan. Kalau perlu, menurut
Nabi Muhammad, kita belajar untuk dapat menguasai ilmu, meskipun harus pergi ke negeri
Cina. Secara teologis, Allah telah menetapkan bahwa yang akan mendapat kemajuan pada
masa depan adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan iman.
Dalam sejarah, kita dapat menyaksikan kemajuan Iptek umat Islam membawa kemajuan bagi
umat Islam dalam bidang ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Umat Islam makmur
secara materi dan rohani, juga makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran.
Dalam realitas sekarang, bangsa-bangsa muslim tertinggal dalam Iptek sehingga yang
menguasai dunia secara ekonomi, politik, dan budaya adalah bukan bangsa muslim. Mereka
maju karena menguasai Iptek, walaupun sebagian besar mereka tidak beriman. Kemajuan
yang dicapai hanyalah kemajuan materi. Karena kemajuan materi itu dapat dikejar dan diraih
oleh semua orang dengan modal penguasaan Iptek tadi. Bangsa yang hanya menguasai Iptek
saja dapat maju meskipun tidak beriman, apalagi bangsa yang menguasai Iptek dan beriman
dengan iman yang benar, tentu akan lebih maju daripada mereka.
Ibnu Athailah menyatakan: “Sesungguhnya Allah memberikan kemajuan materi kepada
orang-orang yang Allah cintai dan kepada orang-orang yang tidak Allah cintai, tetapi Allah
tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang Allah cintai”. Sikap Anda sebagai
mahasiswa tidak boleh menutup diri. Sebenarnya, kemajuan yang dicapai umat Islam pada
zaman silam, antara lain, disebabkan adanya interaksi antara sesama ilmuwan muslim, dan
antara ilmuwan muslim dan tradisi intelektual non-muslim, misalnya para filsuf Yunani.
Filsafat Islam berkembang dengan sangat cepat karena interaksi dan adaptasi dengan
pemikiran rasional di kalangan mereka. Begitu juga ilmu-ilmu lainnya saling mempengaruhi
bagi pembentukan dan penguatan perkembangan ilmu-ilmu di tengah masyarakat Islam.
E. Membangun argumen tentang kompatibel islam dan tantangan modernisasi.
Modern mengandung arti maju dan berkemajuan dalam segala aspek kehidupan:
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Modern adalah perubahan sikap dan
pandangan dari tradisional ke rasional, dari primordial ke logis dan nalar. Modernisasi
merupakan proses terjadinya pemoderenan untuk kemajuandalam segala bidang kehidupan
melalui akselerasi pendidikan dan aktualisasi teknologi. Modernisasi telah mengubah wajah
dunia dari kusam menjadi bersinar, dari yang lamban menjadi serba cepat, dari yang
tradisional menjadi rasional, dari yang primordial menjadi nalar. Terdapat beberapa
karakteristik dalam ajaran islam, yaitu:
1. Rasional
Ajaran Islam adalah ajaran yang sesuai dengan akal dan nalar manusia. Dalam ajaran
Islam nalar mendapat tempat yang tinggi sehingga salah satu cara untuk mengetahui sahih
atau tidaknya sebuah hadis dari sisi matan dan sanad adalah sesuai dengan akal. Hadis yang
sahih pasti rasional. Sebaliknya, hadis yang tidak rasional itu menjadi indikator bahwa hadis
itu tidak sahih. Betapa banyak ayat-ayat Al-Quran yang menyuruh kepada kita untuk
menggunakan akal dalam sikap beragama. Demikian pula, hadis nabi menyuruh umat Islam
menggunakan akal.
2. Sesuai dengan Fitrah Manusia
Tidak ada satu pun ajaran Islam yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Orang
beragama (ber-Islam) berarti ia hidup sesuai dengan fitrah. Sebaliknya, orang yang tidak
beragama berarti menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah. Orang yang menjalani hidup
tidak sesuai dengan fitrah, maka ia hidup dalam ketakutan, kegalauan, ketidakpastian, dan
kebimbangan. Akhirnya, dalam menjalani hidup tidak ada kenikmatan dan kenyamanan. Jika
orang masih beribadah kepada selain Allah, minta tolong dan perlindungan kepada selain
Allah, maka akan terjadi kegalauan dalam batinnya, kecemasan, keraguan dan kemunafikan,
dan sakit secara rohani. Orang yang hidup dalam kondisi tidak sehat rohaninya, maka ia tidak
akan mendapatkan ketenangan dan kenikmatan.
3. Tidak Mengandung Kesulitan
Ajaran Islam itu mudah dan masih dalam batas-batas kekuatan kemanusiaan. Tidak ada
aspek ajaran Islam yang dalam pelaksanaannya di luar kemampuan manusia. Allah sendiri
menyatakan, “Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan dalam
beragama.” (QS Al-Baqarah/2: 185).
4. Tidak mengandung banyak Taklif
Ajaran Islam tidak mengandung banyak taklif (beban). Kerangka dasar ajaran Islam
hanya tiga pilar, yaitu: akidah, syariat dan hakikat (atau biasa disebut akhlak). Landasan
ketiga pilar tadi adalah iman, Islam, dan ihsan. Ketiga pilar tersebut dalam aktualisasinya
tidak bisa dipisahkan, tetapi harus terintegrasi.
5. Bertahap
Ajaran Islam diturunkan Allah kepada Rasulullah secara bertahap. Demikian juga,
proses pembumiannya di tengah masyarakat pada saat itu juga bertahap.