Anda di halaman 1dari 11

Tugas Kelompok 8

MK Pendidikan Agama Islam


Dosen:

MAKALAH
“Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi”

Disusun Oleh:
1. Nur Hikmah Azrah NIM:210301502117
2. …
3. …
4. …

Kelompok 8

PRODI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGRI MAKASSAR
2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Islam Dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi?
B. Memahami Konsep Islam Tentang Iptek,Ekonomi,Politik,Sosial-Budaya
Dan Pendidikan?
C. Diperlukannya Prespektif Islam Dalam Imprementasi
Iptek,Ekonomi,Politik,Sosial-Budaya Dan Pendidikan?
D. Menggali Sumber Historis,Sosiologis,Dan Filosofis Tentang Konsep
Islam Mengenai Iptek,Ekonomi,Politik,Sosial-Budaya dan Pendidikan?
E. Membangun Argumen Tentang Kompatibel Islam Dan Tantangan
Modernisasi?
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama"ditantang" untuk bisa hidup secara eksistensial. Agama pun diharapkan memiliki
signifikansi moral dan kemanusiaan bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Secara realistik,
tugas semacam itu masih dibenturkan dengan adanya kehadiran modernitas yang terus- menerus
berubah dan menari-nari di atas pusaran dunia sehingga menimbulkan gesekan bagi agama.
Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak bisa dipandang sebelah
mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini merupakan realitas yang tidak bisa dihindarkan dan
perlu direspon dalam konstruksi pemahaman agama yang dinamis pula. Tarik-menarik antara
tradisi (agama) dan modernitas menjadi wacana yang masih hangat untuk selalu diperdebatkan.
ada kesan bahwa agama itu bertolak belakang dengan modernitas.Agama Islam yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia
itu menyikapi hidup dan kehidupan. Islam yang diakui pemeluknya sebagai agama
terakhir dan penutup dirangkaikan petunjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia,
mengklaim dirinya sebagai agama yang paling sempurna. Peradaban Islam dipahami sebagai
akumulasi terpadu antara normanitas Islam dan historitas manusia di muka bumi yang selalu
berubah-ubah. Maka setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi
atas ajaran Islam yang disesuaikan dengan tingkat pemikiran manusia zaman ini. Nasib agama
Islam di zaman modren ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuan umat Islam merespon
secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era modern ini.
Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah (transenden). Pada
posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang memberikan kacamata pada
manusia dalam memahami realitas. Secara sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban,
realitas sosial kemanusiaan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan kami angkat
dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana islam dalam menghadapi tantangan modernisasi?
2. Bagaimana konsep islam tentang iptek, ekonomi, politik, sosial-budaya dan
pendidikan?
3. Bagaimana prespektif islam dalam implementasi iptek, ekonomi, politik, sosial-
budayadan pendidikan?
4. Bagaimana sumber historis, sosiologis, dan filosofis tentang konsep islam
mengenai iptek, politik sosial-budaya dan pendidikan?
5. Bagaimana membangun argumen tentang kompatibel islam dan tantangan
modernisasi?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi


Modernisasi selalu terkait dengan liberalisme dan Hak Asasi Manusia. Dua hal ini
adalah anak kandung modernisasi yang tidak bisa ditolak kelahirannya. Makanya ketika
seseorang membicarakan tentang modernisasi, maka pastilah akan membicarakan tentang
liberalisme. Dan di sisi lain juga membicarakan tentang HAM yang secara konseptual
dikaitkan dengan barat yang modern.Dengan demikian bicara midernisasi juga mesti
dikaitkan dengan barat..
Liberalisme sebagai bagian dari proyek modernisasi tentunya merupakan tantangan yang
sangat serius kepada agama. Sebab agama dianggap sebagai perwujudan dari tradisionalisme
yang momot dengan keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan yang sangat kentara.
Oleh karena itu ketika masyarakat ingin meninggalkan dunia tradisionalnya, maka yang
pertama diambil adalah liberalisme atau kebebasan untuk melakukan sesuatu dalam konteks
pragmatisme.
Liberalisme kemudian tidak hanya menjadi gaya hidup yang menghinggapi kebanyakan
orang yang ingin dianggap modern akan tetapi juga menjadi pedoman unggul di dalam semua
perilakunya. Ajaran agama yang momot dengan ajaran yang membatasi kebebasan lalu
ditinggalkan dan dianggap sebagai penghalang kemajuan. Agama dianggap sebagai penyebab
ketidakmajuan sebuah masyarakat. Agama dianggap sebagai candu masyarakat, agama
dianggap sebagai kabar angin dari langit dan sebagainya.
Liberalisme juga memasuki kawasan pemikiran agama. Ada banyak pemikiran tentang
penafsiran agama. Ada banyak anak muda yang berusaha untuk menafsirkan agama dengan
konteks sosial yang sedang terjadi. Begitu kentalnya pemahaman tantang konteks sosial ini,
maka teks yang selama ini dianggap penting bahkan seperti ditinggalkan. Jika ada teks yang
dianggapnya sudah tidak relevan dengan zaman, maka teks itu harus ditinggalkan. Begitulah
mereka menafsirkan ajaran agama dalam framework yang mereka kembangkan.
Menghadapi tantangan liberalisme dan modernisasi ini, maka ada tiga sikap yang
menghinggapi umat Islam, yaitu: menerima tanpa ada kritisisme sedikitpun. Apa yang ada di
barat itulah yang dilakukannya. Apa yang datang dari barat adalah sebuah kebaikan. Barat
adalah identik dengan kemajuan dan kehebatan. Jadi agar menjadi modern maka harus
mengikuti seluruh tradisi yang datang dari barat. Kehidupan yang serba permisif juga menjadi
trennya.Lalu menolak apa saja yang datang dari barat. Semua yang dari barat harus ditolak
dan disingkirkan.
Tidak ada kebaikan sedikitpun yang datang dari barat. Sikap ini mendasari terjadinya
berbagai sikap keras atau fundamental di dalam agama. Sikap mengutuk barat dengan seluruh
budayanya adalah sikap yang melazimi terhadap sikap dan tindakan kaum fundamentalis.
Barat harus diperangi dengan segala kekuatan. Tidak ada alasan untuk tidak memerangi barat
yang dianggap sebagai perusak moral dan terjadinya dekandensi moral di kalangan umat
Islam. Pornografi dan pornoaksi, narkoba dan tindakan permisiveness yang melanda
masyarakat dewasa ini harus ditimpakan kepada pengaruh barat yang tidak bisa dilawan.
Maka tidak ada kata lain yang patut digunakan kecuali “lawan”. Meskipun tidak imbang
perlawanan tersebut, akan tetapi kaum fundamentalis lalu mengembangkan perlawanan
melalui teror dan sebagainya.
Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah menerima
dengan sikap kritis. Ada anggapan bahwa ada budaya barat yang positif dan ada budaya barat
yang negatif. Makanya, di dalam tindakan yang diambil adalah dengan mengambil budaya
barat yang positif dan membuang budaya barat yang negatif. Handphone adalah produk
budaya barat yang lebih banyak positifnya. Dengan HP maka jarak tidak lagi menghalangi
orang untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Bisa orang berbicara tentang hal-hal yang
santai sampai urusan bisnis internasional dihandle dengan teknologi HP tersebut.
Namun demikian, tidak selamanya HP itu positif. Kalau yang disimpan di dalam HP
adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi adalah kejelekan. Akan tetapi kalau yang
disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat AL Quran, dan AL Quran itu dibaca pastilah HP
memiliki sifat menguntungkan atau bermanfaat.
Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan mana yang
dianggap mudarat. Jadi tetap saja ada yang manfaat dan ada yang mudarat dari budaya barat
yang kita lihat sekarang.Oleh karena itu, maka umat Islam harus cerdas mengambil sikap di
tengah modernisasi yang tidak bisa dilawan. Masyarakat Islam harus menjadi modern tetapi
harus tetap berada di dalam koridor ajaran Islam yang selalu mengagungkan terhadap
penetapan norma-norma yang selalu berguna bagi umat manusia.
B. Memahami konsep Islam tentang iptek, ekonomi, politik, sosial budaya dan
pendidikan.
Dalam pandangan islam, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat urgen bagi
kehidupan umat manusia. Tanpa menguasai IPTEK manusia akan tetap dalam lumpur
kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Penguasaan manusia terhadapIPTEK dapat
mengubah eksitensi manusia dari yang semula manusia sebagai Abdullah menjadi
Khalifatullah.Oleh karena itu islam menetapkan bahwa hukum mempelajari ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah wajib. Tanpa menguasai iptek umat manusia akan
mengalami banyak hambatan dan kesuliatan dalam menjalani kehidupan di jagatini.Pada
zaman modern seperti sekarang ini, ukuran maju tidaknya suatu bangsa justrudiukur dari
penguasaan bangsa itu terhadap iptek. Jika suatu bangsa itu menguasai iptek,maka bangsa
tersebut dikategorikan sebagai bangsa yang maju. Sebaliknya, jika suatu bangsa itu tertinggal
dalam penguasaan iptek, maka bangsa itu dipandang sebagai bangsa yang belum maju atau
biasa disebut bangsa tertinggal atau disebut bangsa berkembang.Supaya bangsa Indonesia
masuk ke dalam kelompok bangsa yang maju,maka kita wajib berusaha sekuat tenaga untuk
menguasai iptek.
Seni merupakan salah satu contoh perkembangan iptek. Seni merupakan ekspresi
kesucian hati. Hati yang bening melahirkan karya seni yang beradap, sedangkan hati yang
kotor tentu melahirkan karya seni yang tidak beradap. Hidup dengan seni menjadikan hidup
menjadi indah, damai, dan nyaman. Adapun hidup tanpa seni, menyebabkan hidup menjadi
kering, gersang,dan tidak nyaman. Seni itu indah dan keindahan adalah sifat Tuhan. Cinta
kepada keindahan berarti cinta kepada Tuhan. Dengan cintanya kepada Tuhan, manusia dapat
mewujudkan keindahan dalam kehidupannya.
Orang yang berusaha membumikan sifat Tuhan dalam kehidupan adalah manusia
yang dipuji Tuhan dan dia disebut insan kamil. Dalam dunia modern, seni menjadi bagian
penting dari modernitas. Dengan dukungan perangkat canggih, refleksi dan produk kesenian
merambah ruang- ruangkeluarga dan masyarakat, termasuk dalam dunia pendidikan tinggi
denganmembawa berbagai nilai baru.
Dalam bidang ekonomi, segala bentuk transaksi yang berkaitan dengan produksi,
distribusi, dan pemasaran barang dan jasa yang mendatangkan keuntungan finasial itu
merupakan kegiatan ekonomi.Prinsip ekonomi konvensional berbeda dengan prinsip ekonomi
islam. Ekonomi konvensional berprinsip “berkorban sekecil-kecilnya untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya”. Prinsip ekonomi tersebut dipergunakan oleh pedagang
dan pengusaha semata-mata untuk mencari keuntungan. Dengan modal seadanya pedagang
dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan yang sebesar-besarnya atau dengan alat
sekecil-kecilnya. Pedagang dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan secara
maksimal.Dalam islam, ekonomi ialah berkorban secara tidak kikir dan tidak boros dalam
rangka mendapatkan keuntungan yang layak. Dengan demikian, pengorbanan tidak boleh
sekecil- kecilnya ataupun tertentu saja, melainkan pengorbanan yang tepat harus sesuai
dengan dengan keperluan yang sesungguhnya sehingga mutu produksi dapat terjamin.
Dalam bidang politik. Politik dalam  Islam disebut siyāsah, merupakan bagian
integral (tak terpisahkan) dari fikih Islam. Salah satu objek kajian fikih Islam adalah siyāsah
atau disebut fikih politik. Fikih politik secara global membahas masalah-masalah
ketatanegaraan (siyāsah dusturiyyah), hukum internasional (siyāsah dauliyyah), dan hukum
yang mengatur politik keuangan negara (siyāsah māliyyah).
a. Siyāsah dusturiyah (hukum tata negara). Materi yang dikaji tentang cara dan
metode suksesi kepemimpinan, kriteria seorang pemimpin, hukum
mewujudkan kepemimpinan politik, pembagian kekuasaan (eksekutif,
legislatif dan yudikatif), institusi pertahanan keamanan, institusi penegakan
hukum (kepolisian) dan lain-lainnya.
b. Siyāsah dauliyyah (hukum politik yang mengatur hubungan internasional).
Objek kajiannya adalah hubungan antar-negara Islam dengan sesama negara
Islam, hubungan negara Islam dengan negara non-muslim, hubungan bilateral
dan multilateral, hukum perang dan damai, genjatan senjata, hukum kejahatan
perang dan lain-lain.
c. Siyāsah māliyah (hukum politik yang mengatur keuangan negara). Kontens
yang dibahas adalah sumber-sumber keuangan negara, distribusi keuangan
negara, perencanaan anggaran negara dan penggunaannya, pengawasan dan
pertanggungjawaban penggunaan keuangan negara dan pilantropi Islam.
Kesalahpahaman terhadap islam sering muncul dari ranah politik. Tidak sedikit orang
menilai bahwa islam disebarkan tiada lain dengan politik kekerasan bukan dengan cara
dakwah dan kultural. Perang, jihad, negara Islam disalahpahamisebagai metodologi dan
tujuan akhir.
Dalam bidang pendidikan, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadisnya, “Tuhanku
telah mendidik aku, dan Tuhanku memberikan pendidikan dengan cara yang amat baik
kepadaku”. Sehingga tujuan pendidikan dalam Islam adalah merealisasikan ubudiah kepada
Allah baik secara individu maupun masyarakat dan mengimplementasikan khilafah dalam
kehidupan untuk kemajuan umat manusia.
Tujuan pendidikan dikatakan berhasil manakala proses pendidikan dilakukan dengan
cara yang benar secara Qurani dan menyentuh ketiga ranah yang ada dalam diri manusia
yaitu akal, hati, dan jasmani.Pendidikan harus menyentuh tiga ranah tersebut yakni akal, hati
dan fisik. Jika akal saja yang didik dan hati diabaikan, maka akan lahir manusia cerdas secara
intelektual, tetapi tidak mempunya hati, alias tidak memiliki moral religius. Sebaliknya, jika
hatinya saja yang dididik, tentu akan lahir manusia berkarakter dan bermoral, tetapi miskin
secara intelektual. Demikian juga, kalau hanya jasmani yang didik, maka akan lahir manusia
superman secara fisik, tetapi miskin secara intelektual dan spiritual. Jika ketiga ranah yang
didik,maka akan lahir insan kamil.

C. Diperlukannya perspektif Islam dalam implementasi iptek, ekonomi, politik, sosial budaya
dan pendidikan.
Dalam bidang ekonomi terdapat riba yang harus di perhatikan oleh masyarakat islam.
Seorang pakar ekonomi islam yaitu Syafi’i Antonio menjelaskan jenis- jenis riba, yaitu:
Kemajuan teknologi modern yang begitu pesat telah memasyarakatkan produk-produk
teknologi canggih seperti radio, televisi, internet, alat-alat komunikasi dan barang-barang
mewah lainnya serta menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap orang. Namun tentunya alat-
alat itu tidak bertanggung jawab atas apa yang diakibatkannya. Justru manusia lah yang akan
bertanggungjawab. Sebab manusia lah yang mengatur alat tersebut. Adakalanya menjadi
manfaat yaitu manakala manusia menggunakan dengan baik dan tepat. Tetapi dapat pula
mendatangkan dosa dan malapetaka manakala manusia menggunakannya untuk mengumbar
hawa nafsu dan kesenangan semata. Produk dari sains dan teknologi dalam pandangan Islam
boleh. Pandangan islam terhadap teknologi saat ini merupakan sebuah hal yang lumrah, yang
sudah ada pada masa-masa dahulu, dan memang islam mengajarkan kita sebagai umatnya
untuk selalu mencari tahu semua kebenaran yang ada didunia ini sesuai dengan syariat islam
yang berlaku. Dan islam tidak pernah menutup diri untuk menerima modernsiasi dari sebuah
perkembangan jaman. Sehingga dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat pesat
saat ini merupakan hal yang wajar yang dapat kita terima sebagai umat islam, selama masih
sesuai dengan ajaran-ajaran islam yang berlaku.
1. Riba qardh adalah Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang (muqtaridh).
2. Riba Jāhiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokokknya karena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3. Riba Nasī`ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya
4. Riba dalam nasī`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan
antara yang diserahkan satu waktu dan yang diserahkan waktu berbeda.
Dalam masalah politik, perlu Anda sadari bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) memang bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Sungguhpun
demikian, negara menjamin penduduknya untuk memeluk suatu agama dan melaksanakan
ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. NKRI adalah negara demokrasi berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Sistem
demokrasi menjadi pilihan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam bidang sosial budaya. Harus diakui bahwa memang ada permasalahan yang
dihadapi oleh umat Islam dalam membedakan antara agama dan budaya. Secara teoritis
perbedaan antara keduanya dapat dijelaskan, tapi dalam praktek kehidupan kedua hal tersebut
seringkali rancu, kabur, dan tidak mudah untuk dibedakan.
Mengenai agama dan budaya, secara umum dapat dikatakan bahwa agama bersumber
dari Allah, sedangkan budaya bersumber dari manusia. Agama adalah “karya” Allah,
sedangkan budaya adalah karya manusia. Dengan demikian, agama bukan bagian dari budaya
dan budaya pun bukan bagian dari agama. Ini tidak berarti bahwa keduannya terpisah sama
sekali, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Melalui agama, yang dibawa oleh
para nabi dan rasul, Allah Sang Pencipta menyampaikan ajaran-ajaran-Nya mengenai hakekat
Allah, manusia, alam semesta dan hakekat kehidupan yang harus dijalani oleh manusia.
Ajaran-ajaran Allah, yang disebut agama itu, mewarnai corak budaya yang dihasilkan oleh
manusia-manusia yang memeluknya.
Di tengah masyarakat, kita melihat praktek-praktek keberagamaan yang bagi sebagian
orang tidak terlalu jelas apakah ia merupakan bagian dari agama atau budaya. Ambil contoh
tradisi tahlilan. Tidak sedikit di kalangan umat Islam yang beranggapan bahwa upacara
tahlilan adalah kewajiban agama, yang harus mereka selenggarakan meskipun untuk itu harus
berhutang. Mereka merasa berdosa kalau tidak mengadakan tahlilan ketika ada anggota
keluarga yang meninggal dunia.
Padahal yang diperintahkan oleh agama berkaitan dengan kematian adalah
“memandikan, mengkafani, menyalatkan, mengantar ke makan, memakamkan, dan
mendoakan”. Sangat simple dan hampir tidak memerlukan biaya. Ini berarti bahwa upacara
tahlilan pada dasarnya adalah tradisi, bagian dari budaya bangsa, yang mungkin telah ada
sebelum datangnya Islam, yaitu tradisi kumpul-kumpul di rumah duka, yang kemudian
diislamkan atau diberi corak Islam. Yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah membenahi
pemahaman dan penyikapan umat terhadap praktek-praktek keberagamaan seperti itu secara
proporsional.
Dalam bidang pendidikan, secara sadar ataupun tidak, pendidikan kita selama ini kerap
mengabaikan faktor agama. Agama atau sisi spiritual kehidupan manusia cenderung
dilupakan atau malam diupayakan untuk disingkirkan. Padahal agama adalah hal penting dan
harus diutamakan. Konsepsi pendidikan Islam, yang meletakkan adab dan akhlak sebagai
fondasinya, sangat tepat dikemukakan. Sebelum melangkah lebih jauh, segera harus
digarisbawahi bahwa adab dan akhlak hendaknya tidak dipahami sebagai dasar-dasar moral
tanpa bentuk-bentuk praktis dalam kehidupan keseharian. Sebagaimana adab dan akhlak juga
tidak boleh dipahami sebatas tata krama dan etika praktis, sehingga tidak menyentuh nilai-
nilai kecendikiawanan dan tradisi keintelektualan yang menjadi basis bagi perkembangan
ilmu pengetahuan. Apa yang dimaksud dengan adab dan akhlak di sini adalah kualitas-
kualitas mental, spiritual, sikap dan perilaku dan yang mencakup itu semua.

D.   Sumber historis, sosiologis, dan filosofi tentang konsep islam mengenai iptek,
politik, sosial budaya, dan pendidikan.
Kemajuan dalam pendidikan dan penguasaan Iptek berimplikasi terhadap kemajuan politik,
ekonomi, dan budaya. Hal ini secara historis dapat Anda lacak ketika dunia Islam unggul
dalam Iptek. Pada masa keemasan Islam, kekuasaan politik umat Islam semakin luas dengan
ekspansinya ke berbagai wilayah dan penguasaan dalam politik ini membawa kemajuan
dalam kehidupan ekonomi umat Islam saat itu. Kesejahteraan yang merata juga mendorong
kemajuan umat Islam dalam penguasaan Iptek. Akibatnya, dunia Islam menjadi sangat kuat
secara politik dan ekonomi yang didasari penguasaan terhadap Iptek secara sempurna pada
saat itu. Zaman keemasan Islam itu terjadi pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah yang
berpusat di Damaskus, Syria (dan kemudian berkembang pula di Spanyol) serta zaman
kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang berpusat di Baghdad, Irak.
Akar-akar kemajuan yang dicapai umat Islam memang telah diletakan dasar-dasarnya
oleh Rasulullah. Beliau mengajarkan kepada para sahabat bahwa menguasai ilmu itu adalah
wajib. Kewajiban yang tidak membedakan laki-laki dan perempuan. Kalau perlu, menurut
Nabi Muhammad, kita belajar untuk dapat menguasai ilmu, meskipun harus pergi ke negeri
Cina. Secara teologis, Allah telah menetapkan bahwa yang akan mendapat kemajuan pada
masa depan adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan iman.
Dalam sejarah, kita dapat menyaksikan kemajuan Iptek umat Islam membawa kemajuan bagi
umat Islam dalam bidang ekonomi, politik, budaya, dan pendidikan. Umat Islam makmur
secara materi dan rohani, juga makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran.
Dalam realitas sekarang, bangsa-bangsa muslim tertinggal dalam Iptek sehingga yang
menguasai dunia secara ekonomi, politik, dan budaya adalah bukan bangsa muslim. Mereka
maju karena menguasai Iptek, walaupun sebagian besar mereka tidak beriman. Kemajuan
yang dicapai hanyalah kemajuan materi. Karena kemajuan materi itu dapat dikejar dan diraih
oleh semua orang dengan modal penguasaan Iptek tadi. Bangsa yang hanya menguasai Iptek
saja dapat maju meskipun tidak beriman, apalagi bangsa yang menguasai Iptek dan beriman
dengan iman yang benar, tentu akan lebih maju daripada mereka.
Ibnu Athailah menyatakan: “Sesungguhnya Allah memberikan kemajuan materi kepada
orang-orang yang Allah cintai dan kepada orang-orang yang tidak Allah cintai, tetapi Allah
tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang Allah cintai”. Sikap Anda sebagai
mahasiswa tidak boleh menutup diri. Sebenarnya, kemajuan yang dicapai umat Islam pada
zaman silam, antara lain, disebabkan adanya interaksi antara sesama ilmuwan muslim, dan
antara ilmuwan muslim dan tradisi intelektual non-muslim, misalnya para filsuf Yunani.
Filsafat Islam berkembang dengan sangat cepat karena interaksi dan adaptasi dengan
pemikiran rasional di kalangan mereka. Begitu juga ilmu-ilmu lainnya saling mempengaruhi
bagi pembentukan dan penguatan perkembangan ilmu-ilmu di tengah masyarakat Islam.
E. Membangun argumen tentang kompatibel islam dan tantangan modernisasi.
Modern mengandung arti maju dan berkemajuan dalam segala aspek kehidupan:
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Modern adalah perubahan sikap dan
pandangan dari tradisional ke rasional, dari primordial ke logis dan nalar. Modernisasi
merupakan proses terjadinya pemoderenan untuk kemajuandalam segala bidang kehidupan
melalui akselerasi pendidikan dan aktualisasi teknologi. Modernisasi telah mengubah wajah
dunia dari kusam menjadi bersinar, dari yang lamban menjadi serba cepat, dari yang
tradisional menjadi rasional, dari yang primordial menjadi nalar. Terdapat beberapa
karakteristik dalam ajaran islam, yaitu:

1.      Rasional
Ajaran Islam adalah ajaran yang sesuai dengan akal dan nalar manusia. Dalam ajaran
Islam nalar mendapat tempat yang tinggi sehingga salah satu cara untuk mengetahui sahih
atau tidaknya sebuah hadis dari sisi matan dan sanad adalah sesuai dengan akal. Hadis yang
sahih pasti rasional. Sebaliknya, hadis yang tidak rasional itu menjadi indikator bahwa hadis
itu tidak sahih. Betapa banyak ayat-ayat Al-Quran yang menyuruh kepada kita untuk
menggunakan akal dalam sikap beragama. Demikian pula, hadis nabi menyuruh umat Islam
menggunakan akal.
2.      Sesuai dengan Fitrah Manusia
Tidak ada satu pun ajaran Islam yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Orang
beragama (ber-Islam) berarti ia hidup sesuai dengan fitrah. Sebaliknya, orang yang tidak
beragama berarti menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah. Orang yang menjalani hidup
tidak sesuai dengan fitrah, maka ia hidup dalam ketakutan, kegalauan, ketidakpastian, dan
kebimbangan. Akhirnya, dalam menjalani hidup tidak ada kenikmatan dan kenyamanan. Jika
orang masih beribadah kepada selain Allah, minta tolong dan perlindungan kepada selain
Allah, maka akan terjadi kegalauan dalam batinnya, kecemasan, keraguan dan kemunafikan,
dan sakit secara rohani. Orang yang hidup dalam kondisi tidak sehat rohaninya, maka ia tidak
akan mendapatkan ketenangan dan kenikmatan.
3.      Tidak Mengandung Kesulitan
Ajaran Islam itu mudah dan masih dalam batas-batas kekuatan kemanusiaan. Tidak ada
aspek ajaran Islam yang dalam pelaksanaannya di luar kemampuan manusia. Allah sendiri
menyatakan, “Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan dalam
beragama.” (QS Al-Baqarah/2: 185).
4.      Tidak mengandung banyak Taklif
Ajaran Islam tidak mengandung banyak taklif (beban). Kerangka dasar ajaran Islam
hanya tiga pilar, yaitu: akidah, syariat dan hakikat (atau biasa disebut akhlak). Landasan
ketiga pilar tadi adalah iman, Islam, dan ihsan. Ketiga pilar tersebut dalam aktualisasinya
tidak bisa dipisahkan, tetapi harus terintegrasi.
5.      Bertahap
Ajaran Islam diturunkan Allah kepada Rasulullah secara bertahap. Demikian juga,
proses pembumiannya di tengah masyarakat pada saat itu juga bertahap.

Anda mungkin juga menyukai