Anda di halaman 1dari 5

1.

Sebut dan jelaskan sumber pengaturan hukum jaminan di Indonesia


Sumber hukum jaminan tertulis umumnya terdapat dalam kaidah-kaidah hukum
jaminan yang berasal dari sumber tertulis seperti :
a. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), jaminan yang masih
berlaku dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah gadai
(pand) dan bipotek kapal laut. Gadai diatur dari Pasal 150 - Pasal 1160
KUH Perdata, sedangkan hipotek diatur dalam Pasal 1162-232 KUH
Perdata.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, diatur dalam Stb. 1847 Nomor 23,
KUH Dagang terdiri dari 2 buku, yaitu Buku I tentang dagang pada
umumnya dan Buku II tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam
pelayanan, yang terdiri dari 754 pasal. Pasal-pasal yang erat kaitannya
dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotek kapal
laut, yang diatur dalam pasal 314-316 KUH Dagang.
c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang-undang ini
mencabut berlakunya hipotek sebagaimana diatur dalam Buku II KUH
Perdata, sepanjang mengenai tanah dan Credietverband.
d. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, adapun
dasar pertimbangan lahirnya Undang-undang ini adalah:
1) Kebutuhan yang sangat besar bagi dunia usaha atas tersedianya dana,
perlu diimbangi adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap
mengatur mengenai lembaga jaminan.
2) Jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat
ini masih didasarkan pada Yurisprudensi, dan belum diatur dalam
Peraturan Perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif.
3) Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu
pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum, serta
mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang
berkepentingan.
4) Pasal 49 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran,
yang berbunyi:
a) Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek.
b) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah.
c) Dari sumber-sumber hukum jaminan tersebut pada dasarnya ada
5(lima) sumber hukum jaminan yang berlaku sebagai sumber hukum
positif di Indonesia, yaitu: KUH Perdata, KUH Dagang, Undang-
undang Nomor4 Tahun 1996, Undang-undang Nomor 42 Tahun
1999 dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 khususnya Pasal
49 tentang Pelayaran yang berbunyi kapal yang telah dibebani
hipotek.

2. Jelaskan pemahaman saudara bahwa pasal 1132 KUHPerdata merupakan


asas keseimbangan dalam hukum jaminan
Dalam ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata menyebutkan bahwa
kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang
mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi
menurut keseimbangan, yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing,
kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan.

3. Apa yang dimaksud dengan privilege sebagaimana diatur dalam pasal 1134
ayat (1) KUHPerdata?
Hak privilege merupakan jaminan khusus yang didasarkan pada undang-
undang. Hak privilege atau hak istimewa adalah hak yang didahulukan. Pasal
1134 KUHPerdata berbunyi: “Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-
undang diberikan kepada seseorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi
daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

4. Sebutkan jenis privelege dan ketentuan yang mengaturnya


Privilege (hak istimewa), merupakan hak yang memberi jaminan,
walaupun bukan merupakan hak kebendaan tetapi ditempatkan dalam buku II
KUHPerdata. Pasal 1134 KUHPerdata, merumuskan pengertian privilege
sebagai berikut:
a. Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada
seorang kreditor yang menyebabkan ia bekedudukan lebih tinggi daripada
yang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutang itu.
b. Gadai dan hipotik lebih tinggi dari hak istimewa, kecuali dalam hal undang-
undang dengan tegas menentukan sebaliknya.

Menurut pasal 1138 KUHPerdata, ada 2 (dua) macam privilege, yaitu:

a. Privilege khusus (Pasal 1139 KUHPerdata)


b. Privilege umum (Pasal 1149 KUHPerdata)
Menurut Pasal 1139 KUHPerdata, privilege khusus ada 9 (sembilan) macam,
yaitu:
a. Biaya perkara;
b. tunggakan uang sewa tanah atau bangunan, dan biaya untuk memperbaikinya
yang menurut undang-undang dipikul oleh si penyewa;
c. Harga pembelian barang bergerak yang belum dibayar;
d. Biaya menyelamatkan barang, biaya ini dikeluarkan untuk menjaga jangan
sampai barang tertentu musnah;
e. Upah tukang yang mengerjakan sesuatu barang, seperti seorang penjahit, dan
lain-lain. Pengertian "tukang" di sini tidak hanya termasuk mereka yang
secara nyata melakukan pekerjaan itu, tetapi juga pengusaha yang
memerintahkan pekerjaan tersebut kepasa pelaksana;
f. Piutang seorang pengusaha rumah penginapan, yang disebabkan oleh
pemberian penginapan dan makanan kepada seorang tamu yang menginap;
g. Upah angkutan;
h. Biaya/upah seorang tukang batu, tukang kayu, dan tukang-tukang lain yang
mendirikan, menambah atau memperbaiki bangunan-bangunan;
i. Piutang negara terhadap pegawai-pegawai yang merugikan pemerintah
karena kelalaian, kesalahan, atau pelanggaran dalam melaksanakan
jabatannya. (Privilege ini tidak menentukan urutannya)
Ketentuan Pasal 1139 KUHPerdata ini tidak berlaku terhadap kapal.
Pasal 316a ayat (3) KUHDagang menentukan privilege kapal laut lebih
didahulukan daripada hipotek.

Menurut Pasal 1149 KUHPerdata, ada 7 (tujuh) macam privilege umum, yaitu:

a. Biaya perkara;
b. Biaya penguburan;
c. Biaya pengobatan terakhir dari debitor yang meninggal dunia (biaya ini
meliputi biaya dokter, pembelian obat dan perawatan rumah sakit);
d. Tagihan buruh atas upahnya untuk satu tahun dalam tahun kerja yang sedang
berjalan;
e. Uang pembelian barang-barang makanan untuk hidup sehari-hari yang
diperlukan si berhutang dan keluarganya;
f. Tagihan sekolah asrama untuk satu tahun terakhir;
g. Piutang seseorang yang belum dewasa atau seseorang yang berada di bawah
pengampuan terhadap seorang wali atau curator (Privilege ini menentukan
urutannya, yang lebih dahulu disebut didahulukan pembayarannya).

Dalam hubungan ini yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kalau


debitor pailit, utang mana yang harus dibayar lebih dahulu?

Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata menentukan: gadai dan hipotek lebih
didahulukan pembayarannya daripada privilege, kecuali ditentukan lain oleh
undang-undang. Selanjutnya undang-undang menentukan lain dalam Pasal 1139
butir (1) dan Pasal 1149 butir (1), yaitu dalam hal pembayaran biaya perkaraq.
Juga ketentuan Pasal 316a ayat (3) KUHDagang menentukan privilege kapal
laut lebih didahulukan daripada hipotek.

Antara privilege khusus dan privilege umum menurut pasal 1138


KUHPerdata yang lebih didulukan pembayarannya adalah privilege khusus.
Antara biaya perkara dan pembayaran pajak, yang lebih didahulukan adalah
pembayaran pajak (Pasal 1137 KUHPerdata)

Setelah berlakunya UU No. 17/2008 Tentang Pelayaran, Pasal 66 ayat (1)


menentukan Pembayaran piutang pelayaran didahulukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 65 diutamakan dari pembayaran piutang gadai, hipotek dan piutang-
piutang terdaftar. Antara lain menurut Pasal 65 ayat (2) butir a UU No. 17/2008
ditentukan: Piutang pelayaran yang didahulukan adalah upah dan pembayaran
lainnya kepada nahkoda, anak buah kapal dan lain-lain.

Dalam bidang penerbangan penjelasan Pasal 81 UU No. 1/2009 Tentang


Penerbangan, menentukan antara lain: hak karyawan perusahaan angkutan udara
atas gaji yang belum dibayar yang timbul sejak dinyatakan cedera janji menurut
perjanjian pembiayaan atau sewa guna usaha atas objek pesawat udara
merupakan "tagihan-tagihan tertentu" yang memiliki prioritas. Berdasarkan
Putudan MK No.67/PUU-XI/2013 ditentukan upah buruh harus didahulukan
dalam kepailitan.

Anda mungkin juga menyukai