Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

HERNIA INGUINALIS IREPONIBLE

Dibimbing oleh :
dr. Ilmaniar Prihatma A.

Disusun oleh :
dr. Fiko Widiyasari

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RS BHAKTI ASIH BREBES
PERIODE 10 JUNI– 10 SEPTEMBER 2021
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
 Nama : Tn.
 Umur :76 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 No.RM :348xxx
 Agama :Islam
 Pendidikan :SD
 Alamat :Terlabgu, Brebes
 Status : BPJS III
 Tanggal Masuk : 21 Agustus 2021
 Ruang : Dewandaru

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
 Benjolan dilipat paha kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh adanya benjolan pada lipatan paha kiri sejak 5 hari ini
tidak dapat dimasukan kembali/ tidak dapat kembali. Sebelumnya
benjolan ini sudah ada sejak 1 tahun dan masih bisa dimasukan, benjolan
keluar saat pasien melakukan aktivitas berat ataupun saat sedang
mengejan dan menghilang saat beristirahat, masih bisa dimasukan
menggunakan jari. Keluhan lain perut kurang nyaman, mual (-) muntah
(-) demam (-) BAB (-) sejak hari ini, kentut (+) jarang.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Hipertensi : disangkal
 DM : disangkal
 Asma : disangkal
 Batuk lama : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


 Hiperetensi : disangkal
 Dm : disangkal
 Asma : disangkal
 Batuk lama : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien seorang laki-laki dengan status gizi yang cukup
 Pasien mempunyai status ekononi menengah dan sudah menikah
 Bekerja sebagai petani
 Pengobatan dengan BPJS kelas III

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82x/ menit
Pernafasan : 24 x/ menit
Suhu : 36,5 oC
BB : 60 kg
TB :168 cm
BMI : Normal
2. Status internus
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : discharge (-/-)
 Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
 Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
 Telinga : Discharge (-)
 Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran tiroid (-)
 Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
 Pulmo

Inspeksi : Pergerakan hemithorax dextra dan sinistrasimetris


Palpasi : Stem fremitus dextra dan sinistra sama, nyeri
tekan (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
 Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Redup, batas-batas jantung tidak dapat ditentukan karena
terhalang oleh pembesaran pada mamae
Auskultasi : Suara jantung I dan II murni, regular,
suara tambahan (-).
 Abdomen
Inspeksi : Perut cembung, striae gravidarum (-),
bekas operasi (-).
Auskultasi : bising usus (+), Normal
Perkusi : Timpani ,shifting dullness (-), pekak sisi
pekak alih (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-),
tes undulasi (-)
3. Status Lokalis
 Regio : Inguinal Sinistra
 Inspeksi : Tampak massa dengan ukuran sebesar telur ayam, bulat,
warnnaya sama dengan kulit sekitar dan tidak terdapat tanda-tanda radang.
 Palpas : Teraba massa denganpermukaan rata, kenyal dan tidak bisa
dimasukan secara manual menggunakan jari.
 Auskultasi : Tidak terdengar bunyi peristaltic usus.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemriksaan Darah Rutin 22 Agustus 2021
Nama Pemeriksaan Hasil Angka Normal Satuan
HEMATOLOGI
Hemaglobin 14.5 12.0-18.0 g/dL
Eritrosit 5.43 4.0-5.5 106/uL
Leukosit 7.100 4.000-11.000 / uL
Trombosit 179.000 150.000- / uL
450.000
Hematokrit 41.0 40-52 %
MCV 75.5 * 79-99 fL
MCH 26.7 26.5-33.5 Pg
MCHC 35.4* 31.5-35.0 g/dL
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 2.4 1-4 %
Basofil 0.6 0-1 %
Netrofil Segmen 54.0 50-70 %
Limfosit 26.5 20-40 %
Monosit 16.5 2-6 %
DIABETES
Gula darah sewaktu 119.8 70-180 mg/dL
GINJAL
Ureum 17.0 15-40 mg/dL
Kreatinin 0.59* 0.7-1.4 mg/dL
Asam Urat 3.97 3.6-8.2 mg/dL
Antigen SARS Cov2 Negatif Negatif -

Pemeriksaan Radiologi
Kesan:
• KESAN:
• Jantung tidak tampak membesar
• Elongatio dan kalsifikasi arsuc
aorta
• BRPN

• Pre Peritoneal fal line kanan dan


kiri tampak baik
• PSOAS line dan kontur kedua
ginjal tidak jelas
• Jumlah udara usus meningkat
• Tidak tampak dilatasi dan
distensi usus
• Tidak tampak gambaran coil
spring dan hearing bone
• Pada proyeksi LLD tidak tampak
multiple air fluid level panjang
maupun pendek
• Tidak tampak opasitas patologis
pada cavum abdomen dan cavum
pelvis
• Tidak tampak free air
KESAN: METEORISMUS
E. RESUME
Seorang pasien laki-laki usia 76 tahun datang ke IGD RS Bhakti Asih dengan

mengeluh adanya benjolan pada lipatan paha kiri sejak 5 hari ini tidak
dapat dimasukan kembali/ tidak dapat kembali. Sebelumnya benjolan ini
sudah ada sejak 1 tahun dan masih bisa dimasukan, benjolan keluar saat
pasien melakukan aktivitas berat ataupun saat sedang mengejan dan
menghilang saat beristirahat, masih bisa dimasukan menggunakan jari.
Keluhan lain perut kurang nyaman, mual (-) muntah (-) demam (-) BAB
(-) sejak hari ini, kentut (+) jarang. Dari pemeriksaan fisik status generalis
tampak massa di regio inguinal sinitra dengan ukuran sebesar telur ayam,
berbentuk bulat, warna sama dengan kulit sekitar, tidak terdapat tanda-
tanda peradangan. Saat palpasi massa mempunyai permukaan rata, kenyal
dan tidak bisa dimasukan secara manual mengunakan jari. Pada
pemeriksaan auskultasi tidak didapatkan bunyi peristaltic. Pada
pemriksaan radiologi tidak didapatkan tanda-tanda dilatasi usus, tidak
didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi.

F. Diagnosis Kerja
Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra Irreponible.
G. Tatalaksana
IP. Monitoring
 Keadaan Umum
 Vital sign (TD, Nadi, RR, suhu, spo2)
IP. Terapi
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gram
 Inj. Ranitidin 2 x 25 mg
 Inj. Tofedex 2 x 50 mg
 Pro. Hernioraphy
Prognosis
Ad Vitam : ad bonam
Ad Funtionam : ad bonam
Ad Sanation : ada bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Hernia
Hernia didefinisikan sebagai penonjolan sebagian dari organ maupun jaringan
melewati pembukaan abnormal pada dinding sekitarnya. Hernia paling sering
terjadi pada dinding abdomen, tepatnya pada daerah yang aponeurosis dan
fasianya tidak dilindungi oleh otot. Bagian tersebut terutama pada region
inguinal, femoral, umbilical, linea alba, dan bagian bawa linea semilunaris.
B. Epidemiologi dan Faktor risiko
Tiga dari empat kasus herniasi dinding abdomen terjadi pada inguinal,
dengan perbandingan hernia indirek dan direk 2:1. Herniasi juga lebih sering
terjadi pada bagian kanan dibandingkan bagian kiri. Terjadi pada pria 7 kali
lebih sering dibandingkan wanita. Hernia femoral lebih sering terjadi pada
usia lanjut dan pada pria yang telah dilakukan operasi hernia sebelumnya.
Faktor risiko terjadinya hernia inguinal dengan komplikasi lebih berat
diantaranya usia yang sangat muda, laki-laki, proses perjalanan penyakit yang
lebih cepat, dan hernia pada sisi kanan.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya hernia adalah
a) Lemahnya dinding rongga perut. Dapat sejak lahit atau didapat kemudian
dalam hidup
b) Akibat dari pembedahan sebelumnya
c) Kongenital
 Hernia kongenital sempurna
Bayi sudah menderita hernia karena adanya defek pada tempat-tempat
tertentu.
 Hernia kongenital tidak sempurna
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi mempunyai defek pada
tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0-1 tahun)
setelah
lahir akan terjadi melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh
kenaikan
tekanan intraabdominal (mengejan, batuk, menangis)
d) Aquisial adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya defek
bawaan tetapi
disebabkan oleh faktor lain yang dialami manusia, antara lain:
 Tekanan intraabdominal yang tinggi, yaitu pada pasien yang sering
mengejan
pada saat buang air besar atau buang air kecil.
 Konstitusi tubuh. Pada orang kurus terjadinya hernia karena jairngan
ikatnya
yang sedikit, sedangkan pada orang gemuk disebabkan karena jaringan lemak
yang banyak sehingga menambah beban jaringan ikat penyokong.
 Distensi diding abdomen karena peningkatan tekanan intaabdominal
 Penyakit yang melemahkan dinding perut
 Merokok
 Diabetes mellitus

D. Anatomi
Seperti dijelaskan pada bagian embriologi, testis turun melalui kanalis
inguinalis. Kanalis inguinalis sendiri terbentuk dari aponeurosis m. oblikus
abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus dan m. transversus
abdominis. Pada bagian eksternal oleh aponeurosis m. oblikus abdominis
eksternus (Poupart’s ligamen); bagian cefal oleh ligamentum inguinale
propria yang merupakan gabungan ligamen m.oblikus abdominis internus
dan m. transversus abdominis; pada bagian posterior dibentuk oleh fasia
transversalis dan aponeurosis m.transversus abdominis. Pada bagian
superfisial, keluar korda spermatis, pada cincin inguinal eksternal yang
berbentuk oval di sebelah lateral tuberkulum pubic.
Kanalis inguinalis sendiri merupakan kanal sepanjang 4 cm yang
terletak 2-4 cm bagian cefal dari ligamen inguinal. Kanalis ini menghubungkan
cincin inguinal internal dengan cincin inguinal eksternal yang berisi korda
spermatikus dan ligamen melingkar dari uterus. Korda spermatikus terdiri
dari serat m.cremaster, pembuluh limfe, dan prosesus vaginalis. M.cremaster
sendiri merupakan perpenjangan m.oblikus internal. Pada perbatasan dinding
kanal inguinal terdapat daerah segitiga Hesselbach, dengan batas
superolateral a.vasa epigastrica inferior, batas medial m.rectus abdominis,
dan bagian inferior ligamen inguinal.
Selain itu terdapat pula kanal femoral, dengan batas anterior traktus
illiopubic, batas posterior ligamen cooper, batas lateral v. femoral. Segitiga
femoral terletak dengan apeks tuberkulum pubic. Bagian ini merupakan
lokasi terbentuknya hernia femoralis, di sebelah medial pembuluh darah
femoral.
E. Klasifikasi
Hernia dapat digolongkan melalui beberapa pembagian, diantaranya:
 Reducible vs irreducible. Hernia reducible dimana isi hernia dapat
dikembalikan ke posisi seharusnya, sedangkan irreducible atau
inkarserata jika tidak dapat dikembalikan.

 Hernia eksternal vs hernia internal. Hernia eksternal meliputi seluruh


lapisan dinding abdomen, sedangkan hernia internal dimana bagian
usus yang menonjol hanya pada defek di rongga peritoneum. Kasus
khusus dimana kantung hernia berada di dalam lapisan
muskuloaponeurotik disebut hernia interparietal.
Hernia inguinal dapat dibagi menjadi hernia indirek dan hernia direk.
Pada hernia indirek kantung hernia melalui kanalis inguinal (melalui
cincin inguinal internal secara oblik ke cincin inguinal eksternal,
menuju skrotum); sedangkan pada hernia direk, kantung hernia
menonjol keluar melalui bagian medial cincin inguinal internal dan di
bagian inferior pembuluh darah epigastrik (tepatnya pada segitiga
hesselbach). Dua dari tiga kasus hernia inguinal merupakan hernia
indirek.

F. Komplikasi
Hernia inguinal perlu mendapat perhatian, dan tidak dapat ditunda
terlalu lama karena dapat menyebabkan komplikasi serius, berupa
inkarserata, obstruksi usus, dan strangulasi. I
Inkarserata didefinisikan sebagai hernia yang tidak dapat direduksi,
hal ini terjadi karena ukuran leher hernia relative dengan peningkatan ukuran
usus yang melewatinya, maupun akibat terjadinya adesi dengan kantung
hernia. Inkarserata bukan sebuah kondisi emergency, karena tidak
membahayakan nyawa. Gejala yang ditunjukan mirip dengan gejala obstruksi,
yakni muntah warna hijau, rasa penuh, dan konstipasi.
Strangulasi dapat menyebabkan iskemia pada usus, dan terjadi
nekrosis (gangrene) yang dapat menyebabkan sepsis dan membahayakan
jiwa. Maka dari itu, tindakan pembedahan segera dibutuhkan setelah
resusitasi cairan, antibiotik dan dekompresi. Strangulasi lebih sering terjadi
pada hernia yang lebih besar dengan lubang yang lebih kecil, dengan angka 1-
3%. Gejala terjadinya strangulasi berupa gejala obstruksi yang khas dengan
hernia yang tegang, dengan kuliat permukaan yang merah hingga kebiruan,
serta kehilangan bising uysus pada bagian tersebut. Klinis pasien tampak sakit
berat, dehidrasi dan demam disertai leukositosis, dan asidosis metabolik.
G. Penegakan Diagnosis
 Anamnesis
Pasien dengan hernia memiliki variasi gejala dari asimtomatik hingga
nyeri hebat pada daerah kelamin. Pada pasien yang asimtomatik,
biasanya diketahui memiliki hernia ketika melakukan pemeriksaan fisik
rutin atau pun karena keingintahuan akan benjolan pada daerah kelamin
yang tidak terasa sakit. Deskripsi gejala yang timbul pada pasien dengan
hernia dapat berupa rasa berat atau tertarik pada daerah kelamin yang
semakin memberat seiring berjalannya hari, muncul secara intermiten
dan menjalar ke testis; keluhan nyeri tajam dapat dirasakan local atau
difus namun jarang.
 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan cara terbaik dalam menyingkirkan
diagnosis- diagnosis banding benjolan pada daerah kelamin, serta
menentukan ada atau tidaknya hernia inguinalis. Diagnosis dapat
ditegakan hanya dengan inspeksi adanya tonjolan pada daerah inguinal,
namun pada hernia yang tidak kasat mat, diperlukan pemeriksaan
lanjutan pada kanalis inguinalis. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut
mengenai pemeriksaan fisik pada organ skrotum dan pemeriksaan
terhadap hernia itu sendiri.
o Skrotum
Inspeksi pada pemeriksaan skrotum meliputi inspeksi pada kulit bagian
anterior maupun posterior, dan kontur dari skrotum itu sendiri. Pada
kasus dengan kecurigaan hernia, penting untuk memperhatikan kontur
dari skrotum untuk melihat kesimetrisan pada kedua sisi skrotum.
Swelling dapat mengindikasikan adanya hernia inguinalis, hidrokel, atau
edema skrotalis. Sedangkan pada undescended testicle (UDT) akan tampak
salah satu sisi lebih kecil dibandingkan sisi sebelahnya atau kedua sisi
tampak lebih kecil dibandingkan normal jika UDT terjadi di kedua testis.
Keluhan swelling disertai nyeri dan rasa hangat mengindikasikan adanya
epididymitis akut, orchitis, torsio dari spermatic cord, atau hernia
inguinalis strangulate. Palpasi dilakukan pada setiap testis dan epididymis
untuk menentukan ukuran dan bentuk, ada atau tidaknya nodul, serta
nyeri ketika dilakukan penekanan. Adanya nodul yang tidak disertai nyeri
pada pasien usia 15 hingga 35 tahun dapat dipikirkan merupakan tumor
jinak testis. Palpasi pada spermatic cord untuk menyingkirkan dugaan
adanya varikokel maupun hidrokel, dan palpasi pada vas deferens untuk
menyingkirkan dugaan infeksi kronik yang menyebabkan penebalan pada
vas deferens.
Pemeriksaan transiluminasi dapat dilakukan dengan memberikan
cahaya dari bagian posterior skrotum dan melewati bagian yang
mengalami swelling. Pada kasus hidrokel akan tampak pendaran cahaya
yang diteruskan oleh cairan di dalam skrotum yang tidak ditemukan pada
testis normal ataupun kasus hernia.
o Hernia
Hernia dapat terjadi baik pada bagian femoral maupun
inguinal, sehingga pada inspeksi, bagian-bagian tersebut perlu
diperhatikan lebih teliti, dan untuk meyakinkan bahwa pasien
benar memiliki hernia, pasien diminta mengedan untuk
menambah tekanan intraabdominal yang memastikan diagnosis
hernia pada pasien. Palpasi hernia inguinalis dilakukan dengan
menggunakan jari telunjuk tangan sesuai sisi yang diperiksa.
Lakukan invaginasi kulit skrotum hingga menyentuh bagian kanalis
inguinalis eksternal yang jika terjadi pelebaran cincin kanalis, jari
telunjuk akan dapat memasuki kanalis tersebut. massa hernia
akan menyentuh jari ketika pasien batuk atau mengedan ketika
tengah dilakukan pemeriksaan. Pada hernia indirek, ujung jari
akan dapat menahan sehingga tidak terjadi penonjolan hernia,
sedangkan pada hernia direk tidak berpengaruh terhadap
maneuver ini.
Pada kecurigaan adanya hernia skrotalis sebagai etiologi dari
timbulnya benjolan di skrotum, dilakukan pemeriksaan terhadap
pasien dengan posisi berbaring dan berdiri. Pemeriksaan dengan
posisi berdiri, dilakukan sebagaimana pemeriksaan hernia
inguinalis, sedangkan pemeriksaan pada posisi berbaring
dilakukan untuk melihat apakah benjolan menetap ketika
berbaring atau menghilang. Hilangnya berjolan skrotum ketika
berbaring mengindikasikan bahwa benjolan merupakan hernia.
Lakukan pula perabaan pada benjolan skrotum dan coba cari
bagian atas dari benjolan; pemeriksaan ini dapat membedakan
benjolan berasal dari hernia atau merupakan suatu hidrokel. Pada
hernia, bagian atas benjolan tidak dapat ditemukan dengan
perabaan, namun dapat pada hidrokel.
Setelah dipastikan benjolan merupakan sebuah hernia,
lakukan penekanan dengan menggunakan jari terhadap benjolan
sebagai upaya mengembalikan massa ke rongga abdomen. Pada
hernia inkarserata, massa tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga abdomen, sedangkan pada hernia strangulate terjadi
compromised terhadap supply darah pada bagian organ yang
terjebak dan ditandai dengan adanya tenderness, mual, muntah,
dan hal ini membutuhkan tatalaksana bedah.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan dalam membantu menegakkan
diagnosis adalah USG. USG diketahui memiliki derajat sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi adanya hernia direk, indirek, dan
femoral. CT scan dari abdomen dan pelvis dapat dilakukan untuk
mendiagnosis bentuk hernia lain atau pun massa di daerah kelamin yang
atipikal.
I. Tatalaksana
Mayoritas surgeon berpendapat bahwa tatalaksana hernia yang paling
baik adalah dengan operasi. Hal ini dikatakan karena kecenderungan hernia
pada bagian kelamin akan menghasilkan pembesaran daerah yang
mengalami hernia secara progresif dan akan menimbulkan kelemahan otot
yang akan berpotensi menjadi hernia inkarserata ataupun strangulate.
Teknik operatif laparoskopik herniorafi banyak digunakan sebagai
tatalaksana untuk hernia inguinalis berdasarkan pada kelebihannya yaitu
lebih minimalnya rasa tidak nyaman atau nyeri setelah dilakukan tindakan
operatif, waktu penyembuhan yang dibutuhkan lebih singkat sehingga akan
lebih cepat kembali menjalankan aktivitas seperti biasa, kemampuan untuk
menatalaksana hernia bilateral lebih baik dibandingkan dengan metode lain,
dapat dilakukan simultan dengan laparoskopi diagnostik, paling mudah untuk
melakukan ligasi pada kantung hernia, dan fungsi kosmetik lebih baik
dibandingkan dengan metode lain.
Namun, perlu diperhatikan komplikasi-komplikasi yang masih dapat
terjadi pada penggunaan metode laparoskopi ini, antara lain adanya
kemungkinan perforasi usus atau cedera vascular, adanya potensi timbulnya
perlengketan pada daerah peritoneum yang renggang, atau pada lokasi
ditempatkannya alat prostetik, dan dibutuhkannya anestesi umum dalam
melakukan tindakan ini.
Saat ini, terdapat 3 indikasi utama dilakukannya laparoskopi
herniorafi, yaitu :
 Hernia rekuren setelah dilakukannya open repair
 Hernia bilateral
 Adanya hernia inguinalis pada pasien yang membutuhkan laparoskopi
untuk prosedur lain.
DAFTAR PUSTAKA

A. Mansjoer, Suprohaita, W.K Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi


III, jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedoktern Universitas Indonesia.Jakarta.
2000

Mantu Nur Farid. HerniaInguinalis pada Bayi dan Anak. Kuliah Bedah Anak.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1999. Hal 17-304.

Sabiston, Devid C; Buku Ajar Bedah : Sabiston’s Essential Surgey, Alih Bahasa Petrus
Andrianto, Timah I. S; editor, Jonatan Oswan - Jakarta : EGC, 1995, hal228 - 231.

Shochat Stephen. Hernia Inguinalis. 2000. Dalam :Behrman, Kliegman, Arvin(ed). Ilmu
Kesehatan Anak Nelson vol. 2 ed.15. Jakarta. Hal 1372- 1375.

Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: PenerbitBuku


Kedokteran EGC. 2005. Hal 524-5322.

Anda mungkin juga menyukai