Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEBUTUHAN

DASAR MANUSIA (ISTIRAHAT DAN TIDUR) PADA NY. M

Dosen Pembimbing : Neti Mustikawati, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.An

FARHATUR ROBIAH
(202002040040)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2020
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi
dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan
dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang
cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini
tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional,
fisiologis, dan kesehatan.
Akibat dari keterbatasan dan penurunan fungsi fisik, psikologis
dan sosialnya maka akan berdampak pada fase tidur. Faktor tersebut
dapat mempengaruhi lansia secara menyeluruh, seperti adanya rasa
tak berguna, perasaan sedih dan kesepian misalnya karena
kehilangan pasangan hidup dan teman sebaya. Semua masalah
tersebut dapat menyebabkan kualitas tidur lansia menjadi menurun
atau buruk. Lansia pada umumnya mengalami fase tidur 3 dan 4
biasanya akan menghilang atau tidak melalui fase tersebut, sehingga
lansia akan mudah terbangun. Siklus tidur yang tidak sempurna
dapat menyebabkan lansia tidak tertidur pulas, sering terbangun, dan
jumlah total waktu tidur per hari akan berkurang. Masalah ini dapat
menyebabkan kualitas tidur lansia menurun. Akibat lanjut dari
penurunan kualitas tidur bagi lansia yaitu depresi, sulit konsentrasi,
sakit jantung, dan kecelakaan (Kanender dkk, 2015). Data Riskesdas
(2013) mengatakan ada beberapa macam penyakit dominan yang
dialami oleh lansia seperti hipertensi (57,6%); gangguan sendi/
arthritis (51,9%); dan stroke (46,1%). Sedangkan angka kesakitan
penduduk lansia di Indonesia tahun 2012 sebesar 26,93%, artinya
setiap 100 orang lansia terdapat 27 orang mengalami sakit.
Terjadinya angka kesakitan pada lansia ini berpengaruh terhadap
masalah kesehatan yang mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari
seperti dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya.
Lansia merupakan kelompok umur yang berisiko tinggi
mengalami gangguan tidur akibat beberapa faktor, serta proses
secara patologis terkait usia juga dapat menyebabkan perubahan pola
tidur. Masalah tidur yang sering dialami oleh orang lansia adalah
sering terjaga pada malam hari, seringkali terbangun pada dini hari,
sulit untuk tertidur, dan rasa lelah yang amat sangat pada siang hari
(Dewi, 2013). Adanya bebagai faktor risiko yang ada pada lansia
maka, lansia merupakan populasi rentan yaitu berada pada kelompok
risiko terhadap kesehatan yang buruk, kerentanan dikaitkan dengan
peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas, sehingga lansia
dikatakan kedalam kelompok tersebut. Kelompok rentan adalah
kelompok sosial yang mempunyai resiko atau kerentanan untuk
mengalami gangguan kesehatan akibat paparan berbagai resiko dari
populasi lainnya (Stanhope & Lancester, 2014).
Dampak yang ditimbulkan adanya gangguan tidur bagi lansia
yaitu risiko terjadinya kecelakaan sangat tinggi (didalam atau diluar
rumah), gangguan jantung, sulit konsentrasi, dan depresi. Sedangkan
dampak bagi keluarga yaitu lansia yang sudah mengalami gangguan
tidur berat maka ketergantungannya akan semakin meningkat pada
keluarga. Untuk meminimalisasi akibat lanjut gangguan tidur
tersebut maka perawat komunitas dapat memberikan informasi
melalui promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan lansia, keluarga, dan kelompok lansia dengan
gangguan tidur.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang konsep dasar kebutuhan
istirahat dan tidur, dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan pola tidur.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan pengkajian
b. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan diagnosa
c. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan rencana tindakan
keperawatan
d. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan tindakan
keperawatan
e. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan evaluasi
keperawatan
f. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan dokumentasi
keperawatan

BAB II : KONSEP DASAR


A. Pengertian
Menurut Budiarti (2014), istirahat merupakan keadaan yang
tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan beban dari kecemasan
(ansietas). Istirahat bermakna ketenangan, relaksasi tanpa stres
emosional, dan bebas dari ansietas.
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi
dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan
dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang
cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini
tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional,
fisiologis, dan kesehatan.
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia; tidur merupakan
sebuah proses biologis yang umum pada semua orang. Ditinjau dari
sejarahnya, tidur dianggap sebagai keadaan tidak sadar. Tidur
dicirikan dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran
bervariasi, perubahan pada proses fisiologis tubuh, dan penurunan
respons terhadap stimulus eksternal.

B. Tinjauan Anatomi dan Fisiologi


Fisiologi Tidur: Siklus alami tidur diperkirakan dikendalikan
oleh pusat yang terletak di bagian bawah otak. Pusat ini secara aktif
menghambat keadaan terjaga, sehingga menyebabkan tidur.
Seseorang dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda-
tanda sebagai berikut:
- Aktivitas fisik minimal.
- Tingkat kesadaran yang bervariasi.
- Terjadi perubahan-perubaahan proses fisiologis tubuh, dan
- Penurunan respons terhadap rangsanan dari luar.
Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses
fisiologis. Perubahan tersebut, antara lain:
- Penurunan tekanan darah, denyut nadi.
- Dilatasi pembulih darah perifer.
- Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktur
gastrointestinal.
- Relaksasi otot-otot rangka.
- Basal metabolisme rate (BMR) menurun 10-30%.

C. Tinjauan Medis
Dua fase tidur normal : NREM (pergerakan mata yang tidak cepat)
dan REM (pergerakan mata yang cepat).
a. Tahap 1 : NREM
Merupakan tingkat paling dangkal dari tidur. Tahapan ini
berakhir beberapa menit sehingga orang mudah terbangun
karena suara. Terjadi pengurangan aktivitas fisiologis seperti
pengurangan tanda-tanda vital dan metabolisme, merasa telah
melamun setelah bangun.
b. Tahap 2 : NREM
Merupakan tidur bersuara. Terjadi relaksasi sehingga untuk
bangun pun sulit. Tahap ini berakhir 10-20 menit. Fungsi tubuh
menjadi lambat.
c. Tahap 3 : NREM
Menjadi tahap awal tidur yang dalam. Otot-oto menjadi relaks
penuh sehingga sulit untuk dibangunkan dan jarang bergerak.
Tanda-tanda vital menurun namun teratur. Berakhir 15-30
menit.
d. Tahap 4 : NREM
Menjadi tahap tidur terdalam. Individu menjadi sulit
dibangunkan. Jika kurang tidur, individu akan menyeimbangkan
porsi tidurnya pada tahap ini. Tanda-tanda vital menurun secara
bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur sambil berjalan dan
anuresis. Berakhir 15-30 menit.
e. Tahap REM
Pada tahap ini, individu akan mengalami mimpi. Respon
pergerakan mata yang cepat, fluktuasi jantung dan kecepatan
respirasidan peningkatan tekanan darah. Terjadi tonus otot
skelet penurunan. Sekresi lambung meningkat. Berakhir dalam
waktu 90 menit. Terjadi peningkatan tidur REM tiap siklus
dalam waktu 20 menit.

D. Faktor yang Mempengaruhi


a) Sakit
b) Lingkungan
c) Letih
d) Gaya Hidup
e) Stress Emosional
f) Stimulan dan Alkohol
g) Diet
Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pengurangan
waktu tidur total serta tidur yang terputus dan bangun tidur lebih
awal. Di sisi lain, pertambahan berat badan tampak berhubungan
dengan peningkatan total waktu tidur, berkurangnya tidur yang
terputus, dan bangun tidur lebih lambat. L-triptofan dalam makanan,
misalnya, dalam keju dan susu dapat menginduksi tidur, sebuah
bukti yang mungkin dapat menjelaskan mengapa susu hangat
membatu seseorang untuk tidur.
h) Merokok
i) Motivasi
j) Obat-obatan
Beberapa obat memengaruhi kualitas tidur. Hipnotik dapat
memengaruhi tahap III dan IV tidur NREM dan menekan tidur
REM. Penyekat-beta diketahui menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk. Narkotik, seperti meperidin hidroklorida (Demerol) dan
morfin, diketahui menekan tidur REM dan menyebabkan sering
terbangun dan rasa ngantuk. Obat penenang memengaruhi tidur
REM. Amfetamin dan antidepresan menurunkan tidur REM secara
tidak normal. Seorang klien yang putus obat dari setiap obat-obatan
ini mendapatkan lebih banyak tidur REM dibandingkan biasanya dan
akibatnya dapat mengalami mimpi buruk yang mengganggu.

E. Mekanisme/ Proses Kerja


Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara
dua mekanisme selebral yang secara bergantian mengaktifkan dan
menekan pusat otak untuk tidur dan bangun. Reticular activating
system (RAS) di bagian batang otak atas diyakini mempunyai sel-sel
khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran. RAS
memberikan stimulus visual, audiotori, nyeri, dan sensori raba. Juga
menerima stimulus dari korteks serebri (emosi, proses pikir).
Pada keadaan sadar mengakibatkan neuron-neuron dalam RAS
melepaskan katekolamin, misalnya noreineprine. Saat tidur mungkin
disebabkan oleh pelepasan serum serotonin dari sel-sel spesifik di
pons dan batang otak tengah yaitu bulbar synchronizing regional
(BSR). Bangun dan tidurnya seseorang tergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak, reseptor
sensori perifer misalnya bunyi, stimulus cahaya, dan sistem limbiks
seperti emosi.
Seseorang yang mencoba untuk tidur, mereka menutup
matanya dan berusaha dalam posisi rileks. Jika ruangan gelap dan
tenang aktivitas RAS nenurun, pada saat itu BSR mengeluarkan
serum serotinin (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

F. Keluhan-keluhan yang sering muncul


a) Insomnia : Ketidakmampuan memperoleh sacara cukup kualitas
dan kuantitas tidur.
b) Hipersomia : Berlebihan jam tidur pada malam hari, lebih dari 9
jam, biasanya disebabkan oleh depresi, kerusakan saraf tepi,
beberapa penyakit ginjal, liver, dan metabolisme.
c) Parasomnia : Merupakan sekumpulan penyakit yang
mengganggu tidur anak seperti samnohebalisme (tidur sambil
berjalan).
d) Narcolepsy : Suatu keadaan / kondisi yang ditandai oleh
keinginan yang tidak terkendali untuk tidur, misalnya tidur
secara mendadak.
e) Apnoe tidur dan mendengkur : Mendengkur bukan dianggap
sebagai gangguan tidur, namun bila disertai dengan apnoe maka
akan bisa menjadi masalah.
f) Mengigau : Hampir semua orang pernah mengigau, hal ini
terjadi sebelum tidur REM.

G. Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat Keperawatan
1) Kebiasaan pola tidur bangun, apakah mengalami kesulitan
tidur, jumlah dan jam tidur, kualitas tidur, apakah mengalami
kesulitan tidur, sering bangun pada saat tidur, apakah
mengalami mimpi yang mengancam.
2) Dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari : apakah
merasa segar saat bangun, apa yang terjadi jika kurang tidur.
3) Adakah alat bantu tidur : apa yang anda lakukan sebelum
tidur, apakah menggunakan obat-obatan untuk membantu
tidur.
4) Gangguan tidur/ faktor-faktor kontribusi : jenis gangguan
tidur, kapan masalah itu terjadi.
b. Pemeriksaan fisik
1) Observasi penampilan wajah, perilaku, dan tingkat energi
pasien.
2) Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu, dan
konjungtiva merah.
3) Perilaku : iretabel, kurang perhatian, pergerakan lambat,
bicara lambat, postur Tubuh tidak stabil, tangan tremor,
sering menguap, mata tampak lengket, menarik diri, bingung,
dan kurang koordinasi.

H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
(kelembapan lingkungan, kebisingan, suhu lingkungan)
b. Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan
pemahaman pasangan tentang narkolepsi

I. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
(kelembapan lingkungan, kebisingan, suhu lingkungan)
1) Kaji masalah gangguan tidur pasien, karakteristik, dan
penyebab kurang tidur
R : memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana
keperawatan
2) Berikan tempat tidur yang nyaman, bersih dan bantal nyaman
R : untuk meningkatkan tidur
3) Edukasi kesehatan jadwal tidur mengurangi stress, cemas dan
latihan relaksasi
R : untuk meningkatkan pola tidur
4) Kolaborasi pemberian pengobatan seperti analgetik dan
sedatif setengah jam sebelum tidur
R : untuk mengurangi gangguan tidur
b. Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan
pemahaman pasangan tentang narkolepsi
1) Identifikasi koping yang dimiliki keluarga
R : mengidentifikasi masalah yang dihadapi keluarga (asal
masalah, jumlah masalah, sifat masalah dan waktu terjadinya
masalah)
2) Diskusikan tindakan atau koping yang dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah
R : mendiskusikan koping atau upaya yang biasa dilakukan
keluarga
3) Latih gunakan koping atau cara mengatasi masalah yang baru
R : melatih keluarga menggunakan koping yang efektif
4) Evaluasi kemampuan keluarga menggunakan koping yang
efektif
R : mengevaluasi kemampuan keluarga menggunakan koping
yang efektif

BAB III : TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian
1. Biodata klien
Nama : Ny. M
Umur : 78 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Wonosari Gede Kalimojosari Doro
2. Biodata penanggungjawab
Nama : Tn. S
Umur : 85 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Wonosari Gede Kalimojosari Doro
Hub. dgn klien : Suami
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan sudah 3 hari merasa kurang tidur karena
merasa nyeri di area lutut sebelah kanan sehingga sering
terbangun dan juga sulit tidur karena cuaca yang panas.
Badan tampak lemas, mata terlihat sayu.
P : Saat duduk, dan ketika ingin berdiri terasa nyeri
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri di area lutut sebelah kanan
S : Skala nyeri 4
T : Hilang timbul
Vital sign
TD = 140/90 mmHg
N = 72 x/menit
RR = 18 x/menit
S = 36,2 oC
b. Keluhan utama
Sulit tidur/merasa kurang puas tidur
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit seperti
hipertensi maupuan diabetes melitus.
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit hipertensi diabetes melitus atau
riwayat penyakit menurun lainnya.
4. Pola kesehatan fungsional Gordon
a. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit : Klien mengatakan aktivitas sehari-
hari yaitu selalu sholat berjamaah di masjid, mengajar ngaji
dirumahnya dan mengikuti pengajian setiap minggunya
Selama sakit : Klien mengatakan meskipun sedikit
nyeri di area lutut sebelah kanan tetapi masih dapat
beraktivitas seperti biasa yaitu selalu sholat berjamaah di
masjid, mengajar ngaji dirumahnya dan mengikuti pengajian
setiap minggunya
Keluhan/masalah : Nyeri di area lutut sebelah kanan
b. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit
Tidur siang : ± 1 jam
Tidur malam : ± 4 jam
Selama sakit
Tidur siang : ± 1 jam
Tidur malam : ± 4 jam
Keluhan/masalah : Nyeri di area lutut sebelah kanan
5. Pemeriksaan fisik
a. Penampilan Umum
Keadaan umum : Klien terlihat bersih, rapi
Kesadaran : Compos mentis
BB sebelum sakit : 43 kg
BB selama sakit : 43 kg
TB/PB : 145 cm
b. Vital Sign
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Suhu : 36,2 oC
Nadi : 72 x/menit
Rr : 18 x/menit
c. Pemeriksaan fisik
Ekstremitas
Atas : Tidak ada edema, simetris, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada gangguan pergerakan
Bawah : Tidak ada edema, simetris, tidak ada gangguan
pergerakan, ada nyeri tekan di area lutut sebelah kanan

B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(mengangkat berat, trauma, latihan fisik berlebihan) ditandai
dengan nyeri di area lutut sebelah kanan.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
(kelembapan lingkungan, kebisingan, suhu lingkungan) ditandai
dengan kesulitan tidur.
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kurang kontrol
tidur ditandai dengan mengeluh sulit tidur

C. Intervensi
Data Dx. Penjelasan Tujuan Intervensi Rasional
Kep Keilmuan Keperawatan
DO : 1 Pengalaman Setelah 1. Kaji lokasi, 1. Untuk
Klien sensorik dilakukan karakteristi mengetahui
tampak atau tindakan k, durasi, status nyeri
meringis emosional keperawat frekunsi, klien sebagai
kesakitan, yang an selama kualitas, bahan
gelisah berkaitan 1x24 jam intensitas pertimbanga
DS : Klien dengan diharapka nyeri n intervensi
mengataka kerusakan n nyeri 2. Berikan berikutnya.
n nyeri di jaringan klien teknik 2. Untuk
area lutut aktual atau berkurang nonfarmak mengalihkan
sebelah fungsional, dengan ologis rasa nyeri
kanan dengan kriteria untuk pada pasien.
P : Saat onset hasil : mengurang 3. Untuk
duduk, mendadak i rasa nyeri memandirika
1. Melap
dan ketika atau lambat (mis. n pasien
ingin dan orkan Terapi memonitor
berdiri berintensitas nyeri musik, status
terasa ringan terkont terapi pijat, nyerinya.
nyeri hingga berat rol teknik 4. Untuk
Q : Nyeri yang 2. Kema imajinasi menghilangk
seperti berlangsung mpuan terbimbing, an rasa nyeri
ditusuk- kurang dari menge kompres secara cepat.
tusuk 3 bulan. nali hangat/din
R : Nyeri penyeb gin)
di area ab 3. Anjurkan
lutut nyeri memonitor
sebelah 3. Kema nyeri
kanan mpuan secara
S : Skala mengg mandiri
nyeri 4 unakan 4. Kolaborasi
tekik pemberian
T : Hilang
non analgetik
timbul
farmak
ologis
DO : 2 Gangguan Setelah 1. Kaji 1. Memberikan
Klien kualitas dan dilakukan masalah informasidas
tampak kuantitas tindakan gangguan ar dalam
lemas dan waktu tidur keperawat tidur menentukan
mata sayu akibat an selama pasien, rencana
TD = faktor 1x24 jam karakteristi keperawatan
140/90 eksternal diharapka k, dan 2. Untuk
mmHg n pola penyebab meningkatka
N = 72 tidur klien kurang n tidur
x/menit tidak tidur 3. Untuk
RR = 18 terganggu 2. Berikan meningkatka
x/menit dengan tempat n pola tidur
S = 36,2 kriteria tidur yang 4. Untuk
o
C nyaman, mengurangi
DS : Klien hasil : bersih dan gangguan
mengataka bantal tidur
1. Jumlah
n sudah 3 nyaman
jam
hari 3. Edukasi
tidur
merasa kesehatan
dalam
kurang jadwal
batas
tidur tidur
normal
karena mengurang
6-8
cuaca i stress,
jam
yang cemas dan
2. Pola
panas dan latihan
tidur
merasakan relaksasi
dan
nyeri di 4. Kolaborasi
batas
area lutut pemberian
tidur
sebelah analgetik
dalam
kanannya dan sedatif
batas
setengah
normal
jam
3. Perasa
sebelum
an
tidur
segar
sesuda
h tidur
atau
istirah
at
DO : 3 Perasaan Setelah 1. Monitor 1. Melakukan
Klien kurang dilakukan status perubahan
tampak senang, lega tindakan pengubah posisi yang
kesulitan dan keperawat an posisi tepat
saat sempurna an selama 2. Meminim 2. Memberikan
melakukan dalam 1x24 jam alkan arahan
berpindah dimensi diharapka gesekan mengubah
tempat fisik, n dan posisi yang
dari psikospiritu gangguan tarikan tepat
tempat al, rasa saat 3. Agar tidak
duduk dan lingkungan nyaman mengubah terjadi cedera
gelisah dan sosial klien posisi 4. Untuk
DS : Klien teratasi 3. Ajarkan memberikan
mengataka dengan cara terapi yang
n kriteria mengguna tepat
mengeluh hasil : kan
sulit tidur posture
1. Tidak
karena yang baik
merasa
cuaca dan
gelisah
yang mekanik
2. Tidak
panas dan tubuh
megelu
menahan yang baik
h sulit
rasa sakit selama
tidur
di area melakuka
3. TTV
lutut n
dalam
sbelah perubahan
batas
kanan posisi
normal
4. Memberik
an
premedika
si sebelum
mengubah
posisi jika
perlu

D. Implementasi
Tgl/Hari/jam No. Dx. Tindakan Respon Klien Paraf
Kep Keperawatan

Senin, 28 1,2,3 Mengkaji TTV DO : Klien


September bersedia
2020 DS : TD = 140/90
mmHg
13.00 WIB N = 72 x/menit
RR = 18 x/menit
S = 36,2 oC

1 Mengkaji nyeri DO : Klien tampak


meringis kesakitan,
gelisah
DS : Klien
mengatakan nyeri
di area lutut
sebelah kanan
P : Saat duduk, dan
ketika ingin berdiri
terasa nyeri
Q : Nyeri seperti
ditusuk-tusuk
R : Nyeri di area
lutut sebelah kanan
S : Skala nyeri 4
T : Hilang timbul

2 Mengkaji DO : Klien tampak


gangguan pola lemas dan mata
tidur sayu
DS : Klien
mengatakan sudah
3 hari merasa
kurang tidur karena
cuaca yang panas
dan merasakan
nyeri di area lutut
sebelah kanannya

3 Mengkaji
DO : Klien tampak
gangguan rasa
kesulitan saat
nyaman
melakukan
berpindah tempat
dari tempat duduk
dan gelisah
DS : Klien
mengatakan
mengeluh sulit
tidur karena cuaca
yang panas dan
menahan rasa sakit
di area lutut sbelah
kanan

Selasa, 29 1,2,3 Mengkaji TTV DO : Klien


September bersedia
2020 DS : TD = 140/80
mmHg
09.00 WIB N = 70 x/menit
10.00 WIB RR = 18 x/menit
S = 36 oC

11.00 WIB 1 Memberikan DO : Klien tampak


kompres hangat lebih rileks
DS : Klien
mengatakan
nyerinya sudah
sedikit berkurang
setelah di kompres
hangat, dengan
skala 3

DO : Lingkungan
12.00 WIB 2 Memberikan rumah tampak
lingkungan/tempat bersih dan rapi
tidur yang nyaman DS : Klien
mengatakan selalu
membersihkan
lingkungan dan
tempat tidurnya
setiap hari

DO : Klien
3 Mengajarkan cara bersedia
ketika ingin berdiri DS : Klien
yang benar agar mengatakan belum
tidak terasa nyeri mengetahui cara
berdiri yang benar
supaya tidak terasa
nyeri

Rabu, 30 1 Melanjutkan DO : Klien tampak


September intervensi kompres lebih rileks
2020 hangat untuk DS : Klien
mengurangi nyeri mengatakan
09.00 nyerinya sudah
berkurang dan
terasa lebih
nyaman

Kontrak waktu
2 DO : -
ujian
DS : Klien
mengatakan
bersedia
Kamis, 01 2 Mengajarkan DO : Klien
Oktober 2020 teknik relaksasi mengatakan mau
otot progresif untuk diajarkan
08.00 WIB teknik relaksasi
otot progresif
DS : Klien tampak
bersemangat dan
mengikuti apa yang
diajarkan

E. Evaluasi
Tgl/Hari/jam No. Dx. Catatan Perkembangan Klien Paraf
Kep

Senin, 28 1 S = Klien mengatakan nyeri di area


September lutut sebelah kanan
2020 P : Saat duduk, dan ketika ingin
berdiri terasa nyeri
13.00 WIB Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri di area lutut sebelah
kanan
S : Skala nyeri 4
T : Hilang timbul
O = Klien tampak meringis
kesakitan, gelisah
A = Masalah nyeri akut klien belum
teratasi
P = Lanjutkan intervensi dengan
memberikan kompres hangat

2 S = Klien mengatakan masih sulit


tidur
O = Klien tampak lemas dan mata
sayu
A = Masalah gangguan pola tidur
klien belum teratasi
P = Berikan lingkungan/tempat
tidur yang nyaman

3 S = Klien mengatakan mengeluh


sulit tidur karena cuaca yang panas
dan menahan rasa sakit di area lutut
sbelah kanan
O = Klien tampak kesulitan saat
melakukan berpindah tempat dari
tempat duduk dan gelisah
A = Masalah gangguan rasa
nyaman belum teratasi
P = Mengajarkan cara ketika ingin
berdiri yang benar agar tidak terasa
nyeri
Selasa, 29 1 S = Klien mengatakan nyerinya
September sudah sedikit berkurang setelah
2020 dilakukan kompres hangat dengan
skala 3
13.00 WIB O = Klien tampak lebih rileks
A = Masalah nyeri akut klien belum
teratasi
P = Lanjutkan teknik kompres
hangat atau dapat diganti dengan
distraksi dan relaksasi.

S = Klien mengatakan masih


2 merasa kurang puas tidurnya
O = Klien masih terlihat lemas dan
sayu
A = Masalah gangguan pola tidur
klien belum teratasi

P = Edukasi kesehatan jadwal tidur


mengurangi stress, cemas dan
latihan relaksasi

S = Klien mengatakan nyeri sudah


3
sedikit berkurang jika untuk berdiri
O = Klien terlihat sangat hati-hati
ketika ingin berdiri
A = Masalah gangguan rasa
nyaman teratasi
P = Pertahankan intervensi
Rabu, 30 1 S = Klien mengatakan setelah
September dikompres hangat nyeri terasa
2020 berkurang/hilang
O = Klien tampak lebih rileks dan
09.00 WIB nyaman
A = Masalah nyeri akut klien
teratasi
P = Pertahankan intervensi

Kamis, 01 2 S = Klien mengatakan setelah


Oktober 2020 diajarkan teknik relaksasi badan
sedikit terasa segar dan nyaman
O = Klien tampak lebih segar dan
09.00 WIB tidak lemas
A = Masalah gangguan pola tidur
klien teratasi
P = Pertahankan intervensi

BAB IV : PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil Penelitian Berdasarkan Tinjauan Teori
Relaksasi otot progresif merupakan relaksasi yang
mengembangkan metode fisiologis dalam melawan ketegangan
otot-otot yang dikarenakan leh kelelahan atau kecemasan, sehingga
disebut teknik relaksasi progresif yang bertujuan untuk menurunkan
ketegangan dan merelaksasikan otot-otot. Terapi relaksasi banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk dapat mengatasi
berbagai masalah, misalnya menurunkan stress, mengendorkan otot-
otot yang tegang, menurunkan kecemasan, dan menurunkan tekanan
darah. Berdasarkan hasil penelitian ini memberikan perspektif
bahwa intervensi teknik relaksasi progresif dan tidur sehat dapat
meningkatkan kualitas tidur lansia.
B. Analisis Hasil Penelitian Berdasarkan Tinjauan Kasus
Berdasarkan artikel latihan teknik relaksasi otot progresif
dilakukan pada 46 responden didapatkan hasil rerata kualitas tidur
lansia meningkat setelah diberikan intervensi kombinasi teknik
relaksasi progresif dan tidur bersih. yaitu menurun sebesar 6,21
kali. Hal ini dapat diartikan terjadi peningkatan secara signifikan
(p< 0,000). Rata-rata kualitas tidur lansia sebelum diberikan
intervensi yaitu 11,82 dan menurun menjadi 5,61. Artinya
berdasarkan instrumen yang digunakan untuk penilaian kualitas
tidur menyatakan bahwa jika didapatkan hasil evaluasi lebih dari 5
itu kualitas tidur seseorang dikatakan buruk, sedangkan jika
didapatkan nilai evaluasinya 5 maka dikatakan kualitas tidur
seseorang itu bagus. Hal tersebut di aplikasikan pada kasus kelolaan
yaitu pada pasien Ny. M dengan tekanan darah awal 140/90 mmHg dan
setelah dilakukan intervensi mengalami penurunan menjadi 130/80
mmHg, walaupun penurunnya belum drastis karena tindakan tersebut
masih dilakukan sekali. Ny. M mengatakan setelah dilakukan latihan
teknik relaksasi oot progresif merasa lebih segar dan rileks sehingga Ny.
M di anjurkan untuk melakukan teknik tersebut kembali selama 2x per
minggu.

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
Teknik relaksasi otot progresif dan tidur sehat ini
memberikan perspektif bahwa dapat meningkatkan kualitas tidur
lansia. Penilaian kualitas pada lansia dapat menjadi deteksi dini
untuk melihat pemenuhan kebutuhan dasar lansia. Pemenuhan
kebutuhan dasar yang kurang baik maka dapat menyebabkan
penurunan kualitas hidup pasien lansia.

B. Saran
Beberapa saran penulis antara lain :
1. Untuk penulis agar lebih menguasai konsep dan asuhan
keperawatan yang dibuat agar dapat menentukan intervensi
lebih tepat dan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh klien.
2. Untuk pihak keluarga dan pasien adalah untuk lebih
memperhatikan faktor yang dapat memicu kekambuhan
nyerinya, perubahan pola tidurnya sehingga tidak terulang
keluhan yang sama.

Daftar Pustaka
Budiarto, F. (2014). Kebutuhan Istirahat Tidur. Http://Fitria-Budiarti-
Fkp13.Web.Unair.Ac.Id/Artikel_detail-99547-AprilKebutuhan%20istira-
hat%20tidur.Html. Diunduh Pada Tanggal 03 Oktober 2020 Pukul 20.00
Tarwoto dan Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Edisi ke-4. Jakarta : Salemba Medika

Wilkinson, J.M., Dkk. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.


Jakarta : EGC
Yusriana. 2018. Kombinasi Teknik Relaksasi Otot Progresif dan Tidur Sehat
untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Lansia. STIKES Mercubaktijaya
Padang (Menara Ilmu). Vol. XII Jilid I No.80

Lampiran Kasus

Lampiran Evidance Based Practice


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jumlah penduduk lanjut usia (Lansia) di Indonesia berdasarkan
Biro Pusat Statistik pada tahun 2005-2010 sekitar 19 juta jiwa atau 8,5%
dari seluruh jumlah penduduk. Menurut perhitungan WHO di tahun 2025
Indonesia mengalami peningkatan jumlah warga lansia sebesar 41,4%.
Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan tahun 2050
jumlah warga lansia di Indonesia mencapai ± 60 juta jiwa.
Akibat dari keterbatasan dan penurunan fungsi fisik, psikologis dan
sosialnya maka akan berdampak pada fase tidur. Faktor tersebut dapat
mempengaruhi lansia secara menyeluruh, seperti adanya rasa tak berguna,
perasaan sedih dan kesepian misalnya karena kehilangan pasangan hidup
dan teman sebaya. Semua masalah tersebut dapat menyebabkan kualitas
tidur lansia menjadi menurun atau buruk. Lansia pada umumnya
mengalami fase tidur 3 dan 4 biasanya akan menghilang atau tidak melalui
fase tersebut, sehingga lansia akan mudah terbangun. Siklus tidur yang
tidak sempurna dapat menyebabkan lansia tidak tertidur pulas, sering
terbangun, dan jumlah total waktu tidur per hari akan berkurang. Masalah
ini dapat menyebabkan kualitas tidur lansia menurun. Akibat lanjut dari
penurunan kualitas tidur bagi lansia yaitu depresi, sulit konsentrasi, sakit
jantung, dan kecelakaan (Kanender dkk, 2015). Data Riskesdas (2013)
mengatakan ada beberapa macam penyakit dominan yang dialami oleh
lansia seperti hipertensi (57,6%); gangguan sendi/ arthritis (51,9%); dan
stroke (46,1%). Sedangkan angka kesakitan penduduk lansia di Indonesia
tahun 2012 sebesar 26,93%, artinya setiap 100 orang lansia terdapat 27
orang mengalami sakit. Terjadinya angka kesakitan pada lansia ini
berpengaruh terhadap masalah kesehatan yang mengganggu aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti dalam upaya pemenuhan kebutuhan
dasarnya.
Lansia merupakan kelompok umur yang berisiko tinggi mengalami
gangguan tidur akibat beberapa faktor, serta proses secara patologis terkait
usia juga dapat menyebabkan perubahan pola tidur. Masalah tidur yang
sering dialami oleh orang lansia adalah sering terjaga pada malam hari,
seringkali terbangun pada dini hari, sulit untuk tertidur, dan rasa lelah
yang amat sangat pada siang hari (Dewi, 2013). Adanya bebagai faktor
risiko yang ada pada lansia maka, lansia merupakan populasi rentan yaitu
berada pada kelompok risiko terhadap kesehatan yang buruk, kerentanan
dikaitkan dengan peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas, sehingga
lansia dikatakan kedalam kelompok tersebut. Kelompok rentan adalah
kelompok sosial yang mempunyai resiko atau kerentanan untuk
mengalami gangguan kesehatan akibat paparan berbagai resiko dari
populasi lainnya (Stanhope & Lancester, 2014).
Dampak yang ditimbulkan adanya gangguan tidur bagi lansia yaitu
risiko terjadinya kecelakaan sangat tinggi (didalam atau diluar rumah),
gangguan jantung, sulit konsentrasi, dan depresi. Sedangkan dampak bagi
keluarga yaitu lansia yang sudah mengalami gangguan tidur berat maka
ketergantungannya akan semakin meningkat pada keluarga. Untuk
meminimalisasi akibat lanjut gangguan tidur tersebut maka perawat
komunitas dapat memberikan informasi melalui promosi kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan lansia, keluarga, dan
kelompok lansia dengan gangguan tidur.

B. Tujuan
Tujuan dari artikel jurnal ini adalah untuk mengetahui kombinasi
teknik relaksasi progresif dan tidur sehat untuk meningkatkan kualitas
tidur lansia.

BAB II
IDENTIFIKASI ARTIKEL EVIDENCE BASED PRACTICE
A. Identitas Artikel (judul artikel, nama peneliti, tahun terbit,
penerbit)
Judul artike : Kombinasi Teknik Relaksasi Otot Progresif dan Tidur
Sehat untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Lansia
Nama peneliti : Yusriana
Tahun terbit : 2018
Penerbit : Menara Ilmu (STIKES Mercubaktijaya Padang)

B. Gap of knowledge (kesesuaian masalah dengan masalah yang akan


diselesaikan)
Dampak yang ditimbulkan adanya gangguan tidur bagi lansia yaitu
risiko terjadinya kecelakaan sangat tinggi (didalam atau diluar rumah),
gangguan jantung, sulit konsentrasi, dan depresi. Sedangkan dampak
bagi keluarga yaitu lansia yang sudah mengalami gangguan tidur berat
maka ketergantungannya akan semakin meningkat pada keluarga.
Dengan adanya latihan teknik relaksasi otot progresif dapat membantu
menurunkan stress, mengurangi kecemasan, mengatasi insomnia,
menurunkan tekanan darah serta dapat dilakukan secara mandiri
dirumah. Relaksasi merupakan salah satu teknik dalam terapi perilaku
yang mengembangkan metode fisiologis dalam melawan ketegangan
otot-otot yang dikarenakan leh kelelahan atau kecemasan, sehingga
disebut teknik relaksasi progresif yang bertujuan untuk menurunkan
ketegangan dan merelaksasikan otot-otot.

C. Justifikasi intervensi (termasuk SOP jika ada)


Teknik relaksasi progresif diberikan dalam kurun waktu masing-
masing kelompok yaitu 6 minggu dengan jadwal pelaksanaan 2 kali per
minggu. Sementara pelakasanaan kegiatan tidur sehat melalui
pemantauan buku catatan harian tidur. Pelaksanaan intervensi tidur
bersih dilaksanakan selama 8 minggu dengan metode observasi dan
dilakukan evaluasi melalui catatan tidur setiap 1 minggu.
D. Hasil Penelitian
Hasil intervensi ini menunjukkan pengaruh dalam meningkatkan
kualitas tidur lansia (p=0,000). Penelitian ini memberikan kesempatan
postif bagi perawat komunitas untuk mengembangkan upaya promotif
dan preventif. Penelitian ini dapat dilanjutkan sebagai intervensi
keperawatan untuk lansia karena sangat efektif dan efesien baik dari
segi waktu maupun biaya, bisa dilakukan secara mandiri ataupun
berkelompok.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Resume Kasus Kelolaan
Klien Ny. M usia 78 tahun mengeluh sulit tidur/ merasa kurang
puas tidur, TD 140/90, RR 18x/menit, HR 72x/menit, S 36,2 OC dan
klien merasa nyeri di area lutut sebelah kanan
P : Saat duduk, dan ketika ingin berdiri terasa nyeri
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Nyeri di area lutut sebelah kanan
S : Skala nyeri 4
T : Hilang timbul
yang membuat sering terbangun serta cuaca yang panas sehingga
menimbulkan ketidaknyamanan pada pola tidurnya. Berdasarkan data
memunculkan masalah keperawatan gangguan pola tidur dan diberikan
latihan teknik relaksasi otot progresif agar pasien merasa lebih rileks
dan nyaman, tidak terjadi insomnia. Setelah dilakukan latihan teknik
relaksasi otot progresif klien merasa lebih segar dan rileks.

B. Analisis Hasil Penelitian Berdasarkan Tinjauan Teori


Relaksasi otot progresif merupakan relaksasi yang
mengembangkan metode fisiologis dalam melawan ketegangan otot-
otot yang dikarenakan leh kelelahan atau kecemasan, sehingga disebut
teknik relaksasi progresif yang bertujuan untuk menurunkan ketegangan
dan merelaksasikan otot-otot. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari untuk dapat mengatasi berbagai masalah,
misalnya menurunkan stress, mengendorkan otot-otot yang tegang,
menurunkan kecemasan, dan menurunkan tekanan darah. Berdasarkan
hasil penelitian ini memberikan perspektif bahwa intervensi teknik
relaksasi progresif dan tidur sehat dapat meningkatkan kualitas tidur
lansia.

C. Analisis Hasil Penelitian Berdasarkan Tinjauan Kasus


Berdasarkan artikel latihan teknik relaksasi otot progresif
dilakukan pada 46 responden didapatkan hasil rerata kualitas tidur
lansia meningkat setelah diberikan intervensi kombinasi teknik
relaksasi progresif dan tidur bersih. yaitu menurun sebesar 6,21 kali.
Hal ini dapat diartikan terjadi peningkatan secara signifikan (p< 0,000).
Rata-rata kualitas tidur lansia sebelum diberikan intervensi yaitu 11,82
dan menurun menjadi 5,61. Artinya berdasarkan instrumen yang
digunakan untuk penilaian kualitas tidur menyatakan bahwa jika
didapatkan hasil evaluasi lebih dari 5 itu kualitas tidur seseorang
dikatakan buruk, sedangkan jika didapatkan nilai evaluasinya 5 maka
dikatakan kualitas tidur seseorang itu bagus. Hal tersebut di aplikasikan
pada kasus kelolaan yaitu pada pasien Ny. M dengan tekanan darah awal
140/90 mmHg dan setelah dilakukan intervensi mengalami penurunan
menjadi 130/80 mmHg, walaupun penurunnya belum drastis karena tindakan
tersebut masih dilakukan sekali. Ny. M mengatakan setelah dilakukan latihan
teknik relaksasi oot progresif merasa lebih segar dan rileks sehingga Ny. M
di anjurkan untuk melakukan teknik tersebut kembali selama 2x per minggu.

BAB IV
PENUTUP

Hasil penelitian ini memberikan perspektif bahwa intervensi teknik


relaksasi progresif dan tidur sehat dapat meningkatkan kualitas tidur lansia.
Penilaian kualitas pada lansia dapat menjadi deteksi dini untuk melihat
pemenuhan kebutuhan dasar lansia. Pemenuhan kebutuhan dasar yang kurang
baik maka dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien lansia.

DAFTAR PUSTAKA
Yusriana. 2018. Kombinasi Teknik Relaksasi Otot Progresif dan Tidur Sehat
untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Lansia. STIKES
Mercubaktijaya Padang (Menara Ilmu). Vol. XII Jilid I No.80

Anda mungkin juga menyukai