Anda di halaman 1dari 9

1

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen atau percobaan, yaitu peneliti
melakukan percobaan atau perlakuan terhadap variabel independenya, kemudian mengukur
akibat atau pengaruh percobaan tersebut pada dependen variabel.
(Notoatmojo, 2005)

3.2 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan adalah post only group design

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian


3.3.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2011-September 2011.

3.3.2 Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Kedokteran Gigi Universitas Jember.

3.4 Identifikasi Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Ekstrak Kelopak Bunga Rosela
(Hibiscus sabdariffa L)

3.4.2 Variabel Terikat


Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah gambaran histologis tulang alveolar dan
kecepatan penyembuhan tulang alveolar.

3.4.3 Variabel Kendali


Varibel Kendali dalam penelitian ini adalah
1. Prosedur penelitian
2. Jenis kelamin, berat bedan, umur, dan kesehatan fisik hewan coba
3. Teknik ligasi
2

3.5 Definisi Operasional Penelitian


3.5.1 Ekstrak Bunga Rosella
Ekstrak bunga rosella dibuat melalui proses ekstraksi dengan bahan dasar kelopak
bunga Rosella kering menggunakan pelarut etanol 96%.

3.5.2 Tulang Alveolar


Prosesus alveolaris adalah bagian tulang rahang yang menopang gigi-geligi. Tulang
alveolar terus menerus mengalami remodeling sebagai respons terhadap stress mekanis dan
kebutuhan metabolisme terhadap ion fosfor dan kalsium. Pada keadaan sehat, remodelling
prosesus berfungsi untuk mempertahankan volume keseluruhan dari tulang dan anatom
keseluruhan relatif stabil.

3.5.3 Periodontitis Eksperimental


Periodontitis eksperimental adalah periodontitis yang diperoleh dengan
menggunakan teknik ligasi. Pada teknik ini kawat ligasi dari bahan kawat tembaga berukuran
0,15 mm ditempatkan melingkari daerah sulkus gingiva gigi insisif kiri rahang bawah,
direkatkan dengan menggunakan glass ionomer, kemudian dibiarkan selama 1 minggu agar
terjadi akumulasi bakteri plak sehingga akan memicun terjadinya periodontitis. Pemberian
kawat ligasi dapat menginduksi terjadinya destruksi tulang alveolar pada tikus.

3.6 Populasi Penelitian


Populasi penelitian adalah tikus wistar jantan

3.7 Sampel Penelitian


a. Teknik pengambilan sampel dengan simple random sampling dengan kriteria sebagai
berikut :
1. Berumur 1,5 – 2 bulan.
2. Sehat.
3. Berat 20-50 gram.
4. Tidak ada tanda-tanda abnormalitas.
3

Penelitian sampel pada penelitian ini digunakan rumus Federer (1963)


(t-1) (n-1)  15

t = kelompok perlakuan (3 kelompok)


n = jumlah sampel tiap kelompok

banyaknya sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :


(t-1) (n-1)  15
3n – 3  15
n 6

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 28 kelompok yang terdiri atas
7 ekor kelompok kontrol dan 21 ekor kelompok perlakuan.

3.8 Alat dan Bahan Penelitian


3.8.1 Alat Penelitian
1. Kandang pemeliharaan berupa kandang plastik dengan penutup berupa kawat
2. Timbangan Hewan
3. Kawat tembaga dengan diameter 0,15 mm
4. Tempat minum tikus
5. Sarung tangan
6. Sonde lambung
7. Sonde lurus
8. Gunting
9. Pinset
10. Pinset chirrurgis
11. Blade dan scalpel
12. Spuit pencekok/oral 3 ml
13. Objek dan Cover Glass
14. Alat cetak parafin
15. Mikroskop
16. Waterbath
17. Beker Glass
4

18. Kamera foto


19. Sarung tangan

3.8.2 Bahan Penelitian


1. Ektrak Kelopak Bunga Rosella
2. Tikus wistar
3. Ketalar
4. Makanan standart untuk tikus yang beredar di pasaran
5. Glass ionomer
6. Cat haematoxylin eosin
7. Xylol
8. Alkohol 70%, 80%, 95%, 96%
9. Formaldehid 10%
10. Aquadest
11. Air
12. Parafin
13. Eter chloride
14. Asam format 50%
15. Gliserin
16. Minyak emersi
17. Decalsification agent
18. Egg albumin
19. Sekam

3.9 Prosedur Penelitian


3.9.1. Ekstrak air kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.)
Ekstrak air adalah ekstrak yang dibuat dengan merebus serbuk simplisia kering
dalam air suling mendidih sampai tersisa sepertiga bagian pelarut. Ekstrak disaring dan
dikeringkan menggunakan alat pengering beku. Ekstrak yang diperoleh diperiksa kandungan
kimianya dan menunjukkan hasil positif terhadap golongan flavonoid dan tannin (Trihastuti
dkk, 2006).. Ekstrak diberikan dua kali sehari, pagi dan sore, secara peroral. Skala
pengukuran yang digunakan adalah skala nominal.

3.9.2 Penentuan Dosis Ekstrak Kelopak Rosela


5

Penelitian Arellano (2004), pemberian ekstrak kelopak Rosela dalam 10 gram


kelopak kering dengan penambahan air 0,51 liter menunjukkan hasil penurunan tekanan
darah secara signifikan. Konversi dosis dilakukan pada berat badan manusia 70 kg dan tikus
200g (Laurence dan Bacharach, 1964; Ahmadjie, 2000). Konversi dosis untuk manusia 70 kg
ke tikus 200g adalah 0,018 (tabel Laurence dan Bacharach, 1964; Ahmadjie, 2000), sehingga
konversi dosis untuk
kelopak rosela yang digunakan adalah 0,018 x 10g = 0,18 g/ekor /hari. Dosis yang digunakan
yaitu
 Dosis I : 0,18 g/ekor /hari
 Dosis II : 0,36 g/ekor /hari
 Dosis I II : 0,72 g/ekor /hari

3.9.3 Pemeliharaan Hewan Percobaan


Tikus wistar jantan berumur 1,5 - 2 bulan dengan berat badan 20-50 gram dibagi
menjadi 4 kelompok dan diadaptasikan selama satu minggu di laboratorium dan diberi pakan
dengan merek yang sama dan diganti setiap hari. Kandang percobaan dibersihkan setiap hari
untuk mencegah infeksi yang dapat diakibatkan oleh kotoran tikus tersebut.

3.9.4 Persiapan Hewan Coba


Masing-masing kelompok hewan percobaan ditempatkan di dalam kandang terpisah.
Sebelum perlakuan, setiap hewan coba ditimbang berat badannya dan diamati kesehatannya
secara fisik (gerakannya, berat badan, makan, dan minum).

3.9.5 Perlakuan Hewan Percobaan


Setelah persiapan selesai maka binatang percobaan kelompok K, I, II, dan III diberikan
perlakuan sebagai berikut :
a Kelompok K adalah kelompok Kontrol yang tidak di diinduksi apapun, hanya di beri
aquadest sebanyak 3000mg/kgBB peroral satu kali sehari dimulai sejak hari 1 pasca
ligasi sampai dengan 4 minggu dan dikorbankan pada hari ke-29.
b Kelompok I merupakan kelompok perlakuan positif yang terdiri dari 7 ekor hewan
coba yang dianestesi dengan ketalar, kemudian dilakukan ligasi dengan menempatkan
kawat ligasi melingkari daerah servikal pada 1 gigi insisif rahang bawah. Sebagai
retensi, kawat dilekatkan dengan menggunakan glass ionomer sepanjang 0,5 mm
6

pada bagian fasial gigi. Selanjutnya hewan coba diberi aquades sebanyak 3000
mg/kgBB peroral satu kali sehari dimulai sejak hari ke-1 pasca ligasi sampai dengan 4
minggu dan dikorbankan pada hari ke-29
c Kelompok II merupakan kelompok perlakuan yang terdiri dari 7 ekor hewan coba
yang dianestesi dengan ketalar, kemudian dilakukan ligasi dengan menempatkan
kawat ligasi melingkari daerah servikal pada 1 gigi insisif rahang bawah. Sebagai
retensi, kawat dilekatkan dengan menggunakan glass ionomer sepanjang 0,5 mm
pada bagian fasial gigi. Selanjutnya hewan coba diberi ekstrak bunga rosella sebanyak
1800 mg/kgBB peroral satu kali sehari dimulai sejak hari ke-1 pasca ligasi sampai
dengan 4 minggu dan dikorbankan pada hari ke-29
d Kelompok III merupakan kelompok perlakuan yang terdiri dari 7 ekor hewan coba
yang dianestesi dengan ketalar, kemudian dilakukan ligasi dengan menempatkan
kawat ligasi melingkari daerah servikal pada 1 gigi insisif rahang bawah. Sebagai
retensi, kawat dilekatkan dengan menggunakan glass ionomer sepanjang 0,5 mm
pada bagian fasial gigi. Selanjutnya hewan coba diberi ekstrak bunga rosella sebanyak
3600 mg/kgBB peroral satu kali sehari dimulai sejak hari ke-1 pasca ligasi sampai
dengan 4 minggu dan dikorbankan pada hari ke-29
e Kelompok IV merupakan kelompok perlakuan yang terdiri dari 7 ekor hewan coba
yang dianestesi dengan ketalar, kemudian dilakukan ligasi dengan menempatkan
kawat ligasi melingkari daerah servikal pada 1 gigi insisif rahang bawah. Sebagai
retensi, kawat dilekatkan dengan menggunakan glass ionomer sepanjang 0,5 mm
pada bagian fasial gigi. Selanjutnya hewan coba diberi ekstrak bunga rosella sebanyak
7200 mg/kgBB peroral satu kali sehari dimulai sejak hari ke-1 pasca ligasi sampai
dengan 4 minggu dan dikorbankan pada hari ke-29

3.9.6 Tahapan pembuatan preparat jaringan


Menurut Erna (2002), Sheldon and Sommers (1995) pembuatan preparat dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut :
a. dilakukan pengambilan jaringan periodontal pada regio gigi insisif rahang bawah
untuk dibuat sediaan jaringan.
b. Jaringan difiksasi dengan menggunakan larutan formaldehid 10% selama minimal 2
jam
c. Setelah difiksasi, jaringan dicuci dengan air mengalir.
7

d. Dilakukan proses dekalsifikasi. Proses dekalsifikasi ini menggunakan asam format


50% yang dibuat dari asam format sebanyak 500 ml dilarutkan pada aquades steril
sebanyak 500 ml. Proses dekalsifikasi ini dilakukan selama 24-48 jam. Larutan
dekalsifikasi ini harus diganti setiap hari untuk mendapatkan hasil yang baik. Setelah
proses dekalsifikasi selesai, maka dilakukan pencucian pada air mengalir selama 3-8
jam untuk menghilangkan sisa dari bahan dekalsifikasi.
e. Dehidrasi dengan kosentrasi alkohol yang meningkat sampai alkohol 96%. Dehidrasi
dimulai dengan alkohol 70% selama 1 jam, 80% selama 2 jam, dan 96% selama 5
jam.
f. Masukkan jaringan dalam xylol (clearing) sebanyak 3 kali pada 3 tabung yang
berbeda dengan ketentuan waktu 1 jam, 2 jam, dan 3 jam.
g. Penanaman dalam parafin :
1. Alat cetak yang terbuat dari logam berbentuk siku-siku disusun di atas
permukaan kaca. Alat dan alas diolesi gliserin untuk mempermudah
pemisahan alat cetak dan kaca dengan blok parafin yang sudah beku.
2. Parafin cair dalam dua wadah, yaitu untuk bahan embedding dan parafin
sebagai media penyesuian temperatur yang akan ditanam.
3. Paraffin cair pada tempat pertama dituangkan ke dalam alat cetak hingga
penuh permukaannya, lalu jaringan ditanam pada posisi yang sesuai dan
bagian permukaannya, lalu jaringan ditanam pada posisi yang sesuai dan
bagian permukaan jaringan yang menempel pada kaca diusahakan rata.
h. Pembuatan preparat jaringan dengan pemotongan blok parafin menggunakan
mikrotom.
1. Bila parafin sudah cukup keras, alat cetak dilepaskan dan blok paraffin diberi
label dan siap disayat.
2. Blok paraffin ditempatkan pad alat pemegangnya yang berupa lempengan
logam yang sudah dipanasi. Perhatikan sisi blok mana yang akan dipotong,
kemudian didinginkan sampai suhu kamar agar tidak melekat erat.
3. Pisau mikrotom dipasang pada pegangannya, membentuk sudut 5o-10o. Pisau
harus tajam dan permukaannya harus benar-benar rata.
4. Blok yang sudah menempel pada pemegangnya dipasang pada mikrotom dan
siap dilakukan pemotongan tipis yaitu 6 mikron.
i. Potongan yang sudah diseleksi dipindahkan pada object glass yang telah diolesi
dengan egg albumin.
8

3.9.7 Tahap Pengecatan Haematoxilin Eosin


Menurut Ross (1985), Sobota dan Hamersen (1993) pengecatan preparat jaringan
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Deparafinisasi dengan menggunakan xylol.
b. Preparat dimasukkan ke dalam xylol selama 2 menit lalu diulangi dengan
memasukkan kembali ke dalam xylol dalam wadah yang berbeda selama 2
menit.
c. Dilakukan dehidrasi dengan larutan alkohol 96%, 95%, dan 80% masing-
masing 1 menit.
d. Preparat dibilas dengan air mengalir selama 10-15 menit, mula-mula dengan
alliran lambat kemudian lebih kuat dengan tujuan menghilangkan semua
kelebihan alkohol.
e. Preparat diwarnai dengan zat warna Haematoxilin Mayer’s selama 15 menit.
f. Dibilas kembali di air mengalir selama 20 menit.
g. Preparat direndam eosin selama 15 15 detik sampai 2 menit.
h. Dilakukan dehidrasi kembali dengan larutan alkohol konsentrasi meningkat
95% dan 96% masing-masing 2 menit sebanyak 2 kali dengan wadah yang
berbeda.
i. Setelah melalui alkohol absolut, preparat dipindahkan ke xylol dan dilakukan
mounting.
j. Beri setetes medium saji Entellan yang mempunyai indeks refraksi hampir
sama dengan indeks refraksi kaca pada sediaan hapus. Kemudian sediaan itu
ditutup dengan kaca penutup dan dibiarkan mengering.

3.9.8 Tahapan Pemeriksaan Histologis Tulang Alveolar


Pemeriksaan histologis tulang alveolar dilakukan untuk melihat adanya tanda-tanda
degenerasi dengan metode parafin dengan menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin
(HE). Preparat yang akan dibaca diberi setetes minyak emersi, kemudian dengan mikroskop
perbesaran 1000 kali. Dilakukan gerakan menyusuri preparat sehingga semua daerah terbaca.
Diamati perkembangan penyembuhan tulang alveolar pada jaringan ke 2, ke-3, dan ke-4.
9

3.10 Skema Penelitian

PEMELIHARAAN HEWAN COBA


(TUJUH HARI)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV


(Aquadest) 0,18 g/ekor /hari 0,36 g/ekor /hari 0,72 g/ekor /hari

ADAPTASI 1 ADAPTASI 1 ADAPTASI 1 ADAPTASI 1


MINGGU MINGGU MINGGU MINGGU

LIGASI 1 MINGGU LIGASI 1 MINGGU LIGASI 1 MINGGU

DIAMATI SELAMA 4 MINGGU

PEMERIKSAAN HISTOLOGIS
TULANG ALVEOLAR

UJI STATISTIK

3.11 Analisis Data


Data hasil penelitian diuji dengan uji statistik, yaitu uji normalitas dan homogenitas
dengan menggunakan Kolmogorov Smirvnov test. Bila data berdistribusi normal dan
homogen dilakukan uji beda dengan analisis statistik parametrik. Bila tidak maka analisa
statistik yang digunakan adalah nonparametrik.

Anda mungkin juga menyukai