Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PERBAIKAN NILAI

MATA KULIAH ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER 1

TOPIK PENYAKIT KARDIOVASKULER

(Dr.drh. IGM Krisna Erawan,MSi )

“Penyakit Koagulopati : Hemofilia Pada Anjing”

Disusun Oleh :

Makrina Weni Misa 1609511125

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang maha kuasa karena atas berkat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan paper mata kulia Ilmu Penyakit Dalam Veteriner 1
dengan judul Penyakit Koagulopati : Hemofilia di topik penyakit Kardio Vaskuler sebagai bahan
pertimbangan dosen pengampuh mata kulia Ilmu Penyakit Dalam Veteriner dan kesempatan luar
biasa yang berikan kepada penulis untuk memperbaiki nilai mata kulia

Akhir kata Penulis mengucapkan banyak terimakasi kepada Dosen koordinator matakulia
yang sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan paper ini

Penulis menyadari paper ini jauh dari sempurna maka penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari Koordinator dan dosen pengampuh mata kulia Ilmu Penyakit Dalam
Veteriner 1 untuk menilai kelayakan paper ini

Denpasar,2 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ 1


KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 3
BAB 1
1.1.LATAR BELAKANG............................................................................................ 4
1.2.RUMUSAN MASALAH........................................................................................ 4
1.3.TUJUAN PENULISAN ......................................................................................... 4
BAB 2
2.1.PENGERTIAN HEMOFILIA ................................................................................ 6
2.2.ETIOLOGI............................................................................................................. 6
2.3.PATOFISIOLOGI .................................................................................................. 8
2.4.GEJALA KLINIS................................................................................................... 10
2.5.DIAGNOSA .......................................................................................................... 10
2.6.CARA PENANGANAN
BAB 3 PENUTUP
3.1.KESIMPULAN ..................................................................................................... 12
3.2.SARAN ................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Hemofilia merupakan salah satu gangguan koagulopati pada anjing yang bersifat
inheritance atau turunan sebagai hasildari adanya defisiensi faktor VIII bagi hemofilia A dan faktor
IX pada penderita hemofilia B. Kedua kelainan tersebutsangat berkaitan dengan kromosom X,
sehingga gejala klinis akan timbul pada hewan jantan, jarang terjadi pada hewan betina dan
biasanya betina akan berperan sebagai carrier (Nielssen 2007). Gejala klinis yang timbul berupa
pendarahan yang bersifat spontan dan akan bervariasi pada setiap individu.

Gangguan hemofilia telah beberapa kali dilaporkan terjadi pada beberapa ras anjing murni
dan juga mongrel. Ras anjing yang paling sering dilaporkan mengalami gangguan hemofilia A
diantaranya German shepherd,german shorthaired pointer, dan Siberian husky.

Beberapa ras anjing lainnya yang juga pernah dilaporkan antara lain Beagle, Collie,
Chihuahua, French bulldog, English setter,Golden retriever, Labrador retriever, Poodle, St.
Bernard,Samoyed, Shetland sheepdog, dan Weimaraner. Ras anjing yang paling sering dilaporkan
mengalami hemofilia B antara lain Alaskan malamute, American cocker spaniel, Black and tan
coonhound, Cairn terrier, Labrador retriever dan St Bernard (Ackerman 2011).

1.2.RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksudkan dengan Haemofilia?

2. Apa penyebab dari Haemofilia?

3. Bagaimana patofisiologi dari haemofilia?

4. Bagaimana gejala klinis dari haemofilia?

5. Bagaiman cara mendiagnosa haemofilia?

6. Bagaimana cara menangani haemofilia?

1.3.TUJUAN PENULISAN

1. Untuk Mengetahui pengrtian Haemofilia?

4
2. Untuk Mengetahui penyebab dari Haemofilia

3. Untuk Mengetahui patofisiologi dari haemofilia

4. Untuk Mengetahui gejala klinis dari haemofilia

5. Untuk Mengetahui cara mendiagnosa haemofilia

6. Untuk Mengetahui cara menangani haemofili

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN HAEMOFILIA

Hemofilia adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan kelainan pembekuan darah herediter
pada trombosit yang tidak bisa membuat factor VIII (AHF/antihemopilitic factor) atau disebabkan
juga oleh kelainan atau defisiensi fungsional faktor koagulasi IX (Arita Murwani,2008.90).
Penyakit ini dikarakteristikan oleh defisiensi factor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh
mutasi pada kromosom X. Hemofilia diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu hemofilia A
(defisiensi atau tidak bisa membuat faktor VIII sehingga menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah) yang merupakan koagulopati dan bisa diwariskan pada anjing dan hemofilia B
yang disebabkan oleh kelainan atau defisiensi fungsional faktor koagulasi IX.

2.2.ETIOLOGI :
1. Hemofilia A
Hemofilia A adalah kelainan terkait mutase pada kromosom X dan dapat diturunkan
karena kekuragan faktor VIII (AHF/antihemopilitic factor). gen tersebut terletak pada
kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg, 2000). Hemofilia A
adalah kelainan perdarahan umum yang terkait dengan defisiensi kuantitatif dna atau
kualitatif pada koagulasi protein plasma faktor VIII (FVIII). Pada anjing hemofilia A
diakibatkan oleh mutase genetik yang menyebabkan inversi gen FVIII. Pada dasarnya
penyakit ini identik dengan manusia dalam gejala klinisnya. Pada domba hemofilia A
terjadi dengan perdarahan yang berkepanjangan dan juga sering ditemukan hemoragi
jaringan lunak serta hemarthropati. Pada tikus hemofilia A besifat resesif autosomal
dikarenakan gen FVIII berada pada kromosom 18 berkebalikan dengan anjing dan domba
dimana penyakit ini terkait keturunan X.
Gen utuk FVIII dibawa kromosom X menjadikannya penyakit resesif terkait seks. Ini
berarti hanya satu gen normal yang diperlukan untuk mencegah hemofilia A. anjing jantan
(XY) mewarisi satu kromosom X (induk) dan anjing betina (XX) mewarisi dua kromosom
X (induk dan pejantan). Jantan dengan satu gen FVIII normal dan seekor betina dengan

6
dua gen FVIII normal benar- benar bersih dari hemofilia dan tidak mewariskannya kepada
keturunannya. Pejantan dengan gen FVIII abnormal pada salah satu kromosom X-nya akan
mentransmisikan gen abnormal ke semua anak betinanya namun tdak ada satupun pada
anak jantannya.
Induk dengan satu gen FVIII normal dengan satu gen abnormal akan mewariskan ½
anak jantan dan anak betina secara rata.
2. Hemofilia B
Hemofilia B disebabkan oleh defisiensi koagulasi FIX dan telah ditemukan pada
lebih dari 25 keturunan anjing. Anjing dengan hemofilia B dapat secara spontan berdarah
ke dada, perut, otot, persendian dan tempat bekas operasi. Dibandingkan dengan Hemofilia
A, Hemofilia B cenderung menjadi penyakit yang lebih ringan. Seperti Hemofilia A,
Hemofilia B adalah sifat resesif terkait seks. Gen untuk Factor IX dibawa pada kromos om
X, jadi pola pewarisannya sama dengan hemofilia A.

3. Tingkatan Hemofilia
Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :
Klasifikasi Kadar FVIII dan FIX di dalam darah Episode perdarahan
Berat < 1% dari jumlah normal Perdarahan
spontan,perdominan
pada sendi dan otot
Sedang 1%- 5% dari jumlah normal Perdarahan spontan
kadang-kadang.Perdarahan
berat dengan trauma.
Ringan 5%- 30% dari jumlah normal Perdarahan berat dengan
trauma / pembedahan
mayor

• Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX
kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali
perdarahan dalam sebulan. Kadang – kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab
yang jelas.

7
• Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan
hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat,
seperti olah raga yang berlebihan.
• Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami
masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau
mangalami luka yang serius
2.3. PATOFISIOLOGI

Hemofilia merupakan penyakit yang terdiri dari beberapa kelainan genetik,


menyebabkan perubahan produksi faktor koagulasi yaitu faktor VIII (hemofilia A), IX (hemofilia
B), Faktor VIII (koenzim), IX (enzim serin protease), dan XI adalah protein yang diproduksi di
hati yang diperlukan dalam kaskade pembekuan darah dan koagulasi (Stoelting, 2012). Sekitar 80-
85% kasus hemophilia merupakan Hemofilia A (Srivastava, A., Brewer, AK, Mauser-Bunschoten,
EP, et. Al., 2013).

Hemofilia A adalah kelainan resesif terkait jenis kelamin, terutama jantan. Bagian dari gen
yang memengaruhi produksi faktor VIII cukup besar, dan keparahan penyakit ini terkait dengan
banyaknya gen yang mengalami perubahan.

Seperti disebutkan sebelumnya, faktor VIII adalah protein yang diproduksi di hati yang
berperan utama dalam jalur intrinsik kaskade pembekuan darah, dan sangat penting untuk
mengaktivasi faktor X yang berperan dalam perkembangan protrombin dan trombin (Hall &
Guyton, 2011). Tanpa proses koagulasi dan pembekuan darah yang cukup, hemostasis tidak dapat
dicapai dan pendarahan patofisiologis terjadi.

8
Tanpa trombin dan fibrin, pembekuan darah tidak dapat terjadi dengan stabil karena kedua
protein ini bekerja sebagai protein struktural untuk menjaga stabilitas pembekuan darah (Hall &
Guyton, 2011).

Signifikansi Patofisiologi

Seperti halnya patofisiologi penyakit lain, tingkat keparahan Hemofilia A dapat


bervariasi dan langsung berhubungan dengan tingkat keparahan defisiensi faktor VIII
(Srivastava, A., Brewer, A. K., Mauser-Bunschoten, E. P., et. al., 2013). Sebagaimana
dikatakan sebelumnya, faktor VIII penting dalam proses hemostasis jalur koagulasi
intrinsik. Tanpa aktivasi intrinsik, koagulasi akan bergantung pada aktivasi jalur ekstrinsik,
yaitu faktor VIIa (Hall & Guyton, 2011). Waktu aktivasi protrombin akan meningkat
seiring dengan kemampuan koagulasi intrinsik (Stoelting, 2012).

Sayangnya, pada pasien hemofilia A berat dapat ditemukan inhibitor faktor VIII
dan faktor VIII (Stoelting, 2012). Inhibitor juga dapat ditemukan pada 9% kasus hemofilia

9
A ringan. Inhibitor faktor VIII adalah antibodi IgG yang diproduksi sebagai respon imun
terhadap pengobatan dengan jalan penggantian faktor VIII. IgG akan berikatan dengan
faktor VIII menyebabkan inaktivasi faktor VIII dan mampu menghambat proses koagulasi
(Kasper, 2004). Pengobatan dengan mengganti faktor VIII dengan derivat plasma atau
generasi rekombinan tidak memengaruhi timbulnya inhibitor. Keberadaan inhibit or
memiliki pengaruh yang besar dalam manajemen klinis pasien dengan hemofilia A
(Kasper, 2004).

2.4.GEJALA KLINIS

Koagulopati yang disebabkan hemofilia A dan B sulit dibedakan secara klinis (Callan et
al., 2015). Gejala yang ditimbulkan hemophilia meliputi kepincangan akibat hemartrosis,
hematoma intramuskuler dan subkutan, hemorhagi berlebihan pada luka ringan dan gusi akibat
tumbuh gigi. Pasien dengan hemofilia parah memiliki resiko tinggi terhadap hemorhagi spontan
dan fatal, sedangkan pasien hemophilia ringan beresiko hanya pada post-surgery atau trauma.
Gejala klinis yang timbul secara umum lebih parah pada anjing besar dan muda (Nakata et al.,
2006).

Gambar 1. Intramuskular hematoma pada anjing ras Maltese.

2.5. DIAGNOSIS

Diagnosis laboratorium hemofilia didasarkan pada hasil tes koagulasi. Kedua bentuk
hemofilia menyebabkan perpanjangan spesifik dari tes skrining (ACT dan aPTT), namun tidak

10
mempengaruhi p engujian jalur ekstrinsik / umum atau fibinogen. Diagnosis dan diferensiasi
definitif hemofilia A dari hemofilia B memerlukan pengukuran spesifik aktivitas koagulan FVIII
dan FIX. Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan aktivitas faktor residu. Hemophilia berat
ditandai dengan FVIII: C atau FIX: C <2% dari normal, sedangkan aktivitas faktor 2 - 20%
berhubungan dengan hemofilia sedang sampai ringan. Nilai uji faktor berasal dari perbandingan
plasma pasien dengan aktivitas standar plasma. Reaksi kinetika bervariasi antar spesies; Oleh
karena itu, uji aktivitas faktor hewan paling baik dilakukan dengan menggunakan standar plasma
spesies yang sama.
2.6.PENANGANAN :

Transfusi adalah cara utama untuk mengendalikan atau mencegah perdarahan pada
hewan yang terkena hemofilia A atau B. Plasma beku segar mensuply FVIII dan FIX, sedangkan
kriopresipitat merupakan produk spesifik untuk penggantian FVIII, dan persediaan
kriosupernatant FIX. Interval transfusi untuk penderita hemofilia bervariasi tergantung pada
aktivitas faktor residual, dan gambaran klinis seperti ukuran, aktivitas, dan kondisi pasien yang
selanjutnya mengganggu hemostasis. Pemeliharaan pasien dengan hemofilia berat (<2% FVIII: C,
FIX: C) sulit karena terjadi perdarahan berulang. Banyak hewan yang terkena hemofilia parah
akan di eutanasia karena kualitas hidup yang buruk, atau mengalami pendarahan fatal sebelum
berusia 1 tahun.

11
BAB III

PENUTUP

3.1.KESIMPULAN
Hemofilia merupakan penyakit yang menurun (Nielssen 2007). Sehingga hewan yang telah
diketahui mengalami hemofilia atau berperan sebagai carrier sebaiknya tidak digunakan sebagai
indukan maupun pejantan

3.2.SARAN
Kejadian hemofilia pada anjing dapat berakibat fatal sehingga diperlukan diagnosa dan
penanganan yang segera, cepat dan tepat sangat diperlukan. Pengobatan yang dapat dilakukan
berupa transfusi darah atau plasma untuk menangani syok hipovolemik.jika hewan kesayangan
anjing mengalami haemofilia di harapkan dapat membawanya ke dokter hewan terdekat untuk
penanganan lebi lanjut

12
DAFTAR PUSTAKA

Callan, M., et al. 2015. Successful Phenotype Improvement following Gene Therapy for Severe
Hemophilia A in Privately Owned Dogs. Plos One. 2016 doi:10.1371 PMID: 0151800

Dinneen, D. 2014. Hemophilia A: Pathophysiology and Treatment Strategies. MSN Student Scholarship.
From http://digitalcommons.otterbein.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1011&context=stu_msn

Hall, J. E., & Guyton, A. C. (2011). Guyton and Hall textbook of medical physiology (12th ed.).
Philadelphia, Pa: Saunders/Elsevier.

Kasper, C. K. (2004). Diagnosis and management of inhibitors to factors VIII and IX. Treatment of
Hemophilia Monograph. World Federation of Hemophilia.

Srivastava, A., Brewer, A. K., Mauser- Bunschoten, E. P., et. al. (2013), Guidelines for the management
of hemophilia. Haemophilia, 19(1)e1–e47. doi: 10.1111/j.1365-2516.2012.02909.x

Stoelting, R. K. (2012). Stoelting's anesthesia and co-existing disease (6th ed.). Philadelphia: Churchill
Livingstone/Elsevier.

Nakata, M., et al. 2006. Hemophilia B in a Crossbred Maltese Dog. J. Vet. Med. Sci. 68(11): 1223-1224,
2006. From http://www.jstage.jst.go.jp/article/jvms/68/11/68_11_1223/_article

13

Anda mungkin juga menyukai