Anda di halaman 1dari 13

PAPER DIAGNOSA KLINIK VETERINER

‘’RINGWORM PADA SAPI’’

DISUSUN OLEH:

Makrina Weni Misa 1609511125

LABORATORIUM DIAGNOSA KLINIK VETERINER

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Paper dengn judul Ringworm pada sapi mata
kuliah Diagnosa Klinik Veteriner tanpa suatu halangan yang berarti. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu dalam
penyusunan laporan praktikum ini.

Dalam penyusunan Paper ini mungkin terdapat kesalahan kata baik yang disengaja
maupun yang tidak disengaja. Serta penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik
untuk kesempurnaan tugas penulis yang berikutnya. Dengan adanya laporan praktikum
ini, penulis berharap dapat digunakan sebagai bahan bacaan serta menambah
pengetahuan pembaca.

Denpasar, 4 januari 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kondisi geografis Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan suhu dan
kelembaban yang tinggi dapat memudahkan tumbuhnya jamur, sehingga infeksi oleh
karena jamur pada hewan umumnya dan khususnya sapi di Indonesia banyak
ditemukan. Hal ini juga didukung oleh data NADIS (National Animal Disease
Information Servive) yang menunjukan bahwa musim dingin terutama dalam keadaan
basah dapat meningkatkan kejadian penyakit kulit pada sapi.
Ringworm merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum pada sapi (Laven,
2004).Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh jamur pada bagian superficial
dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk). Penyakit
kulit ini pada ternak tidak berakibat fatal namun dapat menurunkan nilai ekonomis
ternak. Ringworm juga dapat menular antara sesama hewan, antara manusia dengan
hewan dan hewan dengan manusia. Penyakit ini sering dijumpai pada hewan yang
dipelihara secara bersama-sama dan merupakan penyakit mikotik yang tertua di dunia
(Ahmad, 2005).
Penyakit kulit ini dinamakan ringworm karena pernah diduga penyebabnya adalah
worm dan karena gejalanya dimulai dengan adanya peradangan pada permukaan kulit
yang bila dibiarkan akan meluas secara melingkar seperti cincin maka dinamai
ringworm. Meskipun sekarang telah diketahui bahwa penyebab penyakit adalah jamur
tetapi akhirnya pemakaian istilah ringworm tetap dipakai sampai sekarang (Ahmad,
2005).

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud dengan penyakit ringworm pada sapi?
2. Bagaimana patogenesis penyakit Ringworm pada sapi?
3. Bagaimana gejala klinis dari penyakit ringworm pada sapi?
4. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit ringworm pada sapi?
5. Bagaimana cara mengobati penyakit ringworm pada sapi?

1.3.Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui penyebab penyakit ringworm pada sapi.
2. Untuk mengetahui patogenesis penyakit Ringworm pada sapi.
3. Untuk mengetahui gejala klinis dari penyakit ringworm pada sapi
4. Untuk mengetahui cara mendiagnosa penyakit ringworm pada sapi
5. Untuk mengetahui cara mengobati penyakit ringworm pada sapi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Etiologi

Penyebab ringworm pada sapi adalah jamur dermatofit yaitu jamur dari genus
Trichophyton dan spesies Trichophyton verrucosum, T. mentagrophytes danT.
megninii. Dinegara-negara yang beriklim tropis atau dingin, kejadian ringworm lebih
sering, karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan selain kurang menerima sinar
matahari secara langsung, juga sering bersama - sama di kandang, sehingga kontak
langsung di antara sesama individu lebih banyak terjadi. Penyebaran infeksi dapat
terjadi karena kontak langsung dengan hewan atau patahan bulu yang terinfeksi (Al-Ani
et al, 2002).

2.2. Patogenesis

Spora jamur penyebab ringworm dapat melekat pada bagian tubuh tertentu melalui
kontak langsung atau tak langsung maupun melalui udara. Kemudian spora jamur
penyebab ringworm tumbuh pada jaringan yang mengandung keratin seperti kulit,
rambut dan kuku. Jamur penyebab infeksi parasit (dermatophytes) ini memakan keratin,
yaitu material yang terbentuk di lapisan terluar dari kulit, rambut dan kuku (Wikipedia ,
2010).

Jamur penyebab ringworm ini menghasilkan enzim seperti asam proteinase, elastase,
keratinase dan proteinase lain yang merupakan penyebab keratinolisis/keratinolit ik.
Infeksi ringworm dapat dimulai dari kulit kepala, selanjutnya dermatofita tumbuh ke
bawah mengikuti dinding keratin folikel rambut. Infeksi pada rambut berlangsung tepat
di atas akar rambut. Sebagian memasuki batang rambut (endotrix), membuat rambut
mudah patah di dalam atau pada permukaan folikel rambut / black dot ringworm
(Jawetz, 1996).
Ringworm hanya dapat tumbuh pada jaringan yang mengandung keratin seperti
kulit,rambut dan kuku. Hal ini disebabkan karena ringworm menggunakan keratin
sebagai sumber makanan (keratinophilic/keratinofilik). Ringworm menghasilkan enzim
seperti asamproteinase, elastase, keratinase dan proteinase lain yang merupakan
penyebab keratinolisis/keratinolytic. Ringworm pada sapi lebih banyak diderita oleh
hewan muda dari pada yang dewasa. Hal ini disebabkan karena pada hewan dewasa
telah terbentuk kekebalan. Perubahan klinis dimulai dengan eritema, kemudian diikuti
dengan eksudasi,panas setempat, dan terjadinya alopecia. Karena jamur tidak tahan
dalam suasana radang, jamur berusaha meluas ke pinggir lesi, hingga akhirnya terbentuk
lesi yang berupa lesi yang bulat atau sirkuler berwarna coklat kekuningan, dengan
bagian tengahnya mengalami kesembuhan (Chermette et al, 2008).

gambar 2. Patogenesis Dermatofitosis

2.3. Gejala Klinis

Perubahan klinis ringworm bervariasi pada berbagai jenis hewan dan gambaran yang
dihasilkan oleh satu spesies jamur mungkin bervariasi untuk spesies ternak yang sama,
hal tersebut mungkin disebabkan oleh kemampuan hewan bereaksi secara imunologik
(Subronto, 2003).

Pada sapi di bagian permukaan kulit dan bulu yang terinfeksi akan ditemukan adanya
lesi berbentuk bulatan-bulatan seperti cincin dalam berbagai ukuran dan berwarna
keputih-putihan, yang dalam keadaan intensif dapat disertai dengan adanya kerak-kerak
peradangan dan kerontokan bulu. Lesi ini dapat ditemukan pula di daerah kepala, leher
dan bahu. Pada sapi tidak dijumpai tanda-tanda kegatalan, hewan yang parah tubuhnya
sangat kurus dan tidak ada nafsu makan (Al-Ani et al, 2002).

Gejala klinis yang teramati dari kasus ringworm pada sapi adalah kulit bewarna
kemerahan, keropeng dengan bentukan sisik - sisik dan penebalan, lesi terdapat di
kepala, leher, dekat mata atau mulut, pangkal ekor, bahu atau di tempat lain dari tubuh
serta alopesia (Subronto, 2003). Alopesia merupakan suatu kondisi hilangnya rambut
secara parsial (sebagian) atau secara keseluruhan pada bagian tubuh. Alopesia pada
ringworm disebabkan oleh adanya inflamasi pada folikel rambut yang dapat
mengakibatkan rusaknya batang rambut dan kerontokan rambut (Scott et al., 2001).
Lesi berbentuk bulatan – bulatan seperti cincin dalam berbagai ukuran dan berwarna
keputih – putihan yang dalam keadaan intensif dapat disertai dengan adanya kerak –
kerak peradangan.

2.4. Diagnosa

Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti infeksi bakteri
dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi
dan tidak adanya tanda-tanda kegatalan dapat memastikan bahwa hewan tersebut
menderita penyakit ringworm (Scott, 1988).Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan
laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat
diperiksa dengan pemeriksaan langsung dengan mikroskop atau dengan membuat
biakan pada media. Pemeriksaan langsung mikroskop dengan cara membuat preparat
native yang diberikan potasium hydroxide (KOH) 10% kemudian diamati dengan
mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan 400x. Pada biakan/kultur media,
sampel yang diambil dari hewan suspect ringworm diberikan KOH 20% dan
ditumbuhkan pada media Sabouraud GlucoseAgar (SGA) yang ditambah
chloramphenicol dan cycloheximide untuk menghambat kontaminasi bakteri dan jamur
saprofic. Media di inkubasi selama 4 minggu dengan temperatur 28 sampai 30ºC
(Ozkanlar et al, 2009).

2.5. Pengobatan

Meski secara alamiah dapat sembuh sendiri namun pengobatan pada hewan penderita
harus dilakukan. Mekanisme secara alamiah untuk menghilangkan infeksi ringworm
dapat terjadi akibat berhentinya produksi keratin sebagai akibat dari reaksi peradangan.
Terdapat beberapa kelompok obat dengan berbagi cara dapat dipakai untuk
menghilangkan ringworm, yaitu obat Iritan bekerja untuk membuat reaksi radang
sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit, obat keratolitik bekerja untuk menghilangkan
ringworm yang hidup pada stratum korneum dan obat fungisidal yang secara langsung
merusak dan membunuh ringworm. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan
topikal (Ahmad, 2005).

Mekanisme secara alamiah tersebut terjadi akibat berhentinya produksi keratin pada
kulit sebagai akibat dari reaksi peradangan yang timbul pada infeksi ringworm. Meski
secara alamiah dapat sembuh sendiri namun pengobatan pada hewan penderita harus
dilakukan. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal (Ahmad, 2005).

Menurut Subronto (2003), menyatakan bahwa secara farmakologik obat – obat


ringworm dibedakan ke dalam 5 golongan yaitu :

1. Iritansia, yang menghebatkan proses radang

2. Keratolitikum, yang meluruhkan dan menghilangkan keratin

3. Fungistatikum, yang menahan pertumbuhan jamur lebih lanjut

4. Fungisid, yang membunuh jamur secara langsung

5. Obat yang menghentikan pertumbuhan rambut, hingga keratin juga tidak terbentuk.
Penggunaan ketoconazole sebagai pengobatan secara topikal dapat juga digunakan
untuk memberantas jamur penyebab ringwom ini. Ketoconazole ini memiliki persamaan
struktur dengan imidazole dan bekerja dengan menghambat sintesis ergosterol yang
merupakan penyusun membran sel jamur (Wikepedia, 2010).

Pengobatan dapat dilakukan sistemik dan topikal :

1. Secara sistemik dapat diberikan preparat griseofulvin dengan dosis 7,5– 10


mg/kg secara PO satu kali sehari.
2. Secara topikal menggunakan mikonazol 2 % atau salep yang
mengandung Asam benzoat 6 g, asam salisilat 3 g, sulfur 5 g, iodine 4 g and
vaseline 100 g.

2.6. Pencegahan

Salah satu cara yang efektif untuk pencegahan adalah meningkatkan kebersihan
meliputi kebersihan hewan dan kebersihan kandang, perbaikan gizi dan tata laksana
pemeliharaan. Kandang sapi harus sering dijaga kebersihannya dengan membersihkan
secara teratur, sapi diberikan konsentrat, rumput dan vitamin seperlunya (Ahmad,
2005).

Pencegahan terjadinya penyebaran penyakit ringworm dapat juga dilakukan dengan


cara mengisolasi hewan yang terinfeksi ringworm agar tidak terjadi kontak dengan
hewan sehat dan vaksinasi. Upaya pengembangan vaksin ini untuk vaksinasi dalam
mencegah jamur dermatofitosis pada spesies hewan yang berbeda telah dimulai lebih
dari tiga puluh tahun yang lalu. Pengenalan sebuah vaksin hidup berisi LTF-130 strain
T. verrucosum terhadap dermatofitosis bovine (Ringvac) digunakan dalam
pemberantasan penyakit di negara di mana vaksinasi bisa diterapkan dengan skala yang
luas dan sistematis (Carmette et al., 2008).
KASUS
Sinyalemen dan Anamnesa Pasien merupakan seekor sapi betina berumur 4 tahun
dengan jenis kelamin betina. Berdasarkan anamnesa dengan pemilik, Lesi muncul pada
awal bulan maret 2019 pasca sapi digembalakan di padang. Sistem pemeliharaan semi
intensif pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau secara intensif. pakan yang
diberikan kombinasi gamal dan petes. Jumlah populasi sapi 16 ekor. Yang menunjukkan
gejala hanya 1 ekor. Sudah divaksin. Sapi diikat didepan rumah, dekat dengan kandang
babi.

Pemeriksaan Fisik

Ditemukan lesi pada permukaan kulit daerah kepala (mandibula) leher, thorax &
abdomen. Lesi berdiameter ± 2-7 cm. Nafsu makan baik. Sapi masih bergerak aktif.
BCS 3 (skala 1-5). Frekuensi nafas : 28 x/mnt Frek Pulsus : 48x/mnt Suhu tubuh :
38.7oC. Mukosa berwarna merah muda pucat dengan Capillary refil time < 2 detik.
Palpasi kelenjar limfe tidak ditemukan perubahan dan pembengkakan.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dengan melakukan pengerokan lesi kulit. Hasil kerokan kulit
dibawa Laboratorium Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan Undana untuk
diidentifikasi. Hasil pemeriksaan ditemukan jamur arthrospora, sporangiospora koloni
dermatofita.
Diagnosa dan Prognosa Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis suspek ringworm dengan prognosa fausta namun
membutuhkan waktu penyembuhan yang lama. Penanganan Lesi dibersihkan dan
disikat menggunakan air dan detergen. Lesi kemudian dioleskan ketoconazole salep
sehari 2 kali secara tipis di pinggir lesi.
BAB III

PENUTUP

Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh jamur pada bagian superficial
ataubagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk).
Pencegahan terjadinya ringworm dapat dilakukan dengan bebeapa cara yakni
meningkatkan kebersihan kandang,Perbaikan gizi hewan ternak, dan tata laksana
pemeliharaan. Terapi ringworm dapat dilakukan dengan beberapa golongan obat
diantaranya :

1. Iritansia, yang menghebatkan proses radang

2. Keratolitikum, yang meluruhkan dan menghilangkan keratin

3. Fungistatikum, yang menahan pertumbuhan jamur lebih lanjut

4. Fungisid, yang membunuh jamur secara langsung

5. Obat yang menghentikan pertumbuhan rambut, hingga keratin juga tidak terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z. 2005. Permasalahan dan Penanggulangan Ringworm Pada Hewan.


Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Bogor

Al-Ani, F.K., F.A. Younes and O.F. Al-Rawashdeh. 2002. Ringworm Infection in
Cattle and Horses in Jordan. Acta Vet. Brno :71 : 55-60.

Antoh L dan SimarmataYTR. 2021.Laporan kasus Ringworm pada sapi bali.


Fakultas Kedokteran hewan Nusa cendana. Jurnal Veteriner Nusantara

Carmette. R., L. Ferreiro., and J. G. 2008. Dermatophytoses in Animals.


Mycopathologia. Springer Science and Business Media B.V.

Soeharsono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia vol


1.Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai