Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota


2.1.1 Pengertian Dinkes Kabupaten / Kota
Menurut PERMENKES Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota adalah satuan kerja
pemerintah daerah Kabupaten / Kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan urusan pemerintah dalam bidang kesehatan di
Kabupaten/Kota.

2.1.2 Kedudukan Dinkes Kabupaten / Kota


Menurut PERMENKES Nomor 49 Tahun 2016 tentang
pedoman teknis pengorganisasian dinas kesehatan provinsi dan
Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota merupakan
unsur pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan
daerah. Dinkes daerah Kabupaten / Kota dipimpin oleh Kepala
Dinkes Kabupaten / Kota yang berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati / Walikota melalui Sekretaris
Daerah (SEKDA).

2.1.3 Tipelogi Dinkes dan Jumlah Unit Kerja


Menurut PERMENKES Nomor 49 Tahun 2016 tentang
pedoman teknis pengorganisasian dinas kesehatan provinsi dan
Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan dibedakan dalam tiga tipe,
terdiri dari :
1. Dinas Derah tipe A mewadahi pelaksanaan fungsi Dinas Daerah
Kabupaten / Kota dengan beban kerja yang besar. Dalam hal
unit kerja pada Daerah Kabupaten / Kota tipe A, mempunyai
unit kerja terdiri atas :
1. 1 (satu) sekretariat dengan paling banyak 3 (tiga) sub
bagian.
2. 4 (empat) bidang dengan masing-masing bidang paling
banyak 3 (tiga) seksi.
2. Dinas Daerah tipe B mewadahi pelaksanaan fungsi Dinas
Daerah Kabupaten / Kota dengan beban kerja sedang, Dlam hal
unit kerja pada Daerah Kabupaten / Kota tipe B, mempunyai
unit kerja terdiri atas :
1. 1 (satu) sekretariat dengan paling banyak 2 (dua) sub
bagian.
2. 3 (tiga) bidang dengan masing-masing bidang paling
banyak 3 (tiga) seksi.
3. Dinas Daerah tipe C mewadahi pelaksanaan fungsi Dinas
Daerah Kabupaten / Kota dengan beban kerja yang kecil. Dalam
hal unit kerja pada Derah Kabupaten / Kota tipe C, mempunyai
unit kerja terdiri atas :
1. 1 (satu) sekretariat dengan paling banyak 2 (dua) sub
bagian.
2. 2 (dua) bidang dengan masing-masing bidang paling banyak
3 seksi.

2.1.4 Jabatan Dinkes Kabupaten / Kota


Menurut PERMENKES Nomor 49 tahun 2016 tenrang
pedoman teknis pengorganisasian dinas kesehatan provinsi dan
kabupaten/kota, jabatan di Dinkes kabupaten / kota adalah sebagai
berikut:
1. Dinkes Daerah Kabupaten / Kota dengan tipelogi A,B, dan C
dipimpin oleh seseorang Kepala Dinas denga jabatan Eselon
II B atau dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.
2. Sekretariat Dinas Kbupaten / Kota dengn tipelogi A,B, dan C
dipimpin oleh Sekretariat dengan jabatan Eselon III A atau
dalam Jabatan Administrator.
3. Bidang pada Dinkes Kabupaten / Kota dengan tipelogi A,B,
dan C dipimpin oleh Kepala Bidang dengan jabatan Eselon
IV A atau Jabatan Pengawas.
4. Sub Bagian pada Dinkes Kabupaten / Kota dengan tipologi
A,B, dan C dipimpin oleh Kepala Sub Bagian dengan jabatan
Eselon IV A atau dalam Jabatan Pengawas.

2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat ( PUSKESMAS )


2.2.1 Pengertian Puskesmas
Menurut PERMENKES Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas, Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorang tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif untujk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerjanya.
Menurut Ginanjar, et al (2016) tentang peran kepala
puskesmas dalam pengembangna UKBM (Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Manusia) dikabupaten Pubalingga, Puskesmas
merupakan institusi yang paling berperan dalam upaya
pemberdayaan kesehatan masyarakat, karena salah asatu fungidari
Puskesmas adalah sebagai pusat pemberdayaan kesehatan
masyarakat melalui pembinaan terhadap UKBM.

2.2.2 Visi dan Misi Puskesmas


Menurut KEPMENKES Nomor 128 Tahun 2004 tentang
kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat, Visi pembangunan
kesehatn yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya
Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan
Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang
ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat
yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatn yang
setinggi-tingginya.

Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4


indikator utama yaitu:

1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat
3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan

Misi Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh


puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan
kesehatan nasional. Misi tersebut adalah :

1. Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah


kerjanya.
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan
msyarakat di wilayah kerjanya.
3. Memelihra dan meningkatkan mutu, pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehata perorangan, keluarga,
dan masyarakat beserta lingkungannya.

2.2.3 Tujuan Puskesmas


Menurut PERMENKES Nomor 75 Tahun 2014 Tentang
Puskesmas, tujuan puskesmas adalah untuk mewujudkan
masyarakat yang :
1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat
2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
3. Hidup dalam lingkungan sehat
4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat

2.2.4 Tugas Puskesmas


Menurut Nor Sanah (2017) tentang pelaksanaan fungsi
Puskesmas dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di
Kecamatan Long kali Kabupaten Paser, Puskesmas merupakan unit
pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan Kabupaten / Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan
disuatau wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
strata pertama menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan, yang meliputi pelayanan kesehatan perorang
(private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public
goods).

2.2.5 Fungsi Puskesmas


Menurut PERMENKES Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas, dalam penyelenggaraan fungsi puskesmas adalah
sebagai berikut :
1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah
kesehatn masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang
diperlukan.
2. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
3. Melaksanakan advokasi dan sosialaisasi kebijakan kesehatan.
4. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan
dan upaya kesehatan berbasis masyarakat.
5. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
puskesmas.
6. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan
kesehatan.

2.2.6 Pelayanan Puskesmas


Menurut PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2016 tentang
standar pelayanan minimal bidang kesehatan, disebutkan mengenai
jenis layanan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di
Kabupaten / Kota sebagai berikut :
1. Pelayanan kesehatan ibu hamil
2. Pelayanan kesehatan ibu bersalin
3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
4. Kesehatan balita
5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
6. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
7. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut
8. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi
9. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus
10. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat
11. Pelayanan kesehatan orang dengan TB
12. Pelayanan kesehatan orang dengan resiko terkena HIV

2.2.7 Program Puskesmas


Menurit Trihono (2002) tentang pedoman manajemen
puskesmas, program yang harus dilakukan oleh tiap puskesmas
yang dikemas dalam ’ basic six ’ yaitu:
1. Promosi kesehatan (PromKes)
2. Kesahatan lingkungan (KesLing)
3. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) termasuk Keluarga Berencana
(KB)
4. Perbaikan Gizi
5. Pemberantas Penyakit Menular
6. Pengobatan
Indikator keberhasilan misi pelayanan kesehatan masyarakat
adalah IPMS (Indikator Potensi Masyarakat Sehat) terdiri dari
cakupan dan kualitas program tersebut di atas, IPMS minimal
mencakup seluruh indikator cakupan program pokok dan kualitas
layanan kesehatan, yang antara lain :

Tabel 2.1 indikator program kesehatan dasar puskesmas

Program Kegiatan Indikator


Pokok
Promosi Promosi hidup bersih Perbaikan perilaku sehat
Kesehatan dan sehat
Kesehatan Bimtek penyehatan Perbaikan Lingkungan
Lingkungan permukiman
ANC, K4, Linakes
Kesehatan Ibu MTBS, Cakupan MTBS
dan Anak Imunisasi, Cakupan Imunisasi
KB Cakupan MKET
Diare Cakupan Penemuan Kasus
Pemberantasan ISPA Cakupan penemuan kasus
Penyakit Malaria Cakupan penemuan kasus
Manular TB Kesembuhan
Medik Dasar Cakupan pelayanan
Pengobatan UGD Jumlah kasus
Lab Sederhana Jumlah pemeriksaan
Distribusi vit A/Fe/Cap Cakupan vit A/Fe/Cap
Yod Yod % gizi buruk,
Gizi PSG SKDN
Promosi Gizi % kadarzi
Kualitas Jaga Mutu
pelayanan  Provider  Tingkat kepatuhan
Kesehatan  Konsumen  Kepuasan Pasien
Sumber : Trihono (2002)
Selain 6 program kesehatan dasar tersebut diatas, tiap
Puskesmas diperkenankan untuk mengembangkan program lain
sesuai dengan situasi, kondisi, masalah dan kemampuan Puskesmas
setempat. Program lain di luar 6 program kesehatan dasar tersebut
di atas disebut sebagai program kesehatan pengembangan.

2.3 Rekam Medis


2.3.1 Pengertian Rekam Medis

Menurut PERMENKES Nomor 269/MENKES/PER/III/2008


tentang rekam medis, yang dimaksud rekam medis adalah berkas
yang berisi catatan dan dokumen anatara lain identitas pasien, hasil
pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Menurut Budi (2011) tentang manajemen unit kerja rekam
medis, rekam medis adalah rekaman atau catatan mengenai siapa,
apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan
kepada pasien selama perawatan, yang memuat pengetahuan
mengenai pasien dan pelayanan yang diperoleh serta memuat
informasi yang cukup untuk mengidentifikasi pasien,
membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.

2.3.2 Tujuan dan Manfaat Rekam Medis


2.3.2.1 Tujuan Rekam Medis
Menurut DEPKES RI (2006) tentang pedoman
penyelenggaraan dan prosedur rekam medis rumah sakit
diindonesia, tujuan dari rekam medis adalah menunjang
tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya
peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa
didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik
dan benar, tidak akan tercipta tertib administrasi rumah
sakit sebagaimana yang diharapkan. Sedangan tertib
administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan
didalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.

2.3.2.2 Manfaat Rekam Medis


Menurut PERMENKES RI Nomor 269/
MENKES/ PER/ 11/ 2008 tentang rekam medis,
pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai :
1. Pemerliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
2. Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin
kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika
kedokteran dan kedokteran gigi
3. Keperluan pendidikan dan penelitian
4. Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan dan
5. Data statistik kesehatan.

2.3.3 Tata Cara Penyelengaraan Rekam Medis


Berdasarkan PERMENKES Nomor 269/MENKES/III/2008
tentang rekam medis, dalam pasal 5tat cara penyelenggaraan rekam
medis dijelaskan sebagai berikut:

1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik


kedokteran wajib membuat rekam medis.
2. Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi etelah pasien
menerima pelayanan.
3. Pembuatan rekam medis dilaksanakan melalui pencatatan dan
pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan,
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
4. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama,
waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga
kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
secara langsung.
5. Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada
rekam medis dapat dilakukan pembetulan dengan cara
pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan
dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan
tertentu yang bersangkutan.

2.3.4 Isi Rekam Medis


Menurut PERMENKES Nomor 269/MENKES/PER/III/2008
tentang rekam medis, isi rekam medis meliputi:
1. Isi rekam medis pasien rawat jalan pada sarana pelayanan
kesehatan sekurang-kurangnya memuat:
1) Identitas Pasien
2) Tanggal dan Waktu
3) Hasil anamnesis mencakup sekurang kurangnya keluhan
dan riwayat penyakit
4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
5) Diagnosis
6) Rencana penatalaksanaan
7) Pengobatan dan / atau tindakan
8) Pelayanan lain yang telah diberikan ke pasien
9) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram
klinik
10) Informed consent bila diperlukan
2. Isi rekam medis pasien rawat inap dan perawatan satu hari
sekurang kurangnya memuat:
1) Identitas pasien
2) Tanggal dan waktu
3) Hasil anamnesis
4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
5) Diagnosis
6) Rencana penatalaksanaan
7) Pengobatan dan / atau tindakan
8) Persetujuan bila diperlukan
9) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
10) Ringkasan pulang
11) Nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan lain
12) Pelayanan lain yang diberikan oleh tenaga kesehatan
tetentu
13) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram
klinik
3. Isi rekam medis pasien darurat sekurang kurangnya memuat:
1) Identitas pasien
2) Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
3) Identitas pengantar waktu
4) Tanggal dan waktu
5) Hasil anamnesis, mencakup sekurang kurangnya kaluhan
dari riwayat penyakit
6) Hasil pemiriksaan fisik da penunjang fisik
7) Diangnosis
8) Pengobatan dan / atau tindakan
9) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan
pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut
10) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga
kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
11) Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan
dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain
12) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien

2.3.5 Sistem Pelayanan Rekam Medis


2.3.5.1 Tempat Pendaftaran Pasien (TPP)
Menurut DEPKES RI (2006) tentang Pedoman
Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit
di Indonesia, berikut merupakan prosedur penerimaan
pasien:
1. Penerimaan Pasien Rawat Jalan
1) Pasien mendaftar ketempat penerimaan pasien,
petugas pendaftaran mencatat pada buku register
pasien, nomor rekam medis dan data identitas
pasien, membuat KIB (Kartu Identitas Berobat)
untuk diberikan kepada pasien, yang harus
dibawa apabila pasien tersebut berobat ulang.
2) Bagi pasien kunjungan ulang, diminta untuk
menunjukan KIB kepada petugas pendaftaran,
bila tidak membawa maka data pasien dicari
melalui KIUP (Kartu Indeks Utama Pasien),
setelah itu petugas mengambil berkas pasien
sesuai dengan nomor rekam medisnya.
3) Bila pasien membawa surat rujukan maka surat
rujukan tersebut dilampirkan pada berkas rekam
medisnya.
4) Petugas rekam medis mengantar berkas rekam
medis pasien ke poliklinik/ IGD
5) Setelah dilakukan pemeriksaan maka dokter akan
mencatat riwayat penyakit, hasil pemeriksaan,
diagnosa dan terapi pada kartu lembar rekam
medis pasien.
6) Petugas IRJ/ poliklinik membuat sensus harian
pasien rawat jalan.
7) Keesokan harinya seluruh berkas rekam medis
rawat jalan berikut rekapitulasinya pasien diambil
petugas rekam medis.
8) Petugas rekam medis memeriksa kelengkapan
pengisian rekam medis dan yang belum lengkap
dikembalikan ke unit pelayanan untuk dilengkapi.
9) Petugas rekam medis mengolah berkas rekam
medis yang sudah lengkap, di coding, dimasukan
dalam kartu index.
10) Berkas rekam medis disimpan di ruang
penyimpanan sesuai urutan nomor rekam medis.
2. Penerimaan Pasien Gawat Darurat
1) Pasien telah diterima di IGD, maka pengantar
mendaftar ketempat penerimaan pasien, petugas
pendaftaran mencatat pada buku register, nama
pasien, nomor rekam medis dan data identitas
pasien, serta membuat KIB untuk pasien yang
dapat digunakan bila pasien berobat ulang.
2) Bila data penderita ternyata menunjukan bahwa
penderita pernah menginap di Rumah Sakit, maka
nomor Rekam Medis nya dicari melalui KIUP
setelah ini petugas mengambil berkas rekam
medis pasien sesuai nomor rekam medisnya.
3) Bila pasien membawa surat rujukan maka surat
rujukan tersebut dilampirkan pada berkas rekam
medisnya
4) Petugas rekam medis mengantar berkas rekam
medis pasien ke IGD
5) Setelah dilakukan pemeriksaan maka dokter akan
mencatat riwayar penyakit, hasil pemeriksaan,
diagnosa dan terapi pada kartu lembar rekam
medis pasien.
6) Petugas IGD membuat sensus harian pasien IGD.
7) Keesokan harinya seluruh rekam medis rawat
jalan berikut rekapitulasi pasien diambil petugas
rekam medis.
8) Petugas rekam medis memeriksa kelengkapan
pengisian rekam medis dan yang belum lengkap
dikembalikan ke IGD untuk dilengkapi.
9) Petugas rekam medis mengolah berkas rekam
medis yang sudah lengkap, di coding, dimasukan
dalam kartu index.
10) Berkas rekam medis disimpan diruang
penyimpanan sesuai urutan nomor rekam medis.
3. Penerimaan Pasien Rawat Inap
1) Setiap pasien yang dinyatakan rawat inap oleh
dokter poliklinik/ IGD menghubungi tempat
pendaftaran pasien.
2) Apabila ruang rawat inap yang dimaksud masih
tersedia, maka petugas rekam medis mencatat
dalam buku rawat inap, serta mengisi identitas
pasien pada lembar masuk surat perawatan.
3) Petugas rekam medis mengirim berkas rekam
medis ke unit pelayanan yang meminta rawat inap
untuk digabungkan dengan berkas rekam medis
yang telah ada.
4) Petugas poliklinik/ IGD mengantar pasien berikut
berkas rekam medisnya ke ruang rawat inap yang
dimaksud.
5) Dokter yang bertugas mencatat tentang riwayat
penyakit hasil pemeriksaan fisik, terapi serta
semua tindakan yang diberikan kepada pasien
pada lembar-lembar rekam medis dan
menandatanginya.
6) Perawat/ bidan mencatat overtasi mereka
terhadap pasien dan pertolongan perawatan yang
mereka berikan pada pasien ke dalam catatan
perawatan/ bidan dan membubuhkan tanda
tangannya serta mengisi lembar grafik tentang
suhu, nadi dan pernafasan eorang pasien.
7) Selama di rawat inap perawat / bidan menambah
lembar-lembar rekam medis sesuai kebutuhan
pelayanan yang diberikan pada pasien.
8) Perawat/ bidan berkewajiban membuat sensus
harian pada lembaran mutasi pasien mulai jam
00.00 sampai dengan jam 24.00 ditanda tangani
oleh kepala ruang.
9) Petugas rekam medis setiap pagi mengambil
sensus harian serta berkas rekan medis pasien
pulang dengan buku ekspedisi.
10) Petugas rekam medis memeriksa kelengkapan
berkas rekam medis apabila ada
ketidaklengkapan, batas waktu untuk pengisian
ketidaklengkapan rekam medis adalah 14 hari.
11) Apabila berkas lengkap maka dilakukan
pengkodingan dan di index untuk membuat
laporan dan statistik rawat inap. Berkas rekam
medis disimpan diruang penyimpanan.

2.3.5.2 Identifikasi
Menurut Budi (2011) tentang manajemen unit kerja
rekam medis, Identifikasi adalah proses pengumpulan data
dan pencatatan segala keterangan tentang bukti-bukti dari
seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan
mempersamakan keterangan tersebut dengan individu
seseorang, dengan kata lain bahwa dengan identifikasi kita
dapat mengetahui identitas sesorang dan dengan identitas
tersebut kita dapat mengenal sesorang dengan
membedakan dari orang lain. Cara pengumpulan data pada
kegiatan identifikasi di TPP dapat dilakukan melalui
beberapa cara, yaitu:
1. Wawancara langsung dengan sumbernya atau orang lain
2. Orang yang bersangkutan mengisi formulir identifikasi
yang telah disiapkan
3. Pengumpulan data identitas yang lain dapat dilakukan
dengan menggunakan gabungan antara wawancara dan
mengisi formulir
Menurut Budi (2011) tentang manajemen unit kerja
rekam medis, hal-hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan identifikasi, adalah:
1. Petugas harus tenang, ramah, sopan dalm melayani
pasien, mendengarkan dengan penuh perhatian dan
sabar menjelaskan hal-hal yang ditanyakan.
2. Petugas harus teliti dalam mencatat atau entri data
identitas pasien
3. Harus ada petunjuk tertulis Standar Prosedur
Operasional (SPO) atau Prosedur Tetap (PROTAP)
tentang cara pencatatan atau penulisan yang harus
diikuti oleh semua petugas.

2.3.5.3 Penamaan
Menurut DEPKES RI (2006) tentang Pedoman
Penyelenggaraan dan Proedur Rekam Medis Rumah Sakit
di Indonesia, nama merupakan identitas pribadi yang
sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan pada seorang atau pasien yang bertujuan untuk
membedakan satu pasien dengan pasien lain. Sistem
pemberian nama seseorang atau pasien menurut
kebangsaan, suku dan marga mempunyai cara dan ciri
masing-masing yang berbeda-beda.
Berikut ini cara menulis dan mengindeks nama
pada formulir rekam medis menurut Budi (2011) tentang
manajemen unit kerja rekam medis:
1. Penulisan nama pasien diikuti singkatan yang menunjukan
status pasien. Singkatan ini bisa dituliskan di depan nama
atau di belakang nama pasien, pada dasarnya di fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut sebaiknya konsisten
penulisnya, untuk menunjukan status pasien yang disertakan
pada nama pasien dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 2.2 Singkatan Penamaan Pasien


No Status Pasien Tambahan
Singkatan
1. Bayi By.
2. Bayi yang belum mempunyai (Nama Ibu), By, Ny
nama
3. Anak-Anak An.
4. Laki-laki belum menikah Sdr.
5. Perempuan belum menikah Sdri. Atau Nn.
6. Laki-laki sudah menikah Bp. Atau Tn.
7. Perempuan sudah menikah Ny.
8. Pasien yang sudah meninggal Alm.
Sumber: Budi (2011)

2. Penulisan gelar/ pangkat dituliskan di belakang nama pasien,


untuk nama pasien yang seharusnya mempunyai gelar di
depan namanya maka gelar tetap dituliskan di belakang
nama pasien, misalnya pada pasien yang sudah menikah
dengan nama Prof. Febriant maka penulisan nama pada
berkas rekam medisnya adalah Febriant, Prof. Bp.
3. Nama pasien dituliskan lengkap sesuai dengan kartu tanda
penduduk (bukan nama panggilan).
4. Penulisan menggunakan nama ejaan yang disempurnakan di
Indonesia (sesuai EYD).
5. Nama pada sampul berkas rekam medis ditulis dengan
menggunakan huruf kapital, hal ini untuk mempermudah
membaca nama pasien.
6. Pada lembar identitas pasien disertakan nama penanggung
jawab yang sah.

2.3.5.4 Penomoran
Menurut Budi (2011) tentang Manajemen Unit Kerja
Rekam Medis, sistem penomoran adalah tata cara
penulisan nomor yang diberikan kepada pasien yang
datang berobat sebagai bagian dari identitas pribadi pasien
yang bersangkutan.
Nomor rekam medis memliki berbagai kegunaan atau
tujuan yaitu:
1. Sebagai petunjuk pemilik berkas rekam medis pasien.
2. Untuk pedoman dalam tata cara penyimpanan
(penjajaran) berkas rekam medis.
3. Sebagai petunjuk dalam pencarian berkas rekam medis
yang telah tersimpan di filing.
Ada tiga sistem pemberian nomor pasien masuk
(Admission Numbering System), yaitu:

1. Pemberian nomor cara seri (Serial Numbering System)


Pada sistem ini, petugas pendaftaran
memberikan nomor baru (berkas baru) pada setiap
kali pasien datang berkunjung ke fasilitas pelayanan
kesehatan. Petugas memberikannomor baru (berkas
baru) tanpa membedakan antara pasien baru atau
pasien lama, sehingga seorang pasien bisa saja
memiliki sejumlah berkas rekam medis sesuai jumlah
kunjungannya ke fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Pemberian nomor cara unit (Unit Numbering System)
Pada sistem ini, setiap pasien yang berkunjung
ke fasilitas pelayanan kesehatanakan mendapatkan
satu nomor rekam medis (berkas rekam medis) ketika
pasien tersebut pertama kali datang. Nomor (berkas)
rekam medis ini dapat dipergunakan untuk semua
pelayanan kesehatan yang bersangkutan, tanpa
membedakan pelayanan rawat jalan, rawat inap atau
penunjang medis.
Sistem pemberian nomor cara unit dibagi menjadi
dua, yaitu:
1) Social Security Numbering
Pemberian nomor yang berhubungan
dengan lingkungannya dan hanya di Amerika
Serikat dan efektif pada veteran administration
hospital. Keuntungannya adalah dapat dibedakan
dengan pasien lainnya.
2) Family Numbering
Pemberian nomor yang berhubungan
dengan keluarga (satu nomor untuk satu
keluarga), biasanya dilaksanakan di puskesmas.
Pemberian nomor ini terdiri dari sepasang digit
tambahan yang ditempatkan pada setiap keluarga.
Keuntungan dari sistem ini adalah:
1. Informasi klinis dapat berkesinambungan
karena semua data dan informasi mengenai
pasien dan pelayanan berada dalam satu
folder.
2. Setiap pasien hanya mempunyai satu kartu
berobat yang digunakan oleh seluruh
keluarga pada sarana pelayanan puskesmas.
Sedangkan kerugian dari sistem ini adalah
pelayanan pasien kunjungan pulang memerlukan
waktu yang cukup lama.
3. Pemberian nomor cara seri unit (Serial Unit
Numbering System)
Sistem ini merupakan perpaduan antara sistem
seri dan unit yaitu dengan memberikan nomor baru
(berkas rekam medis baru) kepada seluruh pasien
yang berkunjung tetapi kemudian untuk pasien lama
akan dicarikan berkas rekam medisnya.Pada sistem
ini, berkas rekam medis lama akan digabung dengan
berkas rekam medis baru dan selanjutnya digabung
dengan menggunakan nomor (berkas) baru. Pada
tempat berkas lama diberikan petunjuk penggabungan
ke tempat berkas yang baru.
Dari ketiga sistem pemberian nomor pada
berkas rekam medis pasien datang, sistem yang paling
dianjurkan adalah pemberian nomor unit, karena
memiliki kelebihan yaitu :
1. Semua berkas rekam medis pasien memiliki satu
nomor dan terkumpul dalam satu folder.
2. Secara tepat memberikan informasi kepada klinisi
dan manajemen, suatu gambaran yang lengkap
mengenai riwayat penyakit dan pengobatan
seorang pasien.
3. Menghilangkan kerepotan mencari dan
mengumpulkan berkas rekam medis pasien yang
terpisah-pisah dalam sistem seri.
4. Menghilangkan kerepotan mengambil berkas
rekam medis lama, untuk disimpan ke nomor baru
dalam sistem seri.

2.3.6 Sistem Pengelolaan Rekam Medis


Di dalam rekam medis terdapat sistem pengelolaan untuk
meningkatkan mutu pelayanannya. Berikut ini adalah sistem
pengelolaan rekam medis:
2.3.6.1 Assembling
Menurut Budi (2011) tentang Manajemen Unit
Kerja Rekam Medis, Assembling berarti merakit, tetapi
untuk kegiatan assembling berkas rekam medis difasilitas
pelayanan kesehatan tidaklah hanya sekedar merakit atau
mengurut satu halamam ke halaman yang lain sesuai
dengan aturan yang berlaku. Assembling berfungsi sebagai
peneliti kelengkapan isi dan perakit dokumen rekam medis
sebelum disimpan. Dokumen Rekam Medis (DRM) yang
telah diisi oleh unit pencatat data rekam medis yaitu Unit
Rawat Jalan (URJ), Unit Gawat Darurat (UGD), Unit
Rawat Inap (URI), dan Instalasi Pemeriksaan Penunjang
(IPP) akan dikirim ke fungsi assembling bersama-sama
sensus harian.
Beberapa parameter yang dapat dilihat untuk
mengetahui mutu rekam medis di rumah sakit khususnya
yang melibatkan kegiatan assembling diantaranya:
1. Ketepatan waktu pengambilan
2. Kelengkapan formulir pada berkas RM
3. Kelengkapan pengisian berkas RM
Menurut DEPKES RI (2006) tentang Pedoman
Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit
di Indonesia, agar diperoleh kualitas rekam medis yang
optimal perlu dilakukan audit dan analisis rekam medis
dengan cara meneliti rekam medis yang dihasilkan oleh
staf medis dan paramedis serta hasil-hasil pemeriksaan
dari unit-unit penunjang medis sehingga kebenaran
penempatan diagnosa dan kelengkapan rekam medis dapat
dipertanggung jawabakan. Proses analisa rekam medis
ditujukan pada dua hal, yaitu:
1. Analisis kuantitatif adalah analisis yang ditujukan pada
jumlah lembaran-lembaran rekam medis sesuai dengan
lamanya perawatan, meliputi kelengkapan lembaran
rekam medis, paramedis, dan penunjang medis sesuai
prosedur yang ditetapkan. Petugas akan menganalisis
setiap berkas yang diterima apakah lembaran rekam
medis yang seharusnya ada pada berkas seseorang
pasien sudah ada atau belum. Jika terdapat
ketidaklengkapan berkas pasien dari lembaran tertentu,
maka harus segera menghubungi ke ruang perawatan
dimana pasien dirawat.
2. Analisis kualitatif adalah analisis yang ditujukan pada
mutu dan setiap berkas rekam medis. Petugas akan
mengambil dan menganalisa kualitas rekam medis
pasien sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.
Analisa kualitatif meliputi penelitian terhadap
pengisian lembar rekam medis baik oleh staf medis,
paramedis, dan unit penunjang medis lainnya.
Ketidaklengkapan dalam pengisian rekam medis akan
sangat mempengaruhi mutu rekam medis, mutu rekam
medis akan mencerminkan baik tidaknya mutu
pelayanan. Pembuatan resume bagi setiap pasien yang
dirawat merupakan cerminan mutu rekam medis serta
pelayanan yang diberikan. Dokter, perawat, dan tenaga
kesehatan lain yang menangani pasien wajib
melengkapi rekam medis sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

2.3.6.2 Coding
Menurut Budi (2011) tentang Manajemen Unit Kerja
Rekam Medis, kegiatan pengkodean adalah pemberian
penetapan kode dengan menggunakan huruf dan angka
atau kombinasi antara huruf serta tangka yang mewakili
komponen data. Kegiatan yang dilakukan dalam coding
meliputi kegiatan pengkodean diagnosis penyakit dan
pengkodean tindakan medis. Tenaga rekam medis sebagai
pemberi kode bertanggungjawab atas keakuratan kode.
Kecepatan dan ketepatan coding dari suatu diagnosis
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tulisan
dokter yang sulit dibaca, diagnosis yang tidak spesifik, dan
keterampilan peugas coding dalam pemilihan kode. Dalam
proses coding mungkin terjadi kemungkinan, yaitu:
1. Penetapan diagnosis yang salah sehingga menyebabkan
hasil pengkodean salah
2. Penetapan diagnosis yang benar, tetapi petugas
pengkodean salah menentukan kode, sehingga hasil
pengkodean salah
3. Penetapan diagnosis dokter kurang jelas, kemudian
dibaca salah oleh petugas pengkodean, sehingga hasil
pengkodean salah
Oleh karena itu kualitas hasil pengkodean
bergantung pada kelengkapan diagnosis, kejelasan tulisan
dokter, serta profesionalisme dokter dan petugas
pengkodean.
Menurut PERMENKES Nomor 5 Tahun 2014
tentang panduan praktek klinis bagi dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan primer, kode penyakit dengan
menggunakan ketentuan sebagai berikut:
1. Kode International Classification of Primary Care
(ICPC) 2, merupakan kodefikasi yang dirancang khusus
untuk fasilitas pelayanan primer. Kode disusun
berdasarkan atas alasan kedatangan, diagnosis dan
penatalaksanaan. Alasan kedatangan dapat berupa
keluhan, gejala, masalah kesehatan, tindakan maupun
temuan klinik.
2. Kode International Classification of Diseased (ICD)
10, merupakan kodefikasi yang dirancang untuk rumah
sakit. Kodefikasi dalam bentuk nomenklatur
berdasarkan sistem tubuh, etiologi, dan lain-lain.

2.3.6.3 Indexing
Menurut Budi (2011) tentang Manajemen Unit Kerja
Rekam Medis, Index dalam arti bahasa yaitu daftar kata
atau istilah penting yang terdapat dalam buku tersusun
menurut abjad yang memberi informasi tentang halaman
tempat kata atau istilah tersebut ditemukan. Kegiatan
pengidekan adalah pembuatan tubulasi sesuai dengan kode
yang sudah di buat ke dalam kartu index. Hasil
pengumpulan kode yang berasal dari kata penyakit,
operasi pasien dan pengumpulan data dari index yang lain
sebagan pengkodean adalah pemberian penetapan kode
dengan menggunakan huruf dan angka atau kombinasi
antara huruf dan angka yang mewakili komponen data.
Menurut Hatta (2013) tentang Pedoman Manajemen
Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan, Jenis
indeks yang biasa dibuat adalah:
1. Indeks Pasien
Indeks pasien adalah satu tabulasi kartu katalog
yang berisi nama semua pasien yang pernah berobat di
rumah sakit.
2. Indeks Penyakit (diagnosis) dan operasi
Indeks dokter adalah satu kartu katalog yang berisi
kode penyakit dan kode operasi yang berobat di rumah
sakit.
3. Indeks Dokter
Indeks dokter adalah satu kartu katalog yang berisi
nama dokter yang memeberikan pelayanan medik
kepada pasien. kegunaan untuk menilai pekerjaan
dokter dan bukti pengadilan.
4. Indeks Kematian
Informasi yang ada dalam indeks kematian yaitu
nama penderita, nomor rekam medis, jenis kelamin,
umur, kematian kurang dari sejam post-operasi, dokter
yang merawat, hari perawatan, wilayah. Kegunaan
indeks kematian: statistik menilai mutu pelayanan dasar
menambah dan meningkatkan peralatan/tenaga.

2.3.6.4 Filling
Menurut Budi (2011) tentang manajemen unit kerja
rekam medis, Filling adalah sistem yang digunakan pada
penyimpanan berkas rekam medis agar kemudahan kerja
penyimpanan dapat diciptakan dan penemuan dengan cepat
bila dibutuhkan.
Menurut DEPKES (2006) tentang pedoman
penyelenggaraan dan prosedur rekam medis rumah sakit di
Indonesia, Ada 2 sistem penyimpanan dalam pengelolaan
rekam medis yaitu:
1. Sentralisasi
Sentralisasi adalah penyimpanan rekam medis
pasien dalam satu kesatuan baik catatan kunjungan
poliklinik maupun catatan selama seorang pasien
dirawat, disimpan pada satu tempat yaitu bagian rekam
medis.
Kelebihan:
1) Mengurangi terjadinya duplikasi dalam
pemeliharaan dan penyimpanan berkas rekam
medis.
2) Mengurangi jumlah biaya yang dipergunakan untuk
peralatan dan ruangan
3) Tata kerja dan aturan mengenai kegiatan pencatan
medis mudah distandarisasikan
4) Memingkinkan peningkatan efisiensi kerja petugas
penyimpanan
5) Mudah untuk menerapkan sistenm unit record
Kekurangan:
1) Petugas menjadi lebih sibuk, karena harus
menangani unit rawat jalan dan unit rawat inap.
2) Tempat penerimaan pasien harus bertugas selama
24 jam
2. Desentralisasi
Sistem penyimpanan secara desentralisasi yaitu
suatu sistem penyimpanan dengan cara memisahkan
formulir rekam medis milik pasien dimana dokumen
rekam medis rawat jalan, rawat inap, gawat darurat,
milik seseorang pasien dipisahkan pada folder (map)
yang berbeda.
Kelebihan:
1) Efisiensi waktu, sehingga pasien mendapat
pelayanan lebih cepat
2) Beban kerja yang dilaksanakan petugas lebih
ringan.
Kekurangan:
1) Terjadi duplikasi dalam pembuatan rekam medis
2) Biaya yang diperlukan untuk perlatan dan ruangan
lebih banyak.
Menurut Budi (2011) tentang Manajemen Unit
Kerja Rekam Medis, ditinjau dari jenis penyimpanan,
maka cara penyimpanan dibagi menjadi 5, yaitu:
1) Sistem Penyimpanan Alphabetic
Jenis penyimpanan berkas rekam medis
berdsarkan urutan abjad. Huruf depan dari nama
pasien akan dijadikan huruf kunci untuk pencarian
pada rak penyimpanan. Pada jenis penyimpanan ini
membutuhkan waktu kerja yang lama dan
mempunyai resiko tinggi terhadap timbulnya banya
kesalahan, misalnya nama yang berubah dan nama
yang salah eja. Selain itu, tidak dapat melakukan
perkiraan terhadap kebutuhan penggunaan area rak
tertentu, karena petugas tidak dapat memprediksi
nama-nama pasien yang akan berobat nantinya. Hal
ini menyebabkan tidak adanya control terhadap
pengelolaan pada tempat penyimpanan berkas
rekam medis. Kekurangan lain dari jenis
penyimpanan ini adalah petugas harus teliti melihat
satu persatu dari urutan huruf pada nama pasien.
Dengan demikian, jenis penyimpanan ini cocok
untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan julah
pasien yang masih sedikit.

Anda mungkin juga menyukai