Anda di halaman 1dari 16

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Konsep Klasfikasi dan Kodefikasi Penyakit
Berdasarakan KMK no.312 tahun 2020 tentang standard profesi
perekam medis dan informasi kesehatan dijelaskan bahwa salah satu
kompetensi perekam medis dan informasi kesehatan adalah klasifikasi
klinis, kodefikasi penyakit dan masalah kesehatan lainya serta prosedur
klinis. Kodefikasi diagnosa (coding) merupakan kegiatan mengubah
diagnose penyakit menjadi kode yang terdiri dari huruf dan angka.

3.1.2 Karakteristik Data Literature


Table. 3.1 Karakteristik Data Literature

Author (nama Nama Jurnal, Judul Metode Hasil


dan tahun) Volume, No
Oktamianiza. Menara Ilmu. 10. Ketepatan Deskriptif kode tepat 52%,
2016 (72) Pengodean kualitatif, kode tidak tepat 48
Diagnosa Utama observasi %
Penyakit Pada dengan
Rekam Medis table ceklis
Pasien Rawat
Inap JKN Di
RSI Siti
Rahmah Padang
Tahun 2016

Loren, et al. 2020 J-REMI. 1. (3) Analisis Faktor Kualitatif Kode tepat 38%.
Penyebab Deskriptif, Kode tidak tepat
Ketidaktepatan wawancara 62%
Kode Diagnosis
Penyakit
Diabetes
Miletus Di RSU
Haji Surabaya

16
17

Author (nama Nama Jurnal, Judul Metode Hasil


dan tahun) Volume, No
Ernawati dan Jurnal Tinjauan Ketepatan Deskriptif, Kode tepat
Yati. 2017 INOHIM. 5. Kode Diagnosis observasi, 1,69%, kode tidak
(1) Kasus NIDDM wawancara, tepat 98,31%
Pasien Rawat Inap studi
Di Rumah Sakit kepustakaan
Pertaina Jaya
Tahun 2016

Erlindai dan Jurnal Ilmiah Faktor-faktor yang Kuantitatif, Kode tepat 32%,
Auliya. 2018 Perekam dan mempengaruhi cross sectional kode tidak tepat
Informasi ketidaktepatan 68%
Kesehatan kode pada
Imelda persalinan section
caesarea di RSU
Imelda pekerja
Indonesia medan

Puspitasari. Jurnal Evaluasi Tingkat Deskriptif, studi Kode tepat 61%,


2017 Manajemen Ketidaktepatan retropektif kode tidak tepat
Kesehatan Pemberian Kode 31%. Kode Tepat
yayasan RS. Diagnose Dan sebagian 6%
Dr Soetomo Faktor Penyebab
Di RS X Jawa
Timur

Agustine. 2017 Jurnal Hubungan Kuantitatif, Kode tepat


Kesehatan Ketepatan cross setional 35,3%, kode tidak
Vokasional Terminology tepat 64,7%
Medis Dengan
Keakuratan Kode
Diagnose Rawat
Jalan Oleh Petugas
Kesehatan Di
Puskesmas
Bambanglipuro
Bantul
18

Author (nama Nama Jurnal, Judul Metode Hasil


dan tahun) Volume, No
Rusliyanti, et Jurnal Analisis Ketepatan Deskriptif, cross Kode tepat
al. 2016 Permata Pengkodean sectional 10,5%, kode tidak
Indonesia Diagnosis tepat 89,5%
Berdasarkan ICD-
10 Dengan
Penerapan Karakter
Ke 5 Pada Pasien
Fraktur Rawat
Jalan Semester II
Di RSU Mitra
Paramedika
Yogyakarta

Berdasarkan tabel 3.1 ketepatan kode diagnosa pada kategori baik >50%
terdapat pada hasil penelitian; [1] dan [5] Sedangkan ketepatan kode diagnosa
pada kategori buruk <50% terdapat pada penelitian; [2]. [3], [4], [6], [7], [8].
Ketidaktepatan kode diagnosa kode diagnosa pada kategori baik >50%
terdapat pada hasil penelitian; [1] dan [5], sedangkan ketidaktepatan kode
diagnose pada kategori buruk terdapat pada penelitian; [2]. [3], [4], [6], [7], [8].
19

3.1.3 Pengaruh Ketidaktepatan Kode Diagnosa

Tabel 3.2 Pengaruh Ketidaktepatan Kode Diagnosa

Pengaruh Ketidaktepatan Diagnosa No. Referensi/


Artikel

1. Ketepatan data diagnose sangat krusial dibidang [1], [2], [4], [6], [8]
manajemen data klinis, penagihan kembali biaya,
beserta hal-hal umum yang berkaitan dengan
asuhan dan pelayanan kesehatan

2. Kesalahan atau ketidaktepatan kode diagnosa [1], [2], [3], [5], [8]
akan berpengaruh terhadap tarif INA-CBG’S

3. Mempengaruhi validitas pelaporan data dan [2], [3], [5], [6], [7]
informasi

4. Mempengaruhi data untuk dilakukanya [6], [7]


pengambilan keputusan

5. Mempengaruhi mutu pelayana kesehatan [2], [3], [5], [8]

6. Mempengaruhi statistic morbiditas/mortalitas [4], [5], [6]


dan masalah tentang epidemiologi

7. Mempengaruhi indeks pencatatan penyakit [6], [7]


20

3.1.4 Faktor Penyabab Ketidaktepatan Kode Diagnosa Dan Strategi


Meminimalisasi Ketidaktepatan Kode Diagnosa

Table 3.3 faktor penyebab ketidaktepatan kode dan strategi


meminimalisasi ketidaktepatan

Faktor Penyebab Strategi No. Referensi/


Artikel
Man a. Minimnya pengetahuan a. Perlu diadakanya
petugas coding mengenai seminar, pelatihan [1], [3], [4], [5], [6]
anatomi, patofisiologi, ataupun workshop
aturan ICD 10, mengenai coding
terminology medis b. Memberikan dispensasi
sehingga koder belum untuk melanjutkan
optimal dalam penentuan pendidikan ke jenjang
kode diagnosa secara yang lebih tinggi dan
akurat menambah SDM
b. Petugas coding masih dengan lulusan min. D3
ada yang memiliki latar rekam medis agar
belakang pendidikan kualitas SDM lebih
SMA baik
c. Kurangnya komunikasi c. Meningkatkan
antara petugas coding keaktifan dalam
dengan tenaga medis berkomunikasi antara
d. Kurangnya ketelitian petugas coding dengan
petugas tenaga medis
e. Beban kerja petugas d. Mengurangi beban
kerja petugas agar bisa
lebih ulet dan teliti
dalam membaca dan
melakukan kode
diagnose
e. Jika diperlukan, perlu
penambahan petugas
coder dengan latar
belakang min. D3
rekam medis
21

Faktor Penyebab Strategi No. Referensi/


Artikel
Material a. Ketidaklengkapan a. Melengkapi berkas [1], [2], [3]. [4], [5],
pengisian berkas rekam rekam medis termasuk [6], [7], [8]
medis oleh dokter pada autentifikasi pada
b. Ketidaklengkapan setiap lembar RM
penulisan diagnosa b. melakukan evaluasi
utama kelengkapan dengan
c. Tulisan dokter kurang metode AKLPCM
jelas c. untuk mengantisipasi
d. Penulisan singkatan atau kendala tulisan dokter
istilah yang tidak sesuai yang kurang jelas atau
dengan ICD 10 tidak terbaca sebaiknya
e. Ketidakkonsistenan dibuat resume
dokter dalam penetapan elektronik untuk
diagnosa utama memudahkan petugas
f. Ketidaktepatan untuk memverifikasi
terminology medis yang kode
digunakan oleh dokter d. membuat SOP atau
buku pintar untuk
penggunaan singkatan
sesuai ICD 10
e. perlu adanya SOP
tentang penggunaan
terminology medis
sesuai ICD 1O agar
tercapai keseragaman
dan konsisten
22

Faktor Penyebab Strategi No. Referensi/


Artikel
Method a. belum diadakan evaluasi/ a. sebaiknya segera
audit pengkodean dilakukan evaluasi / [1],[2], [3], [4], [5],
diagnosa audit setiap bulan atau [6], [7], [8]
b. kebijakan (SOP) tentang triwulan
tata cara pengodean, b. membuat SOP tentang
penulisan singkatan dan tata cara pengodean,
kelengkapan berkas RM penulisan singkatan,
serta kelengkapan kelengkapan berkas
penulisan diagnosa RM dan kelengkapan
c. verifikasi diagnosa penulisan diagnosa
belum menggunakan c. petugas coder harus
ICD 10 Volume 1 memverifikasi kode
diagnose seperti teori
who yaitu melihat pada
volume 1

Machine a. Kelengkapan Sarana dan Melengkapi sarana dan


Prasarana prasarana seperti [3], [4]
penggunaan SIM RS
atau aplikasi lain yang
digunakan untuk
menunjang
kelengkapan kode
diagnose

Money a. Anggaran yang a. Merencanakan [1], [2], [3], [5], [8]


dibutuhkan dalam angggaran sebaik
melakukan coding mungkin dalam
b. Kesalahan penetuan menentukan sarana dan
diagnose utama yang prasarana yang
kemudian dilakukan petugas
mengakibatkan coding
terjadinya ketidaktepatan b. Membuat SOP tentang
kode diagnose akan penentuan diagnose
menghambat proses dan ketepatan kode
pembayaran asuransi diagnosa
atau BPJS
23

3.2 Pembahasan
3.2.1 Ketidaktepatan kode diagnosa
Berdasarakan KMK no.312 tahun 2020 tentang standard profesi
perekam medis dan informasi kesehatan dijelaskan bahwa salah satu
kompetensi perekam medis dan informasi kesehatan adalah klasifikasi
klinis, kodefikasi penyakit dan masalah kesehatan lainya serta prosedur
klinis. Suatu kode diagnosa harus dikode dengan tepat karena kualitas
data terkode merupakan hal penting instansi kesehatan. Hasil dari
penelitian menunjukan bahwa ketidaktepatan kode diagnosa secara
keseluruhan dapat dikatakan masih rendah karena angka persentase
ketidaktepatan >90%.
Hal ini sejalan dengan penelitian Maryati, et al (2019) Di Rsud Dr.
Moewardi dengan sampel sebanyak 90 dokumen rekam
medis,didapatkan keakuratan kode sebanyak 14 (15,56%) dokumen
sedangkan kode yang tidak akurat 76 (84,44%) dokumen. Penelitian
Irmawati (2019) pada puskesmas kagok juga didapatkan 57 rekam
medis dengan kategori kode diagnose akurat yaitu 18 rekam medis
(32%) dan untuk kategori kode diagnosa tidak akurat yaitu 39 rekam
medis (68%).
Dapat disimpulkan bahwa angka persentase ketidaktepan kode
diagnose dapat dikatakan masih tinggi melihat pada hasil penelitian
pada literature review dan penelitian sebelumnya yang memang angka
ketidaktepan mencapai >90%. Maka hal ini perlu menjadi perhatian
khusus bagi pelayanan kesehatan terutama pada instansi kesehatan yang
bekerja sama dengan penyelenggara jaminan kesehatan nasional
24

3.2.2 Pengaruh ketidaktepatan Kode Diagnosa


Ketidaktepatan kode diagnosa memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap pembiayaan. Saat ini era JKN sistem INA-CBG’S
menjadi metode pembayaran, maka didapatkan hasil dari penelitian
bahwa pengaruh ketidaktepatan kode diagnosa yaitu terhadap tarif
INA-CBG’S, validitas pelaporan data dan informasi untuk
pengambilan keputusan. Karena dengan ketepatan kode diagnose
maka mutu pelayanan kesehatan akan terlihat lebih baik.
Hal ini sejalan dengan penelitian Utami, et al (2020); Indrawati
(2017); Kresnowati (2013) bahwa Besaran klaim yang dibayarkan
sangat tergantung dari kode CBGs yang dihasilkan, sehingga
defisiensi dalam kualitas maupun kuantitas kode diagnosis maupun
prosedur ini akan membawa dampak besar terhadap pendapatan
Rumah Sakit. Maka dari itu pengetahuan coder akan tata cara koding
serta ketentuan-ketentuan dalam ICD-10 dalam menunjang keakuratan
kode diagnosis sangat diperlukan agar dapat menentukan kode dengan
lebih akurat (Kresnowati, 2013).
Dapat disimpulkan bahwa Pembiayaan pelayanan kesehatan
berbasis Case Base Groups (CBGs) sangat ditentukan oleh data klinis
(terutama kode diagnosis dan prosedur medis) yang dimasukkan ke
dalam software. Banyak aktivitas yang esensial bagi suksesnya
organisasi asuhan kesehatan bergantung kepada akurasi, integritas dari
data yang terkode
25

3.2.3 Faktor Ketidaktepatan kode diagnose dan strategi meminimalisasi


ketidaktepatan kode
Hasil penelitian dari 8 jurnal diatas didapatkan bahwa penyebab
ketidaktepatan kode diagnose dipengaruhi oleh faktor 5 M. Man yang
terdiri dari pengetahuan coder dan tenaga medis, latar belakang coder
dan beban kerja coder, Material yang terdiri dari ketidaklengkapan
pengisian berkas RM terutama pada diagnose utama hingga
ketidaktepatan penggunaan terminology dan singkatan, Method yang
terdiri dari evaluasi sampai pembuatan kebijakan tentang kode diagnose,
Money dan Mechine yang menjadi faktor penyebab ketidaktepatan kode
diagnisa yaitu dengan melengkapi sarana dan prasana. Dengan strategi
yang didapatkan perlu adanya pelatihan, seminar maupun workshop
serta pentingnya SOP untuk meminimalisasi terjadinya ketidaktepan
kode diagnosa.
Berdasarkan penelitian Indawati (2017) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi akurasi koding dilihat dari unsur 5M diantaranya
dijelaskan adalah kurang jelasnya catatan yang dibuat dokter, kejelasan
& kelengkapan dokumentasi rekam medis, penggunaan sinonim dan
singkatan, pengalaman, lama kerja serta pendidikan koder, perbedaan
antara penggunaan rekam medis elektronik dan manual, program
jaminan mutu, kesalahan pengindeksan, kualitas koder dimana
kurangnya perhatian koder terhadap prinsip-prinsip ICD dan aspek-
aspek kunci dari proses pengkodean, koder disarankan berkonsultasi
dengan dokter tentang kasus sulit dimana koder memiliki pengetahuan
terbatas. Dan sejalan dengan penelitian Maryati et al, (2016) Apabila
terdapat diagnosis yang tidak dikode menunjukkan bahwa Rumah Sakit
perlu menetapkan kebijakan bahwa kodefikasi diagnosis merupakan
kewajiban dari pengkode
26

Dapat disimpulkan bahwa didalam ketidaktepatan atau


ketidakakuratan kode diagnose terdapat faktor yang menyebabkan hal
itu terjadi. untuk dapat meningkatkan kualitas koding klinis maka
diperlukan pertemuan berkala untuk membahas permasalahan koding
klinis dan mengikutsertakan seminar serta pelatihan terkait koding klinis
agar menghasilkan koding klinis yang berkualitas. Penetapan dan
penulisan diagnosis harus sesuai dengan ICD-10 merupakan tanggung
jawab dokter, sedangkan tenaga non medis khususnya petugas coding
harus saling berkomunikasi dengan baik agar menghasilkan kodefikasi
penyakit yang tepat dan akurat sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
27
27

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari hasil mereview literature, factor-faktor yang mempengaruhi
ketidaktepatan kode diagnosa dapat dilihat dari unsur 5M (Man, Material,
Method, Machine, Money) yang sejalan dengan penelitian pada tahun-tahun
sebelumnya di Indonesia. Pada beberapa penelitian factor penyebab
ketidaktepatan kode diagnosa dibeberapa literature, diantaranya dijelaskan
adalah pengetahuan petugas coding maupun tenaga pemberi pelayanan
kesehatan tentang pentingnya akurasi kode diagnosa , pemahaman coder
mengenai terminology medis, aturan-aturan ICD-10, kurangnya catatan yang
dibuat dokter, kejelasan dan kelengkapan dokumen rekam medis, penggunaan
singkatan yang tidak sesuai standart, beban kerja serta pendidikan coder,
seorang coder disarankan aktif berkonsultasi kepada dokter tentang kasus sulit
dimana koder memiliki pengetahuan terbatas.
Ketidaktepatan kode diagnosa bisa mempengaruhi banyak hal
diantaranya dibidang manajemen data klinis, penagihan kembali biaya,
beserta hal-hal umum yang berkaitan dengan asuhan dan pelayanan kesehatan.
Untuk meminimalisasi ketidaktepatan kode diagnosa ini perlu dilakukan
strategi strategi. Missal untuk faktor ketidakjelasan dan kelengkapan dokumen
rekam medis terutama pada penegakan diagnosa maka diperlukan evaluasi
atau audit mengenai hal tersebut. Dan pemberlakuan system reward kepada
para tenaga kesehatan yang mengisi dokumen rekam medis untuk
melengkapinya. Karena ketidaktepatan kode diagnose juga akan
mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan.

27
28

4.2 Saran
1. Man
a. Sebaiknya melakukan analisis beban kerja, agar setiap tenaga kesehatan
dapat memberikan pelayanan secara maksimal seperti salah satunya
melengkapi rekam medis.
b. Petugas Pemberi Kode Diagnosis sebaiknya memiliki pengetahuan
tentang rekam medis, mengikutsertakan Petugas Pemberi Kode
Diagnosis untuk ikut dalam pelatiha, seminar, workshop yang berkaitan
dengan kode diagnosis penyakit menggunakan ICD. Serta menggunakan
ICD-10 yang ada untuk menetapkan kode diagnosis penyakit.
c. Meningkatkan komunikasi dan Meningkatkan ketelitian Petugas
Pemberi Kode Diagnosis dalam menentukan kode diagnosis penyakit
agar lebih spesifik sampai pada digit ke 4 dengan mengikuti pelatihan
mengenai kompetensi coding.

2. Material
a. Dilakukan sosialisasi pentingnya buku ICD sebagai pedoman dalam
penentuan kode diagnosa medis yang tepat
b. Dokter harus membuat pola kerja disiplin mengenai penulisan diagnosa
pada lembar ringkasan masuk dan keluar dan pada lembar resume, serta
memperbaiki pola kerja perawat atau tenaga medis lainnya yang terlibat
dalam penulisan diagnose
c. Pemberlakuan SOP mengenai kelengkapan penulisan diagnosa,
terminology medis serta singkatan yang akan digunakan dalam
penegakan diagnosa
29

3. Method
a. sebaiknya segera dilakukan evaluasi / audit setiap bulan atau triwulan
b. petugas coder harus memverifikasi kode diagnose seperti teori who
yaitu melihat pada volume 1

4. Mechine
a. Melengkapi sarana dan prasarana seperti penggunaan SIM RS atau
aplikasi lain yang digunakan untuk menunjang kelengkapan kode
diagnosa

5. Money
a. Pengajuan pihak RS dalam mengadakan pelatihan untuk petugas
koding dan tenaga medis tentang pengisian kelengkapan data dan
informasi serta tata cara mengkoding dengan benar. Sehingga dapat
memperbaiki kinerja petugas dalam melakukan pekerjaannya.
b. Pengajuan pengadaan stempel nama untuk DPJP dalam melakukan
pengisian berkas rekam medis secara lengkap.
c. Pengajuan pengadaan perbaikan komputer yang memiliki keadaan
fisik kurang baik agar tidak mengakibatkan komputer yang tiba-tiba
mati
30

Anda mungkin juga menyukai