Anda di halaman 1dari 10

Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

Strategi Perbaikan Ketidaktepatan Kodefikasi Berkas Rekam Medis Pasien Rawat


Jalan Berdasarkan ICD-10 Dengan PDCA Di Puskesmas Sukodono Lumajang

Viki Adistya Isnaini


Jurusan Kesehatan, Politeknik Negeri Jember
VAdistya2312@gmail.com

Abstrak
Sistem klasifikasi penyakit merupakan pengelompokan penyakit yang sejenis dengan International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problem Tenth Revisions (ICD-10) untuk istilah penyakit dan
masalah yang berkaitan dengan kesehatan. Penerapan pengodean harus sesuai ICD-10 guna mendapatkan
kode yang akurat karena hasilnya digunakan untuk mengindeks pencatatan penyakit, pelaporan nasional dan
internasional morbiditas dan mortalitas, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, serta untuk penelitian
epidemiologi dan klinis. Tujuan penelitian ini untuk menetukan strategi perbaikan ketidaktepatan kodefikasi
berkas rekam medis pasien rawat jelan dengan mengidentifikasi faktor penyebab ketidaktepatan kodefikasi
berkas dengan 5M (man, method, machine, material, money) kemudian menggunakan metode CARL
(Capability, Accessability, Readiness, Leverage) untuk menentukan prioritas pemecahan masalah dan
menggunakan PDCA (Plan, Do, Check, Action) untuk penyusunan perbaikan ketidaktepatan kodefikasi
berkas rekam medis pasien rawat jalan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif, pengumpulan data
melalui wawancara kepada 4 informan, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyebab ketidaktepatan kodefikasi berkas rekam medis pasien rawat jalan ialah tidak adanya petugas
maupun coder yang berlatar belakang rekam medis, tidak adanya alat bantu kodefikasi berupa ICD-10, dan
tidak ada SOP koding yang digunakan sebagai pedoman kerja. Saran untuk memperbaiki ketidaktepatan
kodefikasi berkas rekam medis rawat jalan adalah diadakannya alat bantu koding berupa ICD-10 volume 3
dan volume 1, pembuatan SOP kodefikasi serta sosialisasi SOP kodefikasi kepada coder.

Keywords: CARL, Kodefikasi Penyakit, PDCA, Rekam Medis

1. Pendahuluan cukup untuk identifikasi pasien, mendukung


Pukesmas merupakan unit pelaksana teknis diagnosis atau sebab kedatangan pasien ke
dinas kabupaten/kota yang bertanggung rumah sakit, melakukan tindakan serta
jawab menyelenggarakan pembangunan mendokumentasikan hasil tindakan tersebut
kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, dengan akurat. Salah satu informasi pasien
2011). Puskesmas juga mengutamakan pada berkas rekam medis adalah pengodean
keterlibatan aktif masyarakat, penggunaan diagnosis, kegiatan pengodean adalah
hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan pemberian penetapan kode dengan
teknologi yang sesuai dengan upaya dan menggunakan huruf dan angka atau
kemampuan pemerintah serta masyarakat kombinasi antara huruf dan angka yang
(Depkes RI, 2002). Perekam medis mewakili komponen data.
merupakan salah satu sumber daya yang
Kepmenkes RI Nomor 377/ MENKES/ SK/
terlibat dalam puskesmas.
III/ 2007 tentang Standar Profesi Perekam
Rekam medis menurut Keputusan Menteri Medis dan Informasi Kesehatan, seorang
Kesehatan No. 269/ MENKES/ PER/ III/ perekam medis harus mampu menetapkan
2008 adalah berkas yang berisikan catatan kode penyakit dan tindakan dengan tepat
dan dokumentasi tentang identitas pasien, sesuai klasifikasi yang diberlakukan di
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan Indonesia tentang penyakit dan tindakan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada medis dalam pelayanan dan manajemen
pasien. Rekam medis harus berisi data yang kesehatan. Praktisi medis yang bertanggung

1
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

jawab atas pelayanan kesehatan akan laporan sepuluh besar penyakit ataupun klaim
menunjuk kodisi utama yang akan diberi Jamkesmas. Dengan demikian, kode yang
kode dan secara normal kondisi ini diterima akurat mutlak harus diperoleh agar laporan
sebagai subyek yang akan diberi kode sesuai yang dibuat dapat dipertanggung jawabkan.
aturan-aturan morbiditas dan catatan khusus
Di Puskesmas Sukodono Lumajang
masing-masing bab dalam International
pengkodean penyakit tidak dilakukan oleh
Statistical Classification of Diseases and
perekam medis, melainkan dokter dan
Related Health Problems Tenth Revision
perawat. Dari hasil studi pendahuluan yang
(ICD-10).
dilakukan terhadap masing-masing 5 sampel
Pelaksanaan pengodean diagnosis harus berkas rekam medis yang dikode oleh dokter
lengkap dan akurat sesuai dengan arahan maupun perawat, diketahui bahwa ada 60%
ICD-10 (WHO, 2002). Keakuratan kode diagnosis penyakit yang dikode dokter dan
diagnosis pada berkas rekam dipakai sebagai 40% diagnosis penyakit yang dikode oleh
dasar pembuatan laporan. Kode diagnosis perawat tidak akurat. Berdasarkan hasil
pasien apabila tidak terkode dengan akurat observasi selama bulan Juni dengan jumlah
maka informasi yang dihasilkan akan berkas rekam medis 183, terdapat 22 berkas
mempunyai tingkat validasi data yang rekam medis dengan kode akurat sesuai ICD-
rendah, hal ini tentu akan mengakibatkan 10, 41 berkas rekam medis dengan kode
ketidakakuratan dalam pembuatan laporan, tidak akurat, dan 119 berkas rekam medis
misalnya laporan morbiditas rawat jalan, tanpa kode. Berikut tabel hasil observasi:

Dari hasil observasi tersebut diketahui bahwa Ketidaktepatan kodefikasi berkas rekam
faktor yang menyebabkan ketidaktepatan medis akan berdampak terhadap pelaporan 10
kode diagnosis ialah tidak adanya petugas besar penyakit, informasi yang dihasilkan
rekam medis yang berlatar belakang rekam memiliki tingkat validasi rendah, dan
medis, tidak adanya coder yang pernah menyebabkan kesalahan dalam pengambilan
mengikuti pelatihan koding maupun berlatar keputusan oleh Kepala Puskesmas. Untuk
belakang rekam medis, tidak adanya prosedur mengetahui faktor-faktor penyebab
tetap yang mengatur tata cara penentuan kode ketidaktepatan kodefikasi berkas rekam
diagnosis, serta tidak adanya ICD-10 sebagai medis perlu diadakan identifikasi terkait
alat bantu kodefikasi berkas rekam medis. faktor penyebab ketidaktepatan kodefikasi

2
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

berkas rekam medis menggunakan unsur 5M Berdasarkan permasalahan tersebut,


(man, machine, method, material, money) ketidaktepatan kodefikasi berkas rekam
yang kemudian akan diranking prioritas medis masih sering terjadi. Sehingga peneliti
penyebab masalah ketidaktepatan kodefikasi tertarik untuk melakukan penelitian dengan
berkas rekam medis menggunakan CARL judul Strategi Perbaikan Kodefikasi Berkas
(Capabillity, Accessability, Readiness, Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
Leverage) dan akan dicarikan solusi dari Berdasarkan ICD-10 Dengan Metode PDCA
prioritas permasalahan dengan brainstorming Di Puskesmas Sukodono Lumajang.
dan merencanakan upaya perbaikan
menggunakan PDCA (plan, do, check, 2. Metode Penelitian
action). Jenis penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan instrumen pengumpulan
Niko Tresni (2015) dalam penelitiannya data melalui wawancara, observasi, dan
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang brainstorming. Jumlah responden sebanyak 4
menyebabkan ketidaktepatan pengkodean orang, sedangkan untuk mengetahui faktor
diagnosis adalah unsur man, machine, dan penyebab ketidaktepatan kodefikasi
method. Hal ini sejalan dengan kondisi yang menggunakan unsur 5M (man, machine,
ada di Puskesmas Sukodono Lumajang, method, material, money), skoring
yakni tidak adanya petugas yang berlatar pemecahan masalah menggunakan metode
belakang rekam medis, coder belum pernah CARL (Capabillity, Accessability, Readiness,
mengikuti pelatihan koding, tidak ada ICD- Leverage), dan penyusunan perbaikan
10 sebagai alat bantu kodefikasi, dan tidak masalah menggunakan metode PDCA (Plan,
ada prosedur tetap untuk melakukan Do, Check, Action).
kodefikasi.
Angga Eko (2012) juga menjelaskan bahwa 2.1 Jenis/desain Penelitian
yang menyebabkan ketidak akuratan kode Jenis penelitian ini merupakan penelitian
diagnosis adalah tidak adanya prosedur tetap kualitatif dengan instrumen pengumpulan
yang mengatur mengenai tata cara penulisan data melalui wawancara, observasi, dan
diagnosis dan penentuan kode diagnosis, brainstorming.
tidak adanya petugas khusus pengkodean
yang mempunyai latar belakang pendidikan 2.2 Subjek Penelitian
rekam medis dalam pelaksanaan pengkodean, Subjek penelitian ini terdiri dari 4 orang,
sistem informasi kesehatan untuk kode yaitu dokter, perawat, kepala rekam medis,
diagnosis yang ada pada komputer di dan petugas rekam medis. Dokter dan
Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta perawat dipilih karena berperan sebagai
kurang lengkap dan kurang spesifik. Hal ini coder, kepala rekam medis sebagai
sejalan dengan kondisi yang ada di pengambil keputusan terkait pengelolaan
Puskesmas Sukodono. rekam medis, dan petugas rekam medis yang
bertanggung jawab terhadap rekam medis
pasien.

2.3 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan
ialah observasi, wawancara, brainstorming,
dokumentasi, dengan instrument wawancara,
observasi, dan brainstorming.

2
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

2.4 Metode Analisis Data profesi perekam medis dan informasi


Metode yang digunakan untuk mengetahui kesehatan.
faktor penyebab ketidaktepatan kodefikasi
menggunakan unsur 5M (man, machine, Pelatihan merupakan suatu kompetensi
method, material, money), skoring pendukung yang penting untuk menunjang
pemecahan masalah menggunakan metode pekerjaan petugas dalam pelayanan
CARL (Capabillity, Accessability, Readiness, kesehatan. Hasil wawancara dengan petugas
Leverage), dan penyusunan perbaikan rekam medis dikatakan bahwa ada petugas
masalah menggunakan metode PDCA (Plan, rekam medis yang pernah mengikuti
Do, Check, Action). pelatihan pengelolaan berkas rekam medis
khususnya koding. Dulu ada petugas yang
telah mengikuti pelatihan tetapi sudah pindah
3. Hasil dan Pembahasan dari Puskesmas Sukodono. Rata-rata
3.1 Identifikasi Penyebab Ketidaktepatan
responden malas untuk mengikuti seminar
Berkas Rekam Medis Pasien Rawat
dengan beberapa alasan. Terkait
Jalan berdasarkan 5M (Man,
permasalahan tersebut, sebaikya pihak
Machine, Method, Material, Money) di
puskesmas bisa mengikutsertakan petugas
Puskesmas Sukodono Lumajang
rekam medis yang ada dalam kegiatan
1). Man
pelatihan. Kenyataan mengenai pelatihan
Man dalam penelitian ini ialah sumber daya
petugas rekam medis di unit rekam medis
manusia atau petugas yang terlibat dalam
Puskesmas Sukodono Lumajang tidak sesuai
kegiatan rekam medis bagian coding, sumber
dengan Departemen Kesehatan Republik
daya manusia yang berpengaruh terhadap
Indonesia Tahun 2007 tentang standar profesi
rekam medis adalah petugas rekam medis,
perekam medis yang mengatakan bahwa
sedangkan petugas yang terlibat dalam
salah satu kompetensi pendukung yang
bagian coding adalah dokter dan perawat.
dimiliki profesional perekam medis adalah
Hasil wawancara petugas rekam medis bukan
menerapkan pelatihan bagi staf yang terkait
lulusan rekam medis, melainkan lulusan
dalam sistem data pelayanan kesehatan.
akutansi dan SMA.
Pengetahuan dokter dan perawat mengenai
Adanya kualifikasi pendidikan SMA yang
kodefikasi rekam medis juga kurang. Hasil
bekerja di bagian rekam medis sehingga
wawancara tersebut baik dokter maupun
untuk kinerja pengelolahan rekam medisnya
perawat tidak mengetahui definisi dari
belum optimal khususnya di bagian
koding penyakit, sehingga dalam
kodefikasi berkas rekam medis yang dapat
pelaksanaannya coder menggunakan buku
mengakibatkan terjadinya ketidaktepatan
dari PPNI dan melihat kode penyakit di
dalam kodefikasi berkas rekam medis di
internet. Hal tersebut tidak dapat dipastikan
Puskesmas Sukodono Lumajang.
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
Berdasarkan Menkes (2006) tentang standart
semakin mudah pula mereka menerima
profesi perekam medis dan informasi
informasi. Sebaliknya, jika seseorang tingkat
kesehatan, bahwa kompetensi pertama
pendidikannya rendah maka akan
perekam medis adalah klasifikasi dan
menghambat perkembangan sikap seseorang
kodefikasi penyakit, masalah-masalah yang
terhadap penerimaan informasi. Kemenkes
berkaitan dengan kesehatan dan tindakan
(2007) menyatakan bahwa peningkatan
medis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan dan kemampuan professional,
prekamm medis Puskesmas Sukodono
baik anggota maupun organisasi dituntut
Lumajang tidak sesuai dengan standart

3
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

untuk meningkatkan pengetahuan, kemapuan yang dibuat oleh suatu instansi puskesmas.
profesi melalui penerapan ilmu dan teknologi Standart Procedure Operational (SPO)
yang berkaitan dengan perkembangan di tersebut harus diketahui dan dipenuhi oleh
bidang rekam medis dan informasi kesehatan. semua tenaga kesehatan yang terlibat
didalamnya untuk menunjang
Diagnosis yang terdapat dalam rekam medis
berlangsungnya suatu kegiatan rekam medik
di isi dengan lengkap dan jelas sesuai dengan
yang sesuai dengan standar atau ketentuan
arahan yang ada pada ICD-10. Dalam
perundang-undangan.
PERMENKES No. 269/ MenKes/ PER/ III/
2008 pasal 1 ayat 6 dinyatakan bahwa catatan Hasil wawancara dari keempat responden
adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dapat diketahui jika di Puskesmas Sukodono
dokter gigi tentang segala tindakan yang Lumajang belum terdapat SOP koding
dilakukan kepada pasien dalam rangka penyakit. Namun keempat responden juga
pemberian pelayanan kesehatan dan pasal 2 mengetahui jika adanya SOP itu penting.
ayat 1 rekam medis harus dibuat secara Menurut Notoatmodjo (2012) menyatakan
tertulis, lengkap dan jelas atau secara bahwa, melakukan pekerjaan secara efisien
elektronik. Karena penulisan diagnosa oleh tidak hanya tergantung pada kemampuan atau
dokter maupun perawat juga berdampak pada keterampilan pekerja semata tetapi juga
ketepatan kodefikasi berkas rekam medis. dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satu
diantaranya adalah standar prosedur kerja
Penulisan diagnosa yang tidak lengkap yang berisikan uraian tugas yang jelas atau
mengakibatkan ketidaktepatan kodefikasi adanya Standart Procedure Operational
berkas rekam medis yang kemudian (SPO).
berpengaruh terhadap pengelolahan data
yang membuat laporan menjadi tidak spesifik 3) Machine
dan akurat, misalnya laporan morbiditas Kegiatan pengelolahan rekam medis salah
rawat jalan, dan laporan 10 besar penyakit di satunya dibagian kodefikasi berkas rekam
Puskesmas Sukodono Lumajang. Hal tersebut medis, terdapat sarana dan prasarana yang
terbukti pada saat peneliti melakukan survei menunjang seperti adanya buku ICD-10
pendahuluan, peneliti menanyakan laporan volume 3 dan volume 1 atau komputer yang
10 besar penyakit yang ada di Puskesmas sudah terinstall aplikasi ICD-10 elektronik.
Sukodono Lumajang namun petugas tidak ICD-10 merupakan alat bantu yang
dapat menunjukkan laporan tersebut. Kode digunakan untuk melakukan kodefikasi
diagnosis yang salah maupun tidak spesifik penyakit. Petugas rekam medis maupun
dan akurat juga menyebabkan informasi yang petugas kodefikasi berkas rekam medis
dihasilkan mempunyai tingkat validasi data kebanyakan tidak menggunakan ICD-10
yang rendah juga menyebabkan kesalahan dalam melakukan kodefikasi rekam medis,
dalam pengambilan keputusan oleh kepala bahkan petugas tidak mengetahui kegunaan
puskesmas maupun dinas kesehatan. buku ICD-10.
2) Method Kesimpulan dari wawancara dengan
Method yang dimaksud dalam identifikasi responden yaitu di Puskesmas Sukodono
penelitian merujuk pada pelaksanaan SPO Lumajang tidak memiliki buku ICD-10,
kodefikasi berkas rekam medis di Puskesmas sehingga petugas yang melakukan kodefikasi
Sukodono Lumajang. Dalam pengelolahan berkas rekam medis menggunakan internet
rekam medis harus memiliki Standart untuk mencari kode diagnosa tersebut dan
Procedure Operational (SPO) atau kebijakan

4
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

kode diagnosa yang didapat dari internet menunjang kebutuhan pelaksanaan rekam
belum diketahui kebenarannya. Keadaan di medis bagi puskesmas.
Puskesmas Sukodono Lumajang tidak sesuai
dengan Hatta (2013:139) bahwa pelaksanaan Berdasarkan hasil wawancara, untuk
kodefikasi berkas rekam medis harus penyediaan anggaran buku ICD-10 belum
menggunakan ICD-10. ada rencana. Hal ini dikarenakan kepala
rekam medis tidak memiliki rencana
4) Material pengadaan buku ICD-10 sebagai penunjang
Material yang dimaksud dalam identifikasi pengelolaan rekam medis. Salah satu
penelitian merujuk pada kejelasan informasi kompetensi pendukung yang dimiliki
yang tercatat dalam berkas rekam medis. profesional perekam medis D-III adalah
Berkas rekam medis yang baik harus dapat menyusun anggaran. (Kepmenkes RI Nomor
memuat informasi yang memadai bagi dokter 377/ Menkes/ SK/ III/ 2007). Keadaan di
yang merawat, pasien sendiri, petugas Puskesmas Sukodono Lumajang tidak
pemberi pelayanan lainya seperti perawat berbanding lurus dengan peraturan yang ada,
maupun bagi puskesmas itu sendiri. Rekam karena kepala rekam medis tidak memiliki
medis harus mampu memberi data yang rencana dalam penyusunan anggaran.
cukup terperinci, sehingga dokter dapat
mengetahui bagaimana pengobatan dan 3.2 Menentukan Prioritas Penyebab
perawatan kepada pasien. Ketidaktepaan Kodefikasi Berkas
Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
Berdasarkan hasil wawancara kejelasan dengan CARL (Capability,
informasi yang dituliskan oleh dokter Accessabiity, Readiness, and Leverage )
maupun perawat sudah terbaca jelas. Karena
Hasil dari proses CARL yang telah dilakukan
rekam medis harus dibuat secara tertulis,
untuk penyekoran setiap solusi diatas dapat
lengkap dan jelas. Karena kejelasan
dimasukkan kedalam tabel perhitungan
penulisan diagnosa oleh dokter maupun
metode CARL dengan mengkalikan setiap
perawat juga berdampak pada ketepatan
indikator untuk mencari nilai tertinggi dari
kodefikasi berkas rekam medis oleh coder.
hasil perkalian yang telah diperoleh sehingga
5) Money dapat diketahui prioritas pemecahan masalah
Money yang dimaksud dalam indentifikasi dari permasalahan yang ada. Berikut adalah
penelitian merujuk pada anggaran yang tabel rekapitulasi hasil perkallian dengan
digunakan dalam rekam medis bagian menggunakan metode CARL:
kodefikasi berkas rekam medis untuk

5
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

Berdasarkan hasil skoring dari pemecahan ICD-10 volume 3 dan volume 1 dan
masalah yang telah dilaksanakan, didapatkan pengadaan SOP kodefikasi berkas rekam
hasil bahwa pada unsur man mendapat skor 20, medis.
unsur machine 36, unsur method mendapat skor Dari kesepakatan brainstorming, untuk
384, unsur material mendapat skor 28, dan unsur proses plan telah disepakati pembentukan
money mendapat skor 22. Hasil skoring tersebut, SOP koding penyakit sebagai pedoman kerja
dapat diambil ranking untuk menjadi prioritas petugas koding dan pengadaan buku ICD-10
pemecahan masalah dalam ketidaktepatan untuk membantu coder dalam pelaksanaan
kodefikasi berkas rekam medis pasien rawat koding. Dalam pelaksanaan plan peneliti
jalan ialah dengan menyediakan alat bantu membutuhkan waktu 2 minggu untuk
kodefikasi berupa ICD-10 volume 3 dan volume membuat SOP koding yang kemudian
1 dan pengadaan SOP kodefikasi berkas rekam disosialisasikan kepada petugas rekam
medis. Pemecahan masalah tersebut cukup medis khususnya coder.
mampu menjadi prioritas pemecahan masalah.
2) Do
3.3 Penyusunan strategi perbaikan dengan Setelah menyusun SOP koding peneliti
PDCA (Plan, Do, Check, Action) melakukan uji coba dengan menerapkan SOP
1) Plan koding serta penyediaan buku ICD-10.
Penetuan prioritas permasalahan diatas yakni Selama pelaksanaan peneliti memberikan
menyediakan alat bantu kodefikasi berupa sosialisasi dengan cara melihat proses coder
ICD-10 volume 3 dan volume 1 dan melakukan kodefikasi kemudian menjelaskan
pengadaan SOP kodefikasi berkas rekam alur-alurnya sesuai SOP koding yang telah
medis, sehingga peneliti menyusun upaya disusun. Kegiatan do dilaksanakan selama 1
perbaikan pemecahan masalah tersebut bulan di Puskesmas Sukodono Lumajang
dengan menggunakan PDCA. Pada tahap ini dengan bantuan lembar observasi.
peneliti menentukan tujuan dari capaian yang
diinginkan dan proses apa saja yang 3) Check
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tujuan Pada tahap ini peneliti mengevaluasi apakah
dari penelitian ini yaitu seluruh berkas rekam rencana yang disusun telah mencapai tujuan
medis pasien rawat jalan terkodefikasi secara yang diinginkan dengan cara melakukan
tepat dan akurat. Dari hasil skoring pengecekan terhadap berkas rekam medis
ditetapkan jika pemecahan masalah dengan pasien rawat jalan yang di koding oleh coder
menyediakan alat bantu kodefikasi berupa selama 1 bulan kemudian meminta bantuan

1
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

verifikator eksternal untuk memeriksa apakah e) Tidak ada masalah yang ditimbulkan
koding yang diberikan coder sudah sesuai dari faktor material karena coder di
dengan aturan ICD-10. Puskesmas Sukodono Lumajang
dokter dan perawat
4) Action f) Tidak ada masalah yang ditimbulkan
Tahapan terakhir yang dilakukan adalah dari faktor money
melaksanakan perbaikan rencana kerja. 2. Prioritas pemecahan masalah dalam
Melakukan penyempurnaan rencana kerja ketidaktepatan kodefikasi berkas rekam
atau bila perlu mempertimbangkan pemilihan medis pasien rawat jalan ialah dengan
dengan cara penyelesaian masalah ini. Untuk metode CARL yaitu dengan menyediakan
selanjutnya rencana kerja yang telah alat bantu kodefikasi berupa ICD-10
diperbaiki tersebut dilaksanakan kembali. volume 3 dan volume 1 dan pengadaan
SOP kodefikasi berkas rekam medis.
3.3 Pengacuan pustaka pemecahan masalah tersebut cukup
Daftar pustaka hanya memuat referensi mampu menjadi prioritas pemecahan
yang digunakan dalam menulis sitasi pada
masalah.
artikel. Sebaiknya menggunakan pustaka text
book/buku dalam 10 tahun terakhir (20%) 3. Pada tahap Plan penelitian menyediakan
dan jurnal/publikasi sejenis dalam 5 tahun ICD-10 untuk membantu koder dalam
terakhir (80%). Jumlah pustaka yang melaksanakan kodefikasi, membuat SOP
digunakan antara 10-20 rujukan. Daftar koding khusus berkas rekam medis
pustaka ditulis menggunakan sistem Harvard pasien rawat jalan, dan erkonsultasi
yang berisi nama-tahun disusun menurut dengan kepala rekam medis Puskesmas
urutan abjad nama penulis. Penulisan sitasi
Sukodono, serta memberikan sosialisasi
dapat menggunakan aplikasi seperti Zotero,
EndNote, Mendeley. Contoh penulisan daftar SOP koding kepada koder
pustaka ada di bagian bawah template ini. 4. Pada tahap Do peneliti melakukan
4. Simpulan dan Saran konsultasi kepada kepala rekam medis
4.1 Simpulan terkait SOP koding yang dibuat,
Dari hasil uraian serta pembahasan dari melakukan sosialisasi SOP koding
penelitian tentang Strategi Perbaikan kepada coder, memonitoring koder pada
Ketidaktepatan Kodefikasi Berkas Rekam saat melaksanakan kodefikasi dengan
Medis Pasien Rawat Jalan Berdasarkan bantuan lembar observasi
ICD-10 dengan PDCA di Puskesmas 5. Pada tahap Check peneliti melakukan
Sukodono Lumajang didapatkan pengecekan terhadap berkas rekam medis
kesimpulan: rawat jalan yang sudah di kodefikasi oleh
1. Masalah yang ditimbulkan dari faktor coder
Man, Machine, Method, Material, Money 6. Pada tahap Action didapatkan bahwa
yaitu: pembuatan SOP koding dan penyediaan
a) Pendidikan tidak berlatar belakang alat bantu berupa ICD-10 volume 3 dan 1
rekam medis dapat membantu coder dalam melakukan
b) Pengetahuan petugas rekam medis kodefikasi berkas rekam medis
yang kurang
c) Tidak adanya ICD-10 di Puskesmas 4.2 Saran
Hasil penelitian tentang Strategi Perbaikan
Sukodono Lumajang
Keetidaktepatan Kodefikasi Berkas
d) Tidak ada SOP koding yang digunakan
Rekam Medis Pasien Rawat Jalan
sebagai pedoman kerja
Berdasarkan ICD-10 dengan PDCA di

2
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

Puskesmas Sukodono Lumajang, maka Kep, Ns. M.Kes selaku dosen penguji 3
peneliti merekomendasikan beberapa 6. Sahabat-sahabat MUTLAK saya,
saran sebagai berikut: Varandini Hernandia, Wulansari A. Putri,
a Pihak Puskesmas Sukodono perlu Devie Antaliya, M. Suudin Haris, Prajna
melakukan evaluasi terhadap unsur 5M Pramitha, Ivon Mustika, dan Zellina
(man, machine, method, material, money) Fritamaya yang selalu memberi
yang menjadi penyebab ketidaktepatan dukungan serta masukan dalam
kodefikasi berkas rekam medis pasien mengerjakan skripsi
rawat jalan 7. Staff Puskesmas Sukodono Lumajang
b Pihak Puskesmas Sukodono perlu yang telah membantu saya dalam
mempertimbangkan prioritas pemecahan penelitian.
masalah CARL (Capability, Accessability,
Readiness, and Leverage) Daftar Pustaka
c Pada penelitian selanjutnya diharapkan Asmaratih. (2014) Analisa Keakuratan Kode
peneliti melakukan proses Plan Diagnosis Utama Neoplasma yang
(perencanaan) untuk prioritas masalah Sesuai Dengan Kaidah Kode Icd-10
yang telah di skoring CARL (Capability, Pada Dokumen Rekam Medis Rawat
Accessability, Readiness, and Leverage) Inap Di RSUD Tugurejo Semarang
Periode Triwulan 1 Tahun 2014.
d Dalam proses Do pihak Puskesmas Semarang: Dian Nuswantoro
Sukodono sebaiknya mengesahkan University Semarang
peraturan tetap atau SOP kodefikasi
sebagai pedoman kerja petugas DepKes RI, (2008) Tentang Sistem
e Pihak Puskesmas Sukodono dalam Check Pengelolaan Rekam Medis di
(pemeriksaan) kinerja petugas lebih Puskesmas. Jakarta : Direktorat
ditingkatkan Jendral Pelayanan Medik
f Pihak Puskesmas Sukodono perlu Action
DepKes RI. (2006). Pedoman penggunaan
(menindaklanjuti) dalam perencanaan
ICD-10 dan ICD-9 CM. Jakarta:
ketidaktepatan kodefikasi berkas rekam
Departemen Kesehatan RI.
medis pasien rawat jalan
Dorland, W. A. (2015). Dorland's Pocket
Ucapan Terima Kasih
Medical Dictionary. In A. A. Mahode,
Terimakasih kepada: Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi
1. Kedua Orang Tua saya, Ibu Yusnika 29 (p. 309). Jakarta: EGC
Pratiwi dan Bapak Parno
2. Kedua adik saya, Abdul Azis Dwi Harianto Nur Seha. 2015. Evaluasi Sistem
Pratikno dan Mutiara Adisty Putri Pengelolaan Dokumen Rekam Medis
Anggraeni yang selalu menghibur saya di Klinik VCT Puskesmas Puger
disaat saya stress dalam mengerjakaan Tahun 2014. Politeknik Negeri
skripsi Jember
3. dr. Novita Nuraini, M.A.R.S selaku
pembimbing yang selalu memberikan Jeff B, Rano I S, Ninawati. (2013). Analisis
bimbingan dan semangat. Keakuratan Kode Diagnosis Fracture
4. dr. Rinda Nurul Karimah, M. Kes selaku Femur Pada Dokumen Rekam Medis
dosen penguji 1 Periode Tahun 2012 Di RSUD Tidar
5. Bapak Dony Setiawan Hendyca Putra, S. Kota Magelang. Jurnal Manajemen

3
Prosiding Seminar Rekam Medik Dan Informasi Kesehatan

Informasi Kesehatan Indonesia. vol.1.


No.2. Hal 39-45.

Kaimah, R. N. 2016. Analisis Ketepatan


Kode Diagnosis Penyakit
Gastroenteritis Acute Berdasarkan
Dokumen Rekam Medis di Rumah
Sakit Balung Jember. Dalam Journal
of Agromedicine and Medical
Sciences. Vol 2. No. 2

Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor
377/MENKES/SK/II/2007 tentang
Standar Kompetensi Perekam Medis
dan Informasi Kesehatan
[internet].http://www. depkes.go.id/
[diaksestanggal 27 September 2011
pukul 20:16 WIB]

Anda mungkin juga menyukai