Anda di halaman 1dari 33

JUDUL PROPOSAL

ANALISA PENETAPAN KODE DIAGNOSIS UTAMA YANG


AKURAT BERDASARKAN SPESIFIKASI PENULISAN
DIAGNOSA UTAMA PADA DOKUMEN REKAM MEDIS
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SUNDARI MEDAN
PERIODE 2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan pada tiap unit

sarana pelayanan kesehatan perlu adanya dukungan dari berbagai faktor,

diantaranya yaitu terkait dengan perekaman data medis pasien yang informatif,

lengkap dan berkesinambungan. Bentuk dari sarana kesehatan itu salah satunya

adalah rumah sakit, dimana didalamnya terdapat penyelenggaraan rekam medis

yang baik dan benar. Oleh sebab itu, ditetapkanlah peraturan Menteri RI No 269 /

Menkes / Per / III / 2008. Rekam medis merupakan suatu berkas yang berisi

catatan – catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,

tindakan dan pelayanan lain pada pasien yang diberikan oleh sarana pelayanan

kesehatan. Pelayanan terutama rumah sakit, tidak terlepas dari peran serta petugas

rekam medis yang akan mendukung dalam rangka peningkatan mutu pelayanan

rekam medis. Dalam upaya memperoleh informasi kesehatan yang akurat, tepat

waktu, dan sesuai kebutuhan dalam pengambilan keputusan, digunakanlah standar

tentang pencatatan data morbiditas, dengan berpedoman pada International

Classification of Deseases 10th Revision (ICD-10) sebagai sistem klasifikasi

penyakit.

Sistem klasifikasi diagnosis penyakit adalah suatu tatanan pengelompokan

satuan penyakit yang disusun berdasarkan abjad dan angka 2 yang bertujuan

untuk mempermudah retrieval san analisis data. Penggunaan ICD-10 ini diperkuat

2
dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No 50 / Menkes / SK / I /1998 tentang

perberlakuan ICD-10 tertanggal 13 Januari 1998. Dalam penggunaannya, ICD-10

kini digunakan sebagai buku pedoman standar yang digunakan oleh rumah sakit

untuk menentukan kode diagnosis utama pasien. Dalam proses koding, ICD-10

menyediakan pedoman khusus untuk menyeleksi kausa atau kondisi yang akan

dikode dan proses kodingnya. Aturan dan pedoman tentang seleksi kondisi atau

sebab tunggal yang dipakai untuk tabulasi rutin dalam sertifikat kematian atau

rekaman morbiditas ini telah diadopsi oleh WHO dalam sidang World Health

Assembly, khususnya berkaitan dengan revisi ICD. Salah satu penentu keakuratan

kode diagnosia utama penyakit, adalah spesifisitas diagnosis utama, masing-

masing pernyataan diagnostik harus berisifat informatif atau mudah dipahami agar

dapat menggolongkan kondisikondisi yang ada kedalam kategori ICD yang paling

spesifik. Penulisan diagnosis yang detail dan spesifik, akan memudahkan

penentuan rincian kode.

Mengingat pentingnya spesifikasi penulisan diagnosa utama terhadap

keakuratan kode diagnosa utama yang dihasilkan, dan sebagai salah satu tolak

ukur untuk kontrol kualitas di bagian koding unit rekam redis maka dalam

penulisan tugas akhir ini, peneliti ingin membahas tentang

“ANALISA PENETAPAN KODE DIAGNOSIS UTAMA YANG

AKURAT BERDASARKAN SPESIFIKASI PENULISAN DIAGNOSA

UTAMA PADA DOKUMEN REKAM MEDIS RAWAT INAP DI RSU

SUNDARI MEDAN PERIODE 2019 ”

3
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Analisa keakuratan penetapan kode diagnosa utama

berdasarkan spesifikasi penulisan diagnosa utama.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

 Mengetahui keakuratan penetapan kode diagnosa utama berdasarkan

spesifikasi penulisan diagnosa utama.

1.3.2 Tujuan Khusus

 Mengetahui spesifikasi penulisan diagnosis utama pada dokumen

rekam medis rawat inap dan menghitung tingkat spesifikasi penulisan

diagnosa utama.

 Mengetahui keakuratan kode diagnosis utama pada dokumen rekam

medis rawat inap berdasarkan ICD-10 dan menghitung tingkat

keakuratan kode diagnosa utama.

 Mengetahui spesifikasi diagnosa utama terhadap keakuratan kode.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

4
Menambah pengalaman dan memperluas wawasan serta pengetahuantentang

pelaksanaan ICD-10, dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

b. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menentukan tata carakoding

yang benar menurut ICD-10.

c. Bagi Akademik

Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya sekaligus referensi yang

dapat menambah khasanah keilmuan rekam medis, khususnyamengenai

pelaksanaan ICD-10 dalam koding penyakit.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang “ANALISA PENETAPAN KODE DIAGNOSIS

UTAMA YANG AKURAT BERDASARKAN SPESIFIKASI

PENULISAN DIAGNOSA UTAMA PADA DOKUMEN REKAM

MEDIS RAWAT INAP DI RSU SUNDARI MEDAN PERIODE 2019 “

belum pernah ada yang meneliti dan berikut penelitian yang serupa yang

pernah dilakukan antara lain :

1. HAMID(2013) tentang hubunganketepatan penulisan diagnosis dengan

akuratkode diagnosis kasus Obstetri Gynecology pasien rawat inap di

RSUD. Dr. SAIFUL ANWAR MALANG .

a. Ketepatan penulisan diagnosis dengan kategori tepat sebanyak 57

berkas(59,4%) dan sisanya 39 berkas (40,6%) kategori tidak tepat.

5
b. Keakuratan kode diagnosis dengan kategori akurat sebanyak 74

berkas(77,1%) dan sisanya 22 berkas (22,9%) kategori tidak akurat.

c. Ada hubungan yang signifikan antara ketepatan penulisan diagnosis

dengan keakuratan kode diagnosis pada nilai p = 0,001.

1.6 Sistematika Ruang Lingkup

a. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam lingkup Ilmu Rekam Medis.

b. Lingkup Materi

International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problem – 10th Revision.

c. Lingkup Lokasi

Lokasi penelitian dilakukan dibagian koding rawat inap Rumah Sakit

Umum Sundari Medan.

d. Lingkup Metode

Penelitian ini menggunakan metode Observasi.

e. Lingkup Obyek

Obyek yang menjadi penelitian adalah dokumen rekam medis rawat inap.

f. Lingkup Waktu

Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2020.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Rekam Medis adalah hasil perekaman

yang berupa keterangan mengenai hasil pengobatan pasien, sedangkan rekam

kesehatan yaitu hasil perekaman yang berupa keterangan mengenai kesehatan

pasien. Dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 269 tahun 2008

tentang rekam medis disebutkan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan

catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan,

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien, dimana pasien adalah setiap

orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh

pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak

langsung kepada dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan tertentu Menurut

Huffman EK, 1992 menyampaikan batasan rekam medis adalah rekaman atau

catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana pelayanan yang diberikan kepada

pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan

pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup untuk

mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam

hasilnya. Dari definisi rekam medis diatas, dapat disimpulkan bahwa rekam

7
medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat

penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang

ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan

kesehatan kepada pasien.

2. Tujuan Rekam Medis

Rekam medis bertujuan untuk menyediakan informasi guna memudahkan

pengelolaan dalam pelayanan kepada pasien dan memudahkan pengambilan

keputusan,manajerial (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan,

penilaian dan pengendalian) oleh pemberi pelayanan klinis dan administrasi pada

sarana pelayanan kesehatan.

3. Manfaat Rekam Medis

Menurut Permenkes No. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa rekam medis

memiliki 5 manfaat yaitu :

a. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.

b. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.

c. Bahan untuk kepentingan penelitian.

d. Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.

e. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

Sedangkan menurut Gilbony 1991 rekam medis memiliki 6 manfaat, yang

terangkum dalam kata ALFRED :

8
a. Administration (Administrasi)

Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai administarsi karena isinya

menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggungjawab sebagai tenaga

medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.

b. Legal (Hukum)

Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut

masalah adanya jaminan kepastian hukum atas keadilan. Selain itu, dalam rangka

usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan

keadilan.

c. Financial (Keuangan)

Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat

dijadikan sebgai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran di rumah sakit.

d. Research (Penelitian)

Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya

mengandung data atau informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian

dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

e. Education (Pendidikan)

Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya

menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan

pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat

9
dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran dibidang profesi si

pemakai.

f. Documentation (Dokumentasi)

Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya

menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan

pertanggungjawaban dan laporan rumah sakit.

2.1.2 ICD – 10

1. Pengertian ICD – 10

ICD-10 adalah singkatan The International Statistical Classification of Disease

and Related Health Problem -10th Revision. Dimana ICD-10 ini digunakan untuk

klasifikasi penyakit dan masalah kesehatan lain yang terekam dalam berbagai

jenis rekaman vital dan kesehatan. Pada praktiknya ICD telah menjadi standard

internasional klasifikasi diagnosis untuk semua tujuan epidemiologi umum dan

manajemen kesehatan.

2. Tujuan ICD

Tujuan penyusunan ICD-10 adalah sebagai berikut :

a. Untuk mempermudah perekaman yang sistematis, untuk keperluan analisis,

interpretasi dan komparasi data morbiditas maupun mortalitas yang dikumpulkan

dari berbagai daerah pada saat yang berlainan.

10
b. Untuk menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah kesehatan

lainnya dari kata-kata menjadi kode alfanumerik, yang memudahkan

penyimpanan, retrieval dan analisis data.

2.1.3 Koding

1. Pengertian Koding

Koding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka

kombinasi huruf dalam angka mewakili komponen data, sedangkan pengkodean

adalah bagian dari usaha pengorganisasian proses penyimpanan dan pengambilan

kembali data yang memberi kemudahan bagi penyajian informasi tersebut.

2. Tujuan Koding

Koding merupakan fungsi yang cukup penting dalam jasa pelayanan informasi

kesehatan, data klinis yang terkode dibutuhkan untuk meretreieve informasi guna

kepentingan asuhan pasien, penelitian, peningkatan performasi pelayanan,

perencanaan dan manajemen sumber daya, serta untuk mendapatkan

reimbursement yang sesuai bagi jasa pelayanan kesehatan yang diberikan.

3. Langkah-langkah Koding

Adapun langkah-langkah koding adalah sebagai berikut :

a. Identifikasi tipe pernyataan yang akan di kode, kemudian carilah dalam buku

volume 3 pada bagian yang sesuai.

11
b. Cari lead term nya.

c. Baca catatan yang tercantum dibawah lead term.

d. Baca semua terminologi yang ada dalam kurung atau parentheses dibelakang

lead term.

e. Ikuti secara hati-hati semua cross-references (kata “see” dan “see also”) yang

termasuk dalam indeks.

f. Rujuk daftar tabulasi dalam volume 1 untuk verifikasi kesesuaian nomor kode

yang telah dipilih.

g. Berpedomanlah pada “inclusion” atau “exclusion terms” yang ada dibawah

kode terpilih, atau dibawah judul bab, blok atau kategori.

h. Tentukan kode yang sesuai.

2.1.4 Pengertian Diagnosa Utama

Diagnosa utama merupakan kata / frasa yang digunakan oleh dokter untuk

menyebutkan suatu penyakit yang diderita seorang pasien yang memerlukan,

mencari atau nemerima asuhan medis. Diagnosa diperoleh pada saat dokter telah

melakukan pemeriksaan terhadap pasien sedangkan diagnosis utama adalah

penyakit atau cacat, luka, keadaan sakit yang utama dari pasien yang dirawat di

rumah sakit, adapun batasan-batasan diagnosa utama adalah sebagai berikut :

1. Ditentukan setelah cermat dikaji (determined after study).

12
2. Menjadi alasan untuk dirawat (coused this particular admission).

3. Menjadi fakta arahan terapi, pengobatan atau tindakan lain-lain yang

dilaksanakan untuk menegakkan diagnosis (focus of treatment).

2.1.5 Macam-macam Diagnosis Menurut WHO

1. Principal Diagnosis

Adalah diagnosis yang ditegakkan setelah dikaji, yang terutama bertanggung

jawab menyebabkan admission pasien ke rumah sakit.

2. Other Diagnosis

Diagnosis selain principal diagnosis yang menggambarkan suatu kondisi dimana

pasien mendapatkan pengobatan, atau dimana dokter mempertimbangkan

kebutuhan-kebutuhan untuk memasukkannya dalam pemeriksaan kesehatan lebih

lanjut.

3. Complication

Suatu diagnosis yang menggambarkan suatu kondisi yang muncul setelah

dimulainya observasi dan perawatan di rumah sakit yang mempengaruhi

perjalanan penyakit pasien atau asuhan medis yang dibutuhkan.

13
2.1.6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akurasi Kode Penyakit

1. Kelengkapan Rekam Medis

Kelengkapan dalam pengisian rekam medis akan sangat mempengaruhi mutu

rekam medis. Sebelum melakukan pengkodean diagnosis penyakit, petugas rekam

medis diharuskan mengkaji data pasien dalam lembar-lembar rekam medis

tersebut diatas untuk memastikan rincian diagnosis yang dimaksud, sehingga

penentuan kode penyakit dapat mewakili sebutan diagnosis tersebut secara utuh

dan lengkap, sebagaimana aturan yang digariskan dalam ICD-10.

2. Tenaga Medis

Kualitas kode yang dihasilkan oleh petugas koding terutama ditentukan oleh data

dasar yang ditulis dan ditentukan oleh tenaga medis penanggung jawab pasien.

Oleh karena itu, penting bagi tenaga medis terkait untuk mengetahui dan

memahami proses koding dan data dasar yang dibutuhkan, sehingga dalam proses

perekaman dapat memenuhi beberapa persyaratan kelengkapan data guna

menjamin keakurasian kode. Di sisi lain, petugas koding bertanggung jawab atas

keakurasian kode diagnosis, oleh karenanya apabila ada hal-hal yang kurang jelas

atau meragukan dalam penentuan kode, perlu dikomunikasikan terhadap dokter

penganggung jawab.

3. Spesifikasi Penulisan Diagnosa Utama

Spesifikasi dalam penulisan diagnosa utama akan sangat mempengaruhi mutu

akurasi koding. Karena semua pernyataan diagnosis yang terekam harus

14
seinformatif mungkin agar dapat menggolongkan kondisi-kondisi yang ada ke

dalam kategori ICD yang paling spesifik. Penulisan diagnosis yang detail dan

spesifik akan memudahkan petugas koding dalam menentukan rincian kode

sampai dengan karakter ke-4 dan ke-5. Penulisan diagnosis yang tidak spesifik

sering kali menyulitkan koder dalam pemilihan kode penyakit yang sesuai, dan

berujung kesalahan penetapan kode (miscoding).

4. Tenaga Perekam Medis

Kunci utama dalam pelaksanaan koding adalah koder atau petugas koding.

Akurasi koding (penentuan kode) merupakan tanggung jawab tenaga rekam

medis, khususnya tenaga koding. Kurangnya tenaga pelaksana rekam medis

khususnya tenaga koding baik dari segi kualitas maupun kuantitas, kualitas

petugas koding di URM di rumah sakit dapat dilihat dari :

a. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja yang dimiliki oleh petugas koding sangat mendukung dalam

pelaksanaan tugasnya. Petugas koding yang berpengalaman dapat menentukan

kode penyakit lebih cepat berdasarkan ingatan dan kebiasaan.

b. Pendidikan

Keakuratan pilihan kode diagnosis dalam ICD adalah essensial bagi manajemen

kesehatan. Kesalahan mengutip, memindahkan dan memilih kode secara tepat

merupakan kesalahan yang sering terjadi pada saat pengkodean diagnosis

penyakit. Salah satu penyebab kesalahan tersebut umumnya adalah karena

15
kurangnya pengetahuan mengenai aturan-aturan dalam koding yang menggunakan

ICD-10. Kemampuan koding merupakan salah satu kompetensi kritis yang

tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lain. Karena koding merupakan salah satu

tugas pokok tenaga rekam medis.

c. Pelatihan

Apabila tenaga koding belum mempunyai kesempatan untuk mendapatkan

pendidikan khusus dibidang rekam medis dan informasi kesehatan, maka untuk

mendapatkan hasil yang baik, setidaknya petugas memperoleh pelatihan yang

cukup tentang seluk-beluk pekerjaannya selaku tenaga rekam medis. Pelatihan

yang bersifat aplikatif berupa in-house atau on-the-job training akan sangat

membantu meningkatkan pamahaman dan ketrampilan tenaga koding, terutama

bila latar belakang pendidikan sama sekali tidak menunjang keakuratan penentuan

kode.

d. Faktor Lain

Sebagaimana halnya tenaga kerja / SDM pada umumnya, tentunya kualitas tenaga

juga dipengaruhi oleh faktor SDM lain seperti usia, motivasi, sistem remunerasi,

sanksi, dan lain-lain.

5. Sarana ( alat bantu )

Sarana pendukang yang digunakan untuk membantu petugas

koding dalam menetapkan kode meliputi :

16
a. ICD-10

Terdiri dari 3 Volume yaitu :

1) Volume 1 berisi daftar tabulasi yang berupa daftar alfanumerik dari penyakit

dan kelompok penyakitbeserta catatan inclution dan Exclution dan beberapa cara

pemberian kode.

2) Volume 2 berisi petunjuk pemakaian ICD-10.

3) Volume 3 berisi indeks alfabethklasifikasi.

b. ICOPIM (International Clasification of Procedure in Medicine) yakni standart

pengkodean untuk tindakan Operasi.

c. Kamus Istilah Kedokteran

Digunakan untuk menerjemahkan istilah-istilah medis yang tidak demengerti oleh

petugas koding.(3)

d. Kamus Bahasa Inggris

Untuk membantu petugas koding untuk mengetahui istilah-istilah yang ditulis

dalam bahasa inggris.

6. Kebijakan atau Peraturan

Kebijakan rumah sakit yang dituangkan dalam bentuk SK Direktur, Protap

(prosedur tetap)atau SOP (standar operating procedures) akan mengikat dan

mewajibkan semua petugas di rumah sakit yang terlibat dalam pengisian lembar-

lembar rekam medis untuk melaksanakannya sesuai dengan peraturan dan

17
perundangan yang berlaku. Selain itu dalam rangka penjaminan kualitas

penyelenggaraan pelayanan rekam medis di rumah sakit, kebijakan yang

dituangkan dalam aturan tertulis akan sangat berperan sebagaidasar pelaksanaan

dan pedoman penyelenggaraan pelayanan rekam medis, sehingga pengawasan

juga menjadi mudah dengan adanya standar atau acuan yang baku. Adanya

akreditasi rumah sakit juga dapat menjadikan acuan penyelenggaraan pelayanan

rekam medis berkualitas di rumah sakit.

2.1.7 Aturan Morbiditas

1. Prinsip Umum

Seorang praktisi medis yang bertanggung jawab terhadap pengobatan pasien harus

memilih kondisi utama dan kondisi lain untuk masing-masing episode asuhan

kesehatan. Informasi ini harus disusun secara sistematis menggunakan standar

pencatatan.

2. Detail dan Spesifitas

Semua pernyataan diagnosis yang terekam harus seinformatif mungkin agar dapat

menggolongkan kondisi-kondisi yang ada ke dalam kategori ICD yang paling

spesifik. Penulisan diagnosis yang detail dan spesifik akan memudahkan

penentuan rincian kode sampai dengan karakter ke-4 dan ke-5. Rincian informasi

yang diisyaratkan menurut ICD-10 dapat berupa kondisi akut / kronis, letak

anatomik yang detail, tahapan penyakit, ataupun komplikasi atau kondisi

penyerta. Penulisan diagnosis yang tidak spesifik sering kali menyulitkan

18
koderdalam pemilihan kode penyakit yang sesuai, dan berujung kesalahan

penetapan kode (miscoding).

3. Diagnosis atau gejala tak tentu

Bilamana sampai dengan akhir episode perawatan tidak didapatkan diagnosis pasti

(definite) tentang penyakit atau masalah, maka informasi yang paling spesifik dan

kondisi yang diketahui memerlukan perawatan atau pemeriksaan saat itulah yang

direkam. Hal ini dilakukan dengan menyatakan suatu gejala, masalah atau temuan

abnormal sebagai diagnosis. Pernyataan diagnosis yang ditulis sebagi “mungkin”

(possible), “dipertanyakan” (questionable) atau “dicurigai” (suspected),

menunjukkan bahwa kondisi tersebut sudah dipertimbangkan namun belum dapat

dipastikan.

4. Alasan non-morbid kontak dengan pelayanan kesehatan

Episode asuhan kesehatan atau saat kontak dengan pelayanan kesehatan tidak

selalu berkaitan dengan pengobatan atau pemeriksaan penyakit / cidera saat ini.

Episode tersebut juga dapat terjadi manakala seseorang yang (mungkin) tidak

dalam keadaaan sakit namun membutuhkan atau menerima pelayanan kesehatan

tertentu, rincian dari keadaan tersebut haruslah direkam sebagai “main condition”

(kondisi utama).

5. Kondisi Ganda

Bilamana suatu periode perawatan menyangkut sejumlah kondisi yang saling

terkait (misalnya cidera multiple, sekuale multiple dari cidera atau penyakit

19
sebelumnya, atau kondisi multiple yang terjadi pada penyakit HIV), maka dalam

aturan morbiditas ICD-10 dinyatakan bahwa salah satu kondisi yang jelas paling

parah serta membutuhkan lebih banyak sumber daya dibandingkan dengan yang

lainnya harus direkam sebagai “main condition”(kondisi utama), sedang kondisi

yang lain sebagai “other condition”. Bila tidak ada kondisi yang lebih dominan,

maka istilah seperti “multiple fractures”, “multiple head injuris” atau “HIV

disease resulting in multiple infection” dapat direkam sebagai “main condition”

yang diikuti oleh daftar kondisi tersebut.

6. Kondisi Akibat Sebab Luar

Bilamana suatu kondisi seperti misalnya cidera, keracunan, atau akibat lain dari

sebab luar terekam, sangat penting artinya untuk menggambarkan secara lengkap

kondisi yang ada dan kondisi lingkungan yang menyebabkan timbulnya hal

tersebut. Jadi untuk diagnosis cedera sebaiknya digunakan kode ganda, satu kode

utama untuk kondisi cedera yang diderita, dan kode tambahan untuk menjelaskan

sebab luar apa yang menyebabkan kondisi tersebut, meliputi jenis sebab luar,

tempat kejadian, dan aktivitas saat kejadian. Kode ini sangat penting artinya jika

dikaitkan dengan epidemiologi cedera dan kecelakaan, khususnya kecelakaan

kerja, kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan domestik. Statistik yang biak untuk

sebab cedera ini dapat digunakan untuk upaya pencegahan dan penanggulangan

cedera dan keracunan.

20
7. Pengobatan untuk Squale

Bilamana suatu episode perawatan ditunjukan untuk perawatan atau pemeriksaan

dari kondisi residual (squale) dari suatu penyakit yang sudah tidak ada lagi, squale

tersebut harus digambarkan secara lengkap

dan disebutkan kondisi asalnya, disertai indikasi yang jelas bahwa

penyakit asalnya sudah tidak ada lagi. Jadi kode squale ini diberikan bila

pelayanan kesehatan yang diberikan adalah untuk gejala sisa dari suatu penyakit

disertai bukti atau keterangan bahwa penyakitnya sendiri telah sembuh.

2.1.8 Aturan Reseleksi Kondisi Utama

1. Rule MB 1

Bilamana suatu kondisi minor atau kondisi yang sudah lama terjadi, atau masalah

yang bersifat insidental tercatat sebagai “kondisi utama”, sedangkan kondisi yang

lebih signifikan dan lebih relevan terhadap pengobatan yang diberikan dan atau

yang lebih sesuai dengan spesialisasi yang merawat pasien, terekam sebagai

“kondisi lain”, mungkin perlu dilakukan reseleksi, dimana yang disebutkan

terakhir justru menjadi “kondisi utama”.

2. Rule MB 2

Bilamana beberapa kondisi yang tak dapat dikode dengan kondisi multiple

ataupun kategori kombinasi, terekam sebagai “kondisi utama” sedangkan rincian

lain pada catatan mengacu pada salah satu kondisi sebagai “kondisi utama”

21
berdasarkan pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien, maka pilihlah kondisi

yang terakhir ini, atau pilih saja kondisi yang pertama disebutkan, apabila tidak

ada keterangan yang memadai.

3. Rule MB 3

Bila suatu gejala (symptom) atau tanda (sign) yang umumnya terklasifikasi dalam

Bab XVIII, atau masalah non-morbid yang terklasifikasi pada Bab XXI, terekam

sebagai “kondisi utama” dan hal tersebut secara jelas menggambarkan tanda,

gejala atau permasalahan dari kondisi yang didiagnosis dibagian lain, sedangkan

perawatan atau pelayanan kesehatan yang di berikan kepada pasien tersebut sesuai

dengan gambaran diagnosis tadi, maka lakukan reseleksi dengan memilih

diagnosis yang terakhir tadi sebagai “kondisi utama” yang harus dikode.

4. Rule MB 4

Apabila diagnosis yang terekam sebagai “kondisi utama” menggambarkan suatu

kondisi dengan istilah yang lebih umum (General) sedangkan terminology yang

lebih spesifik atau dapat memberikan informasi yang lebih presisi tentang lokasi

atau gambaran lengkap dari kondisi tersebut diletakkan dibagian lain, maka

reseleksilahkondisi yang lebih spesifik tadi sebagi “kondisi utama” yang akan di

kode.

5. Rule MB 5

Bilamana suatu gejala atau tanda terekam sebagai “kondisi utama” dengan

indikasi bahwa kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi lainnya, atau

22
sebab lain di luar yang terekam, maka sebaiknya pilih gejala (symptom) tersebut

sebagai “kondisi utama”. Sedangkan bila terdapat dua atau lebih kondisi yang

terekam sebagai pilihan diagnosis “utama”, dan keduanya memungkinkan untuk

dipilih sebagai kondisi utama, maka pilihlah yang pertama kali direkam.

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Kerangka Teori Faktor yang mempengaruhi kode diagnosis :

Gambar 2.1 : Kerangka Teori

Faktoryangmempengaruhi Tenaga Medis

kode diagnosis : (Dokter)


Diagnosis Utama:

1.Kelengkapan Rekam 1. Spesifik

Diagnosis 2. Tidak Spesifik


Medis
Utama
2.Tenaga Medis
Kode Penyakit
3.Tenaga Rekam Medis
Tenaga Medis
4.Sarana Prasarana

Akurat Tidak Akurat


5.Kebijakan

23
2.2.2 Kerangka Konsep

Spesifik
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Kode Akurat
Diagnosa
Diagnosa Tidak Spesifik
Utama
Utama

Tidak Spesifik
Akurat

Tidak Spesifik

2.3 Hipotesis

1. Bagaimana proses pengkodingan berkas rekam medis rawat inap di Rumah

Sakit Umum Sundari Medan ?

2. Apakah Penetapan kode diagnosis utama berdasarkan spesifikasi penulisan

utama pada dokumen rekam medis rawat inap di Rumah Sakit Umum Sundari

Medan sudah sesuai?

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Rancangan Penelitian

3.1.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif artinya peneliti memaparkan

hasil – hasil penelitian secara obyektif. Metode penelitian yang digunakan

ialah observasi, maksudnya peneliti mengamati obyek penelitian secara

langsung untuk memperoleh gambaran hasil sesuai dengan keadaan

dilapangan. Sedangkan metode yang digunakan adalah observasi dengan

pendekatan cross sectional yakni pengumpulan data variabel dilakukan pada

saat bersamaan.

3.2 Identifikasi Variabel

Variabel diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek

pengamatan, penilaian atau faktor yang berperan dalam peristiwa dan gejala

yang akan diteliti yaitu :

1. Diagnosa Utama

2. Kode Diagnosa Utama

3. Persentase spesifikasi diagnosa utama dan keakuratan kode diagnosa utama

25
3.3 Definisi Operasional

No Variabel Penelitian Definisi Operasional

1 Diagnosa Utama Diagnosa utama adalah diagnosis yang ditegakkan

setelah dikaji, yang terutama bertanggung jawab

menyebabkan admission pasien ke rumah sakit yang

diperoleh berdasarkan observasi lembar RM 1 yang

kemudian di cross check dengan lembar-lembar RM

yang lain seperti lembar anamnesa, pemeriksaan fisik,

perjalanan penyakit, resume, pemeriksaan penunjang.

Kategori Penulisan diagnosa utama yang memenuhi kriteria-

a. Diagnosa Utama kriteria ICD-10 yaitu ada etiologi, topografi, morfologi

Spesifik dan penggunaan terminologi medis yang tidak standar

atau tidak sesuai kesepakatan.

b. Diagnosa utama Penulisan diagnosa utama yang tidak memenuhi

tidak spesifik kriteriakriteria ICD-10 yaitu tidak jelas etiologi,

topografi, morfologi,

penggunaan terminologi medis yang standar atau

sesuai kesepakatan dan tidak tertulis pada lembar RM

01.
2 Kode Diagnosa Utama Kode alfanumerik dari ICD-10 yang diberikan oleh

petugas koding berdasarkan diagnosa utama yang

ditulis dokter sesuai ketentuan ICD-10 yang diperoleh

26
berdasarkan observasi lembar RM 1 yang kemudian di

cross check

24 dengan lembar-lembar RM yang lain seperti lembar

anamnesa, pemeriksaan fisik, perjalanan penyakit,

resume, pemeriksaan penunjang.

Kategori

a. Kode Akurat Kode tepat dan sesuai dengan kategori klasifikasi ICD-

10.

b. Kode Tidak Akurat Kode tidak tepat dan tidak sesuai dengan kategori yang

terklasifikasi dalam ICD-10.


3 Persentase Proporsi kode diagnosa yang akurat dan tidak akurat

spesifikasi diagnose dan proporsi diagnosa utama spesifik dan tidak

utama dan keakuratan spesifik dalam bentuk persen (%).

kode diagnosa utama

Perhitungan ini didapatkan dengan rumus :

Diagnosa Spesifik = Diagnosa Spesifik x 100 %

Total Diagnosa

Diagnosa tidak Spesifik = Diagnosa tidak Spesifik x 100 %

Total Diagnosa

Kode Akurat = Kode Akuratx 100%

27
Total Kode

Kode Tidak Akurat = Kode Tidak Akurat x 100%

Total Kode

3.4 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah dokumen rekam medis rawat inap pada

bagian filing pada tahun 2019.

2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik semi systematic

random sampling (sampel acak semi sistematis) dengan menggunakan ujung

pensil yang dijatuhkan diatas table random, tabel random diperoleh dari angka

acak (random number) menggunakan komputer, setelah pensil dijatuhkan

sekali pada tabel random kemudian ditarik garis secara vertikal keatas,

kekanan dan kebawah dengan memberi jarak 2 baris untuk diambil nomornya

pada tabel random sesuai dengan jumlah sampel yang ditentukan, nomor urut

yang dibaca sebanyak 2 digit dari belakang pada tabel random untuk dilihat

nomor urutnya pada buku register pasien rawat inap untuk mendapatkan

nomor rekam medis yang kemudian akan dicari pada bagian filing. Adapun

besar sampel yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan

28
rumus sebagai berikut :

rumus sampel (n) yaitu :

N
n=
1+ N ( d . d )

Keterangan :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

d²= Tingkat Keakuratan 10 % (0,1)(2)

Dari jumlah DRM, akan dihitung jumlah sampel populasi dengan

perhitungan rumus n :

N
n=
1+ N ( d . d )

Dengan demikian, didapatkan sampel untuk dokumen rekam medis rawat

inap sejumlah …

3.5Alat dan Bahan Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Check – list untuk memasukkan kode yang sudah diperolehyang

29
selanjutnya ditabulasikan kedalam tabel.

N
n=
1+ N ( d . d )

2. Tabulating yang akan digunakan untuk mengidentifikasi diagnosa yang

spesifik atau tidak spesifik maupun kode diagnosa yang akurat atau tidak

akurat.

3.6Prosedur Penelitian

Pengarahan Pengajuan Judul


Pembuatan KTI

Penelitian Proposal

Hasil Penelitian Pengolahan Data

3.7 Metode Pengumpulan Data

1. Data primer

30
Merupakan data yang diperoleh dengan pengambilan data secara langsung pada

lembar RM 1 dan lembar-lembar RM pendukung lainnya pada dokumen rekam

medis rawat inap.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya

yang dikumpulkan oleh pihak lain dilokasi penelitian. Sumber data disini

diperoleh melalui data register rawat inap per bangsal untuk mengetahui nomor

rekam medis dokumen rawat inap yang akan diambil di rak filing.

3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data

Terhadap data yang diperoleh dilakukan pengolahan data sebagai berikut :

1. Editing, yaitu meneliti kembali penulisan data yang dikumpulkan.

2. Tabulating, yaitu membuat tabel tentang keakuratan kode dan spesifikasi

penulisan diagnosa utama.

3. Penyajian data, yaitu menyajikan data dalam bentuk tabel sehingga dapat

diketahui gambaran kedalam bentuk naratif.

3.9 Alur Penelitian

1. Pengarahan pembuatan KTI oleh dosen pembimbing.

31
2. Mengajukan judul proposal kepada Dosen pembimbing.

3. Lalu mengidentifikasi, memilih dan merumuskan permasalahan yang ada.

4. Membuatan kerangka konsep, merumuskan hipotesis dan mengembangkan

teori serta metode penelitian yang akan dilakukan, selanjutnya akan maju untuk

melakukan seminar proposal, lalu mencari data yang dibutuhkan penelitian.

5. Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan melakukan pembahasan dan

menarik hasil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

6. Dan Mengajukan kembali kepada penguji.

DAFTAR PUSTAKA

32
1. Kresnowati, Lily. Hand out KPT I General Koding Semarang. 2010.

2. Shofari, Bambang. Pengolahan Sistem Rekam Medis Kesehatan. Semarang.

2012

1. 3. Permenkes No.269/Menkes/Per/III/2008. Tentang Rekam Medis

4. Huffman, Edna K Health Information Management Physician Record

Company. Borwyn. Lliois.

5. Depkes RI, Dirjen Yanmed. Pedoman Pengolahan Rekam Medis Rumah

Sakit di Indonesia. DepKes RI, Jakarta.

6. Depkes RI, Dirjen Yanmed. Pelatihan Penggunaan Klasifikasi International

Mengenai Penyakit Revisi X (ICD-10). 2013.

7. Mahawati, Eni. Modul Metodologi Penelitian. D III Rekam Medis

Informasi Kesehatan Fakultas Kesehatan. Universitas Dian Nuswantoro 2012

8. Shofari, Bambang. Dasar-dasar Pelayanan Rekam Medis.2010

9. https://blog.ugm.ac.id/2010/09/24/definisi-rekam-medis/

33

Anda mungkin juga menyukai