Anda di halaman 1dari 12

PENGARUH KOMPETENSI CODER TERHADAP KEAKURATAN

DAN KETEPATAN PENGKODEAN MENGGUNAKAN ICD-10


DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA 2020

Abstrak
Ketepatan dalam pemberian kode diagnosis merupakan hal penting yang harus diperhatikan
oleh tenaga perekam medis, kualitas data terkode merupakan hal penting bagi kalangan
tenaga personel Manajemen Informasi Kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kompetensi coder terhadap keakuratan dan ketepatan pengkodean menggunakan ICD-10 di
Rumah Sakit Bhayangkara . Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan rancangan
pendekatan studi kasus (case study) dengan jumlah informan 5 orang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tenaga medis (dokter) belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai
koding, tulisan dokter sulit dibaca, kesalahan membuat kode diagnose/prosedur, dokter
menggunakan singkatan kata yang tidak standar, masih ada petugas belum memahami
nomenklatur dan menguasai anatomi dan patologi, sarana dan prasarana dalam mendukung
keakuratan dan ketepatan koding sudah ada, kesalahan dalam pengkodingan terjadi karena
kurang telitinya petugas. Keakuratan dan ketepatan dalam pegkodean sangat berpengaruh
terhadap tarif INA CBG’s, dan komite medik sangat berperan dalam kasus severity level III,
sedangkan Rekam Medik berperan dalam monitoring/evaluasi penatalaksanaan koding. Jika
ada resume yang tidak jelas tim case-mix memeriksa berkas rekam medis yang dibutuhkan
untuk kesesuaian diagnosa/coding.

Kata Kunci : ICD-10, Kompetensi Coder, Keakuratan dan Ketepatan Pengkodean

Abstract

The accuracy in administering the diagnosis code was the important matter for medical
recorder, quality of data was the most important thing for health information management of
medical recorder. This study aims to know the coder competency for accuracy and precision
of using ICD-10 at bhyangkara hospital. This study was a qualitative method with case study
implementation from five informan. The result show that medical personnel (doctor) have
never received a training about coding, doctor’s writing that hard and difficult to read,
failure for making diagnose’s code or procedures, doctor used an usual abbreviations that
are not standard, there’s still an officer who are not understand about the nomenclature and
mastering anatomy phatology, facilities and infrastructure were supported for accuracy and
precision of the existing code. The errors of coding always happen because there is a human
error. The accuracy and precision in coding very influence against the cost of INA CBG’s,
medical and the committee did most of the work in the case of severity level III, while
medical record had a role in monitoring or evaluation of coding implementation. If there are
resumes that is not clearly case-mix team check file needed medical record the result the
diagnoses or coding for conformity.

Keywords: coder competency, accuracy and precision of coding, ICD-10


PENDAHULUAN penyakit-penyakit yang sejenis ke dalam satu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial grup nomor kode penyakit sejenis sesuai
(BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk dengan International Statistical Classification
untuk menyelenggarakan program jaminan of Disease and Related Health Problem
sosial. BPJS sebagai badan hukum publik revisi 10 (ICD-10) untuk istilah penyakit dan
dibentuk dengan undang-undang khusus dan masalah yang berkaitan dengan kesehatan,
hanya menyelenggarakan program Jaminan dan International Classification of Disease
Sosial yang merupakan program Negara Clinical Modification revisi kesembilan
sesuai amanat Pasal 28 H ayat (1),(2) dan (3) (ICD-9 CM) untuk prosedur/tindakan medis
serta pasal 34 ayat (1) dan (2) UUD 1945. yang merupakan klasifikasi komprehensif
BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS (Kasim, 2011).
Ketenagakerjaan (Kemenkes RI, 2013). Dalam pengkodean diagnosis yang
BPJS Kesehatan bermitra dengan rumah akurat, komplet dan konsisten akan
sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan menghasilkan data yang berkualitas.
lainnya untuk memenuhi kebutuhan Ketepatan dalam pemberian kode diagnosis
kesehatan masyarakat yang layak diberikan merupakan hal penting yang harus
kepada setiap orang yang telah membayar diperhatikan oleh tenaga perekam medis,
iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. kualitas data terkode merupakan hal penting
Rumah sakit sebagai organisasi dan bagi kalangan tenaga personel Manajemen
manajemen dengan ciri khas, memberikan Informasi Kesehatan. Ketepatan data
layanan medis yang dilakukan oleh tenaga diagnosis sangat krusial di bidang
medis dan para medis professional seperti: manajemen data klinis, penagihan kembali
dokter, dokter gigi, dan paramedis yang biaya, beserta hal-hal lain yang berkaitan
didukung oleh tenaga non medis, tenaga dengan asuhan dan pelayanan kesehatan
administrasi dan tenaga teknis lainnya yang (Hatta. GR, 2008).
memberikan pelayanan umum beserta sarana Surat Keputusan Menteri Kesehatan
dan prasarana yang diperlukan. Dari definisi Nomor 377/MenKes/SK/III/2007 tentang
tersebut program peningkatan manajemen Standar Profesi Perekam Medis dan
dan mutu rumah sakit merupakan peran dari Informasi Kesehatan menyatakan bahwa
rekam medis (DepKes, 2009). salah satu atau kompetensi yang harus
PERMENKES RI Nomor dimiliki oleh perekam medis adalah
269/Menkes/PER/III/2008 Bab I pasal 1 klasifikasi dan kodefikasi penyakit, masalah-
tentang rekam medis, menjelaskan bahwa masalah yang berkaitan dengan kesehatan
rekam medis adalah berkas yang berisikan dan tindakan medis. Selama beberapa tahun,
catatan dan dokumen tentang identitas penggunaan prosedur dan istilah penyakit
pasien. Manfaat rekam medis dapat dipakai yang berbeda-beda mengakibatkan
untuk pemeliharaan kesehatan, pengobatan pengumpulan dan pengolahan data
pasien, alat bukti dalam proses penegakan morbiditas dan mortalitas menjadi tidak
hukum atas tindakan medis, dasar akurat. Sebagai usaha untuk
pembayaran biaya pelayanan kesehatan, data mengorganisasikan dan menstandarkan
statistik kesehatan, keperluan pendidikan dan bahasa medis, para ahli penyelenggara
penelitian. Rekam Medis dikatakan bermutu kesehatan berhasil mengembangkan
apabila rekam medis tersebut akurat, nomenklatur penyakit, sistem klasifikasi
lengkap, dapat dipercaya, valid, dan tepat penyakit, dan perbendaharaan istilah medis
waktu. Satu di antara sistem pengolahan data klinis.
yang penting dalam sistem rekam medis Seorang coder harus mampu
adalah sistem pengkodean (Abdelhak et.al, melaksanakan atau melakukan suatu
2001). pekerjaan yang dilandasi atas kompetensi,
Sistem pengkodean/sistem klasifikasi keterampilan dan pengetahuan serta
penyakit merupakan pengelompokan didukung oleh sikap kerja yang menjadi
karakteristik individu. Kompetensi mengorganisasikan dan menstandarkan
merupakan suatu kemampuan untuk bahasa medis, para ahli penyelenggara
melaksanakan atau melakukan suatu kesehatan berhasil mengembangkan
pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas nomenklatur penyakit, sistem klasifikasi
keterampilan dan pengetahuan serta penyakit, dan perbendaharaan istilah medis
didukung oleh sikap kerja yang menjadi klinis.
karakteristik individu, dituntut oleh Tenaga coder di Rumah Sakit
pekerjaan tersebut (Wibowo, 2008). Bhayangkara berlatar belakang pendidikan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan D3 Rekam Medis, namun dalam
Nomor 377/MenKes/SK/III/2007 tentang pengkodingannya masih terdapat
Standar Profesi Perekam Medis dan salah/belum tepat. Berdasarkan survey awal
Informasi Kesehatan menyatakan bahwa 463 berkas rekam medis rawat inap pada
salah satu atau kompetensi yang harus formulir ringkasan masuk dan keluar
dimiliki oleh perekam medis adalah ditemukan 93 kesalahan atau tidak tepat
klasifikasi dan kodefikasi penyakit, masalah- dalam pengkodean penyakit (diagnosa),
masalah yang berkaitan dengan kesehatan penentuan diagnosa utama/diagnosa
dan tindakan medis. Selama beberapa tahun, sekunder serta ketidaktelitian coder dalam
penggunaan prosedur dan istilah penyakit pengkodingan, diantaranya seperti pada
yang berbeda-beda mengakibatkan tabel. 1. Hal ini dapat menghambat dalam
pengumpulan dan pengolahan data pengklaiman jaminan kesehatan nasional dan
morbiditas dan mortalitas menjadi tidak dapat merugikan pihak rumah sakit.
akurat. Sebagai usaha untuk

Tabel 1
Ketidaktepatan Pemberian Kode Penyakit Menggunakan ICD-10
Di Rumah Sakit Byangkara Tahun 2020

No Diagnosa Seharusnya Hasil koding Ket


1 Anaemia, unspecified D64.9 J18.9 Tidak ada di resume medis (coder
tidak teliti)
2 Epidural S06.4 S02.0 Tidak perlu dikoding karena integral
haemorrhage dengan diagnose sekunder dan
diagnose utama
3 Iron deficiency D50.9 M32.9 Salah penentuan kode diagnose utama
anaemia, unspecified dan diagnose sekunder karena yang
menyerap sumber dayaa dalah D50.9
(sumber daya transfusi)
4 Essential Primary I 10 R 10.1 Salah penentuan diagnose utama ada
hypertension diagnosa yang lebih spesifik selain
kode “R”
5 Dengue A90 A91 Salah kode karena thrombosit masih
Haemorrhagic fever dalam batas normal 158.000/ul
6 Anemia post D62 D50.0 Salah koding seharusnya D62 (anemia
haemorrhage post haemorrhage) perdarahan saluran
cerna bagian atas
7 Calculus of K80.2 R10.1 Tidak perlu dikoding karena R10.1
gallbladerwithout sudah integral dengan K80.2 jadi
cholecysititis diagnose utama adalah K80.2
8 Anemia + Melena D62 D64.9 Salah koding seharusnya D62 (anemia
post haemorrhage) post melena
9 Benign paroxysmal H18.1 R42 R42 (vertigo) tidak perlu dikoding
vertigo karena sudah integral dengan H18.1
10 Pulmonary oedema J81 I50.0 Salah penentuan diagnose utama dan
diagnosa sekunder
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan waktu mata kuliah psikiatri,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian permasalahan yang sering terjadi adalah tulisan
dengan judul “Pengaruh Kompetensi Coder dokter sulit dibaca, kesalahan membuat kode
Terhadap Keakuratan dan Ketepatan diagnosa/prosedur, dokter menggunakan
Pengkodean Menggunakan ICD-10 di singkatan kata yang tidak standar, coder kurang
Rumah Sakit Bhyangkara 2020 teliti dalam penentuan kode, dokter tidak
membuat diagnosa yang sesuai standar. Resume
tidak lengkap, pasien ditangani oleh multi
METODE PENELITIAN spesialisasi, jadi lebih sulit untuk menentukan
Jenis penelitian ini menggunakan kode diagnosa utama dan tenaga coder kurang
kualitatif dengan rancangan pendekatan studi memiliki pengetahuan terminology medis
kasus (case study), Informan penelitian maupun anatomi (Informan 4)
berjumlah 5 orang terdiri dari koordinator
pengolahan data, kepala unit rekam medis, “Pelaksanaan audit koding di sini dilaksanakan
Ketua case-mix dan pelaksana koding. berdasarkan hasil koding oleh petugas coder
Metode yang digunakan adalah metode dikoreksi kembali oleh ketua casemix / wakil
tekhnik observasi, wawancara, dan hasil ketua untuk mengetahui ketepatan pemberian
penelusuran dokumen. Dengan pengolahan code dengan diagnosa/tindakan/terapi. Jika
ditemukan kesalahan pada kode, coder diminta
data menggunakan triangulasi, triangulasi
untuk memperbaiki,, jika diperlukan dilakukan
sumber, triangulasi metode, triangulasi data. konfirmasi dengan melihat berkas rekam medis
Data dianalisis secara deskriptif dengan atau konfirmasi langsung ke dokter yang
menggunakan teknik Content Analysis. bersangkutan” (Informan 4)

HASIL “Prosedur Audit Kodingnya Seperti Kesalahan


1.1 Kompetensi Petugas membuat code diagnosa/prosedur, tulisan dokter
1.1.1 Tenaga Medis sulit dibaca, dokter menggunakan singkatan
Pada penelitian ini berdasarkan hasil yang tidak standar dan kurang teliti dalam
wawancara mendalam terhadap informan, penentuan kode misalnya dalam menentukan
tenaga medis menjelaskan bahwa tenaga lokasi yang sulit” (Informan 4)
coder sudah memahami tentang
“hal yang harus kami (dokter) tingkatkan
pengkodingan sedangkan pelatihan tentang
menurut saya ya...dokter perlu mendapatkan
koding belum pernah diikuti oleh dokter. Hal pelatihan mengenai koding, pelayanan
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut BPJS/INA CBGs, . coder harus lebih memahami
ini: terminologi medis dan tidak melakukan
kesalahan koding secara berulang, dan
“Petugas sudah memiliki kompetensi kerjasama dan peran akif dari komite medik
/keterampilan dalam mengkoding, ada untuk mensosialisasikan terus menerus mengenai
SPO/Kebijakan khusus terkait koding /penetapan pengisian resume medik secara lengkap, tulisan
kode sudah ada dan sudah dilaksanakan, dokter dokter yang terbaca, sosialisasi singkatan yang
belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai boleh dan tidak boleh digunakan. coder juga
koding karena di Rumah Sakit ini sistem case- mendapatkan pelatihan berkala untuk
mix baru berjalan sejak maret 2017”(Informan meningkatkan kemampuannya”
4)
“Perannya hanya mengetahui penyakit-penyakit
“Saya mengetahui sedikit tentang struktur dan isi atau kasus berdasarkan tingkat keparahan dari
ICD10 dan ICD 9 CM dan tenaga koder pasien itu harus membuat laporan ke BPJS nah
membuat kode diagnosa berdasarkan resume itu hanya sampai disitu. Peran komite RM
DPJP, jika ada diagnosa yang meragukan membuat laporan tentang pelaksanaan koding
dilakukan konfirmasi baik via telp/via WA mesalnya persentasi kesalahan pengkodingan
kedokter yang bersangkutan maupun diskusi dan diserahkan ke komite rekam medis dan
dengan sistem case-mix, langkah –langkah diteruskan ke rapat-rapat komite medis.
koding sedikit mengetahui karena ada sedikit
pertemuan hanya dilakukan 1 kali karena baru “Latar belakang minimal D3 rekam medis
dibentuk” (Informan 5) untuk tenaga koding, dan saya latar
belakang D3, saya pernah mengikuti
1.1.2 Petugas Koding pelatihan” (Informan 1, 2, 3)
Pada penelitian ini berdasarkan hasil
wawancara mendalam terhadap informan, “Kalo saya basicnya sich D4 Rekam Medis
mereka menjelaskan bahwa pemahaman dan pelatihan koding sudah 2 kali lama
mereka tentang nomenklatur pengkodingan pelatihan biasanya 4 hari pesertanya terdiri
sudah memahami dan ada juga sebagian dari tenaga coder yang ada di rumah sakit
petugas yang mengatakan masih kurang pemerintah maupun swasta metodenya
memahami mengenai nomenklatur atau khusus untuk kaidah koding, kalo untuk
pengklasifikasian penyakit/tindakan. Hal coder ada sosialisasi, kalo untuk karyawan
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut baru kita sosialisasikan tata cara kode yang
ini: benar, untuk dokter tidak ada karena tidak
terlibat dalam pengkodingan dokter
“Pemahaman tentang ilmu penyakit sedikit-
berperan dalam pembuatan
sedikit, kalo terminology medis saya tidak
memahami yang memahami hanya diagnosanya
diagnosa“(Informan 5)
aja, tentang diagnose utama dan sekunder
kurang memahami”(Informan1 dan 2) 1.2 Keakuratan dan Ketepatan
Pada penelitian ini berdasarkan hasil
“Ilmu penyakit memahami, tentang nomenklatur wawancara mendalam terhadap informan,
sudah memahami karena sudah ada di sistem mereka menjelaskan bahwa sarana dan
aplikasi, klasifikasi tindakan, anatomi, patologi prasarana yang ada sudah mencukupi hal ini
lebih kurang memahami”(Informan 3) digunakan untuk mendukung keakuratan dan
ketepatan dalam pelaksanaan koding. Hal
Saat dikonfirmasi kepada kepala rekam tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut
medis dan Ketua case-mix mengenai ini:
pemahaman nomenklatur mereka
mengatakan bahwa petugas pasti sudah “Sarana kerja seperti ICD vol 1, 2 dan 3, kamus
memahami karena saat perkuliahan diberikan bahasa inggris, buku terminology medis dan
materi tersebut. Hal tersebut dapat dilihat kamus kedokteran sudah mencukupi, dan ada
pada kutipan ungkapan berikut ini: juga softwarenya di dalam komputer”
(Informan 1, 2, 3)
“Mengetahui pasti tahu karena diperkuliahan
ada tapi tidak menguasai terutama yang Saat dikonfirmasi kepada kepala instalasi
berhubungan dengan medis karena latar rekam medis, dia mengatakan bahwa
belakang mereka ada dari SMA, dan SMK. keakuratan dan ketepatan pengkodingan
Anatomi dan patologi kurang, klasifikasi mempunyai peran penting dalam proses audit
tindakan berpengaruh pada klasifikasi tindakan,
seperti yang diungkapkan berikut:
terminology medis, anatomi, patologi kurang
memahami (Informan 5)
“Komite medik berperan dalam mengkonfirmasi
berkas dengan severity level III, ada kalanya
Pada penelitian ini berdasarkan hasil dilakukan pertemuan komite medik dengan
wawancara mendalam terhadap informan, direksi dan dokter/perawat membahas kasus-
mereka menjelaskan bahwa mereka sudah kasus severity level III. Rekam Medik berperan
pernah mengikuti pelatihan tentang dalam monitoring/ evaluasi penatalaksanaan
pengkodean dan pendidikannya adalah coding, hasilnya diberikan kepada komite medic
tamatan D3 Rekam Medis. Hal tersebut itu perlu diteruskan kepada direksi. Selain itu
dapat dilihat pada kutipan berikut ini: jika ada resume yang tidak jelas tim case-mix
memeriksa berkas rekam medis yang dibutuhkan
untuk kesesuaian diagnosa/koding (Informan 4)
diagnosa tersebut sudah dibakukan karena
Saat dilakukan wawancara mendalam sudah ada SPO nya, kesulitan dalam singkatan
terhadap informan, keakuratan dan ketepatan ada satu-satu karena jarang dipakai. Dan
koding sangat berpengaruh terhadap tarif dikonfirmasi ke dokter baik melalui telp maupun
INA CBG’s seperti yang diungkapkan oleh mendatangi langsung dokternya (Informan 2)
informan sebagai berikut:
“Ada sekali-kali contoh Paru, contuh tulisan TB
denganHB harus dipahami tentang obatnya, kalo
“Salah koding berpengaruh ketarif INA CBGs singkatan tidak ada, maka akan ditanyakan
biaya tidak sesuai bisa rugi atau untung tapi kepada dokter” (Informan 3)
belum tentu di acc atasan kalo uangnya sudah
dikasihkan maka harus dikembalikan. Tarif ada
Untuk mengurangi kesalahan dalam
2 ada tarif INA CBGs dan tarif RS, hasil koding
kode INA CBGs lebih besar dan kecil,
pengkodingan maka, petugas sebaiknya
seandainya lebih kecil RS rugi, dan lebih besar diberikan pelatihan tentang terminologi
RS bisa untung” (Informan 1) penyakit dan antara dokter dan petugas
koding harus bisa bekerja sama seperti yang
“Memang ada kejadian contohnya pasien diungkapkan oleh Kepala Instalasi rekam
dengan satu koding, kita koding dengan 2 koding medis sebagai berikut:
contohnya CHF dengan HHD misalnya
sipetugas kadang mengkodinganya I50.0 dan “Untuk koder kurang memahami numenklatur,
I11.9 seharusnya satu koding aja pada umumnya terminologi medis, patologi klinik, anatomi
kesalahannya di situ. Kalo seandainya salah tubuh mungkin harus sering diberikan pelatihan
diagnose untung tapi sebenarnya rugi karena pembinaan tetap kita bina, kita arahkan.
maksudnya misalnya Hidroneprosis sama batu Menurut saya harus rutin diberikan pelatihan
ureter sebenarnya 1 koding cuman mengkoding setahun sekali. Untuk dokter harus memahami
batu ureter + hidroneprosisitu biaya tinggi kalo diagnosa utama dan sekunder, pihak menajemen
digabungkan dia rendah” (Informan 2) harus mengikuti workshop atau seminar tentang
koding untuk menambah pengetahuan agar
“Kesalahan pengkodean ada berpengaruh koding dan dokter bisa sepaham dan sejalan”
kepada tarif jadinya, contohnya penyakit TB (Informan 5)
akan berdampak pada tarifnya karena
menggunakan aplikasi misalnya TB 3 Juta Asma “Hmmm diagnosis utama yang telah ditetapkan
2 juta, kesalahan tersesbut tergantung pada oleh dokter tidak sesuai dengan terapi dan
kelebihan dan kekurangan bisa RS untung dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien
rugi. Dan juga dikonfirmasi kepada dokternya” maka saya langsung konfirmasi ke dokter yang
(Informan 3) merawat (menulis resume), pasien belum pulang
atau sudah pulang duluan ada tim khusus untuk
“Kalo ada keraguan misalnya ada keraguan mendatangi dokternya langsung” (Informan 3)
dalam membaca diagnose pada resume
biasanyanya konfirmasi pada DPJP atau saat ini PEMBAHASAN
sedang praktek maka konfirmasi langsung 1.1 Kompetensi Petugas
kedokter tersebut” (Informan 5)
1.1.1 Tenaga Medis
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
Saat dilakukan wawancara mendalam
tenaga medis (dokter) belum pernah
terhadap informan, keakuratan dan ketepatan
mendapatkan pelatihan mengenai koding,
koding kesalahan terjadi karena kurang
tulisan dokter sulit dibaca, kesalahan
telitinya petugas seperti yang diungkapkan
membuat kode diagnose / prosedur, dokter
oleh informan sebagai berikut:
“Sering, kesulitan tidak ada, tapi kalo ada menggunakan singkatan kata yang tidak
keraguan dalam singkatan akan langsung standar.
ditanya ke dokter” (Informan 1) Tenaga medis sebagai pemberi pelayanan
utama pada seorang pasien bertanggung
“Dokter sich sering menggunakan singkatan jawab atas kelengkapan dan kebenaran data,
yang susah dipahami contohnya DHF, DM, HD, khususnya data klinis yang tercantum dalam
dokumen rekam medis. SK Menkes RI No : Kompetensi merupakan suatu
377/Menkes/SK III/ 2007 tentang rekam kemampuan untuk melaksanakan atau
medis menyebutkan bahwa data dalam melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang
rekam medis dibuat oleh kedokteran atau dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan
tenaga kesehatan lain yang memberikan serta didukung oleh sikap kerja yang menjadi
pelayanan langsung kepada pasien, karena karakteristik individu, dituntut oleh
dokterlah yang mempunyai kewajiban, hak pekerjaan tersebut. Dengan demikian,
dan tanggung jawab untuk menentukan kompetensi menunjukkan keterampilan dan
diagnosis dan pelayanan yang diberikan, dan pengetahuan yang dicirikan oleh
oleh karenanya tidak boleh diubah oleh pihak profesionalisme dalam suatu bidang tertentu
lain. (Wibowo, 2012).
Tenaga medis sebagai pemberi pelayanan Rekam medik merupakan salah satu
utama pada seorang pasien bertanggung bagian penting dalam pelayanan kesehatan di
jawab atas kelengkapan dan kebenaran data, rumah sakit. Kelengkapan data rekam medik
khususnya dataklinik, yang tercantum dalam sangat tergantung pada dokter sebagai
dokumen rekam medis. Data klinik berupa penentu diagnosis dan petugas rekam medik
riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, sebagaipengkaji kelengkapannya. Penulisan
diagnosis, perintah pengobatan, laporan diagnosis adalah tanggung jawab dokter
operasi atau prosedur lain merupakan input yang merawat pasien dan tidak boleh
yang akan dikoding oleh petugas koding di diwakilkan. Ketentuan ini diatur dalam
bagian rekam medis. International Statistical Clasification
Menurut Suyitno (2007), peran dokter Diseases and Health Problem ( ICD )
dalam pengkodean yakni (a) Menulis revisi 10.
diagnosis utama selengkap mungkin sesuai Peranan dokter dan petugas rekam medis
dengan convention ICD-10; (b) Menuliskan dalampelayanan kesehatan relatif sangat
diagnosis sekunder (diagnosis tambahan), penting. Apalagi saat ini sebagian besar
komplikasi dan penyulit (jika ada); (c) rumah sakit menggunakan sistem fee for
Menuliskan prosedur tindakan;(d) services, yaitu rumah sakit mengenakan
Memastikan status pasien ketika pulang biaya pada setiap pemeriksaan dan
lengkap; (e) Pastikan resume lengkap ketika tindakan akan dikenakan biaya sesuai
pulang. dengan tarif yang ada. Besarnya biaya
Apabila ada hal yang kurang jelas, tenaga pengobatan dan perawatan tergantung pada
rekam medis mempunyai hak dan kewajiban setiap tindakan pengobatan dan jasa
menanyakan atau berkomunikasi dengan pelayanan yang diberikan rumah sakit.
tenaga kesehatan yang bersangkutan. Dalam Dengan adanya sistem pembiayaan model
proses coding mungkin terjadi beberapa case-mix, terjadi perubahan yang signifikan
kemungkinan, yaitu (a) Penetapan diagnosis pada aspek pengelolaan dokumen rekam
yang salah sehingga menyebabkan hasil medis, khususnya terkait koding data
pengkodean salah; (b) Penetapan diagnosis klinis. Pembiayaan pelayanan
yang benar, tetapi petugas pengkodean salah kesehatan berbasis DRG sangat ditentukan
menentukan kode, sehingga hasil oleh data klinis (terutama kode diagnosis
pengkodean salah;(d) Penetapan diagnosis dan prosedur medis) yangdimasukkan ke
dokter kurang jelas, kemudian dibaca salah dalam software DRG untuk proses
oleh petugas pengkodean, sehingga hasil ‘grouping’. Besaran klaim yang
pengkodean salah. dibayarkan sangat tergantung dari kode
Oleh karena itu, kualitas hasil DRG yang dihasilkan. Sehingga
pengkodean bergantung pada kelengkapan defisiensi dalam kualitas maupun kuantitas
diagnosis, kejelasan tulisan dokter, serta kode diagnosis maupun prosedur ini akan
profesionalisme dokter dan petugas membawa dampak besar terhadap
pengkodean (Savitri, 2011). pendapatan rumah sakit (Hatta, G. 2008).
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Agar data di rekam medis dapat
tentang Praktik Kedokteran, Salah satu unsur memenuhi permintaan informasi diperlukan
utama dalam sistem pelayanan kesehatan standar universal yang meliputi (a) Struktur
yang prima adalah tersedianya pelayanan dan isi rekam medis; (b) Keseragaman dalam
medis oleh dokter dan dokter gigi dengan penggunaan simbol, tanda, istilah, singkatan
kualitasnya yang terpelihara sesuai dengan dan ICD; (c) Kerahasiaan dan keamanan
amanah. Dalam penyelenggaraan praktik data.
kedokteran, setiap dokter dan dokter gigi Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran
wajib mengacu pada standar, pedoman dan menegaskan bahwa dokter dan dokter gigi
prosedur yang berlaku sehingga masyarakat wajib membuat rekam medis dalam
mendapat pelayanan medis secara menjalankan praktik kedokteran. Setelah
profesional dan aman. memberikan pelayanan praktik kedokteran
Sebagai salah satu fungsi pengaturan kepada pasien, dokter dan dokter gigi segera
dalam UU Praktik Kedokteran yang melengkapi rekam medis dengan mengisi
dimaksud adalah pengaturan tentang rekam atau menulis semua pelayanan praktik
medis yaitu pada Pasal 46 dan Pasal 47. kedokteran yang telah dilakukannya.
Permasalahan dan kendala utama pada Berdasarkan Peraturan Menteri
pelaksanaan rekam medis adalah dokter dan Kesehatan Republik Indonesia No. 40 tahun
dokter gigi tidak menyadari sepenuhnya 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
manfaat dan kegunaan rekam medis, baik Jaminan Kesehatan Masyarakat, dokter
pada sarana pelayanan kesehatan maupun berkewajiban melakukan penegakan
pada praktik perorangan, akibatnya rekam diagnosisyang tepat dan jelas sesuai
medis dibuat tidak lengkap, tidak jelas dan International Code Diseases (ICD-10) dan
tidak tepat waktu. International Diseases Ten (ICD-9) Clinical
Di bidang kedokteran dan kedokteran Modification (CM). Dalam hal tertentu,
gigi, rekam medis merupakan salah satu Koder dapat membantu proses penulisan
bukti tertulis tentang proses pelayanan yang diagnosis sesuai ICD-10 danICD-9 CM.
diberikan oleh dokter dan dokter gigi. Di Dokter penanggung jawab harus menuliskan
dalam rekam medis berisi data klinis pasien nama dengan jelas serta menandatangi
selama proses diagnosis dan pengobatan berkas pemeriksaan (resume medik).
(treatment). Oleh karena itu setiap kegiatan Hal ini sejalan dengan Konsil
pelayanan medis harus mempunyai rekam Kedokteran Indonesia (2006) yang
medis yang lengkap dan akurat untuk setiap menyebutkan bahwa salah satu manfaat
pasien dan setiap dokter dan dokter gigi rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan
wajib mengisi rekam medis dengan benar, bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam
lengkap dan tepat waktu. pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia, Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti
2006 dengan berkembangnya evidence based pembiayaan kepada pasien.
medicine dimana pelayanan medis yang
berbasis data sangatlah diperlukan maka data 1.1.2 Petugas Koding
dan informasi pelayanan medis yang Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
berkualitas terintegrasi dengan baik dan masih ada petugas yang belum memahami
benar sumber utamanya adalah data klinis nomenklatur dan menguasai anatomi dan
dari rekam medis. Data klinis yang patologi karena basic pendidikan petugas
bersumber dari rekam medis semakin rekam medis dari SMA dan SMK yang tentu
penting dengan berkembangnya rekam medis saja ilmu penyakit dan istilah-istilah
elektronik, dimana setiap entry data secara kesehatan, lebih-lebih bila ada istilah baru
langsung menjadi masukan (input) dari yang tidak sering ditemui, nomenklatur
sistem/manajemen informasi kesehatan. pengkodingan atau pengklasifikasian
penyakit/tindakan. Latar belakang
pendidikan petugas koding di rumah sakit maupun salah persepsi. Adanya pelatihan
bhyangkara D3 rekam medis, petugas juga coder yang cukup akan memberikan
sudah pernah mengikuti pelatihan. pengaruh terhadap kemampuannya untuk
Kepmenkes RI Nomor mensintesis sejumlah informasi dan
377/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar menetapkan kode yang tepat. Selain itu,
Profesi Perekam Medis menyebutkan bahwa pengalaman, perhatian, dan ketekunan coder
dalam rangka mencapai profesionalisme juga mempengaruhi akurasi pengkodean
tenaga rekam medis pemerintah menetapkan (Kimberly dkk, 2005).
standar profesi perekam medis dan informasi Menurut Kimberly dkk (2005) dalam
kesehatan yang didalamnya berisi 3 hasil penelitiannya menyebutkan bahwa
kompetensi - kompetensi yang harus sumber kesalahan dibagi dua bagian yaitu
dipenuhi seorang perekam medis dan pada saat alur pasien dan alur berkas.
informasi kesehatan. Disebutkan bahwa Kesalahan dalam alur pasien yaitu
administrator informasi kesehatan (perekam kelengkapan dan kualitas informasi saat
medis) merupakan profesi yang pasien masuk, komunikasi antara pasien dan
memfokuskan kegiatannya pada data penyedia layanan, dan perhatian khusus dari
pelayanan kesehatan dan pengelolaan sumber dokter. Sumber kesalahan dalam alur berkas
informasi pelayanan kesehatan dengan antara lain variasi penulisan diagnosis dalam
menjabarkan sifat alami data, struktur dan catatan elektronik dan manual, pelatihan dan
menterjemahkannya ke berbagai bentuk pengalaman coder, kualitas fasilitas
informasi demi kemajuan kesehatan dan pengendali, dan kesalahan yang tidak
pelayanan kesehatan perorangan, pasien, dan disengaja dan disengaja oleh coder, seperti
masyarakat. Salah satu kompetensi utama misspecification, coder menetapkan kode
seorang tenaga rekam medis yaitu tenaga diagnosis untuk semua bagian secara terpisah
rekam medis mampu menetapkan kode (unbundling), dan menetapkan kode
penyakit dan tindakan dengan tepat sesuai diagnosis yang penggantiannya lebih tinggi
klasifikasi yang diberlakukan di Indonesia (upcoding).
(ICD- 10) tentang penyakit dan tindakan International Statistical Classification Of
medis dalam pelayanan dan manajemen Disease And Related Health Problems (ICD
kesehatan. Oleh karena itu, perekam medis 10) dari WHO, adalah sistem klasifikasi
atau coder harus mengkode diagnosis atau statistik penyakit yang komprehensif dan
diagnosis seakurat mungkin agar tidak terjadi digunakan serta diakui secara international.
kesalahan dalam pengambilan keputusan. Fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi
Kompetensi menjelaskan apa yang dilakukan penyakit dan masalah terkait kesehatan
orang di tempat kerja pada berbagai digunakan untuk kepentingan informasi
tingkatan dan memperinci standar masing- statistik morbiditas dan mortalitas (Hatta,
masing tingkatan, mengidentifikasi 2008). Dalam menggunakan ICD, perlu
karakteristik, pengetahuan dan keterampilan diketahui dan dipahami bagaimana cara
yang diperlukan oleh individual yang pencarian dan pemilihan nomor kode
memungkinkan menjalankan tugas dan penyakit yang diperlukan. Pengkodean
tanggung jawab secara efektif sehingga dijalankan melalui penahapan mencari istilah
mencapai standar kualitas profesional dalam pada ICD volume 3, kemudian mencocokkan
bekerja, dan mencakup semua aspek catatan kode yang ditemukan tersebut dengan yang
manajemen kinerja, keterampilan dan ada di volume 1. Penerapan pengkodean
pengetahuan tertentu, sikap, motivasi, sistem ICD-10 di gunakan untuk : (a)
aplikasi dan pengembangan (Wibowo, Mengindeks pencatatan penyakit dan
2012). tindakan di sarana pelayanan kesehatan; (b)
Ketidaktepatan pengkodean di sini Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis
diakibatkan oleh coder yang kurang teliti, medis; (c) Memudahkan proses
kurang pengalaman mengenai pengkodean penyimpanan dan pengambilan data terkait
diagnosis karakteristik pasien dan dalam indeks; (f) Lihat daftar tabulasi
penyediaan layanan; (d) Bahan dasar dan (Volume 1) untuk mencari nomor kode yang
pengelompokan INA-CBG’s (Indonesia Case paling tepat. Lihat kode tiga karakter di
Base Groups) untuk sistem penagihan indeks dengan tanda minus pada posisi
pembayaran biaya pelayanan; (e) Pelaporan keempat yang berarti bahwa isian untuk
nasional dan internasional morbiditas dan karakter keempat itu ada di dalam volume 1
mortalitas; (f) Tabulasi data pelayanan dan merupakan posisi tambahan yang tidak
kesehatan bagi prosesevaluasi perencanaan ada dalam indek (Volume 3). Perhatikan juga
pelayanan medis; (g) Menentukan bentuk perintah untuk membubuhi kode tambahan
pelayanan yang harus direncanakan dan (additional code) serta aturan cara penulisan
dikembangkan sesuai kebutuhan zaman; (h) dan pemanfaatannya dalam pengembangan
Untuk penelitian epidemologi dan klinis. indeks penyakit dan dalam sistem pelaporan
Menurut Kasim dalam Hatta (2008), morbiditas dan mortalitas; (g) Ikuti pedoman
pengodean yang sesuai dengan ICD-10 Inclusion dan Exclusion pada kode yang
adalah: (a) Tentukan tipe pernyataan yang dipilih atau bagian bawah suatu bab
akan dikode, dan buka volume 3 Alfabetical (chapter), blok, kategori, atau subkategori;
Indeks (kamus). Bila pernyataan adalah (h) Tentukan kode yang anda pilih; (i)
istilah penyakit atau cidera atau kondisi lain Lakukan analisis kuantitatif dan kualitatif
yang terdapat pada Bab I-XIX dan XXI data diagnosis yang dikode untuk
(Z00-Z99), lalu gunakan ia sebagai “lead memastikan kesesuaiannya dengan
term” untuk dimanfaatkan sebagai panduan pernyataan dokter tentang diagnosis utama di
menelusuri istilah yang dicari pada seksi 1 berbagai lembar formulir rekam medis
indeks (Volume 3). Bila pernyataan adalah pasien, guna menunjang aspek legal rekam
penyebab luar (external cause) dari cedera medis yang dikembangkan.
(bukan nama penyakit) yang ada di Bab XX
(Volume 1), lihat dan cari kodenya pada 1.2 Keakuratan dan Ketepatan
seksi II di Indeks (Volume 3); (b) “Lead Dari hasil penelitian bahwa sarana dan
term” (kata panduan) untuk penyakit dan prasarana dalam mendukung keakuratan dan
cedera biasanya merupakan kata benda yang ketepatan koding sudah ada, karena sangat
memaparkan kondisi patologisnya. berpengaruh terhadap tarif INA CBG’s.
Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata Peran dari komite medik sangat penting
benda anatomi, kata sifat atau kata dalam proses audit. Kesalahan dalam
keterangan sebagai kata panduan. Walaupun pengkodingan terjadi karena kurang telitinya
demikian, beberapa kondisi ada yang petugas, untuk mengurangi kesalahan dalam
diekspresikan sebagai kata sifat atau eponym pengkodingan maka, petugas sebaiknya
(menggunakan nama penemu) yang diberikan pelatihan tentang terminologi
tercantum di dalam indeks sebagai “lead penyakit dan antara dokter dan petugas
term”; (c) Baca dengan seksama dan ikuti koding harus bisa bekerja sama.
petunjuk catatan yang muncul di bawah Sesuai dengan standar pelayanan rekam
istilah yang akan dipilih pada Volume 3; (d) medis, maka fasilitas dan peralatan yang
Baca istilah yang terdapat dalam tanda cukup harus disediakan guna tercapainya
kurung “()” sesudah lead term (kata dalam pelayanan yang efisien. BukuI ICD, Kamus
tanda kurung = modifier, tidak akan Kedokteran (Kamus Terminologi Medis) dan
mempengaruhi kode). Istilah lain yang ada di Kamus Bahasa Inggris merupakan sarana
bawah lead term (dengan tanda (-) minus = yang penting bagi tenaga koding (Depkes,
idem = indent) dapat memengaruhi nomor 2006)
kode, sehingga semua kata-kata diagnostik Sarana adalah segala sesuatu benda fisik
harus diperhitungkan); (e) Ikuti secara hati- yang terevaluasi oleh panca indra dan dengan
hati setiap rujukan silang (cross references) mudah dapat dikenali oleh pasien dan
dan perintah see dan see also yang terdapat (umumnya) merupakan bagian dari suatu
gedung ataupun bangunan gedung itu profesionalisme staf medis yang bekerja di
sendiri. Sedangkan prasarana adalah benda rumah sakit dengan cara : (1) melakukan
maupun jaringan/instalasi yang membuat kredensial bagi seluruh staf medis yang akan
suatu sarana yang bisa berfungsi sesuai melakukan pelayanan medis di rumah sakit;
dengan sesuai dengan tujuan yang (2) memelihara mutu profesi staf medis; (3)
diharapkan (KeMenKes RI, 2010). menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi
Sarana dan Prasarana adalah alat staf medis.
penunjang keberhasilan suatu proses upaya Dalam melaksanakan tugas dan
yang dilakukan dalam pelayanan publik, fungsinya komite medik berwenang untuk
karena apabila kedua hal ini tidak tersedia (1) memberikan rekomendasi rincian
maka semua kegiatan yang dilakukan tidak kewenangan klinis (delineation of clinical
akan dapat mencapai hasil yang diharapkan privilege; (2) memberikan rekomendasi surat
sesuai dengan rencana (Laudesyamri, 2011) penugasan klinis (clinical appointment;
INA-CBG’s adalah sistem software yang (3)memberikan rekomendasi penolakan
digunakan dalam pembayaran klaim kewenangan klinis (clinical privilege)
jamkesmas, skema pembiayaan yang tertentu; (4) memberikan rekomendasi
digunakan adalah casemix sehingga yang perubahan/modifikasi rincian kewenangan
menjadi perhatian utama adalah bauran klinis (delineation of clinical privilege); (5)
kasus, diagnosis utama, dan prosedur utama memberikan rekomendasi tindak lanjut audit
yang menjadi acuan untuk menghitung medis; (6) memberikan rekomendasi
biaya pelayanan. Aplikasi INA-CBGs pendidikan kedokteran
merupakan salah satu perangkat entri data berkelanjutan;(7)memberikan rekomendasi
pasien yang digunakan untuk melakukan pendampingan (proctoring); (8) memberikan
grouping tarif berdasarkan data yang berasal rekomendasi pemberian tindakan disiplin.
dari resume medis (Peraturan Menteri Secara umum, pelaksanaan audit medis
Kesehatan RI No 27 Tahun 2014). harus dapat memenuhi 4 (empat) peran
Ketidakakuratan kode diagnosis akan penting, yaitu (1) Sebagai sarana untuk
mempengaruhi data dan informasi melakukan penilaian terhadap kompetensi
laporan, ketepatan tarif INA-CBG’s masing-masing staf medis pemberi
yang pada saat ini digunakan sebagai metode pelayanan di rumah sakit; (2) Sebagai dasar
pembayaran untuk pelayanan pasien untuk pemberian kewenangan klinis (clinical
jamkesmas, jamkesda, jampersal, askes PNS privilege) sesuai kompetensi yang dimiliki;
yang diselenggarakan oleh Badan (3) Sebagai dasar bagi komite medik dalam
Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS). merekomendasikan pencabutan atau
Apabila petugas kodefikasi (coder) salah penangguhan kewenangan klinis (clinical
dalam menetapkan kode diagnosis, maka privilege); (5) Sebagai dasar bagi komite
jumlah pembayaran klaim juga akan berbeda. medik dalam merekomendasikan perubahan/
Tarif pelayanan kesehatan yang rendah modifikasi rincian kewenangan klinis
tentunya akan merugikan pihak rumah sakit, seorang staf medis;(6) Audit medis dapat
sebaliknya tarif pelayanan kesehatan yang pula diselenggarakan dengan melakukan
tinggi terkesan rumah sakit diuntungkan dari evaluasi berkesinambungan (on-going
perbedaan tarif tersebut sehingga merugikan professional practice evaluation), baik secara
pihak penyelenggara jamkesmas maupun perorangan maupun kelompok.
pasien (Suyitno. 2007). Secara umum tujuan dari audit medik
Dalam (Peraturan Menteri Kesehatan RI adalah tercapainya pelayanan medis prima di
Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011) Komite rumah sakit. Sedangkan secara khusus
Medik di Rumah Sakit Peran dan fungsi bertujuan untuk melakukan evaluasi mutu
Komite Medik di rumah sakit adalah layanan medis, mengetahui penerapan
menegakkan etik dan mutu profesi medik standar pelayanan medis dan melakukan
dengan tugasnya adalah meningkatkan perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai
kebutuhan pasien dan standar pelayanan Depkes RI. (2006). Pedoman
medis. Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam
Medis Rumah Sakit di Indonesia
KESIMPULAN Revisi II, Jakarta: Direktorat Jendral
Pelayanan Medik.
1. Kompetensi petugas baik tenaga medis
maupun koder di Rumah Sakit Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan
“Bhyangkara” sudah memiliki Nasional, Jakarta.
kompetensi/keterampilan dalam
mengkoding. Tenaga coder telah Hatta, G, R, (2008). Pedoman Manajemen
memiliki kualifikasi yang cukup terkait Informasi Kesehatan di Sarana
latar belakang pendidikan maupun Pelayanan Kesehatan. UI-PRESS.
pelatihan, namun pengetahuan tentang
jenis-jenis tindakan, terminologi medis, Kasim, F. Sistem Klasifikasi Utama
anatomi, dan fisiologi penyakit masih Morbiditas dan Mortalitas.
kurang sehingga koder belum optimal
dalam penentuan kode secara akurat Kimberly J. O., Karon F. C., Matt D. P.,
2. Keakuratan dan ketepatan dalam Kimberly R. W., John F. H., and Carol
pegkodean sangat berpngaruh terhadap M. A. 2005. Health Research and
tarif INA CBG’s, dan komite medik Education Trust V40 (5 Pt 2), 1620-
sangat berperan dalam kasus severity 1639: Measuring Diagnoses; ICD Code
level III, sedangkan Rekam Medik Accuracy. Diakses dari
berperan dalam monitoring/evaluasi http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artic
penatalaksanaan koding. Jika ada les/PMC1361216/ pada tanggal 20
resume yang tidak jelas tim case-mix September 2012.
memeriksa berkas rekam medis yang
dibutuhkan untuk kesesuaian Republik Indonesia. 2007. Surat Keputusan
diagnosa/coding. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 377/Menkes/SK/III/2007
UCAPAN TERIMA KASIH tentang Standart Profesi Perekam
Medis dan Informasi Kesehatan.
Dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan Jakarta: Kementerian Kesehatan
terima kasih kepada Direktorat Jenderal Republik Indonesia.
Penguatan riset dan Pengembangan,
Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri
yang telah membantu pembiayaan penelitian. Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
kepada semua tim peneliti yang telah Rekam Medis. Jakarta: Kementerian
membantu dalam penelitian ini. Kesehatan Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Kesehatan dan Rumah


Sakit Republik Indonesia Tahun 2009.
Abdelhak M, Grostick S., Hankes M.A., and
Jacobs E.B. (2001). Health Undang-Undang BPJS No. 24 Pasal 7 ayat
Information of A Strategic Resource (1) dan ayat (2) Tahun 2011.
2nd Edition. Philadelphia: Sunders
Company. Wibowo, (2012). Manajemen Kinerja.
Jakarta: Rajawali Persada

Anda mungkin juga menyukai