Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PENGELOLAAN SISTEM REKAM MEDIS TENTANG CODING

DAN INDEXING

ANGGOTA KELOMPOK :

1. SEPTINA DWI INDRAWATI G41161607


2. RISMA DWI AMBARWATI G41161896
3. NUR HASANAH AYU P G41161921
4. AMALIYA NIKMATUL R G41161933
5. NAZILATUR RAHMAH G41161996
6. SAFIRA MARAHASTADARTA G41162008

JURUSAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI REKAM MEDIK
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2016-2017
 CODING

A. Pengertian Coding
Pemberian kode adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf dan
angka atau kombinasi huruf dan angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan
serta diagnosis yang ada didalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di index agar
memudahkan pelayanana data penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan,
manajemen, dan riset bidang kesehatan (Ditjen Yanmed, 2006:59)
Kode klarifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization) bertujuan untuk
menyeragamkan nama dan golongan penyakit,cidera,gejala dan faktor yang mempengaruhi
kesehatan . sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya termasuk indonesia
menggunakan klasifikasi penyakit revisi-10 ( ICD-10, Internasional Statistical Clasification
Deseases and Health Problem 10 Revision), menggunakan kode kombinasi yaitu
menggunakan abjad dan angka (alpha numeric), ( Dirjen Yanmed (2006 : Revisi II : 59)
Menurut Ditjen Yanmed (2006: 60) Kecepatan dan ketepatan pemberian kode dari suatu
diagnosis sangat tergantung kepada pelaksanaan yang menangani berkas rekam medis tersebut
yaitu :
1. Diagnosa yang kurang spesifik
2. Keterampilan petugas koding dalam memilih kode
3. Tulisan dokter yang sulit dibaca
4. Tenaga kesehatan lainnya
Pengertian coding secara umum ,yaitu Coding adalah salah satu kegiatan pengolahan data
rekam medis untuk memberikan kode dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf
dan angka yang mewakili komponen data. 
Alur rekam medis terdiri atas beberapa hal. Dimulai dari pendaftaran, distribusi,
assembling, coding, entry, dan filing. Coding artinya menuliskan kode dari diagnosis yang
dituliskan oleh dokter. Koder ini diambil dari buku kode diagnosis international atau yang
dikenal dengan ICD. Coding ini biasanya dikerjakan oleh petugas rekam medis. Setelah
proses coding, biasanya dilanjutkan dengan entry kode diagnosis tersebut ke dalam komputer.
Banyak rumah sakit yang tidak memahami pentingnya coding ini. Apabila coding tidak
dilakukan tepat pada waktunya, maka berkas tidak rekam medis belum bisa disimpan dalam
lemari rekam medis dan selanjtunya akan mempersulit proses pencarian berkas rekam medis
tersebut ketika pasien berkunjung kembali. 
Pemberian kode ini merupakan kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan yang
mengelompokan penyakit dan tindakan berdasarkan criteria tertentu yang telah disepakati.
Pemberian kode atas diagnosis klasifikasi penyakit yang berlaku dengan menggunakan ICD-
10 untuk mengkode penyakit, sedangkan  ICOPIM dan ICD-9-CM digunakan untuk
mengkode tindakan, serta komputer (on-line) untuk mengkode penyakit dan tindakan.

Buku pedoman yang  disebut  International Classification of Diseases and Related Health
Problems, Tenth Revision (ICD – 10) terbitan WHO.  Di Indonesia penggunaannya telah
ditetapkan  oleh Dep. Kes. RI sejak tgl. 19 – 2 –1996.  ICD –10 terdiri dari 3 volume :
•      Volume 1 (Tabular List), berisi tentang hal-hal yang mendukung klasifikasi utama
•      Volume 2 (Instruction Manual), berisi tentang pedoman penggunaan
•       Volume 3 (Alphabetic Index), berisi tentang klasifikasi penyakit yang disusun
berdasarkan indeks abjad atau secara alphabet,terdiri dari 3 seksi:
1.  Seksi 1 merupakan klasifikasi diagnosis yang tertera dalam vol 1
2.  Seksi 2 untuk mencari penyebab luar morbiditas, mortalitas dan membuat istilah dari bab
20
3. Seksi 3 merupakan table obat-obatan dan zat kimia sebagai sambungan dari bab 19,20 dan
menjelaskan indikasi kejadiannya.
Dan juga dalam penentuan kode penyakit harus diketahui Lead termnya terlebih dahulu
sebelum kita mencari dan menentukan kode dari penyakit tersebut. Secara umum,Lead terms
adalah istilah penunjuk ,dalam pengkodean lead terms yang pertama harus di ketahui.
B. Prosedur Coding
1. Memberi kode penyakit pada diagnosa pasien yang terdapat pada berkas rekam medis
sesuai dengan ICD 10,
2. Menghubungi dokter yang menangani pasien yang bersangkutan apabila diagnosa
pasien tersebut kurang bisa dimengerti atau tidak jelas
3. Melakukan pengolahan klasifikasi penyakit
4. Memberikan pelayanan kepada dokter atau peneliti lain yang akan melakukan penelitian
yang sesuai indek penyakit pasien,
5. Hasil diagnosis dari dokter, merupakan diagnosis utama maupun sebagai diagnosa
sekunder atau diagnosa lain yang dapat berupa penyakit komplikasi, maka harus
menggunakan buku ICD- 10 (International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems Tenth Revision). Untuk pasien yang dilakukan tindakan operasi,
nama operasi tersebut dilengkapi dengan kode-kode operasi yang dapat ditentukan dengan
bantuan buku ICOPIM dan ICD-9-CM (Internasional Classification of Procedure in
Medicine).
6.  Dalam mencari kode penyakit dapat dicari berdasarkan abjad nama penyakit yang dapat
dilihat di dalam buku ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems Tenth Revision).
7. Lalu untuk indexing dilakukan dengan cara komputer. Juga digunakan lembaran kode
penyakit yang sering muncul untuk mempermudah proses pengkodean.
C. Standar dan Etik Pengkodean
Menurut Hatta (2013:155), Standar dan etik pengodean (coding) yang dikembangkan
AHIMA (The American Health Information Management Association), meliputi beberapa
standar yang harus dipenuhi oleh seorang pengode (coder) profesional antara lain :
1)Akurat, komplet, dan konsisten untuk menghasilkan data yang berkualitas
2) Pengode harus mengikuti sistem klasifikasi yang sedang berlaku dengan memilih
pengodean diagnosis dan tindakan yang tepat
3) Pengodean harus ditandai dengan laporan kode yang jelas dan konsisten pada dokumentasi
dokter dalam rekam medis pasien
4) Pengode profesional harus berkonsultasi dengan dokter untuk klarifikasi dan kelengkapan
pengisian data diagnosis dan tindakan
5) Pengode profesional tidak mengganti kode pada bill pembayaran
6) Pengode profesional harus sebagai anggota dari tim kesehatan, harus membantu dan
menyosialisasikan kepada dokter dan tenaga kesehatan lain
7) Pengode profesioanal harus mengembangkan kebijakan pengodean di institusinya
8) Pengode profesional harus secara rutin meningkatkan kemampuannya di bidang pengodean
9) Pengode profesional senantiasa berusaha untuk memberi kode yang paling sesuai untuk
pembayaran
D. Elemen Kualitas Pengkodean
Menurut Hatta (2013:155), elemen kualitas pengodean adalah sebagai berikut :
1) Konsisten bila dikode petugas berbeda kode tetap sama (reliability)
2) Kode tepat sesuai diagnosis dan tindakan (validity)
3) Mencakup semua diagnosis dan tindakan yang ada di rekam medis (completeness)
4) Tepat waktu (timeliness)
Dengan diberlakukannya BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan) Kesehatan
pada tanggal 1 Januari 2014 dan BPJS Ketenagakerjaan, serta berlakunya sistem INA CBGs
dalam BPJS yang ada di Rumah Sakit dimana kode diagnostik  menjadi salah satu variabel
penghitungan biaya pelayanan di Rumah Sakit. Hal ini tentunya menuntut kinerja petugas
kodifikasi atau kodder dalam hal ketepatan/ keakuratan dan kecepatan dalam menentukan
kode diagnosa menjadi sangat penting. Karena ketepatan dan keakuratan kode yang telah
diberikan akan mempengaruhi besar atau kecilnya klaim penghitungan biaya pelayanan
kesehatan yang harus dikeluarkan oleh BPJS kepada Rumah Sakit. Sehingga peran petugas
koding sangat berpengaruh terhadap klaim BPJS.
E.Permasalah Yang Sering Terjadi Dalam Pengkodefikasian
Contoh Pengkodean berdasarkan ICD-10 : A00.0 kholera yang disebabkan oleh kuman
vibro kolerae 01. Permasalahan yang sering ditemukan yaitu:
1. Ketidak jelasan penulisan diagnosis.
2. Penegakan diagnosis belum tepat.
F. Keakuratan Kode
Akurat dan akurasi memiliki kesamaan arti yaitu kecermatan, ketelitian, ketepatan.
Pengertian kode adalah tanda (kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk maksud tertentu
(untuk menjamin kerahasiaan berita pemerintah, dsb) kumpulan peraturan yang bersistem,
kumpulan prinsip yang bersistem.(Depdiknas, 2008) Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

- Faktor-faktor yang mempengaruhi akurasi kode diagnosis/tindakan antara lain :


a. Kelengkapan diagnosis, banyak diagnosis yang tidak bisa langsung dikode untuk
mendapatkan kode yang akurat. Diagnosis Diabetes Mellitus (DM), misalnya Diabetes
Mellitus membutuhkan informasi tambahan tentang jenis kelamin, umur, kehamilan,
riwayat Diabetes Mellitus, komplikasi dan lain-lain, maka dalam mengkode Diabetes
Mellitus tidak hanya didasarkan pada diagnosis yang tertulis di Formulir Ringkasan
Masuk Keluar (RM 1) melainkan seluruh formulir yang terdapat dalam dokumen rekam
medis tersebut.
b. Kemampuan petugas coding untuk membaca diagnosis dan tindakan medis yang ditulis
dokter dengan benar, jika petugas salah membaca diagnosis dan tindakan maka kode
yang dihasilkan menjadi tidak benar.
c. Kemampuan petugas coding untuk memahami terminologi medis, misalnya penggunaan
istilah, singkatan dan simbol dalam rekam medis. Dalam hal ini, pendidikan dan
pengalaman (jam terbang) dapat berpengaruh terhadap hasil kode.
d. Beban kerja petugas coding.
e. Sarana kerja yang tersedia, misalnya buku ICD-10 (volume 1, 2 dan 3), kamus bahasa
inggris dan kamus kedokteran.
f. Sarana komunikasi ditempat kerja juga perlu dipertimbangkan. Apakah tersedia
kemudahan telepon, intercom atau sejenisnya agar petugas coding mudah dalam
melakukan konsultasi dengan dokter yang bertanggung jawab pada penulisan diagnosis.
g. Kemampuan petugas coding untuk berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan
berbagai pihak, terutama dengan dokter penulis diagnosis termasuk faktor yang perlu
diperhatikan.
- Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan kesalahan pengkodean, antara lain:
a. Pemilihan kode yang salah
b. Ketidakakuratan kode diagnosis/ tindakan yang disebabkan oleh ketidaksesuaian jenis
diagnosis/ tindakan dengan kode, hal ini terjadi karena kesalahan dalam penetapan kode
pada diagnosis dan tindakan oleh petugas coding.
c. Tidak dilakukannya tinjauan ulang keseluruhan rekam medis
d. Sumber kesalahan utama yang ditemukan dalam pengodean pada umumnya adalah
statement keputusan diagnosis dan tindakan, biasanya pada lembar awal. Kemungkinan
kesalahan disebabkan oleh pengodean yang sering dilakukan pada dokumen yang tidak
lengkap.
e. Tidak dilakukan pengodean pada jenis diagnosis dan tindakan
f. Kesalahan yang dilakukan oleh petugas coding karena tidak dilakukan pengkodean pada
diagnosis dan tindakan yang ditulis oleh dokter pemberi pelayanan
g. Pengkodean diagnosis atau tindakan tidak dibenarkan oleh isi catatan
h. Kesalahan mungkin juga disebabkan karena tidak melakukan kode pada diagnosis dan
tindakan yang seharusnya dikode.
i. Kesalahan juru tulis pada database atau rekening
j. Kesalahan dapat disebabkan oleh kekeliruan dari juru tulis, misalnya suatu kode yang
benar bisa menjadi salah apabila tedapat kesalahan dalam memasukkan kode ke dalam
index elektronic. (Sudra, IR. 2013)
G. Tujuan Coding
Tujuan Codingmenurut AHIMA (1986) Selain digunakan untuk
klaim asuransi kesehatan, kode pada data digunakan untuk evaluasi proses
dan hasil perawatan kesehatan. Kode data juga digunakan oleh pihak
internal dalam institusi untuk aktifitas kualitas manajemen, casemix
, perencanaan, pemasaran, administrasi lain dan penelitian.
H. Dampak lebih jauh dari keterlambatan coding
Dampak yang akan terjadi adalah akan menyebabkan laporan yang disampaikan oleh
rumah sakit kepada dinas kesehatan tidak akurat. Beberapa hal dapat menjadi hambatan
sehingga coding tidak bisa dilakukan tepat waktu. Salah satunya adalah keengganan dokter
dalam menuliskan diagnosis di lembar resume medis.
Pada proses coding terdapat beberapa kemungkinan yang dapat mempengaruhi hasil
pengkodean petugas coding, menurut Budi (2001:83), dalam proses coding terjadi beberapa
kemungkinan yaitu :
1. Penetapan diagnosa yang benar ,tetapi petugas pengkodean salah menentukan kode,
sehingga hasil pengkodean menjadi salah.
2. Penetapan diagnosa yang salah dapat mengakibatkan hasil pengkodean menjadi salah
3. Penetapan diagnosa oleh Dokter yang kurang jelas, sehingga mengakibatkan salah dibaca
oleh petugas koding, sehngga hasil pengkodean salah

Daftar Pustaka
http://ayotahu.blogspot.co.id/2014/06/coding-system-sistem-koding-rekam-medis.html
https://oktarianimochi.wordpress.com/2015/07/11/pengertian-koding-penyakit/
http://kazama911.blogspot.co.id/2016/09/konsep-pengkodean-rekam-medis-koding.html
http://sahabatkhoirun.blogspot.co.id/2014/05/materi-rekam-medis.html

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas,dapat disimpulkan bahwa koding adalah pemberian


penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang
mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosa yang ada didalam rekam medis
harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian
informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset bidang kesehatan.
Sedangkan indexing sendiri adalah membuat tabulasi sesuai dengan kode yang sudah dibuat ke
dalam indeks-indeks (dapat menggunakan kartu indeks atau komputerisasi). Didalam kartu
indeks tidak boleh mencantumkan nama pasien.

Anda mungkin juga menyukai