Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

KETEPATAN KODE DIAGNOSIS PADA KASUS NEOPLASMA


DI RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

Dwi Hapsari (21.0.TM.006)


BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rekam medis dikatakan bermutu apabila rekam medis tersebut akurat,


lengkap, valid dan tepat waktu. Salah satu bentuk pengelolaan dalam rekam
medis adalah pendokumentasian serta pengodean (coding) diagnosis. Dalam
pengkodean diagnosis di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten masih
ditemukan penulisan kode diagnosis neoplasma yang tidak tepat. Dalam
pemberian kode diagnosis neoplasma, petugas coding belum mencantumkan
kode morfologi yang menunjukkan keganasan dari neoplasma tersebut.
Tujuan Umum:
Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi bagi mahasiswa mengenai
kegiatan penyelenggaraan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di Instalasi Rekam
Medis terkait pengodean diagnosis neoplasma berdasarkan ICD-10 di RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Tujuan Khusus:
1. Mengetahui pelaksanaan pengkodean diagnosis neoplasma di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten.
2. Mengetahui tingkat ketepatan pengodean diagnosis kasus neoplasma di RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
3. Mengetahui faktor yang mengakibatkan ketidaktepatan pengodean kasus
neoplasma di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis:
Menyebutkan suatu penyakit yang diderita seorang pasien atau keadaan yang
dapat menyebabkan seorang pasien memerlukan atau mencari atau menerima
asuhan medis guna memperoleh pelayanan pengobatan, pencegahan
memburuknya masalah kesehatan atau juga untuk peningkatan kesehatan

Neoplasma:
Penyakit pertumbuhan sel yaitu terdiri dari sel-sel baru yang mempunyai
bentuk, sifat dan kinetika yang berbeda dari sel normal asalnya.
Dibutuhkan tindakan dan runtutan pengobatan yang kompleks sehingga
diperlukan kode penyakit yang yang lebih spesifik sehingga dapat
menggambarkan kondisi penyakit secara lebih detail/lengkap (Sinta Listani,
2016).
Koding:

Kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis sekunder sesuai dengan ICD-10
serta memberikan kode prosedur sesuai dengan ICD-9-CM. Koding sangat menentukan
dalam sistem pembiayaan prospektif yang akan menentukan besarnya biaya yang
dibayarkan ke Rumah Sakit.
Koding bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cidera, gejala, dan
faktor yang mempengaruhi kesehatan (Depkes RI, 2006).

Ketepatan dan Elemen Kualitas Pengodean :

Ketepatan dan kecepatan pengodean sangat dipengaruhi oleh pelaksana yang menangani
rekam medis, salah satunya kelengkapan penulisan diagnosis oleh dokter, karena hanya
profesi dokter yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab untuk menentukan diagnosis
utama pasien. Petugas pengodean (coding) sebagai pemberi kode bertanggung jawab atas
ketepatan kode diagnosis utama yang sudah ditetapkan oleh dokter (Hatta, 2008).
BAB III HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Kegiatan
1. Gambaran Umum RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Sejarah Rumah Sakit:
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten didirikan pada tanggal
20 Desember 1927 oleh perkebunan-perkebunan (onderneming) milik pemerintah Hindia
Belanda (kini Indonesia), yang beralamatkan di Jl. KRT. dr. Soeradji Tirtonegoro No.1,
Klaten Selatan, Klaten, Jawa Tengah.
Visi, Misi, dan Motto:
a. Visi : Unggul Dalam Pelayanan Publik
b. Misi:
 Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bercirikan Smart and Inteligent Hospital
yang mengedepankan mutu dan keselamatan pasien.
 Meningkatkan pendidikan kedokteran, keperawatan, dan tenaga kesehatan lain
serta penelitian internasional.
 Meningkatkan kepuasan pelayanan publik melalui zona integritas.
 Meningkatkan status kesehatan masyarakat melalui mengedepankan Academic
Health System (AHS) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM).
c. Motto: Bersih, Nyaman, Akurat
2. Pelaksanaan Pengkodean Diagnosis Neoplasma di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten

a. Pengodean diagnosis dibagi menjadi 2 yaitu: coding rawat jalan, coding


rawat inap. Coding rawat jalan dan rawat inap dikerjakan oleh tiga
petugas. Pengkodean di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dilakukan
secara manual dan komputerisasi.
b. Petugas coder juga masih sering menemukan tulisan dokter yang tidak
terbaca.
c. Petugas menggunakan hafalan kode, karena kalau menggunakan ICD-10
memerlukan waktu yang lama sedangkan petugas masih harus
mengerjakan pekerjaan yang lainnya
3. Ketepatan kode kasus neoplasma di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
(dengan sampel 30 berkas dari 59 berkas rekam medis pasien rawat inap
dengan kasus Neoplasma pada bulan Juni 2022):

a. Persentase Ketepatan Kode Morfologi Diagnosis Neoplasma Berdasarkan ICD-10


No Aspek Ketepatan Kode Jumlah Persentase
1. Tepat 6 karakter 0 0
2. Tepat 5 karakter 0 0
3. Tepat 4 karakter 0 0
4. Tepat 3 karakter 0 0
5. Tepat 2 karakter 0 0
6. Tepat 1 karakter 0 0
7. Tidak Tepat 0 0
8. Tidak Dikode 30 100 %
  JUMLAH 30 100 %

Pengodean diagnosis neoplasma di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tidak


mencantumkan kode morfologi, petugas coding hanya menuliskan kode topografi.
b. Persentase Ketepatan Kode Topografi Diagnosis Neoplasma

No Aspek Ketepatan Kode Jumlah Persentase

1. Tepat 4 karakter 22 73 %
2. Tepat 3 karakter 6 20 %
3. Tepat 2 karakter 0 0
4. Tepat 1 karakter 0 0
5. Tidak Tepat 2 7%
6. Tidak Dikode 0 0
  Jumlah 30 100%

Kode topografi yang tidak tepat sejumlah 2 dokumen rekam medis (7%)
4. Faktor yang mengakibatkan ketidaktepatan pengodean kasus neoplasma di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

a. Proses Pelayanan Patologi Anatomi


Tidak ditemukannya hasil Patologi Anatomi dalam berkas rekam medis
yang dikembalikan ke instalasi Rekam Medis.

b. Sumber Daya Manusia


Ketepatan setiap hasil kode yang didapatkan bergantung dari kualitas
petugas coding masing-masing.

c. Standar Operasional Prosedur


Dalam SOP yang ada, belum dijelaskan secara rinci mengenai tatacara
untuk pengodean diagnosis neoplasma.
B. Pembahasan

1. Pelaksanaan Pengkodean Diagnosis Neoplasma di RSUP dr. Soeradji


Tirtonegoro Klaten

Pengkodean diagnosis berdasarkan hafalan dari petugas koder dan


hanya melihat pada ICD-10 volume 3 dan jarang dicocokkan kembali ke
ICD-10 volume 1.
Menurut ICD-10 volume 2 (2010), tata cara pengodean untuk
menentukan kode diagnosis yang akurat yaitu setelah menentukan hasil
kode diagnosis pada ICD-10 volume 3 kemudian untuk mengecek
kebenaran kode, dicocokan dengan hasil kode yang terdapat pada ICD-
10 volume 1 untuk menghasilkan kode yang tepat dan akurat.
2. Ketepatan kode kasus neoplasma di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten

a. Persentase Ketepatan Kode Morfologi Diagnosis Neoplasma


Berdasarkan ICD-10
Kode morfologi kasus neoplasma yang tidak dikode itu tidak sesusai
dengan klasifikasi pada bab II ICD-10, dijelaskan bahwa kodefikasi
untuk kasus neoplasma mencantumkan kode topografi dan kode
morfologi, kode morfologi digunakan untuk mengetahui karakter dan
sifat dari neoplasma apakah itu neoplasma jinak atau ganas.
b. Persentase ketepatan kode topografi diagnosis neoplasma
Kodefikasi kasus neoplasma tidak tepat sejumlah 2 dokumen rekam
medis, dikarenakan untuk tidak adanya penunjang yaitu hasil Patologi
Anatomi.
3. Faktor yang mengakibatkan ketidaktepatan pengodean kasus neoplasma di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
a. Proses Pelayanan Patologi Anatomi
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas coding di RSUP dr. Soeradji tirtonegoro
Klaten, faktor yang menyebabkan ketidaktepatan kode diagnosis dikarenakan pada saat
pasien pulang hasil patologi anatomi belum jadi dan belum terlampir dalam berkas rekam
medis.
b. Sumber Daya Manusia
Sesuai dengan Permenkes Nomor 55 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan
Perekam Medis, seorang perekam medis harus mampu melaksanakan sistem klasifikasi
klinis dan kodefikasi penyakit yang berkaitan dengan kesehatan dan tindakan medis
sesuai terminologi medis yang benar. Sesuai teori diatas, petugas coding harus
memahami peran dan tugasnya dalam menghasilkan kode yang akurat untuk data
pelaporan agar menghasilkan informasi yang bernilai guna.
c. Standar Operasional Prosedur (SOP)
Sudah terdapat SOP mengenai tata cara pengodean diagnosis tetapi tidak dijelaskan
secara rinci mengenai tata cara pengodean untuk kasus tertentu seperti neoplasma
dalam hal pencantuman kode morfologi.
BAB IV PENUTUP

A.
Kesimpulan
1.Pelaksanaan pengodean diagnosis neoplasma di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten belum sesuai dengan aturan penggunaan
ICD-10, karena proses pengodean diagnosis neoplasma hanya memberikan kode topografi berdasarkan ICD-10 dan tidak
memberikan kode morfologi.
2.Ketepatan kode morfologi kasus neoplasma di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten masih rendah, dari 30 berkas rekam medis
diagnosis neoplasma diperoleh hasil persentase kode morfologi 0 (100%) tidak dikode, sedangkan untuk ketepatan kode topografi
adalah 22 (73%).
3.Faktor yang menyebabkan ketidaktepatan dalam pengodean di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dikarenakan hasil Patologi
Anatomi belum jadi pada saat pasien pulang atau pada saat berkas rekam medis dikembalikan ke Instalasi Rekam Medis. Selain itu
SOP tentang pengodean belum menjelaskan secara spesifik tentang aturan pengodean morfologi pada kasus neoplasma.
B. Saran
1. Untuk mendapatkan kode diagnosis yang tepat, sebaiknya dalam
pengodean diagnosis tetap mengikuti kaidah dan aturan yang ada
pada ICD-10.
2. Melakukan Koordinasi dengan bagian Laboratorium Patologi
Anatomi agar segera memberikan hasil Patologi Anatomi setiap
pasien, sebelum berkas rekam medis dikembalikan ke instalasi
rekam medis. Sehingga dokter dapat menegakkan diagnosa dengan
benar dan tepat, begitu juga coder dapat melakukan pengodean
morfologi dari neoplasma secara tepat.
3. Melakukan revisi SOP tentang pelaksanaan pengodean diagnosis
pada kasus neoplasma untuk menambahkan kode morfologi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai