Anda di halaman 1dari 42

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Rustiyanto, (2015) Rekam Medis adalah keterangan baik

yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas, anamneses penentuan

fisik laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan medik yang

diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan

maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat.

Undang -Undang No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit

menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan,

rawat inap dan gawat darurat. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No 43 tahun 2016 tentang standar pelayanan minimal bidang

kesehatan bab II nomor 10 memyebutkan pelayanan kesehatan orang

dengan gangguan jiwa berat (ODGJB) pernyataan standar menjelaskan

bahwa setiap orang dengan gangguan jiwa berat mendapatkan pelayanan

kesehatan sesuai standar. Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan,

rumah sakit harus dapat mendokumentasikan setiap tindakan dan

pengobatan yang telah diberikan kepada pasien kedalam suatu dokumen

yang disebut rekam medis


2

Hal penting yang harus diperhatikan oleh petugas rekam medis

adalah ketepatan dalam pemberian kode diagnosis. Pengkodean yang tepat

dan akurat diperlukan rekam medis yang lengkap. Rekam medis harus

memuat dokumen yang akan dikode seperti pada lembar depan seperti:

ringkasan masuk keluar, lembaran operasi dan laporan tindakan, laporan

patologi dan resume pasien keluar. Salah satu faktor penyebab

ketidaktepatan penulisan kode diagnosis adalah karena dokter tidak

menuliskan diagnosis dengan lengkap sehingga terjadi kesalahan petugas

rekam medis dalam menentukan kode diagnosis (Hatta, 2012).

Kegiatan pengkodean adalah pemberian penetapan kode dengan

menggunakan huruf dan angka atau kombinasi antara huruf dan angka yang

mewakili komponen data. Pada proses coding ada beberapa kemungkinan

yang dapat mempengaruhi hasil pengkodean dari petugas coding, yaitu

bahwa penetapan disgnosis pasien merupakan hak, kewajiban dan tanggung

jawab tenaga medis yang memberikan perawatan kepada pasien dan tenaga

coding di bagian unit rekam medis tidak boleh mengubah diagnosis yang

ada. Apabila ada hal yang tidak jelas petugas rekam medis mempunyai hak

dan kewajiban menanyakan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan

yang bersangkutan. Dalam proses coding akan terjadi beberapa

kemungkinan yaitu penetapan diagnosis yang salah sehingga menyebabkan

hasil pengkodean yang tidak tepat dan penetepan diagnosis yang benar,

tetapi petugas coding salah menentukan kode sehingga hasil pengkodean

tidak tepat (Budi,2011).


3

Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization)

bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cedera,

gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO

mengharuskan negara anggotanya termasuk Indonesia menggunakan

klasifikasi penyakit revisi 10( ICD-10, International Statistical

Classification of Disease and Related Health Problem Tenth Revision)

Namun, di Indonesia sendiri ICD -10 baru ditetapkan pada tahun 1998

untuk menggantikan ICD-9melalui Surat Keputusan Menkes RI

No.50/MENKES/KES/SK/I/1998. Penentuan kode diagnosis gangguan

jiwa dibantu dengan buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa (PPDGJ).

Menurut Keliat, 2011 Gangguan Jiwa yaitu suatu sindrom atau pola

perilaku yang secara klinis bermakna berhubungan dengan distress atau

penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi

kehidupan manusia.

Undang-Undang No.18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa

ditujukan untuk menjamin setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup

yang baik serta memberikan pelayanan kesehatan secara terintergrasi,

komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif. Masalah kesehatan jiwa atau mental di Indonesia

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus

mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas sektor

pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah serta perhatian dari seluruh
4

masyarakat. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan bahwa

prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukan dengan gejala-

gejala depresi dan kecemasan sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau

sekitar 14 juta orang. Sedangkan Prevalensi gangguan jiwa berat, seperti

skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang.

Di Jawa Tengah jumlah warga yang mengidap gangguan jiwa dari

tahun ke tahun terus meningkat. Jumlah gangguan jiwa pada tahun 2013

sebanyak 121.962 penderita, tahun 2014 sebanyak 260.962 penderita

sedangkan tahun 2015 jumlah penderita bertambah menjadi 317.504 jiwa.

Faktor penyebab tingginya angka gangguan jiwa di Jawa tengah diantaranya

adalah tekanan keluarga, minimnya pekerjaan, pergaulan, lingkungan

maupun ekonomi. Pada tahun 2012 Jawa Tengah Sudah mencanangkan

program bebas pemasungan terhadap penduduk yang mengidap gangguan

jiwa. Namun sampai pada saat ini penderita yang gangguan jiwa masih ada

yang dipasung karena sebagian besar keluarga kurang memahami gangguan

psikotik terutama skizofrenia. Akibatnya penanganan yang dilakukan masih

keliru. (Dinkes Jawa Tengah 2016).

Peraturan Gubernur Jawa Tengah No.I Tahun 2012 Pasal 10 tentang

Rehabilitasi Terhadap Penderita Gangguan Jiwa yang di pasung antara lain

motivasi dan diagnosa psikososial, perawatan dan pengasuhan, pembinaan

kewirausahaan, bimbingan mental spiritual, pelayanan pengobatan lanjutan

dan rujukan atau pengiriman kembali ke rumah sakit jiwa daerah (RSJD)

atau rumah sakit dengan unggulan jiwa.


5

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten merupakan

salah satu rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang

berkedudukan di Kabupaten Klaten yang telah ditetapkan sebagai rumah

sakit khusus kelas A sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 216/Menkes/ VI/2013.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan peneliti dengan

menggunakan metode wawancara pada tanggal 03 Januari 2017 di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah, diketahui

jumlah kunjungan untuk klinik jiwa pada tahun 2016 sebanyak 2.394 orang.

Jumlah petugas coding ada enam orang, yang menetap di bagian coding

hanya dua orang. Tingkat pendidikan petugas coding, D3 Rekam Medis

Informasi Kesehatan dan Sarjana Ekonomi. Dasar pengkodean diagnosis

pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. RM. Soedjarwadi menggunakan ICD-10

dan PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia).

Proses pengkodean di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM

Soedjarwadi Klaten telah dilakukan menggunakan sistem informasi

manajemen rumah sakit. Pemberian kode diagnosis dilakukan oleh petugas

coding dan petugas assembling. Manfaat penerapan coding di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten adalah untuk kepentingan laporan

rumah sakit dan juga untuk klaim BPJS.


6

Analisis ketepatan kode diagnosis pada dokumen rekam medis

sangat penting karena apabila kode diagnosis tidak tepat atau tidak sesuai

dengan ICD-10 maka dapat menyebabkan turunnya mutu pelayanan di

rumah sakit serta mempengaruhi kualitas data, informasi dan laporan serta

ketepatan tarif INA- CBG’s yang pada saat ini digunakan sebagai metode

pembayaran untuk pelayanan pasien.Dalam pelaksanaan pengkodean di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten kerena jumlah

pasien yang banyak dan keterbatasan petugas coding, maka tidak menutup

kemungkinan terdapat ketidaktepatan kodefikiasi. Berdasarkan hal tersebut

maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Analisis

ketepatan kodefikasi diagnosis pada pasien gangguan mental di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten.
7

B. Rumusan Masalah

Bagaimana ketepatan kodefikasi diagnosis pasien gangguan mental di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah pada

tahun 2016?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat ketepatan kode diagnosis pasien gangguan mental

di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pelaksanaan kode diagnosis pasien gangguan mental di

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten Jawa

Tengah.

b. Mengetahui Faktor penyebab ketidaktepatan kode diagnosis pada

pasien gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Terwujudnya kesinambungan dalam pelayanan kepada pasien

gangguan mental khususnya menentukan kode diagnosis yang

tepat.
8

b. Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan pengetahuan di bidang rekam medis

khusunya dalam menentukan kode diagnosis pasien gangguan

mental serta dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh selama

perkuliahan.

2. Manfaat teoritis

a. Bagi institusi Pendidikan

Sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya wawasan

khususnya di bidang Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.

b. Bagi peneliti lain

Dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang akan melakukan

penelitian dengan topik yang hampir sama.


9

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Judul, Nama, Variabel yang Metode Hasil

Tahun diteliti

1 Hubungan Coder dan Wawancara Pengkodean

kualifikasi keakuratan kode dan diagnosis rawat

Coder dengan diagnosis pasien observasi jalan dilakukan

keakuratan kode rawat jalan oleh petugas

diagnosis rawat pengkodean

jalan yang berjumlah 4

berdasarkan petugas yang

ICD-10 di terdiri dari 1

RSPAU petugas dengan

Hardjolukito kualifikasi D3

Yogyakarta Rekam Medis

Friska Miftachul dan 3 petugas

Janah,2015 dari non Rekam

Medis.Kode

yang dihasilkan

oleh D3 Rekam

Medis adalah

100% akurat

sedangkan untuk
10

hasil kode oleh

Coder non D3

Rekam Medis

masih terdapat

kode yang tidak

akurat

2 Analisis ketepatan Ketepatan kode Wawancara Hasil observasi

kode diagnosis diagnosis dan dokumen rekam

penyakit observasi medis dibagian

gastroenteritis acute unit rawat inap

berdasrkan dokumen pada triwulan 1

rekam medis di tahun 2015

Rumah Sakit Balung terdapat penyakit

Jember Rinda Nurul gastroenteritis

dkk,2016 acute sebanyak

80 dokumen

rekam medis.

Dari 80 rekam

medis tersebut

yang akurat 19

dokumen rekam

medis dan

penentuan
11

diagnosis yang

tidak tepat

sebanyak 61

dokumen rekam

medis.

3 Tinjauan penulisan Penulisan Survey Ditinjau dari

diagnosis utama dan diagnosis utama diagnosis utama

ketepatan kode ICD- dan ketepatan pada dokumen

10 pada pasien kode ICD - 10 rekam medis,

umum di RSUD kota ditemukan

Semarang Triwulan penulisan

I tahun 2012 Retno diagnosis yang

Dwi Vika Ayu,2012 tidak spesifik

sehingga kode

yang di hasilkan

tidak

tepat.Ditinjau

dari tingkat

kesesuaian kode

diagnosis utama

yang tepat

sebanyak 76

dokumen dank
12

ode diagnosis

yang tidak tepat

17 dokumen

rekam medis

rawat inap.

Perbedaan dengan penilitian ini

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan

menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Dalam penelitian ini hanya

terdapat satu variabel yaitu ketepatan kode diagnosis pada pasien gangguan mental.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi.
13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

B. Tinjauan Teori

1. Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), Rumah Sakit

adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan

dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna, penyembuhan

penyakit dan pencegahan penyakit kepada masyarakat. Rumah sakit

juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan

pelayanan medik.

Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang

rumah sakit yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit mempunyai misi

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh

masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya

pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan


14

secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta

pelaksanaan upaya rujukan.

Menurut Undang-Undang No 44 Tahun 2009 fungsi rumah

sakit adalah

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan

melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat

kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.
15

2. Rekam Medis

a. Pengertian Rekam Medis

Rekam medis merupakan kumpulan fakta tentang

kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk

keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis

oleh para praktisi kesehatan dalam upaya memberikan

pelayanan kesehatan kepada pasien (Hatta,2010).

b. Tujuan Rekam Medis

Tujuan rekam medis yaitu untuk tercapainya

administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan

kesehatan di rumah sakit dan untuk mendapatkan catatan atau

dokumen yang akurat dari pasien, mengenai kehidupan dan

riwayat kesehatan, riwayat penyakit dimasa lalu dan sekarang,

juga pengobatan yang telah diberikan sebagai upaya

meningkatkan pelayanan kesehatan (Rustiyanto,2015).

c. Kegunaan Rekam Medis

Kegunaan rekam medis secara umum antara lain sebagai

berikut:

1) Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga

ahlinya yang ikut ambil bagian dalam memberikan

pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien.

2) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan /

perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.


16

3) Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan,

perkembangan penyakit, dan pengobatan selama pasien

berkunjung/ dirawat di rumah sakit

4) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan

evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan

kepada pasien.

5) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit

maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

6) Menyediakan data-data khususnya yang sangat berguna

untuk penelitian dan pendidikan.

7) Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran

pelayanan medik pasien.

8) Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan

serta sebagai bahan pertanggungjawaban dan pelaporan

( Rustiyanto, 2015).

d. Nilai Guna Rekam Medis

1) Bagi Pasien

a) Menyediakan bukti asuhan keperawatan/tindakan medis

yang diterima oleh pasien.

b) Menyediakan data bagi pasien jika pasien datang untuk

yang kedua kali dan seterusnya.


17

c) Menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan

hukum pasien dalam kasus-kasus tertentu seperti

kompensasi pekerja, kecelakaan pribadi atau mal

praktek.

2) Bagi Fasilitas Layanan Kesehatan

a) Memiliki data yang dipakai untuk pekerja professional

kesehatan.

b) Sebagai bukti atas biaya pembayaran pelayanan medis

pasien.

c) Mengevaluasi penggunaan sumber daya.

3) Bagi Pemberi layanan

a) Menyediakan informasi untuk membantu seluruh

tenaga professional dalam merawat pasien

b) Membantu dokter dalam menyediakan data perawatan

yang bersifat berkesinambungan pada berbagai

tingkatan pelayanan kesehatan.

c) Menyediakan data-data untuk penelitian dan

pendidikan.
18

3. Coding

a. Pengertian coding

Coding adalah pemberian penetapan kode diagnosis menggunakan

huruf atau angka kombinasi huruf dalam rangka mewakili

komponen data. Sedangkan pengkodean adalah bagian dari usaha

pengorganisasian proses penyimpanan dan pengambilan kembali

data yang memberi kemudahan bagi penyajian informasi terkait.

b. Tujuan coding

Coding menggunakan ICD-10 (International Statistical

Classification Of Diseases and Related Health Problems) bertujuan

untuk mendapatkan rekaman sistematis, melakukan analisis,

interpretasi, serta membandingkan data morbiditas dan mortalitas

dari berbagai wilayah. ICD-10 digunakan untuk menterjemahkan

diagnosis penyakit dan masalah kesehatan dari kata-kata menjadi

alfanumerik yang akan memudahkan untuk penyimpanan dan

memdapatkan kembali data dan analisis data

c. Langkah-langkah dalam menentukan kode

1) Tentukakan tipe pernyataan yang akan dikode dan buka volume

3 alphabetical index. Bila pernyataan adalah istila penyakit atau

cedera atau kondisi lain yang terdapat pada Bab I – XIX dan bab

XXI (volume 1) gunakanlah ia sebagai “lead term” untuk

dimanfaatkan sebagai panduan menelusuri istilah yang dicari

pada seksi 1 indeks(volume 3). Bila pernyataan adalah


19

penyebab luar ( external causes) dari cedera (bukan nama

penyakit) yang ada di bab XX ( volume 1), lihat dan cari

kodenya pada seksi ll di indeks (volume 3).

2) Lead term (kata panduan) untuk penyakit dan cedera biasanya

merupakan kata benda yang memaparkan kondisi patologisnya.

Sebaiknya jangan menggunakan istilah kata benda anatomi,

kata sifat atau kata keterangan sebagai kata panduan.Walaupun

demikian beberapa kondisi ada yang di ekspresikan sebagai

kata sifat atau eponym (menggunakan nama penemu) yang

tercantum dalam indeks sebagai lead term.

3) Baca dengan saksama dan ikuti petunjuk catatan yang muncul

dibawah istilah yang akan dipilih pada volume 3.

4) Baca istilah yang terdapat dalam tanda kurung “()” sesudah lead

term (kata dalam kurung = modifier tidak akan mempengaruhi

kode). Istilah lain yang ada dibawah lead term (dengan tanda (-

) minus = idem = indent) dapat mempengaruhi nomor kode

sehingga kata-kata diagnostic harus diperhitungkan.

5) Ikuti secara hati-hati setiap rujukan silang (cross references) dan

perintah see also yang terdapat dalam indeks.

6) Lihat daftar tabulasi (volume 1) untuk mencari kode yang paling

tepat. Lihat kode tiga karakter di indeks dengan tanda minus pada

posisi keempat yang berarti bahwa isian untuk karakter keempat

ada di dalam volume 1 dan merupakan posisi tambahan serta


20

aturan cara penulisan dan pemanfaatannya dalam pengembangan

indeks penyakit dan dalam sistem pelaporan morbiditas dan

mortalitas

7) Ikuti pedoman inclusion dan exclusion pada kode yang dipilih

atau bagian bawah suatu bab, blok, kategori atau sub kategori.

8) Tentukan kode yang sesuai.

Lakukan analisis kuantitatif dan kualitatif data diagnosis yang

dikode untuk memastikan kesesuaiannya dengan pernyataan dokter

tentang diagnosis utama diberbagai lembar formulir rekam medis

pasien, guna menunjang aspek legal rekam medis yang

dikembangkan.( Hatta,2010)

4. ICD-10 (International Statistical Classification Of Disesases and

Related Health Problems)

a. Pengertian ICD-10(International Stastistical Classification of

Diseases and Related Health Problems-Tenth Revision)

Standart internasional untuk klasifikasi penyakit dengan masalah

yang terkait kesehatan revisi ke-10 yang dikeluarkan oleh WHO

(World Health Organization).


21

b. Fungsi ICD-10 (International Statistical Classification Of

Disesases and Related Health Problems)

Fungsi ICD sebagai sistem klasifikasi penyakit dan masalah yang

terkait dengan kesehatan digunakan untuk kepentingan informasi

statistik morbididtas dan mortalitas.

c. Kegunaan ICD-10 (International Statistical Classification Of

Disesases and Related Health Problems)

1) Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana

pelayanan kesehatan.

2) Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis.

3) Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data

terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan.

4) Bahan dasar dalam pengelompokan DRGs (Diagnoses Related

Groups) untuk sistem penagihan pembayaran biaya pelayanan.

5) Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan

mortalitas.

6) Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi

perencanaan pelayanan medis.

7) Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan

dikembangkan sesuai kebutuhan zaman.

8) Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan.

9) Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.


22

d. Tujuan ICD-10 (International Statistical Classification Of

Disesases and Related Health Problems)

Menurut kutipan Ayu, (2012) Tujuan ICD-10 ((International

Statistical Classification Of Disesases and Related Health

Problems) yaitu Menerjemahkan diagnosis penyakit dan masalah

kesehatan lainnya dari kata-kata menjadi kode alfanumerik

sehingga memudahkan untuk menyimpan retrievel dan analisis

data, mempengaruhi perekaman statistik ,mempermudah analisis,

interpretasi dan perbandingan dengan data morbiditas dan

mortalitas yang terkumpul dari berbagai daerah atau negara pada

saat yang berlainan.

e. Penggunaan ICD-10 (International Statistical Classification Of

Disesases and Related Health Problems)

Di Indonesia menggunakan ICD-9 (International Statistical

Classification Of Disesases and Related Health Problems)

berdasrkan

SK Menkes tahun 1996 tentang penggunaan revisi sembilan yang

berlaku di Indonesia. Sedangkan ICD-10 (International Statistical

Classification Of Disesases and Related Health Problems)

berdasarkan SK Dirjen Yanmed No.HK 00.05.14.0074 tahun 1998

di rumah sakit tentang Penggunaan Klasifikasi Internasional

Mengenai Penyakit Revisi Kesepuluh (ICD-10) di rumah sakit dan


23

juga berdasar SK Menkes tahun 1998 digunakan di seluruh

Indonesia (Ayu,2012).

f. Struktur ICD-10 (International Statistical Classification Of

Disesases and Related Health Problems)

ICD-10 (International Statistical Classification Of Disesases and

Related Health Problems) terdiri atas volume dan bab

1) Volume

Terdiri dari tiga volume

a) Volume 1

Volume 1 terdiri dari

(1) Pengantar

(2) Pernyataan

(3) Pusat- pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi

penyakit.

(4) Laporan konferensi internasional yang

menyetujui revisi ICD-10.

(5) Daftar kategori tiga karakter

(6) Daftar tabulasi penyakit dandaftar kategori

termasuk subkategori empat karakter .

(7) Daftar morfologi Neoplasma.

(8) Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas.

(9) Definisi-definisi

(10) Regulasi nomenklatur


24

b) Volume 2

(1) Pengantar

(2) Penjelasan tentang International Statistical

Classification of Diseases and Related Health

Problems

(3) Cara penggunaan ICD- 10

(4) Aturan dan petunjuk pengodean mortalitas dan

morbiditas

(5) Presentase statistik

(6) Riwayat perkembangan ICD

c) Volume 3

(1) Pengantar

(2) Sussunan indeks secara umum

(3) Seksi I : Indeks abjad penyakit , bentuk cedera

(4) Seksi II : Penyebab luar cedera

(5) Seksi III : Tabel obat dan Zat kimia

(6) Perbaikan terhadap volume 1


25

2) Bab

Terdiri-dari 21 bab:

1) Bab I-XVII : Berhubungan dengan penyakit dan

kondisi morbiditas yang lain.

2) Bab XVIII : Berhubungan dengan

gejala,tanda,temuan klinis dan laboratorium yang

abnormal yang tidak diklasifikasi ditempat lain

3) BabXIX : Berhubungan dengan

luka,keracunan,keadaan lain yang disebabkan oleh

faktor eksternal.

4) Bab XX : Berhubungan dengan penyebab eksternal

morbiditas dan mortalitas

5) Bab XXI : Berhubungan dengan faktor-faktor yang

mempegaruhi pelayanan kesehatan dan alasan-alasan

dengan pelayanan kesehatan.

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Kode Penyakit

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketepatan kode penyakit:

1) Kelengkapan Rekam Medis

Sebelum pengkodean penyakit tenaga rekam medis harus

mengkaji data data rekam medis pasien untuk menemukan

kekurangan,kekeliruan atau terjadinya kesalahan. Oleh karena

itu,kelengkapan isi rekam medis merupakan persyaratan untuk


26

menentukan diagnosis.Sehingga kerjasama antara dokter dan

petugas coding sangat berperan dalam penggunaan ICD-10

2) Tenaga Medis

Kelengkapan diagnosis sangat ditentukan oleh tenaga

medis,dalam hal ini sangat bergantung pada dokter sebagai

penentu diagnosis karena hanya profesi dokterlah yang

mempunyai hak dan tanggung jawab untuk menentukan

diagnosis pasien.Dokter yang merawat juga bertanggung

jawab atas pengobatan pasien,harus memilih kondisi utama

dan kondidsi lain ysng sesuai dalam periode perawatan.

3) Tenaga rekam medis

Petugas coding sebagai pemberi coding bertanggung jawab atas

ketepatan kode diagnosis yang sudah ditetapkan oleh petugas

medis. Oleh karena itu, untuk hal yang kurang jelas atau tidak

lengkap sebelum menetapkan kodenya perlu dikomunikasikan

terlebih dahulu pada dokter yang membuat diagnosis tersebut

untuk lebih meningkatkan informasi dalam rekam

medis,petugas coding harus membuat kode sesuai dengan aturan

yang ada pada ICD-10.

4) Sarana

Sarana pendukung untuk meningkatkan produktifitas coding

yaitu ICD-10(International Statistical Classification of Diseases

and Related Health Problem-Tenth Revision).


27

h. Aturan Reseleksi Kondisi Utama

Menurut ICD-10 Volume 2 aturan reseleksi kondisi utama adalah

1) Rule MB 1 ( Kondisi minor dicatat sebagai “kondisi utama”

kondisi yang lebih bermakna dicatat sebagai “kondisi lain”)

Pada suatu kondisi minor atau kondisi yang telah berjalan lama

atau suatu masalah yang insedentil dicatat sebagai “kondisi

utama” dan suatu kondisi yang lebih berarti, relevan bagi

perawatan yang diberikan/spesialisasi dicatat sebagai “kondisi

lain” reseleksi yang terakhir sebagai” kondisi utama”

2) Rule MB 2 ( Beberapa kondisi yang dicatat sebagai “kondisi

utama”)

Jika beberapa kondisi yang tidak dapat dikode bersama dicatat

sebagai “kondisi utama” dan detil lain pada catatan menunjuk

pada satu dari kondisi tersebut sebagai “kondisi utama” bagi

perawatan pasien,dipilih kondisi itu. Jika tidak, pilih kondisi

yang telah disebutkan pertama.

3) Rule MB 3 ( Kondisi yang dicatat sebagai “kondisi utama”

menggambarkan gejala yang timbul dari diagnosa,kondisi yang

ditangani )

Jika suatu gejala atau tanda atau suatu masalah yang dapat

diklasifikasi untuk ban XXI ,dicatat sebagai “kondisi utama”

dan hal ini jelas memberikan tanda,gejala atau masalah kondisi

yang didiagnosa dicatat ditempat lain dan perawatan diberikan


28

untuk kondisi yang terakhir,reseleksi kondisi yang didiagnosa

sebagai “kondisi utama”.

4) Rule MB 4 ( Spesifisitas )

Dimana diagnose dicatat sebagai “kondisi utama” yang

menggambarkan suatu kondisi dalam istilah umum dan suatu

istilah yang memberikan informasi yang lebih tepat mengenai

tempat atau sifat dasar kondisi dicatat sebagai pilihan diagnose

bagi “kondisi utama”.

5) Rule MB 5 (Alternatif diagnosa-diagnosa utama)

Pada keadaan suatu gejala atau tanda dicatat sebagai “kondisi

utama” yang karena suatu kondisi yang lain, dipilih gejala

tersebut sebagai “kondisi utama”. Pada keadaan dua kondisi

atau lebih dicatat sebagai pilihan diagnosa bagi “kondisi

utama” seleksi kondisi yang pertama dicatat.

5. Diagnosis

a. Pengertian Diagnosis

Menurut Putriani, (2015) Diagnosis adalah hasil dari evaluasi

yang mencerminkan temuan. Evaluasi disini berarti upaya yang

dilakukan untuk menegakan atau mengetahui jenis penyakit

yang diderita oleh seseorang atau masalah kesehatan yang

dialami oleh masyarakat.

b. Pembagian Diagnos
29

Menurut Hatta, (2010) pembagian diagnosis adalah sebagai

berikut:

1) Diagnosis Utama

Diagnosis utama adalah suatu diagnosis atau kondisi

kesehatan yang menyebabkan pasien yang

memperoleh perawatan atau pemeriksaan yang

ditegakan pada akhir episode pelayanan dan

bertanggung jawab atas kebutuhan sumber daya

pengobatannya.Pengodean morbiditas sangat

bergantung pada diagnosis yang ditetapkan oleh dokter

yang merawat pasienatau yang bertanggung jawab

menetapkan kondisi utama pasien, yang akan dijadikan

dasar pengukuran statistik morbiditas.

Batasan diagnosis utama adalah

a) Diagnosis yang ditentukan setelah cermat dikaji.

b) Menjadi alasan untuk dirawat

c) Menjadi fakta arahan atau pengobatan

2) Diagnosis Sekunder

Diagnosis sekunder adalah diagnosis yang

menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk

atau yang terjadi selama episode pelayanan


30

3) Komorbiditas

Kormobiditas adalah penyakit yang menyertai

diagnosis utama atau kondisi pasien saat masuk dan

membutuhkan pelayanan atau asuhan khusus

setelah masuk dan dirawat.

4) Komplikasi

Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam

masa pengobatan dan memerlukan pelayanan

tambahan sewaktu episode pelayanan, baik yang

disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul

sebagai akibat dari pelayanan yang diberikan

kepada pasien.

6. Sistem Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan Mental

a. Tujuan Klasifikasi

Menurut Rachmayani, (2016) Diagnosis merupakan penyusunan

gejala, memberi nama atau label yang membedakan dengan

penyakit lain dengan tujuan untuk prognosis,

terapi(Farmakoterapi/psikoterapi) dan tindak lanjut. Tujuan

klasifikasi diagnosis gangguan mental yaitu mengidentifikasi

kelompok pasien yang memiliki persamaan dalam gambaran klinis,

perjalanan penyakit dan respon terhadap pengobatan serta


31

memfasilitasi komunikasi antara professional, penelitian tentang

etiologi, pencegahan dan penatalaksanaan kondisi psikiatrik.

b. Proses Klasifikasi Diagnosis Gangguan Mental

1) Pemerikasan meliputi pemerikasaan fisik dan evaluasi

psikologis

2) Anamnesis melihat latar belakang dan riwayat gangguan dari

pasein yang bersangkutan

3) Menentukan Diagnosis terdiri dari Aksis 1-V

4) Terapi terdiri dari farmakoterapi dan psikoterapi

5) Tindak lanjut melakukan evaluasi terapi


32

c. Hierarki Blok Diagnosis Gangguan Mental

Tabel 2.1 Deskripsi Struktur ICD-10 BabV Gangguan Jiwa dan Perilaku

( Rahayu, 2013)

No Deskripsi Struktur Keterangan

1 Gangguan mental organik termasuk simtomatik F00-F09

2 Gangguan mental dan perilaku karena F10-F19

penggunaan zat psikoaktif

3 Skizofrenia,gangguan skizotipal dan gangguan F20-F29

waham

4 Gangguan suasana perasaan F30-39

5 Gangguan neurotik,gangguan somatoform F40-F48

danyang berkaitan dengan stress

6 Sindrom perilaku yang berhubungan dengan F50-F59

gangguan psikologis dan faktor fisik

7 Gangguan kepribadian dan perilaku kedewasaan F60-F69

8 Retardasi mental F70-F79

9 Gangguan perkembangan psikologis F80-F89

10 Gangguan perilaku dan emosi akibat kejadian F90-F98

pada masa kanak-kanak dan remaja

11 Gangguan mental yang tidak di klasifikasikan F99


33

C. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi dari Machfoedz (2013).


34

D. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

E. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana ketepatan kode diagnosis gangguan mental di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Kalten ?


35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2015) yang

dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam

meneliti status sekelompok manusia, suatu subjek, suatu kondisi, suatu

sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuan

dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran

atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,

sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional,karena metode ini

sudah cukup lama digunakan sehingga sehingga sudah mentradisi

sebagai metode untuk penelitian.Metode ini disebut sebagai metode

positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme.Metode ini

sebagai metode ilmiah karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah

yaitu konkrit, obyektif, terukur, rasional dan sistematis .Metode ini

disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka

dan analisis menggunakan statistik.(Sugiyono,2015).


36

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan menggunakan rancangan

cross sectional Menurut Sumantri (2013), rancangan cross sectional

merupakan penelitian non eksperimental dalam rangka mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek yang berupa

penyakit atau ststus kesehatan tertentu,dengan model pendekatan point

time. Variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel yang termasuk

efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama. Pengertian saat yang

sama disini bukan berarti pada satu saat observasi dilakukan pada semua

subjek untuk semua variabel, tetapi setiap subjek hanya diobservasi satu

kali saja, dan faktor risiko serta efek diukur menurut keadaan atau status

waktu observasi.

Rancangan penelitian cross sectional dalam penelitian ini digunakan

untuk mengetahui secara detail bagaimana proses pengkodean diagnosis

yang benar agar dapat menghasilkan suatu kode diagnosis yang tepat.

Khususnya ketepatan kode diagnosis pasien gangguan mental di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.Soedjarwadi Klaten.


37

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan (Sugiyono,2015). Populasi dalam penelitian ini adalah

berkas rekam medis rawat inap pada lembar ringkasan masuk keluar

tahun 2016 dengan jumlah populasi sebanyak 2,232 dokumen

rekam medis.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak

mungkin mempelajari semua yang ada (Sugiyono,2015).Penelitian

ini menggunakan Systematic Random Sampling ( Pengambilan

sampel secara random sistematik). Besar sampel dalam penelitian

ini ditentukan dengan rumus : ………………………….


38

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.

Soedjarwadi Klaten Khususnya di Instalasi Rekam Medis Pada

Bulan April – Juni 2017 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.RM.

Soedjarwadi Jalan Ki Pandanaran Km. 2, Danguran Klaten Selatan.

E. Variabel Penelitian

Menurut Riwidikdo (2012), variabel merupakan gejala yang menjadi

fokus dalam penelitian.Variabel atribut dari sekelompok orang atau

objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya

dalam kelompok itu. Penelitian ini hanya terdapat satu variabel yaitu

Ketepatan Kodefikasi.

F. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Kategori Skala

Operasional

1 Ketepatan Hasil ICD-10 Kode Ordinal

pengkodean volume1 diagnosis

diagnosis dan 3 sesuai

pada pasien dengan

gangguan ICD- 10

mental
39

G. Prosedur Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yaitu diagnosis utama pada lembar masuk keluar (RM1), serta

wawancara langsung pada petugas coding khususnya tentang

pelaksanaan pengkodean di Rumah Sakit Jiwa Umum Daerah

Dr.RM.Soedjarwadi Klaten.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

dengan melakukan pengamatan langsung pada dokumen rekam

medis khususnya pada formulir ringkasan masuk keluar (RM1) dan

melakukan wawancara dengan petugas coding di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Dr. RM. Soedjarwadi Klaten.

H. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan :

1. Check-list

Untuk mengetahui jumlah ketepatan kode pada setiap dokumen

rekam medis yang dijadikan sebagai sampel penelitian.

2. ICD-10 Volume 1,2 dan 3


40

3. Pedoman Wawancara

I. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Pada penelitian ini dilakukan cross check (editing), koding dan

calculating

2. Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisis univariat untuk mengetahui

prosentase tingkat ketepatan kode diagnosis gangguan mental yaitu

dengan melakukan uji statistik mean , median dan standar deviasi.


41

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Safitri Citra 2011.Manajemen Unit Kerja Rekam Medis.Yogyakarta :

Quantum Sinergis Media.

Hatta, Gemala R. 2010. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana

Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Hatta, Gemala R.2012 Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana

Pelayanan Kesehatan. Edisi Revisi 2. Jakarta : Universitas Indonesia Press

Putriani, hhtps:// putriani.world press.com/2014 pengertian diagnosis prognosis

mendengar dan mendengarkan.

Machfoedz, I. 2013. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . Yogyakarta:

Fitramaya

Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 1 paal 10 Tahun 2012

TentangRehabilitasi Terhadap penderita Gangguan Jiwa Yang

Dipasung.

Sugiyono, 2 015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sumantri,Arif H. 2012 Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana

Prenanda Media Group.

Rahayu,A.W. 2013. Kode Klasifikasi Penyakit dan Tindakan Medis ICD-10.

Yogyakarta : Gosyen Publishing.


42

Rustiyanto,Ery.2015. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan Dalam Manajemen

Rekam Medis dan Informasi Kesehatan. Yogyakarta : Permata Indonesia Press

Undang – undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.

World Health Organization. 2010. International Statistical Classification ofn

Diseases and Related Health Problems volume 2

www.depkes.go.id > article >view Masalah Kesehatan Jiwa di Indonesia

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (07 Februari 2017).

www.dinkesjatengprov.go.id Pelayanan Kesehatan di Jawa Tengah (07 Februari

2017)

Anda mungkin juga menyukai