PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
dan testing HIV/AIDS secara sukarela merupakan pintu masuk semua layanan
tersebut.
Perubahan perilaku seseorang dari beresiko terhadap kemungkinan
tertular HIV memerlukan bantuan perubahan pengetahuan dan emosional
sehingga di perlukan pendekatan konseling secara individu guna mendorong
perubahan ke arah yang lebih baik. Pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS
sukarela dapat dilakukan di Pemerintah atau masyarakat dan harus
berdasarkan pedoman Konseling dan testing HIV/AIDS secara suka rela agar
mutu pelayanan dapat di pertanggung jawabkan.
B. TUJUAN
a) Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS melalui peningkatan mutu
pelayanan HIV/AIDS dan perlindungan bagi petugas kesehatan dan
klien /pasien.
b) Tujuan Khusus
1. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan HIV/AIDS
2. Menjaga mutu pelayanan melalui penyediaan sumber daya menejemen
3. Memberi perlindungan dan komfidentialitas
D. BATAS OPERASIONAL
2
E. LANDASAN HUKUM
3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
4
B. Distribusi Ketenagaan
1. Dokter Spesialis
Untuk distribusi ketenagaan seluruh dokter spesialis selain melayani
pasien di rawat jalan juga melayani visite di ruang rawat inap sesuai
dengan spesialisasinya Selain jaga di rawat jalan dan rawat inap, dokter
spesialis juga sebagai dokter konsulen spesialis dengan jadwal jaga jadwal
jaga dokter terlampir.
2. Konselor baik psikolog, dokter umum, apoteker, perawat akan melayani
pasien yang berkunjung baik melalui rawat jalan melayani pasien yang
berkunjung baik melalui rawat jalal maupun rawat inap jadwal terlampir.
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga untuk baik dokter spesialis, dokter umum, psikolog,
perawat, maupun apoteker diatur oleh unit/ kelompok/ ruangan/ SMF serta
dilampirkan dalam Pedoman Ini.
5
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
4 3 5 6
2
1
Keterangan :
: Pintu masuk
1 : Rekam Medik/ Ruang pendaftaran
2 : Ruang tunggu
3 : Poli Umum/ Ruang Pelayanan pasien HIV/AIDS
4 : Poli Gigi
5 : Poli KIA/KB
6 : Ruanng Fisioterapy
: Pintu keluar
B. Standar Fasilitas
1. Tersedia ruang dan peralatan peraga sesuai dengan permenkes 56 tahun
2014 tentang Klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit.
2. Tersedia unit rawat jalan/poliklinik beserta peralatan alat tahun 2014
tentang Klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit.
3. Tersedia ruang rawat inap dengan jumlah tempat tidur pasien sejumlah 308
TT beserta alat kesehatan yang ada.
4. Tersedia tempat penyimpanan dokumen rekam medis serta rak
penyimpanannya untuk dokumen rawat jalan dan dokumen rekam medis
rawat inap.
6
BAB IV
A. Konseling Pretesting
1. Penerimaan klien :
Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama, sehingga
nama tidak ditanyakan
Pastikan klien tepat waktu dan tidak menunggu
Buat catatan rekam medic klien dan pastikan setiap klien mempunyai
kodenya sendiri
Kartu periksa konseling dan testing dengan nomor kode dan ditulis oleh
konselor.
Tanggung jawab klien dalam konselor:
1) Bersama konselor mendiskusikan hal-hal terkait tentang HIV AIDS,
perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil
negative atau positif.
2) Sesudah melaksanakan konseling lanjutan diharapkan dapat melindungi
diri dan keluarganya dari penyebaran infeksi.
3) Untuk klien yang dengan HIV positif memberitahu pasangan atau
keluarganya akan status dirinya dan rencana kehidupan lebih lanjut
2. Konseling Pre testing
a. Periksa ulang nomor kode dalam formulir
b. Perkenalan dan arahan
c. Menciptakan kepercayaan klien pada konselor, sehingga terjalin
hubungan baik dan terbina saling memahami
d. Alasan kunjungan
e. Penilaian resiko agar klien mengetahui factor resiko dan menyiapkan diri
untuk pre test
f. Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi.
g. Konselor membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian
resiko dan merespon kebutuhan emosi klien.
h. Konselor PDP membuat penilaian system dukungan.
i. Klien memberikan persetujuan tertulis sebelum tes HIV dilakukan.
7
B. Informed Counsent
8
tenaga ahli. Anak senantiasa diberitahu betapa penting hadir nya seseorang
yang bermakna dalam kehidupannya untuk mengetahui kesehatan dirinya.
D. Pelayanan PITC
PITC (Provider Initiated Testing and Counselling) merupakan layan tes dan
konseling HIV terintegrasi di layanan kesehatan, yaitu tes dan konseling HIV
diprakarsai oleh petugas kesehatan ketika pasien mencari layanan kesehatan.
Sasaran PITC adalah :
1. Bumil dan anak dengan malnutrisi yang tidak sembuh dengan terapi yanga
adekuat
2. Pasien dengan penyakit terkait dengan HIV, utamanya IMS, TB, Hepatitis,
Diare kronik yang berkunjung ke Rumah Sakit.
9
3. Pasien yang pada saat anamnesa didapati factor resiko HIV
4. Keadaan gawat darurat medis untuk tujuan pengobatan pada pasien yang
secara klinis telah menunjukkan gejala yang mengarah kepada AIDS
5. perrnintaan pihak yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang
undangan.
E. Pelayanan PMTCT
10
penyakit penyerta (Infeksi Oportunistik) membaik. Pengobatan HIV/AIDS
bertujuan untuk mengurangi resiko penularan HIV dan menhambat
pemburukan infeksi Opurtunistik dan meningkatkan kkwalitas hidup pengidap
HIV/AIDS.
Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara :
1. Terapeutik yang meliputi pengobatan ARV, pengobatan IMS pengobatan
terapi Oportunistik HIV/AIDS
2. Pengobatan Profilaksis meliputi pemberian ARV pascapanjanan
3. Penunjang meliputi pengobatan suportif dan melibatkan gizi.
11
Sediakan waktu cukup untuk menyerap informasi tentang hasil
Periksa apa yang diketahui klien tentang hasil
Dengan tenang bicarakan apa arti hasil pemeriksaan
Ventilasikan emosi klien
d) Konfidensialitas
Penjelasan secara rinci pada saat konseling pretes dan persetujuan
dituliskan dan dicantumkan dalam catatan medic. Berbagi konfidensialitas
adalah rahasia diperluas kepada orang lain, terlebih dahulu dibicarakan
kepada klien. Orang lain yang 15 dimaksud adalah anggota keluarga, orang
yang dicintai, orang yang merawat, teman yang dipercaya atau rujukan
pelayanan lainnya ke pelayanan medic dan keselamatan klien. Selain itu
juga disampaikan jika dibutuhkan untuk kepentingan hukum.
e) VCT dan etik pemberitahuan kepada pasangan
Dalam konteks HIV AIDS, WHO mendorong pengungkapan status HIV
AIDS. Pengungkapan bersifat sukarela, menghargai otonomi dan martabat
individu yang terinfeksi, pertahankan kerahasiaan sejauh mungkin
menuju kepada hasil yang lebih menguntungkan individu, pasangan
seksual dan keluarga, membawa keterbukaan lebih besar kepada
masyarakat tentang HIV AIDS dan memenuhi etik sehingga
memaksimalkan hubungan baik antara mereka yang terinfeksi dan tidak.
Isu-isu gender Gender adalah sama pentingnya dengan memusatkan
perhatian terhadap penggunaan kondom, dengan konsistensi tetap
bertahan menggunakan kondom merupakan bentuk perubahan perilaku.
12
3. Pelayanan Penanganan Manajemen Kasus Tahapan dalam manajemen kasus,
adalah identifikasi, penilaian kebutuuhan pengembangan rencana tidak
individu, rujukan sesuai kebutuhan dan tepat serta koordinasi tindak lanjut.
4. Perawatan dan Dukungan Setelah diagnosis ditegakkan dengan HIV positif
maka klien dirujuk dengan pertimbangan akan kebutuhan rawatan dan
dukungan. Kesempatan ini digunakan klien dan klinisi untuk menyusun
rencana dan jadwal pertemuan konseling selanjutnya dimana membutuhkan
tindakan medic lebih lanjut, seperti terapi profilaksis dan akses ke ARV.
5. Layanan Psikiatrik Banyak pengguna Zat psikoaktif saat menerima hasil
positif testing HIV, meskipun sudah dipersiapkan terlebih dahulu, klien dapat
mengalami goncangan yang berat, seperti depresi, panik, kecemasan yang
hebat, agresif bahkan bunuh diri. Bila terjadi hal demikian maka perlu
dirujuk ke fasilitas layanan psikiatri.
6. Konseling Kepatuhan Berobat Dibutuhkan waktu untuk memberikan edukasi
dan persiapan guna meningkatkan kepatuhan sebelum dimulai terapi ARV.
Sekali dimulai harus dilakukan monitoring terus menerus yang dinilai oleh
dokter, jumlah obat dan divalidasi dengan daftar pertanyaan kepada pasien.
Konseling ini membantu klien mencari jalan keluar dari kesulitan yang
mungkin timbul dari pemberian terapi dan mempengaruhi kepatuhan.
7. Rujukan Pelayanan PDP bekerja dengan membangun hubungan antara
masyarakat dan rujukan yang sesuai dengan kebutuhannya serta
memastikan rujukan dari masyarakat ke pusat PDP. Sistem rujukan dan alur:
a) Rujukan klien dalam lingkungan sarana kesehatan. Jika dokter
mencurigai seseorang menderita HIV, maka dokter merekomendasikan
klien dirujuk ke konselor yang ada di RS.
b) Rujukan antar sarana kesehatan
1. Rujukan klien dari sarana kesehatan ke sarana kesehatan lainnya.
Rujukan ini dilakukan secara timbal balik dan berulang sesuai
dengan kebutuhan klien.
2. Rujukan klien dari sarana kesehatan lainnya ke sarana kesehatan
rujukan. Dari sarana kesehatan lainnya kesarana kesehatan dapat
berupa rujukan medik klien, rujukan spesimen, rujukan tindakan
medik lanjut atau spesialitik.
13
I. Pencatatan dan Pelaporan
Semua pasien yang yang berkunjung ke Klinik VCT harus dicatat dalam
buku registrasi pasien HIV sebagai bahan laporan
Registrasi pasien HIV meliputi :
1. Nama pasien
2. Tanggal lahir
3. Nomor Register Nasional HIV/AIDS {tgl lahir, bulan dan 4 huruf nama
pertarna)
4. Alamat dan nomor telepon
5. Factor resiko tertular/pekerjaan
6. Hasil pemeriksaan (reaktif, non reaktif dan indeterminate)
7. Status pernikahan
Pencatatan dan Registrasi ditutup setiap tanggal 25 (dua puluh lima) tiap
bulannya untuk dibuat pelaporan ke Kementerian Kesehatan dengan
menggunakan SIHA (Sistem Informasi HIV/AIDS Meliputi :
a. SIHA VCT
b. SIHA penggunaan obat ARV
c. SIHA pasien yang berkunjung ke klinik CST
d. Kohort
Pelaporan secara rutin dilaksanakan tiap bulan mulai talggal 26 (dua
puluh enam) sampai tanggal 5 (lima) bulan berikutnya. Evaluasi dan Pelaporan
akan dilakukan oleh Tim HIV/AIDS secara rutin tiap akhir tahun sebagai
bahan evaluasi kegiatan pelayanan HIV. Bahan evaluasi juga digunakan dalam
membuat Perencanaan Program Kerja untuk tahun berikutnya.
J. Penyelenggaraan
14
6. Petugas laboratorium (lnstalasi Patologi Klinik).
15
BAB V
LOGISTIK
Pengadaan obat ARV Raegen Rapid Test disediakan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Morowali.
Penyediaan obat di Rumah Sakit oleh Instalasi farmasi Rumah Sakit,
sedangkan untuk penyimpanan Reagen Rapid Test oleh Instalasi Laboratorium
Rumah Sakit.
16
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
17
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai seperti dekontaminasi, sterilisasi,
desinfeksi.
a) Dekontaminasi: Suatu proses menghilangkan mikroorganisme patogen dan
kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan alkes bekas
pakai
b) Pencucian : Proses secara fisik untuk menghilangkan kotoran terutama
bekas darah, cairan tubuh dan benda asing lainnya seperti debu, kotoran
yang menempel di kulit atau alat kesehatan
c) Disinfeksi : Suatu proses untuk menghilangan sebagian mikroorganisme
d) Disinfeksi Tingkat Tinggi = DTT
1) Suatu proses untuk menghilangan mikroorganisme dari alat kesehatan
kecuali beberapa endospora bakteri
2) Alternatif penanganan alkes apabila tdk tersedia sterilisator atau tidak
mungkin dilaksanakan.
3) Dapat membunuh Mikroorganisme (hep B, HIV), namun tdk
membunuh endospora dengan sempurna seperti tetanus.
e. Sterilisasi: Suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme
termasuk endospora bakteri dari alat kesehatan. Cara yang paling aman
utk pengolaan alkes yang berhubungan langsung dengan darah
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam
Jarum dan alat tajam dimasukkan kedalam safety box kemudian diolah
ditempat pengolahan benda tajam yang ada di Rumah Sakit.
18
6. Penanganan Linen
a. Kereta dorong bersih & kotor dipisahkan
b. Tidak boleh keluar dan masuk pada jalan yang sama
c. Tidak boleh ada perendaman di ruang perawatan
d. Pisahkan dalam kantong berwarna kuning untuk linen yang terkontaminasi
dengan darah atau kontaminan lain.
19
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
a. Tertusuk /luka superficial yang merusak kulit oleh jarum solid yang telah
terpapar sumber dengan HIV + asimptomatik. Membran mukosa terpapar
oleh darah terinfeksi IV dalam jumlah banyak, dari sumber HIV +
asimptomatik (tergantung dari banyak tidaknya volume dan tetesan).
b. Membran mukosa terpapar darah yang terinfeksi HIV + dalam jumlah
sedikit, dari sumber dengan HIV + simptomatik.
c. Terpapar dengan orang HIV + asimptomatik lewat tusukan yang dalam
jarum berlubang yang berukuran besar.
d. Luka tusukan jarum dengan darah yang terlihat di permukaan jarum.
e. Luka tusukan jarum yang telah digunakan untuk mengambil darah arteri
atau vena pasien.
f. Luka tusuk dari jenis jarum apapun yang telah digunakan pada sumber
dengan HIV + yang simptomatik.
g. Membran mukosa yang terpapar oleh darah yang terinfeksi HIV dalam
jumlah yang banyak dari sumber HIV + yang simptomatik.
h. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat paparan
dari sumber dengan status HIV tidak diketahui tetapi memiliki faktor resiko
HIV.
20
i. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat paparan
dari sumber yang tidak diketahui status HIV dan tidak diketahui faktor
resikonya, namun dianggap sebagai sumber HIV +
j. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun dari
sumber yang tidak diketahui status HIV tetapi memiliki faktor resiko HIV.
k. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun dari
sumber yang tidak diketahui status HIV nya , namun sumber tersebut
dianggap sebagai sumber HIV +.
a. Keputusan pemberian ARV harus segera diambil dan ARV diberikan < 4 jam
setelah paparan.
b. Penanganan luka.
c. Beri informed consent.
d. Lakukan test HIV.
e. Pemberian ARV profilaksis.
f. Penanganan tempat paparan/luka. : Segera!!
g. Luka tusuk →bilas air mengalir dan sabun / antiseptic.
h. Pajanan mukosa mulut → ludahkan dan kumur.
i. Pajanan mukosa mata → irigasi dg air/ garam fisiolofis
j. Pajanan mukosa hidung → hembuskan keluar dan bersihkan dengan air
k. Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.
21
6. Pemantauan
Tes Antibodi dilakukan pada minggu ke 6, minggu ke 12, dan bulan ke 6.
Dapat diperpanjang sampai bulan ke 12.
7. Aspek Manajemen
a. Merupakan bagian medico legal
b. Perlu dilakukan pencatatan dan evaluasi
c. Evaluasi meliputi :
1) Kesalahan sistem
2) Tidak ada pelatihan
3) Tidak ada SOP tidak tersedia alat pelindung diri
4) Ratio pekerja dan pasien yg tidak seimbang
5) Kesalahan manusia
6) Kesalahan dalam penggunaan dan pemilihan alat kerja
7) Rekomendasi kepada management RS perlu diberikan setelah evaluasi
dilakukan.
22
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
23
c. Syarat minimal layanan PDP.
Penilaian internal atau eksternal dapat menggunakan daftar sederhana
apakah pelayanan PDP memenuhi persyaratan standar minimal yang
ditentukan Departemen Kesehatan dan WHO.
24
BAB IX
PENUTUP
dr. AWALUDDIN
Pembina Tkt. I, IV/b
NIP. 19780701 200904 1 002
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV
sekarela.‐‐Jakarta : Departemen Kesehatan RI.2003
2. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Pedoman Testing Dan Konseling HIV Terintegrasi Di
Sarana Kesehaan PITC.‐‐Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.2010
3. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Modul Materi Pelatihan Kolaborasi TB-HIV Bagi Petugas
Fasilitas Pelayan Kesehatan.‐‐Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.2013
4. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Pedoman Nasional Layanan Komprehensif HIV-IMS
Berkesinambungan.‐‐Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2012
5. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu
ke Anak (PPIA).‐‐Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.2012
6. Tjandra, Yoga. Situasi epidemiologi HIV AIDS di Indonesia. Direktorat Jenderal
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Kementerian kesehatan RI.
2012
7. Kementerian Kesehatan RI. Data HIV AIDS. Jakarta . 2009
8. Komisi pengendalian AIDS (KPA). Stanas Penanggulangan HIV AIDS 2007-2010.
Jakarta 2007
9. Kementerian Kesehatan RI. Estimasi dan Proyeksi HIV AIDS Tahun 2011-2016.
Kemeterian kesehatan RI. Jakarta 2013
26