Anda di halaman 1dari 32

PEDOMAN PENANGGULANGAN

HIV/AIDS
RUMAH SAKIT
HJ.BUNDA HALIMAH

RUMAH SAKIT HJ. BUNDA HALIMAH

RUMAH SAKIT
HJ.BUNDA HALIMAH
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta hidayah
Nya sehingga Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS di Rumah SakitRumah Sakit
HJ.Bunda Halimah ini dapat diselesaikan.
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi pegangan bagi Rumah SakitRumah Sakit
HJ.Bunda Halimah khususnya tenaga medis guna mendukung tercapainya pelayanan yang
profesional terhadap pasien di Rumah Sakit Rumah Sakit HJ.Bunda Halimah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terciptanya pedoman pelayanan ini. Kritik dan saran yang membangun serta bermanfaat
selalu kita terima guna tercapai perbaikan dimasa yang akan datang.

Batam, 02 Februari 2022

Tim Penyusun
KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT HJ. BUNDA HALIMAH
NOMOR : 162/SK/DIR/RSHBH/II/2022

TENTANG

PEDOMAN PENANGGULANGAN HIV - AIDS


RUMAH SAKIT HJ. BUNDA HALIMAH

Menimbang:
a) Bahwa dalam upaya untuk melindungi karyawan, keluarga dan masyarakat serta adanya
kebutuhan untuk memaksimalkan cakupan dan kualitas program dan layanan HIV / AIDS
yang komprehensif maka program Penanggulangan HIV / AIDS menjadi perhatian utama
jajaran pimpinan Rumah Sakit
b) Bahwa deteksi dini infeksi HIV sangat penting menentukan prognosis perjalanan infeksi
HIV dan mengurangi risiko penularan
c) Bahwa untuk maksud sebagaimana angka 1 dan 2 diatas, maka perlu disusun Pedoman
pelayanan yang memudahkan petugas kesehatan menjalankan tugas penanganan klinis HIV
sehubungan dengan deteksi dini, perawatan, pengobatan dan pencegahan HIV - AIDS

Mengingat:
1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2013 tentang Pedoman
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2014 tentang Pedoman
Pengobatan Antiretroviral
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik I No. 84 tahun 2014 tentang Pedoman Pengobatan
Antiretroviral

MEMUTUSKAN

Menetapkan: Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS di Rumah SakitRumah Sakit HJ.Bunda


Halimah

Kesatu: Surat Keputusan ini berlaku selama 3 tahun dan akan dilakukan evaluasi minimal 1
tahun sekali

Kedua: Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukan
perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Batam
Padatanggal : 02 Februari 2022

TEMBUSAN Yth :
1. Tim Pengendalian Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acqured
Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
2. Wakil Direktur Pelayanan Medis
3. Manajer Pelayanan Medis
4. Manajer Keperawatan
5. Manajer Penunjang Medis
6. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan
7. Instalasi Farmasi
8. Arsip
RSRumah Sakit HJ.Bunda Halimah

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR UTAMA


RUMAH SAKITRumah Sakit HJ.Bunda Halimah
NOMOR : 162/SK/DIR/RSHBH/II/2022

TENTANG
PEDOMAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS
DI RUMAH SAKITRumah Sakit HJ.Bunda Halimah BATAM

FEBRUARI 2022

PEDOMAN PENANGGULANGAN HIV - AIDS


Rumah Sakit HJ.Bunda Halimah
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyebaran kasus HIV/AIDS yang demikian pesat di seluruh dunia, sebagian besar
terjadi pada kelompok usia produktif. Perubahan perilaku seseorang dari yang beresiko
menjadi kurang berisiko terhadap kemungkinan tertular HIV memerlukan bantuan
perubahan emosional dan pengetahuan dalam suatu proses yang mendorong nurani dan
logika. Proses mendorong tersebut sangat unik dan membutuhkan pendekatan
individual. Program Penanggulangan HIV / AIDS sudah menjadi perhatian utama
jajaran pimpinan Rumah Sakit dalam upaya untuk melindungi karyawan, keluarga dan
masyarakat. Serta adanya kebutuhan untuk memaksimalkan cakupan dan kualitas
program dan layanan HIV/AIDS yang komprehensif khususnya di lingkungan layanan
Kesehatan. Adanya fakta bahwa deteksi dini infeksi HIV sangat penting menentukan
prognosis perjalanan infeksi HIV dan mengurangi risiko penularan maka disusunlah
Pedoman pelayanan yang memudahkan petugas kesehatan menjalankan tugasnya
dengan optimal, khususnya dalam penanganan klinis HIV sehubungan dengan deteksi
dini HIV, perawatan, pengobatan dan pencegahan.

2. Tujuan Panduan
a. Umum : Menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS melalui peningkatan mutu
pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS dan perlindungan bagi petugas layanan
VCT dan k lien.
b. Khusus :
– Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS.
– Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumberdaya dan manajemen yang
sesuai.
– Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam pelayanan konseling dan
testing HIV/AIDS.
3. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Voluntary Counseling and Testing (VCT)
VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu
masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV AIDS berkelanjutan. Pelayanan VCT
berkualitas bukan hanya membuat orang mempunyai akses terhadap pelayanan
namun juga efektif dalam pencegahan terhadap HIV. Layanan VCT dapat
digunakan untuk mengubah perilaku berisiko dan memberikan informasi tentang
pencegahan HIV AIDS.
b. Care, Support and Treatment (CST)
Layanan perawatan yang tersedia meliputi konseling dan tes HIV untuk
tujuan screening dan diagnostic. Antiretroviral therapy merupakan komitmen
jangka panjang dan kepatuhan terapi adalah hal yang paling penting dalam
menekan replikasi HIV dan menghindari terjadinya resistensi. Pasien dianjurkan
untuk melakukan konseling antiretroviral (ARV). Konseling ini yang terpenting
adalah factor adheren atau kepatuhan untuk minum obat. Isi dari konseling ini
tentang minum obat tepat awaktu, tepat dosis dan tepat penggunaan obat. Pasien
diajarkan membuat pengingat untuk minum obat misalnya alamdi telpon selluler.
Pasien yang terbuka kepada keluarga tentang statusnya, maka keluarga yang
menjadi pendamping minum obat (PMO) untuk mendukung kepatuhan minum
obat.
c. Infeksi Menular Seksual (IMS)
Tatalaksana IMS di klinik kulit dan kelamin, pengobatan paliatif, akses
kepada obat-obat HIV termasuk obat untuk infeksi opportunistic, antiretroviral,
intervensi terhadap prevention of mother to child HIV transmission (PMTCT) yang
focus di klinik kebidanan dan anak, dukungan gizi, serta mengurangi stigma dan
diskriminassi dengan mangadakan sosialisasi dan training tentang pelayanan HIV
AIDS kepada petugas kesehatan. Pemilihan obat untul IMS harus sesuai dengan
pedoman penatalaksanaan IMS yang diterbitkan oleh DepKes RI tentang criteria
yang digunakan dalam pemilihan obat untuk IMS yaitu angka kesembuhan yang
tinggi, harga murah, toksisitas dan toleransi yang masih dapat diterima, diberikan
dosis tunggal, cara pemberian peroral dsn tidak merupakan kontra indikasi pada ibu
hamil atau ibu menyusui.
d. Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT)
Pelayanan PMTCT merupakan salah satu pelayanan tersedia untuk klien
yang berusia produktif, mempunyai istri atau suami.

4. Batasan Operasional
a. Pelayanan VCT
– Peneriman klien
– Konseling pra testing HIV AIDS
– Konseling pra testing HIV AIDS dalam keadaan khusus
b. Informed consent
c. Testing HIV dalam VCT

5. Landasan Hukum
a. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
b. Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang
pedoman penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual
d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1278/Menkes/SK/XII/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

1. Kualifikasi Sumber Daya Insani


Sumber daya insani merupakan salah satu komponen yang paling penting untuk
mendukung dan memberikan pelayanan HIV AIDS yang berkesinambungan.
Pengetahuan dan sikap sumber daya insani dalam hal ini adalah petugas kesehatan akan
mempengaruhi keefektifan penyediaan pelayanan HIV AIDS.
Petugas kesehatan yang memberikan pelayanan HIV AIDS di Rumah Sakit
HJ.Bunda Halimah sudah mempunyai ketrampilan klinik dengan mengikuti training
yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Batam sehingga pelayanan HIV
AIDS dapat seoptimal mungkin. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan HIV
AIDS harus mendapatkan pelatihan yang lebih spesifik dan secara khusus. Pelayanan
HIV AIDS membutuhkan tenaga kesehatan yang berdedikasi dan mempunyai
ketrampilan yang memadai.
Adapun petugas pelayanan HIV AIDS terdiri dari :
a. Dokter spesialis
b. Petugas RR ART (Recording & Reporting Anti Retro Viral Terapi)
c. Petugas Farmasi
d. CST (Care, Support and Treatment)
e. Koordinator Konselor
f. Petugas laboratorium
g. Petugas Administrasi
h. Petugas Kebersihan

2. Distribusi Ketenagaan
a. Dokter spesialis : 1 Orang
b. Paetugas RR ART (Recording & Reporting Anti Retro Viral Terapi) : 1 Orang
c. Petugas Farmasi : 1 Orang
d. CST (Care, Support and Treatment) : 1 Orang
e. Koordinator Konselor : 1 Orang
f. Petugas laboratorium : 1 Orang
g. Petugas Administrasi : 1 Orang
h. Petugas Kebersihan : 1 Orang
3. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga di klinik VCT setiap hari kerja dalam artian petugas standby
apabila ditemukan kasus dengan hasil laboratorium rekatif baik dari rawat jalan
poliklinik, rawat inap poliklinik, igd. Petugas Laboratorium berada di instalasi
laboratorium dan akan dihubungi oleh petugas jaga di klinik VCT, apabila ada klien
yang melakukan pre testing HIV.
BAB III
STANDAR FASILITAS

3.1 Denah ruangan


Lokasi: Klinik VCT RS. HJ. Bunda Halimah
3.2 Sarana
a. Papan petunjuk dipasang yang jelas untuk memudahkan akses klien ke klinik VCT
b. Ruang tunggu berada di depan poli VCT.
Di ruang tunggu tersedia :
– Materi KIE : poster, leaflet, brosur yang berisi tentang HIV AIDS, IMS, KB, ANC,
TB, Hepatitis, Penyalah gunaan Napza, Perilaku sehat, Nutrisi dan seks yang aman
– Informasi konseling dan testing
– Kotak saran
– Tempat sampah, tissue, air minum
– Buku catatan resepsionis untuk perjanjian klien atau computer
– Meja dan kursi
– Kalender
c. Jam pelayanan HIV AIDS
Jam pelayanan konseling dan testing terintregasi dalam jam pelayanan
kesehatan lainnya. Untuk rawat jalan disamakan dengan jam pelayanan poli,
sedangkan untuk rawat inap bisa dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Karena
keterbatasan sumber daya maka konseling dan testing pasien rawat jalan hanya
dilaksanakan hari Senin dan Kamis.
d. Ruang Konseling
Ruang konseling disediakan senyaman mungkin, suasana yang tenang dan
terjaga kerahasiaannya serta terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan
sampel darah. Ruang Konseling dilengkapi :
– 1 meja dan 3 kursi (2 tempat duduk bagi klien dan 1 tempat duduk untuk
konselor)
– Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent,
catatan medis klien, formulir pre dan pasca testing, buku rujukan, formulir
rujukan , kalender dan ATK
– Kondom dan alat peraga penis, alat peraga reproduksi wanita
– Buku resep gizi seimbang
– Tisu
– Air minum
– Lemari arsip / lemari dokumen yang dapat dikunci
e. Ruang Pemeriksaan Pasien
Ruang ini digunakan untuk layanan CST, terdiri dari 1 kursi dokter, 2 kursi
pasien, 1 meja kantor dengan 1 set komputer, 1 lemari dokumen dan 1 bed pasien.
Peralatan yang disediakan antara lain stetoskop, tempat sampah infeksius dan
noninfeksius.
f. Ruang Pengambilan Sampel Darah
Ruang terletak di sebelah loket kasir. Ruangan dilengkapi dengan peralatan:
– Jarum vacuutainer
– Tabung vacuutainer
– Holder vacutainer
– Alkohol swab
– Plester
– Wadah limbah tahan tusukan
– Coolbox container
– Sarung tangan karet
– Apron plastik
– Tempat cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
– Tempat sampah infeksius dan non infeksius
g. Ruang penerimaan pasien berisi :
– Meja dan kursi
– Tempat pemeriksaan fisik
– Stetoskop dan tensimeter
– Blangko resep
– Alat timbangan badan
– KIE HIV AIDS
h. Prasarana
1)  Aliran Listrik: diperlukan untuk penerangan yang cukup baik, untuk membaca,
menulis serta untuk pendingin ruangan
2) Air :diperlukan air mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci
tangan serta membersihkan alat-alat
3) Sambungan Telepon: diperlukan terutama untuk komunikasi dengan layanan
lain yang terkait
4) Pembuangan Limbah Padat dan Limbah Cair Mengacu kepada pedoman
kewaspadaan transmisi di pelayanan kesehatan
BAB IV
TATALAKSANA KEGIATAN

Strategi yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan Penanggulangan HIV dan


AIDS menurut Permenkes no 21 tahun 2013 meliputi :
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS
melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek legal, organisasi,
pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia;
2. Memprioritaskan komitmen nasional dan internasional;
3. Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;
4. Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau,
bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya
preventif dan promotif;
5. Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi,
daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan;
6. Meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS;
7. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata
dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
8. Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang
HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan
bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS; dan
9. Meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang akuntabel,
transparan, berdayaguna dan berhasilguna.
Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS terdiri atas :
a. promosi kesehatan;
b. pencegahan penularan HIV;
c. pemeriksaan diagnosis HIV;
d. pengobatan, perawatan dan dukungan; dan
e. rehabilitasi.

a. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan
komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta
diskriminasi. Promosi kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga
nonkesehatan terlatih, diberikan dalam bentuk advokasi, bina suasana,
pemberdayaan, kemitraan dan peran serta masyarakat. Promosi kesehatan
diutamakan pada pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana,
pemeriksaan asuhan antenatal, infeksi menular seksual, rehabilitasi napza, dan
tuberkulosis.

b. Pencegahan penularan HIV


Pencegahan penularan HIV meliputi pencegahan penularan HIV melalui
hubungan seksual, pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual dan
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya.
1) Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Seksual
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual merupakan berbagai
upaya untuk mencegah seseorang terinfeksi HIV dan/atau penyakit IMS lain yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Pencegahan penularan HIV melalui
hubungan seksual di RS dilaksanakan bersamaan dengan penatalaksanaan infeksi
menular seksual (IMS). Penatalaksanaan IMS ditujukan untuk menyembuhkan
IMS pada individu dengan memutus mata rantai penularan IMS melalui
penyediaan pelayanan diagnosis dan pengobatan serta konseling perubahan
perilaku.
2) Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Non Seksual
Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual ditujukan untuk
mencegah penularan HIV melalui darah. Pencegahan penularan HIV melalui
hubungan non seksual di RS meliputi pencegahan infeksi HIV pada tindakan
medis dan non medis yang melukai tubuh. Tindakan medis harus dilakukan
dengan peralatan steril dan mematuhi standar prosedur operasional serta
memperhatikan prinsip kewaspadaan standar.
3) Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anaknya
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya dilaksanakan melalui 4
(empat) kegiatan yang meliputi pencegahan penularan HIV pada perempuan usia
reproduktif, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan
dengan HIV, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang
dikandungnya, dan pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada
ibu dengan HIV beserta anak dan keluarganya. Pencegahan penularan HIV
terhadap ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan diagnostis HIV dengan tes dan
konseling. Tes dan Konseling merupakan sebagai bagian dari pemeriksaan
laboratorium rutin saat pemeriksaan asuhan antenatal atau menjelang persalinan.
Ibu hamil dengan HIV dan AIDS serta keluarganya harus diberikan konseling
mengenai:
1. pemberian ARV kepada ibu;
2. pilihan cara persalinan;
3. pilihan pemberian ASI eksklusif kepada bayi hingga usia 6 bulan atau
pemberian susu formula yang dapat diterima, layak, terjangkau,
berkelanjutan, dan aman.
4. pemberian susu formula dan makanan tambahan kepada bayi setelah usia 6
bulan;
5. pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksasol pada anak; dan
6. pemeriksaan HIV pada anak.
Setiap bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus dilakukan tes
virologi HIV (DNA/RNA) dimulai pada usia 6 (enam) sampai dengan 8 (delapan)
minggu atau tes serologi HIV pada usia 18 (delapan belas) bulan ke atas. Karena
di RSRumah Sakit HJ.Bunda Halimah belum tersedia fasilitas untuk pemeriksaan
HIV pada bayi baru lahir maka setiap bayi lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus
dirujuk di RS rujukan jejaring untuk dilakukan tes virologi.
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya sudah dilakukan sejak dari
fasilitas kesehatan tingkat pertama. Pelaksanaan di RSRumah Sakit HJ.Bunda
Halimah lebih mengenai tata laksana ibu dengan infeksi HIV dan pemberian
profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak.

c. Pemeriksaan diagnosis HIV


Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah sedini mungkin
terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV. Pemeriksaan dilakukan
berdasarkan prinsip konfidensialitas, persetujuan, konseling, pencatatan, pelaporan
dan rujukan. Prinsip konfidensial berarti hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dan
hanya dapat dibuka kepada :
a. yang bersangkutan;
b. tenaga kesehatan yang menangani;
c. keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap;
d. pasangan seksual; dan
e. pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui konseling tes sukarela (KTS)
atau tes atas inisiasi petugas (TIPK) dan harus dengan persetujuan pasien. KTS
dilakukan dengan langkah-langkah meliputi:
1. konseling pra tes;
2. tes HIV; dan
3. konseling pasca tes.
Konseling dan Tes HIV
Layanan tes HIV mencakup tes atas inisiasi petugas atau sukarela, jejaring dengan
layanan perawatan, hasil tes yang benar, konseling, jaminan kualitas pengobatan, dan
dukungan kepada orang dengan HIV/AIDS. Penyelenggaraan konseling dan tes HIV
dilaksanakan oleh tim HIV bekerja sama dengan seluruh unit layanan di rumah sakit
dan Instalasi Laboratorium.
Konseling dan tes HIV di Rumah SakitRumah Sakit HJ.Bunda Halimah
dilaksanakan melalui pendekatan:
a. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS) atas inisiatif individu yang bersangkutan
b. Konseling dan tes HIV atas inisiatif pemberi pelayanan kesehatan (TIPK) kepada
seseorang untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan.
Tes HIV dimintakan secara rutin pada ibu hamil, bayi lahir dari ibu dengan
HIV, anak dengan malnutrisi atau gejala infeksi oportunistik, pasien dengan infeksi
menular seksual (IMS), pasien dengan Tuberkulosis (TBC), pasien Hepatitis B atau
C, populasi kunci (penjaja seks, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki,
waria, pengguna napza suntik, dan warga binaan pemasyarakatan), serta pasangan
orang dengan HIV/AIDS. Alasan yang mendasari pelaksanaan tes HIV yaitu:
a. penapisan donor darah
b. surveilans (orang atau pasangan ingin mengetahui status HIV, pasien diduga
terinfeksi HIV, tata laksana pencegahan pasca pajanan, prosedur pemeriksaan
dalam kasus pemerkosaan atau kasus kejahatan seksual)
c. penegakan diagnosis (pasien hepatitis, pasien TBC, pasien IMS, ibu hamil, bayi
lahir dari ibu dengan HIV)

Prinsip pelaksanaan tes HIV mengikuti 5C yaitu:


a. Informed Concent: persetujuan tes HIV diberikan oleh pasien atau wali setelah
mendapatkan penjelasan dari petugas kesehatan.
b. confidentiality: semua isi informasi atau konseling antara pasien dan konselor
dan hasil tes HIV tidak akan diungkapkan ke pihak lain tanpa persetujuan
pasien. Konfidensialitas hanya dapat dibagikan kepada pemberi layanan
kesehatan yang menangani pasien untuk kepentingan layanan kesehatan sesuai
indikasi penyakit pasien.
c. Counseling: proses dialog antara konselor dengan pasien yang bertujuan untuk
memberikan informasi yang jelas dan dapat dimengerti pasien.
d. Correct Test Results: hasil tes harus akurat dan harus dikomunikasikan sesegera
mungkin kepada pasien secara pribadi oleh tenaga kesehatan atau konselor.
e. Connection to Care, Treatment, and Prevention Services: pasien harus dirujuk
ke layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV (PDP) untuk memulai
pengobatan ARV yang dikelola oleh tim HIV/AIDS
Konseling dilakukan oleh konselor HIV yang terlatih sebelum (pra) dan
setelah (pasca) pemeriksaan HIV disertai informasi HIV dan AIDS, serta dibutuhkan
untuk kasus sulit seperti pada:
a. pasien yang selalu menolak dilakukan tes HIV
b. pasien HIV yang menolak membawa pasangan untuk dites
c. pasien yang tidak mau dirujuk ke layanan ARV
Konseling pra-tes HIV dilaksanakan dengan pemberian informasi tentang
HIV dan AIDS untuk menguatkan pemahaman pasien atas HIV dan implikasinya
agar mampu menimbang perlunya pemeriksaan serta memberi dukungan psikologik.
Informasi meliputi:
a. informasi dasar tentang HIV/AIDS
b. penularan dan pencegahan
c. tes HIV dan kerahasiaan (konfidensialitas)
d. alasan permintaan tes HIV
e. ketersediaan pengobatan yang dapat diakses
f. keuntungan membuka status kepada pasangan dan/atau orang terdekat
g. arti tes dan penyesuaian diri atas status baru
h. mempertahankan dan melindungi diri serta pasangan/keluarga agar tetap sehat
Pasien memberikan persetujuan untuk tes HIV (informed consent) melalui
komunikasi verbal dan mengisi formulir persetujuan tindakan medis untuk tes HIV.
Pasien yang menolak untuk menjalani tes HIV perlu terus ditawari kembali pada
kunjungan berikutnya atau ditawarkan untuk menjalani sesi konseling dengan
konselor terlatih. Penolakan tersebut harus dicatat di lembar rekam medis dan
formulir konseling dan tes HIV agar dapat ditawarkan kembali pada kunjungan
berikutnya.
Tes HIV dilakukan dengan metode tes cepat (rapid test) menggunakan 3 jenis
reagen (reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99%, reagen kedua memiliki
spesifitas minimal 98%, dan reagen ketiga memiliki spesifitas minimal 99%) dan
metode ELISA oleh Instalasi Laboratorium.
Tes virologi HIV DNA kuantitatif dianjurkan untuk diagnosis bayi kurang dari
18 bulan dan perempuan HIV yang merencanakan kehamilan dan
persalinan.Penyampaian hasil tes dilakukan oleh petugas kesehatan yang
menawarkan tes HIV atau konselor disertai informasi mengenai makna hasil tes dan
merujuk pasien untuk konseling lanjutan dan ke layanan pengobatan bila hasil tes
HIV reaktif atau positif.
Konseling pasca tes dilakukan untuk membantu pasien memahami dan
menyesuaikan diri dengan hasil tes dan tindak lanjut pengobatan. Informasi yang
disampaikan termasuk masa jendela (window period) bila hasil tes HIV negatif. Hasil
dari konseling pasca tes didokumentasikan pada formulir konseling dan tes HIV.
Pencatatan setiap pelayanan konseling dan tes HIV dilakukan pada formulir
konseling dan tes HIV dan pelaporan rutin bulanan dilakukan oleh petugas report
and record (RR) secara berjenjang ke Direktur Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Kota
Batam, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, dan Kementerian Kesehatan melalui
aplikasi Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA).
ALUR KONSELING DAN TES HIV

d. Pengobatan, perawatan dan dukungan pasien


Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV,
menghambat perburukan infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup
pengidap HIV. Pengobatan HIV harus dilakukan bersamaan dengan penapisan dan
terapi infeksi oportunistik, pemberian kondom dan konseling. Pengobatan AIDS
bertujuan untuk menurunkan sampai tidak terdeteksi jumlah virus (viral load) HIV
dalam darah dengan menggunakan kombinasi obat ARV.
Pengobatan HIV dan AIDS di Rumah SakitRumah Sakit HJ.Bunda Halimah
dilakukan dengan cara pengobatan terapeutik, profilaksis dan penunjang.
Pengobatan terapeutik meliputi pengobatan ARV, pengobatan IMS, dan
pengobatan infeksi oportunistik. Pengobatan profilaksis meliputi pemberian ARV
pasca pajanan dan kotrimoksasol untuk terapi dan profilaksis. Pengobatan
penunjang meliputi pengobatan suportif, adjuvant dan perbaikan gizi.
Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS harus dilaksanakan dengan pilihan
pendekatan sesuai dengan kebutuhan:
a. perawatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan; dan
b. perawatan rumah berbasis masyarakat (Community Home Based Care).
Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS yang dilakukan di Rumah Sakit
HJ.Bunda Halimah meliputi antara lain:
1. tatalaksana gejala;
2. tata laksana perawatan akut;
3. tatalaksana penyakit kronis;
4. pendidikan kesehatan;
5. pencegahan komplikasi dan infeksi oportunistik;
6. perawatan paliatif;

BAB V
LOGISTIK

Kegiatan penanggulangan infeksi HIV / AIDS disediakan dari anggaran RSRumah


Sakit HJ.Bunda Halimah berdasarkan pengajuan dari tim. Obat antiretroviral (ARV)
disediakan oleh Dinas Kesehatan Kota Batam dengan pencatatan pelaporan sesuai format
yang sudah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Batam. Obat ARV yang tersedia di RS
antara lain:
a. ARV lini pertama:
– zidovudin
– kombinasi zidovudin dan lamivudin
– tenofovir
– nevirapin
– efavirens
– kombinasi lamivudin, tenofovir dan efavirens (FDC)
b. ARV lini kedua:
– lopinavir/boosted ritonavir (Aluvia)
Kebutuhan obat-obatan & peralatan didukung sesuai dengan kemampuan. Peralatan
dan bahan yang dibutuhkan untuk program pengendalian HIV /AIDS seperti reagen
pemeriksaan HIV disediakan oleh Dinas Kesehatan Kota Batam melalui pengajuan
berkala.

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Kewaspadaan merupakan upaya pencegahan infeksi yang mengalami perjalanan


panjang. Mulai dari infeksi nosokomial yang menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan
pasien. Seperangkat prosedur dan pedoman yang dirancang untuk mencegah terjadinya
infeksi pada tenaga kesehatan dan juga memutus rantai penularan ke pasien. Terutama
untuk mencegah penularan melalui darah dan cairan tubuh, seperti HIV, HBV dan juga
pathogen lainnya.
Prinsip Kewaspdaan Umum dijabarkan dalam 5 kegiatan pokok yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
Cuci tangan dilakukan :
a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi dan bahan terkontaminasi
lain.
b. Segera setelah melepas sarung tangan.
c. Diantara kontak dengan pasien
d. Tidak direkomendasikan mencuci tangan saat masih memakai sarung
tangan
e. Cuci tangan 6 langkah.
f. Prosedur terpenting untuk mencegah tranmisi penyebab infeksi
g. Antiseptik dan air mengalir atau handrub
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri/ perorangan (APP)
a. Sarung Tangan
b. Pelindung Muka
c. Masker
d. Kaca Mata/ goggle
e. Gaun/Jubah/Apron
f. Pelindung Kaki
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai (Dekontaminasi, sterilisasi, disinfeksi)
a. Dekontaminasi : Suatu proses menghilangkan mikroorganisme patogen dan
kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan alkes bekas
pakai
b. Pencucian : Proses secara fisik untuk menghilangkan kotoran terutama
bekas darah, cairan tubuh dan benda asing lainnya seperti debu, kotoran
yang menempel di kulit atau alat kesehatan
c. Disinfeksi : Suatu proses untuk menghilangan sebagian mikroorganisme
Disinfeksi Tingkat Tinggi = DTT (1) Suatu proses untuk menghilangan
mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali beberapa endospora bakteri.
Suatu alternatif penanganan alkes apabila tdk tersedia sterilisator atau tdk
mungkin dilaksanakan. DTT dapat membunuh mikroorganisme (hep B,
HIV), namun tdk membunuh endospora dengan sempurna seperti tetanus.
d. Sterilisasi.Suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme
termasuk endospora bakteri dari alat kesehatan. Cara yang paling aman utk
pengolaan alkes yang berhubungan langsung dgn darah.
4. Pengelolaan jarum & alat tajam
5. Pengelolaan limbah & sanitasi.
6. Penanganan Linen
a. Kereta dorong bersih & kotor dipisahkan
b. Tidak boleh keluar dan masuk pada jalan yang sama
c. Tidak boleh ada perendaman di ruang perawatan
d. Pisahkan dalam kantong berwarna kuning untuk linen yang terkontaminasi
dengan darah atau kontaminan lain
BAB VII
KESELAMATAN KARYAWAN

Perlindungan Diri – PROFILAKSIS PASCA PAJANAN HIV (PPP)


Profilaksis Pasca Pajanan HIV merupakan adalah tindakan pencegahan terhadap
petugas kesehatan yang tertular HIV akibat tertusuk jarum, tercemar darah dari penderita
atau mayat penderita HIV. Paparan cairan infeksius tidak saja membawa virus HIV tetapi
juga virus hepatitis (Hepatitis B maupun C). Perlukaan perkutaneus merupakan kecelakaan
kerja tersering dan biasanya disebabkan oleh jarum yang berlubang (hollow-bore-needle
Faktor yang mempengaruhi antara lain:
a. Jumlah dan jenis cairan yang mengenai.
b. Dalamnya tusukan/luka.
c. Tempat perlukaan/paparan.
Indikasi Pemberian PPP.
a. Tertusuk /luka superficial yang merusak kulit oleh jarum solid yang telah terpapar
sumber dengan HIV + asimptomatik. Membran mukosa terpapar oleh darah
terinfeksi IV dalam jumlah banyak, dari sumber HIV + asimptomatik (tergantung
dari banyak tidaknya volume dan tetesan).
b. Membran mukosa terpapar darah yang terinfeksi HIV + dalam jumlah sedikit, dari
sumber dengan HIV + simptomatik.
c. Terpapar dengan orang HIV + asimptomatik lewat tusukan yang dalam jarum
berlubang yang berukuran besar.
d. Luka tusukan jarum dengan darah yang terlihat di permukaan jarum.
e. Luka tusukan jarum yang telah digunakan untuk mengambil darah arteri atau vena
pasien.
f. Luka tusuk dari jenis jarum apapun yang telah digunakan pada sumber dengan HIV
+ yang simptomatik.
g. Membran mukosa yang terpapar oleh darah yang terinfeksi HIV dalam jumlah yang
banyak dari sumber HIV + yang simptomatik.
h. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat paparan dari sumber
dengan status HIV tidak diketahui tetapi memiliki faktor resiko HIV.
i. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat paparan dari sumber
yang tidak diketahui status HIV dan tidak diketahui faktor resikonya, namun
dianggap sebagai sumber HIV +.
j. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun dari sumber yang
tidak diketahui status HIV tetapi memiliki faktor resiko HIV.
k. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun dari sumber yang
tidak diketahui status HIV nya , namun sumber tersebut dianggap sebagai sumber
HIV +
Klasifikasi Katagori Paparan (exposure category). Berdasarkan paparan, kadar RNA HIV
dan bahan paparan, terdapat 4 kategori :
a. EC1:
1. Tempat paparan adalah kulit atau mukosa yang mengalami luka.
2. Bahan paparan jumlahnya sedikit (tetesan darah atau cairan tubuh yang
berdarah.
3. Waktu paparan cepat (tidak lama).
b. EC 2 : Seperti EC-1, tetapi jumlah bahan paparan lebih banyak dan waktu paparan
lebih lama.
c. EC2: Paparan perkutaneus, luka superficial dengan jarum kecil.
d. EC3: Seperti EC2, tetapi lewat jarum besar, tertusuk dalam, keluar darah.
Penatalaksanaan Pasca Pajanan.
a. Keputusan pemberian ARV harus segera diambil dan ARV diberikan < 4 jam
setelah paparan.
b. Penanganan luka.
c. Beri informed consent.
d. Lakukan test HIV.
e. Pemberian ARV profilaksis.
f. Penanganan tempat paparan/luka. : Segera!!
g. Luka tusuk →bilas air mengalir dan sabun / antiseptic.
h. Pajanan mukosa mulut → ludahkan dan kumur.
i. Pajanan mukosa mata → irigasi dg air/ garam fisiolofis
j. Pajanan mukosa hidung → hembuskan keluar dan bersihkan dengan air
k. Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.
l. Disinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu:
a. Betadine (povidone iodine 2.5%) selama 5 mnt
b. Alcohol 70% selama 3 mnt.
Catatan:
1. Chlorhexidine cetrimide bekerja melawan HIV tetapi bukan HBV.
2. Pelaporan terjadinya paparan. Rincian waktu, tempat, paparan dan konseling serta
manajemen pasca paparan.
3. Evaluasi dan risiko transmisi.
4. Konseling berupa risiko transmisi, penceganan transmisi sekunder, tidak boleh
hamil dsb.
5. Pertimbangan pemakaian terapi profilaksis pasca paparan.
6. Pemantauan (follow up).
Tes Antibodi dilakukan pada minggu ke-6 , minggu ke -12 dan bulan ke 6. Dapat
diperpanjang sampai bulan ke 12.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Salah satu prinsip yang menggarisbawahi implementasi layanan VCT adalah


layanan berkualitas, guna memastikan klien mendapatkan layanan tepat dan menarik orang
untuk menggunakan layanan. Tujuan pengukuran dari jaminan kualitas adalah menilai
kinerja petugas, kepuasan pelanggan atau klien, dan menilai ketepatan protokol konseling
dan testing yang kesemuanya bertujuan tersedianya layanan yang terjamin kualitas dan
mutu.
1. Konseling dalam VCT
Pelayanan konseling dimulai dengan suasana bersahabat yang dilayani oleh
konselor terlatih. Perangkat untuk menilai kualitas layanan termasuk mengevaluasi
kinerja seluruh staff VCT, penilaian kualitas konseling dengan menghadirkan
supervisor yang menyamar sebagai klien, melakukan pertemuan berkala dengan para
konselor, mengikuti perkembangan konseling dan HIV AIDS, kotak saran, penilaian
oleh petugas jasa, mengukur seberapa jauh konselor mengikuti aturan protokol dan
supervise suportif yang regular.
Perangkat jaminan mutu konseling dalam VCT:
a. Perangkat rekaman saat konseling dengan klien samaran atau klien sebenarnya
yang telah memberikan persetujuan untuk direkam. Kegiatan ini dapat digunakan
untuk melakukan pengamatan, melakukan ikhtisar sesudah sesi berlangsung (sesi
rekam) atau pengamatan ketrampilan konselor melalui klien samaran (tak diketahui
konselor), untuk mendapatkan ketepatan pengamatan
b. Formulir kepuasan pelanggan. Nomor dan nama klien dicatat. Formulir dimasukkan
ke kotak yang aman dan terkunci. Semua komentar dikumpulkan dan dinilai pada
pertemuan dengan seluruh petugas. Klien yang tidak dapat menulis/mambaca dapat
dibantu relawan. Petugas yang bekerja pada institusi tidak diperkenankan
membantu pengisian. Baca terlebih dahulu petunjuk dan isi dari formulir, kemudian
baru diisi. Klien sama sekali tidak boleh dipengaruhi pendapatnya, administrasi
memastikan apakah jawaban klien sudah lengkap dan benar sesuai petunjuk.
c. Syarat minimal layanan VCT. Penilaian internal atau eksternal dapat menggunakan
daftar sederhana apakah pelayanan VCT memenuhi persyaratan standar minimal
yang ditentukan Departemen Kesehatan dan WHO.
2. Testing pada VCT
Perangkat jaminan testing mutu dalam VCT salah satunya adalah supervisi
laboratorium. Untuk melakukan supervisi atas proses pemeriksaan laboratorium, harus
dilakukan oleh teknisi laboratorium senior yang mahir dan telah dilatih penanganan
pemeriksaan laboratorium HIV. Langkah supervisi meliputi:
1. Pengamatan akan proses kerja sampel, disesuaikan dengan SPO yang telah
ditetapkan.
2. Periksa dan dukung proses dan kualitas pemeriksaan sampel.
3. Periksa pencatatan dan pelaporan hasil testing HIV
4. Periksa cara penyimpanan semua peralatan dan reagen
5. Pastikan jaminan kualitas pada pusat jaminan kualitas.
6. Lakukan penilaian akan peralatan kerja dalam menjalankan fungsi pemeriksaan
cukup baik, perlu perbaikan atau rusak dan perlu penggantian.
7. Gunakan ceklis pemeriksaan
8. Nilailah kemampuan para personil dan sampaikan rekomendasi pada para manajer
9. Pastikan adanya rujukan pasca pajanan.
BAB IX
PENUTUP

Klinik VCT merupakan pintu utama pelayanan HIV AIDS dalam pemenuhan
sarana dan prasarana masih membutuhkan dukungan dari semua pihak. Tim
penanggulangan HIV/AIDS sudah terbentuk, namun dalam melaksanakan kegiatannya
masih mengalami banyak kendala salah satunya karena keterbatasan tenaga. Tenaga yang
sudah ditunjuk dan dilatih kemudian tidak bekerja kembali di RS sehingga RS harus
melatih tenaga baru dalam kondisi keterbatasan jumlah tenaga. Kapasitas sumber daya
manusia dan ketrampilan klinik masih dalam proses mengikuti training yang
diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kota Batam tentang pelayanan HIV AIDS secara
berkala. Sistim Informasi dan Jejaring Rumah Sakit HJ.Bunda Halimah bekerja sama
dengan Komisi Penanggulangan AIDS daerah dan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai