Halaman Judul
Sk Direktur Tentang Penetapan Pelayanan Penanggulangan HIV Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................
A. Gambaran Umum
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia,
Pemerintah menetapkan beberapa program nasional yang menjadi prioritas.
Program Prioritas tersebut meliputi:
- Menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan angka
kesehatan ibu dan bayi
- Menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS
- Menurunkan angka kesakitan Tuberkulosis
- Pengendalian resistensi antimikroba
- Pelayanan geriatri.
Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik apabila
mendapat dukugan penuh dari pimpinan.direktur rumah sakit berupa
penetapan regulasi, pembentukan organisasi pengelola, penyediaan fasilitas,
sarana, dan dukungan finansial untuk mendukung pelaksanaan program.
C. Tujuan
1. Tujuan umum :
Terselenggaranya pelayanan penanggulangan HIV yang bermutu di
Rumah Sakit Umum Daerah Martapura
2. Tujuan Khusus :
a) Sebagai pedoman dalam pelaksanaan pelayanan penanggulangan
HIV di Rumah Sakit Umum Daerah Martapura
b) Untuk mengadakan dan pengawasan dan kontrol mutu terhadap
pelaksanaan pelayanan penanggulangan HIV di Rumah Sakit
Umum Daerah Martapura.
E. Batasan Operasional
1. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah
Virus yang menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome
(AIDS).
2. Acquired Immuno Deficiency Syndrome yang selanjutnya disingkat
AIDS adalah suatu kumpulan gejala berkurangnya kemampuan
pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh
seseorang.
3. Orang Dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat ODHA adalah
orang yang telah terinfeksi virus HIV.
4. Konseling dan Tes HIV Sukarela yang selanjutnya disingkat KTS adalah
proses konseling sukarela dan tes HIV atas inisiatif individu yang
bersangkutan.
5. Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan yang
selanjutnya disingkat KTIP adalah tes HIV dan konseling yang dilakukan
kepada seseorang untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan
berdasarkan inisiatif dari pemberi pelayanan kesehatan.
6. Konseling adalah komunikasi informasi untuk membantu klien/pasien
agar dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya dan bertindak
sesuai keputusan yang dipilihnya.
7. Yang dimaksud berisiko adalah kelompok populasi kunci (PS, penasun,
LSL, waria) dan kelompok khusus: pasien hepatitis, ibu hamil, pasangan
serodiskordan, pasien TB, pasien Infeksi Menular Seksual (IMS), dan
Warga Binaan Permasyarakatan (WBP).
8. PDP merupakan singkatan dari pelayanan, dukungan dan pengobatan
(Care Support and Treatment), adalah suatu layanan terpadu dan
berkesnambungan untuk memeberikan dukungan baik aspek manajerial,
medis, psikologis maupun sosial untuk mengurangi atau menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi ODHA selama perawatan dan pengobatan.
9. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) adalan pelayanan
yang mencakup pelayanan Ante Natal Care (ANC) dan melakukan tes
HIV bagi ibu hamil, Pelaksanakan layanan PPIA dengan menitikberatkan
pada upaya promotif dan preventif.
F. Landasan Hukum
1. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4437) ;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan ;
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit ;
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
tenaga Kesehatan ;
6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
keperawatan ;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 4502);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012 tahun 2012
Tentang Akreditasi Rumah Sakit ;
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 56 tahun 2014 Tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit ;
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 69 tahun 2014 Tentang
Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien ;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia
Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 915)
;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 654) ;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 978) ;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 654) ;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Konseling dan Tes HIV (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1713) ;
16. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Paten
oleh Pemerintah terhadap Obat Antiviral dan Antiretroviral (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 173) ;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pengobatan Antiretroviral ;
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/482/2014
tentang Rumah Sakit Rujukan Bagi Orang Dengan HIV AIDS ;
19. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.
01.07/MENKES/90/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata laksana HIV
20. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Minimal RS ;
21. Keputusan Menteri dalam Negeri No I Tahun 2002 tentang pedoman
susunan organisasi dan tata kerja RSUD ;
22. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional, diatur
Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat ;
BAB II
PROFIL RUMAH SAKIT
BAB II
TATA LAKSANA PELAYANAN
Beri dukungan
Informasi Pentingnya Perawatan
Tentukan stadium Klinis
Skrining TB
Pemeriksaan CD4
Penyiapan pengobatan ARV
Pesan pencegahan positif
Anjuran tes pasangan
Beri nomor register nasional
Konsultasi ke bagian lain bila diperlukan
B. Tes diagnosis
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS ditambahkan dan ditegaskan pula
indikasi tes HIV, yaitu:
1. Setiap orang dewasa, anak, dan remaja dengan kondisi medis yang
diduga terjadi infeksi HIV terutama dengan riwayat tuberkulosis dan
IMS
2. Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin
3. Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan
pencegahan HIV.
16
Setelah diagnosis HIV dinyatakan positif, pasien diberikan
konseling pasca- diagnosis untuk meningkatkan pengetahuannya
mengenai HIV termasuk pencegahan, pengobatan dan pelayanan, yang
tentunya akan memengaruhi transmisi HIV dan status kesehatan pasien.
Isi dari konseling terapi ini termasuk: kepatuhan minum obat,
potensi/kemungkinan risiko efek samping atau efek yang tidak
diharapkan, atau terjadinya sindrom inflamasi rekonstitusi imun (immune
reconstitution inflammatory syndrome/IRIS) setelah memulai terapi
ARV, komplikasi yang berhubungan dengan ARV jangka panjang,
interaksi dengan obat lain, monitoring keadaan klinis, dan monitoring
pemeriksaan laboratorium secara berkala termasuk pemeriksaan jumlah
CD4. Setelah dilakukan konseling terapi, pasien diminta membuat
persetujuan tertulis/informed consent untuk memulai terapi ARV jangka
panjang.
ARV diindikasikan pada semua ODHA berapapun jumlah CD4-nya.
Pada orang dewasa, kombinasi dosis tetap sekali sehari TDF+3TC(atau
FTC)+EFV lebih jarang menimbulkan efek samping berat, menunjukkan
respons terapi dan virologis yang lebih baik dibandingkan dengan
NNRTI sekali atau dua kali sehari atau paduan yang mengandung
protease inhibitor (PI). Kombinasi ini juga digunakan pada remasa. Jika
TDF+3TC(atau FTC)+EFV dikontraindikasikan atau tidak tersedia,
pilihannya adalah AZT+3TC+EFV / AZT+3TC+NVP / TDF+3TC(atau
FTC)+NVP. Untuk anak terinfeksi HIV berusia 3-10 tahun paduan
terapi ARV lini pertama pada anak berusia 3-10 tahun
AZT+3TC+EFV.
Setelah ARV diberikan, pemantauan terhadap efek samping ARV
perlu dilakukan, bahkan jika perlu dilakukan substitusi ARV. Pendekatan
gejala dilakukan untuk mengarahkan pemeriksaan laboratorium yang
akan dilakukan untuk pemantauan toksisitas dan keamanan ARV.
Pemantauan efek samping ARV dengan pendekatan gejala perlu diteliti
lebih lanjut untuk mendapatkan keluaran pengobatan yang optimal,
17
terutama pemeriksaan kreatinin pada pemakaian TDF.
Selain itu, pemantauan respons terapi melalui pemantauan viral load
dan CD4 serta penentuan kegagalan terapi ARV melalui kriteria
virologis, imunologis, dan klinis juga perlu dilakukan.
Selain pemberian ARV, pengobatan dan profilaksis infeksi
oportunistik juga merupakan hal yang harus diperhatikan. Skrining TB
harus dilakukan pada semua pasien HIV.
Pintu masuk layanan PPIA adalah tes HIV pada ibu hamil.
Bersamaan dengan pemeriksaan rutin lainnya pada layanan antenatal
terpadu, tes HIV, hepatitis B, dan sifilis merupakan standar yang harus
dilakukan pada kunjungan ke fasyankes.
Apabila ibu diketahui terinfeksi HIV, upaya pencegahan selanjutnya
bertujuan agar bayi yang dilahirkan terbebas dari HIV, serta ibu dan bayi
tetap hidup dan sehat. Upaya ini terdiri dari pemberian terapi ARV pada
ibu hamil, persalinan yang aman, pemberian terapi ARV profilaksis pada
bayi dan pemberian nutrisi yang aman pada bayi.
18
pihak yang dapat dihubungi dan alamatnya, waktu dan cara
menghubunginya. Petugas dalam jejaring rujukan sebaiknya saling
berkomunikasi secara rutin termasuk bila ada perubahan petugas sehingga
rujukan dapat berjalan secara lancar dan berkesinambungan.
Rujukan dapat berupa rujukan internal dan eksternal:
1. Internal: rujukan kepada layanan lain yang ada pada fasilitas
layanan kesehatan yang sama.
2. Eksternal: rujukan kepada berbagai sumber daya yang ada di
wilayah tempat tinggal klien, baik yang dimiliki oleh pemerintah
ataupun masyarakat.
19
Komponen penting dalam pelaksanaan dan tatakelola KTHIV adalah
monitoring dan evaluasi, untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada
termanfaatkan dengan efektif, layanan yang tersedia dimanfaatkan dan
terjangkau secara optimal oleh masyarakat, kegiatan sesuai dengan pedoman
nasional dan target cakupannya tercapai.
Salah satu komponen penting dari monitoring dan evaluasi adalah
pencatatan dan pelaporan, dengan maksud mendapatkan data untuk diolah,
dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan.
Data yang dikumpulkan harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu)
sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis. Petugas Fasyankes
sangat berperan dalam pencatatan data secara akurat dan lengkap tersebut.
20
Selain itu data yang dilaporkan juga dapat dijadikan bahan perencanaan
berbasis data dalam merencanakan program penanggulangan HIV di masa
yang akan datang. Pelaporan layanan KTHIV dimulai dari laporan bulanan
dari layanan KTHIV kepada dinas kesehatan di kabupaten Musi Banyuasin.
Perangkat lunak aplikasi pelaporan telah dikembangkan oleh
Kementerian Kesehatan yaitu SIHA yang merupakan sistem informasi
manajemen yang digunakan untuk m e l a k u k a n manajemen data
program pengendalian HIV-AIDS dan IMS. SIHA adalah suatu perangkat
lunak aplikasi sistem informasi HIV dan AIDS & IMS yang mampu
menangkap data yang berasal dari UPK, dengan memanfaatkan perangkat
server Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan.
21
BAB IV
DOKUMEN
22