HIV-AIDS
PUSKESMAS KEBONAGUNG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat yang telah di karuniakan kepada kita
sehingga kita dapat menyelesaikan Buku Pedoman Pelayanan HIV-AIDS di Upt Puskesmas
Kebonagung.Buku ini merupakan acuan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan pada pasien yang
akan menjalani tes HIV, konseling HIV, dan Pemeriksaan HIV-AIDS di Upt Puskesmas
Kebonagung. Buku pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan di Pelayanan
Pemeriksaan dan Konseling HIV/AIDS.
Penyusun menyampaikan terima kasih atas bantuan semua pihak dalam menyelesaikan Buku
Pedoman Pelayanan HIV-AIDS. Kami sangat menyadari banyak terdapat kekurangan dalam
buku ini. Kekurangan ini secara berkesinambungan terus diperbaiki sesuai dengan tuntunan
dalam pengembangan di Upt Puskesmas Kebonagung.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Tujuan Pedoman.............................................................................................. 2
C. Ruang Lingkup Pelayananan........................................................................... 2
D. Batasan Operasional........................................................................................ 3
E. Landasan Hukum............................................................................................. 3
BAB II. STANDAR KETENAGAAN............................................................................. 4
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia................................................................. 4
B. Distribusi Ketenagaan..................................................................................... 4
C. Pengaturan Jaga............................................................................................... 4
BAB III. STANDAR FASILITAS.................................................................................... 5
A. Denah Ruang................................................................................................... 5
B. Standar Fasilitas.............................................................................................. 5
BAB IV. TATA LAKSANA PELAYANAN.................................................................... 7
BAB V. LOGISTIK.......................................................................................................... 12
BAB VI. KESELAMATAN PASIEN............................................................................... 13
BAB VII. KESELAMATAN KERJA................................................................................ 15
BAB VIII. PENGENDALIAN MUTU................................................................................ 18
BAB IX. PENUTUP........................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kajian eksternal pengendalian HIV-AIDS sektor kesehatan yang dilaksanakan pada tahun
2011 menunjukkan kemajuan program dengan bertambahnya jumlah layanan tes HIV dan
layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV-AIDS, yang telah terdapat di lebih dari
300 kabupaten/ kota di seluruh provinsi dan secara aktif melaporkan kegiatannya. Namun dari
hasil kajian ini juga menunjukkan bahwa tes HIV masih terlambat dilakukan, sehingga
kebanyakan ODHA yang diketahui statusnya dan masuk dalam perawatan sudah dalam
stadium AIDS.
Diperkirakan terdapat sebanyak 591.823 orang dengan HIV-AIDS (ODHA) pada tahun
2012, sementara itu sampai dengan bulan Maret 2014 yang ditemukan dan dilaporkan baru
sebanyak 134.053 orang. Namun demikian, jumlah orang yang dites HIV dan penemuan
kasus HIV dan AIDS menunjukkan kecenderungan terjadi peningkatan. Pada tahun 2010
sebanyak 300.000 orang dites HIV dan tahun 2013 sebanyak 1.080.000 orang. Kementerian
Kesehatan terus berupaya meningkatkan jumlah layanan Konseling dan Tes HIV (TKHIV)
untuk meningkatkan cakupan tes HIV, sehingga semakin banyak orang yang mengetahui
status HIV nya dan dapat segera mendapatkan akses layanan lebih lanjut yang dibutuhkan.
Tes HIV sebagai satu-satunya “pintu masuk” untuk akses layanan pencegahan,
pengobatan, perawatan dan dukungan harus terus ditingkatkan baik jumlah maupun
kualitasnya. Perluasan jangkauan layanan TKHIV akan menimbulkan normalisasi HIV di
masyarakat. Tes HIV akan menjadi seperti tes untuk penyakit lainnya. Peningkatan cakupan
tes HIV dilakukan dengan menawarkan tes HIV kepada ibu hamil, pasien IMS, pasien TB
dan Hepatitis B atau C dan pasangan ODHA, serta melakukan tes ulang HIV 6 bulan sekali
pada populasi kunci (pengguna napza suntik, pekerja seks, laki-laki yang berhubungan seks
dengan laki-laki serta pasangan seksualnya dan waria).
Peningkatan cakupan tes dilanjutkan dengan penyediaan akses pada layanan selanjutnya
yang dibutuhkan, dimana salah satunya adalah terapi ARV. Terapi ARV selain berfungsi
sebagai pengobatan, juga berfungsi sebagai pencegahan (treatment as prevention). Setiap RS
Rujukan ARV di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus dapat menjamin akses layanan
bagi ODHA yang membutuhkan termasuk pengobatan ARV, sementara fasilitas pelayanan
kesehatan primer dapat melakukan deteksi dini HIV dan secara bertahap juga bisa memulai
inisiasi terapi ARV. Konseling dan Tes HIV telah mulai dilaksanakan di Indonesia sejak
tahun 2004, yaitu dengan pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiatif klien atau yang
dikenal dengan Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS). Hingga saat ini pendekatan tersebut
masih dilakukan bagi klien yang ingin mengetahui status HIV nya. Sejak tahun 2010 mulai
dikembangankan Konseling dan Tes HIV dengan pendekatan Konseling dan Tes HIV atas
Inisiatif Pemberi Layanan Kesehatan (TIPK). Kedua pendekatan konseling dan tes HIV ini
bertujuan untuk mencapai universal akses, dengan menghilangkan stigma dan diskriminasi,
serta mengurangi missed opportunities pencegahan penularan infeksi HIV.
1
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelayanan Konseling dan Tes
HIV dalam rangka penegakkan diagnosis HIV-AIDS untuk mencegah sedini mungkin
terjadinya penularan atau peningkatan kejadian infeksi HIV dan pengobatan lebih dini.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan testing HIV-AIDS
b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumberdaya dan manajemen yang sesuai.
c. Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam pelayanan konseling dan testing
HIV-AIDS
2
diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI tentang kriteria yang digunakan dalam
pemilihan obat untuk IMS yaitu angka kesembuhan yang tinggi, harga murah, toksisitas
dan toleransi yang masih dapat diterima, diberikan dosis tunggal, cara pemberian peroral
dan tidak merupakan kontra indikasi pada ibu hamil atau ibu menyusui.
4. Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT)
Pelayanan PMTCT merupakan salah satu pelayanan tersedia untuk klien yang berusia
produktif, mempunyai istri atau suami. Pelayanan PMTCT menjadi fokus dari Klinik
Kebidanan dan Kandungan dan Klinik Anak.
5. Pelayanan pada ODHA dengan Faktor Risiko Injection Drug Use (IDU)
Puskesmas Kebonagung bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN)
Kabupaten Banyumas dalam menangani kasus penyalahgunaan NAPZA. Pasien dengan
NAPZA yang menjalani program konseling dengan dokter umum yang telah menjalani
pelatihan dari BNN akan diperiksa status HIV-nya. Pasien ODHA dengan faktor risiko
IDU akan dilaporkan kepada BNN untuk ditangani sesuai dengan regulasi BNN.
D. BATASAN OPERASIONAL
1. PePelayanan Pemeriksaan dan Konseling HIV/AIDS
PePelayanan Pemeriksaan dan Konseling HIV/AIDS meliputi:
a. Penerimaan klien
b. Konseling pra testing HIV-AIDS
c. Konseling pra testing HIV-AIDS dalam keadaan khusus
2. Informed consent
3. Testing HIV dalam VCT
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman
Penanggulangan HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual.
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1278/Menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan
AIDS
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Konseling dan Tes HIV
3
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan pelayanan HIV-AIDS di Puskesmas Kebonagung adalah sebagai
berikut:
1. Dokter penanggung jawab program HIV-AIDS : 1 Orang
2. Konselor : 1 Orang
3. Dokter Umum : 1 Orang
4. Perawat : 1 Orang
5. Bidan : 1 Orang
6. Petugas Laboratorium: 1 Orang
7. Farmasis : 1 Orang
C. PENGATURAN JAGA
Pelayanan atau pemeriksaan HIV-AIDS di Puskesmas Kebonagung dilakukan Setiap hari
pukul 08.00 s.d. 11.30 dengan petugas sesuai dengan hari kerja. Petugas laboratorium berada
di Instalasi Laboratorium dan akan dihubungi oleh petugas ruangan, apabila ada klien yang
melakukan pemeriksaan HIV.
4
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
Denah ruang pelayanan HIV/AIDS terlampir pada Pedoman Pelayanan HIV-AIDS ini.
(denah ruang kia dan ruang pemeriksaan umum)
B. STANDAR FASILITAS
1. Sarana
a. Papan petunjuk
Papan petunjuk dipasang yang jelas untuk memudahkan akses klien ke Pelayanan
Pemeriksaan dan Konseling HIV/AIDS. Juga di depan ruang Pelayanan Pemeriksaan
dan Konseling HIV/AIDS bertuliskan PePelayanan Pemeriksaan dan Konseling
HIV/AIDS/ Pelayanan Pemeriksaan dan Konseling HIV/AIDS
b. Ruang Tunggu
Ruang tunggu berada di depan ruang konseling. Di ruang tunggu tersedia:
1) Materi KIE: poster, leaflet, brosur yang berisi tentang HIV-AIDS, IMS, KB,ANC,
TB, Hepatitis, Penyalah gunaan Napza, Perilaku sehat, Nutrisi danseks yang aman
2) Informasi konseling dan testing
3) Kotak saran
4) Tempat sampah, tissue, air minum
5) Televisi
6) Komputer
7) Meja dan kursi
8) Kalender
2. Jam pelayanan HIV-AIDS
Jam pelayanan konseling dan testing terintregasi dalam jam pelayanan kesehatan
lainnya, bisa dilakukan pada setiap hari dan pagi hari sehingga dapat mempermudah akses
klien Periksa. Karena keterbatasan sumber daya maka konseling dan testing tidak dapat
dilaksanakan sore hari. Pelayanan Pemeriksaan dan Konseling HIV/AIDS membuka
pelayanan setiap hari Jam pukul 08.00 s.d. 11.00 WIB.
3. Ruang Konseling
Ruang konseling disediakan senyaman mungkin dan terjaga kerahasiaannya
sertaterpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan sampel darah. Ruang konseling
terdapat dua pintu yaitu pintu masuk dan pintu keluar klien sehingga klien yang selesai
konseling dan klien berikutnya yang akan konseling tidaksaling bertemu. Ruang
Konseling dilengkapi:
a. 1 meja dan 3 kursi (tempat duduk bagi klien maupun konselor)
5
b. Buku catatan perjanjian klien dan catatan harian, forrmulir informed consent,catatan
medis klien, formulir pre dan pasca testing, buku rujukan, formulirrujukan, kalender
dan ATK
c. Kondom dan alat peraga penis, alat peraga reproduksi wanita
d. Buku resep gizi seimbang
e. Tisu
f. Air minum
g. Lemari arsip/ lemari dokumen yang dapat dikunci
4. Ruang Pengambilan Sampel Darah
Pelayanan laboratorium pasien HIV-AIDS dilakukan di ruang terpisah dengan ruang
tunggu dan konseling. Pengambilan darah dilakukan langsung di laboratorium.
5. Ruang Petugas Nonkesehatan
Berisi:
a. Meja dan kursi
b. Tempat pemeriksaan fisik
c. Stetoskop dan tensimeter
d. Blangko resep
e. Alat timbangan badan
f. KIE HIV-AIDS
6. Prasarana
a. Aliran Listrik
Diperlukan untuk penerangan yang cukup baik, untuk membaca, menulis sertauntuk
pendingin ruangan
b. Air
Diperlukan air mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci tanganserta
membersihkan alat-alat
c. Sambungan Telepon
Diperlukan terutama untuk komunikasi dengan layanan lain yang terkait
d. Pembuangan Limbah Padat dan Limbah Cair
Mengacu kepada pedoman kewaspadaan transmisi di pelayanan kesehatantentang
pengolahan limbah.
6
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. KONSELING PRETESTING
1. Penerimaan Klien
a. Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa nama, sehingga nama tidak
ditanyakan
b. Pastikan klien tepat waktu dan tidak menunggu
c. Buat catatan rekam medic klien dan pastikan setiap klien mempunyai kodenya sendiri
d. Kartu periksa konseling dan testing dengan nomor kode dan ditulis oleh konselor.
Tanggung jawab klien dalam konselor:
1) Bersama konselor mendiskusikan hal-hal terkait tentang HIV AIDS, perilaku
beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negative atau
positif
2) Sesudah melaksanakan konseling lanjutan diharapkan dapat melindungi diri dan
keluarganya dari penyebaran infeksi
3) Untuk klien yang dengan HIV positif memberitahu pasangan atau keluarganya
akan status dirinya dan rencana kehidupan lebih lanjut
2. Konseling Pre-Testing
a. Periksa ulang nomor kode dalam formulir
b. Perkenalan dan arahan
c. Menciptakan kepercayaan klien pada konselor, sehingga terjalin hubungan baik dan
terbina saling memahami
d. Alasan kunjungan
e. Penilaian resiko agar klien mengetahui factor resikodan menyiapkan diri untuk pretest
f. Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi
g. Konselor membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian resiko dan
merespon kebutuhan emosi klien
h. Konselor VCT membuat penilaian system dukungan
i. Klien memberikan persetujuan tertulis sebelum tes HIV dilakukan.
B. INFORMED CONSENT
1. Semua Klien sebelum menjalani tes HIV harus Memberikan Persetujuan Tertulis
Aspek penting dalam persetujuan tertulis adalah:
a. Klien diberi penjelasan tentang resiko dan dampak sebagai akibat tindakan danklien
menyetujuinya
b. Klien mempunyai kemampuan mengerti/memahami dan menyatakanpersetujuannya
c. Klien tidak dalam terpaksa memberikan persetujuannya
d. Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan karena keterbatasan
dalammemahami, maka konselor berlaku jujur dan obyektif dalam
menyampaikaninformasi
7
2. Informed Consent pada Anak
Bahwa anak memiliki keterbatasan kemampuan berfikir dan menimbangketika
dihadapkan dengan HIV-AIDS. Jika mungkin anak didorong untuk menyertakanorang tua
atau wali, namun apabila anak tidak menghendaki, maka Pelayanan Pemeriksaan dan
Konseling HIV/AIDS disesuaikan dengan kemampuan anak untuk menerima dan
memproses sertamemahami informasi hasil testing HIV AIDS. Dalam melakukan testing
HIV pada anakdibutuhkan persetujuan orang tua/ wali.
3. Batasan Umur untuk Persetujuan
Anak berumur dibawah 17 tahun dana tau belum menikah orang tua/ wali yang
menandatanganiinformed consent, jika tidak mempunyai orang tua/ wali maka kepala
institusi, kepalapuskesmas, kepala rumah sakit, kepala klinik atau siapa yang
bertanggungjawab atasdiri anak harus menandatangani informed consent. Jika anak
dibawah umur 17tahun memerlukan testing HIV maka orangtua atau wali harus
mendampingi secarapenuh.
4. Persetujuan Orang Tua untuk Anak
Orang tua dapat memberikan persetujuan konseling dan testing HIV-AIDSuntuk
anaknya. Namun sebelum meminta persetujuan, konselor melakukan penilaian akan
situasi anak, apakah melakukan tes HIV lebih baik atau tidak. Jikaorang tua bersikeras
ingin mengetahui status anak, maka konselor melakukankonseling dahulu dan apakan
orang tua akan menempatkan pengetahuan atan statusHIV anak untuk kebaikan atau
merugikan anak. Jika konselor ragu maka bimbinglahanak untuk didampingi tenaga ahli.
Anak senantiasa diberitahu betapa penting hadirnya seseorang yang bermakna dalam
kehidupannua untuk mengetahui kesehatandirinya.
8
6. Meski sampel berasal dari sarana kesehatan yang berbeda tetap dipastikan telah
7. Mendapat konseling dan menandatangani informed consent
9
lebihmenguntungkan individu, pasangan seksual dan keluarga, membawa
keterbukaanlebih besar kepada masyarakat tentang HIV-AIDS dan memenuhi etik
sehinggamemaksimalkan hubungan baik antara mereka yang terinfeksi dan tidak.
6. Isu-isu gender
Gender adalah sama pentingnya dengan memusatkan perhatian terhadappenggunaan
kondom, dengan konsistensi tetap bertahan menggunakan kondom merupakan bentuk
perubahan perilaku.
10
7. Rujukan
PePelayanan Pemeriksaan dan Konseling HIV/AIDS bekerja dengan membangun
hubungan antara masyarakatdan rujukan yang sesuai dengan kebutuhannya serta
memastikan rujukan darimasyarakat ke pusat VCT. Sistem rujukan dan alur:
a. Rujukan klien dalam lingkungan sarana kesehatan.
Jika dokter mencurigai seseorang menderita HIV, maka doktermerekomendasikan
klien dirujuk ke konselor yang ada di rumah sakit.
b. Rujukan antar sarana kesehatan
c. Rujukan klien dari sarana kesehatan ke sarana kesehatan lainnya
Rujukan ini dilakukan secara timbale balik dan berulang sesuai dengankebutuhan
klien.
d. Rujukan klien dari sarana kesehatan lainnya ke sarana kesehatan rujukan.
Darisarana kesehatan lainnya kesarana kesehatan dapat berupa rujukan medis
klien,rujukan spesimen, rujukan tindakan medis lanjut atau spesialistik.
11
BAB V
LOGISTIK
12
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
13
e. Sterilisasi.
Suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme termasuk endosporabakteri
dari alat kesehatan. Cara yang paling aman utk pengolaan alkes yangberhubungan
langsung dgn darah.
4. Pengelolaan Jarum & Alat Tajam
Pengelolaan jarum dan alat tajam ditempatkan pada wadah yang terpisah dengan limbah
lain untuk mempermudah pengelolaan.
5. Pengelolaan Limbah & Sanitasi Ruangan
Pemilihan cara pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan:
a. Limbah Cair
b. Sampah Medis
c. Sampah Rumah Tangga
d. Insinerasi
e. Penguburan
f. Disinfeksi permukaan
6. Penanganan Linen
a. Kereta dorong bersih & kotor dipisahkan
b. Tidak boleh keluar dan masuk pada jalan yang sama
c. Tidak boleh ada perendaman di ruang perawatan
d. Pisahkan dalam kantong berwarna kuning untuk linen yang terkontaminasi dengandarah
atau kontaminan lain.
14
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
15
2. Bahan paparan jumlahnya sedikit (tetesan darah atau cairan tubuh yangberdarah.
3. Waktu paparan cepat (tidak lama).
b. EC 2: seperti EC-1, tetapi jumlah bahan paparan lebih banyak dan waktu paparanlebih
lama.
c. EC2: paparan perkutaneus, luka superficial dengan jarum kecil.
d. EC3: seperti EC2, tetapi lewat jarum besar, tertusuk dalam, keluar darah.
5. Penatalaksanaan Pasca Pajanan.
a. Keputusan pemberian ARV harus segera diambil dan ARV diberikan < 4 jam
setelahpaparan.
b. Penanganan luka.
c. Beri informed consent.
d. Lakukan test HIV.
e. Pemberian ARV profilaksis.
f. Penanganan tempat paparan/luka harus segera
g. Luka tusuk dibilas menggunakan air mengalir dan sabun/ antiseptic.
h. Pajanan mukosa mulut: ludahkan dan berkumur.
i. Pajanan mukosa mata: irigasi dg air atau cairan fisiolofis
j. Pajanan mukosa hidung: hembuskan keluar dan bersihkan dengan air
k. Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.
6. Disinfeksi
Disinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu:
a. Betadine (povidone iodine 2.5%) selama 5mnt
b. Alkohol 70% selama 3 menit.
Catatan:
a. Chlorhexidine cetrimide bekerja melawan HIV tetapi bukan HBV.
b. Pelaporan terjadinya paparan berupa rincian waktu, tempat, paparan dan konseling
sertamanajemen pasca paparan.
c. Evaluasi dan risiko transmisi.
d. Konseling berupa risiko transmisi, penceganan transmisi sekunder, tidak boleh hamildsb.
e. Pertimbangan pemakaian terapi profilaksis pasca paparan.
f. Pemantauan (follow up).
7. Pemantauan.
Tes Antibodi dilakukan pada minggu ke-6, minggu ke -12 dan bulan ke 6. Dapat
diperpanjang sampai bulan ke-12.
8. Aspek Manajemen.
a. Merupakan bagian medico legal.
b. Perlu dilakukan pencatatan dan evaluasi.
c. Evaluasi meliputi:
1) Kesalahan sistem.
2) Tidak ada pelatihan.
3) Tidak ada SOP tidak tersedia APD.
16
4) Ratio pekerja dan pasien yg tidak seimbang.
5) Kesalahan manusia.
6) Kesalahan dalam penggunaan dan pemilihan alat kerja.
7) Rekomendasi kepada manajemen rumah sakit perlu diberikan setelah evaluasi
dilakukan.
17
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Salah satu prinsip yang menggaris bawahi implementasi Pelayanan Pemeriksaan dan
Konseling HIV/AIDS adalah layanan berkualitas, guna memastikan klien mendapatkan layanan
tepat dan menarik orang untuk menggunakan layanan. Tujuan pengukuran dari jaminan kualitas
adalah menilai kinerja petugas, kepuasan pelanggan atau klien, dan menilai ketepatan protocol
konseling dan testing yang kesemuanya bertujuan tersedianya layanan yang terjamin kualitas dan
mutu.
1. Konseling dalam VCT
Pelayanan konseling dimulai dengan suasana bersahabat yang dilayani oleh konselor
terlatih. Perangkat untuk menilai kualitas layanan termasuk mengevaluasi kinerja seluruh
staff VCT, penilaian kualitas konseling dengan menghadirkan supervisor yang menyamar
sebagai klien, melakukan pertemuan berkala dengan para konselor, mengikuti perkembangan
konseling dan HIV AIDS, kotak saran, penilaian oleh petugas jasa, mengukur seberapa jauh
konselor mengikuti aturan protocol dan supervise suportif yang regular.
Perangkat jaminan mutu konseling dalam VCT:
a. Perangkat rekaman saat konseling dengan klien samara atau klien sungguhanyangtelah
memberikan persetujuan untuk direkam.
Kegiatan ini dapat digunakan untuk melakukan pengamatan, melakukan ikhtisarsesudah
sesi berlangsung (sesi rekam) atau pengamatan ketrampilan konselor melalui klien samara
(tak diketahui konselor) untuk mendapatkan ketepatanpengamatan.
b. Formulir kepuasan pelanggan.
Nomor dan nama klien dicatat. Formulir dimasukkan ke kotak yang aman danterkunci.
Semua komentar dikumpulkan dan dinilai pada pertemuan dengan seluruhpetugas. Klien
yang tidak dapat menulis/mambaca dapat dibantu relawan. Petugas yang bekerja pada
institusi tidak diperkenankan membantu pengisian. Baca terlebihdahulu petunjuk dan isi
dari formulir, kemudian baru diisi. Klien sama sekali tidakboleh dipengaruhi
pendapatnya, administrasi memastikan apakah jawaban kliensudah lengkap dan benar
sesuai petunjuk.
c. Syarat minimal Pelayanan Pemeriksaan dan Konseling HIV/AIDS.
Penilaian internal atau eksternal dapat menggunakan daftar sederhana apakahpePelayanan
Pemeriksaan dan Konseling HIV/AIDS memenuhi persyaratan standar minimal yang
ditentukan Kementerian Kesehatan dan WHO.
2. Testing pada VCT
Perangkat jaminan testing mutu dalam VCT:
a. Supervisi laboratorium
Untuk melakukan supervisi atas proses pemeriksaan laboratorium, harus dilakukan
olehteknisi laboratorium senior yang mahir dan telah dilatih penanganan pemeriksaan
laboratorium HIV:
1) Pengamatan akan proses kerja sampel, sesuaikan dengan SPO yang telah ditetapkan.
18
2) Periksa dan dukung proses dan kualitas pemeriksaan sampel.
3) Periksa pencatatan dan pelaporan hasil testing HIV
4) Periksa cara penyimpanan semua peralatan dan reagen
5) Pastikan jaminan kualitas pada pusat jaminan kualitas.
6) Lakukan penilaian akan peralatan kerja dalam menjalankan fungsi pemeriksaancukup
baik, perlu perbaikan atau rusak dan perlu penggantian.
7) Gunakan ceklis pemeriksaan
8) Nilailah kemampuan para personil dan sampaikan rekomendasi pada para manajer
9) Pastikan adanya rujukan pasca pajanan.
19
BAB IX
PENUTUP
20