PELAYANAN HIV-
AIDS
PEMBERLAKUAN PEDOMAN
PELAYANAN HIV-AIDS
Menimbang a. bahwa dalam upaya untuk melindungi karyawan, keluarga dan masyarakat
Pengobatan Antiretroviral;
9. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan No.
Menetapkan:
KESATU : Pemberlakuan Pedoman Pelayanan HIV-AIDS Rumah
Sakit Medika Insani
KEDUA : Pedoman Pelayanan HIV-AIDS Rumah
Sakit Medika Insani secara terinci sebagaimana
tercantum dalam keputusan ini.
KETIGA : Surat keputusan ini berlaku selama 3 tahun dan
akan dilakukan evaluasi minimal 1 tahun sekali
KEEMPAT : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya
perubahan, maka akan dilakukan perubahan dan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Di tetapkan di :
Bukit Kemuning pada
Tanggal 4 Januari 2022
Direktur Rumah Sakit Medika Insani
1. Tim HIV-AIDS
2. Manajer Pelayanan Medis
3. Manajer Penunjang Medis
4. Manajer Pelayanan Umum
5. Ketua Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
6. Kepala Instalasi di Rumah Sakit Candimas Medical Center
7. Arsip
Lampiran Peraturan Direktur Rumah Sakit
Medika Insani
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat yang telah di
karuniakan kepada kita sehingga kita dapat menyelesaikan Buku Pedoman
Pelayanan HIV-AIDS di Rumah Sakit Medika Insani. Buku ini merupakan
acuan dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan pada pasien yang akan
menjalani tes HIV, konseling HIV, dan pengobatan HIV-AIDS di Rumah
Sakit Candimas Medical Center . Buku pedoman ini diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan di Klinik VCT.
Penyusun menyampaikan terima kasih atas bantuan semua pihak dalam
menyelesaikan Buku Pedoman Pelayanan HIV-AIDS. Kami sangat
menyadari banyak terdapat kekurangan dalam buku ini. Kekurangan ini
secara berkesinambungan terus diperbaiki sesuai dengan tuntunan dalam
pengembangan Rumah Sakit Medika Insani.
DAFTAR ISI
BAB I.PENDAHULUAN 1
A. LATAR BELAKANG
Kajian eksternal pengendalian HIV-AIDS sektor kesehatan yang
dilaksanakan pada tahun 2011 menunjukkan kemajuan program dengan
bertambahnya jumlah layanan tes HIV dan layanan perawatan,
dukungan dan pengobatan HIV-AIDS, yang telah terdapat di lebih dari
300 kabupaten/ kota di seluruh provinsi dan secara aktif melaporkan
kegiatannya. Namun dari hasil kajian ini juga menunjukkan bahwa tes
HIV masih terlambat dilakukan, sehingga kebanyakan ODHA yang
diketahui statusnya dan masuk dalam perawatan sudah dalam stadium
AIDS.
Diperkirakan terdapat sebanyak 591.823 orang dengan HIV-AIDS
(ODHA) pada tahun 2012, sementara itu sampai dengan bulan Maret
2014 yang ditemukan dan dilaporkan baru sebanyak 134.053 orang.
Namun demikian, jumlah orang yang dites HIV dan penemuan kasus
HIV dan AIDS menunjukkan kecenderungan terjadi peningkatan. Pada
tahun 2010 sebanyak
300.000 orang dites HIV dan tahun 2013 sebanyak 1.080.000 orang.
Kementerian Kesehatan terus berupaya meningkatkan jumlah layanan
Konseling dan Tes HIV (TKHIV) untuk meningkatkan cakupan tes
HIV, sehingga semakin banyak orang yang mengetahui status HIV nya
dan dapat segera mendapatkan akses layanan lebih lanjut yang
dibutuhkan.
Tes HIV sebagai satu-satunya “pintu masuk” untuk akses layanan
pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan harus terus
ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya. Perluasan jangkauan
layanan TKHIV akan menimbulkan normalisasi HIV di masyarakat. Tes
HIV akan menjadi seperti tes untuk penyakit lainnya. Peningkatan
cakupan tes HIV dilakukan dengan menawarkan tes HIV kepada ibu
hamil, pasien IMS, pasien TB dan Hepatitis B atau C dan pasangan
ODHA, serta melakukan tes ulang HIV 6 bulan sekali pada populasi
kunci (pengguna napza suntik, pekerja seks, laki-laki yang berhubungan
seks dengan laki-laki serta pasangan seksualnya dan waria).
Peningkatan cakupan tes dilanjutkan dengan penyediaan akses pada
layanan selanjutnya yang dibutuhkan, dimana salah satunya adalah
terapi ARV. Terapi ARV selain berfungsi sebagai pengobatan, juga
berfungsi sebagai pencegahan (treatment as prevention). Setiap RS
Rujukan ARV di tingkat provinsi dan kabupaten/kota harus dapat
menjamin akses layanan bagi ODHA yang membutuhkan termasuk
pengobatan ARV, sementara fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat
melakukan deteksi dini HIV dan secara bertahap juga bisa memulai
inisiasi terapi ARV. Konseling dan Tes HIV telah mulai dilaksanakan
di Indonesia sejak tahun 2004, yaitu dengan pendekatan konseling dan
tes HIV atas inisiatif klien atau yang dikenal dengan Konseling dan Tes
HIV Sukarela (KTS). Hingga saat ini pendekatan tersebut masih
dilakukan bagi klien yang ingin mengetahui status HIV nya. Sejak tahun
2010 mulai dikembangankan Konseling dan Tes HIV dengan
pendekatan Konseling dan Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Layanan
Kesehatan (TIPK). Kedua pendekatan konseling dan tes HIV ini
bertujuan untuk mencapai universal akses, dengan menghilangkan
stigma dan diskriminasi, serta mengurangi missed opportunities
pencegahan penularan infeksi HIV.
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pelayanan
Konseling dan Tes HIV dalam rangka penegakkan diagnosis HIV-
AIDS untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau
peningkatan kejadian infeksi HIV dan pengobatan lebih dini.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman penatalaksanaan pelayanan konseling dan
testing HIV-AIDS
b. Menjaga mutu layanan melalui penyediaan sumberdaya dan
manajemen yang sesuai.
c. Memberi perlindungan dan konfidensialitas dalam
pelayanan konseling dan testing HIV-AIDS
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Pelyanan VCT meliputi :
a. Penerimaan klien
b. Konseling pra testing HIV-AIDS
c. Konseling pra testing HIV-AIDS dalam keadaan khusus
2. Informed consent
3. Testing HIV dalam VCT
E. LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular
2. Keputusan Menteri Kesehatan No.
1285/Menkes/SK/X/200 tentang Pedoman Penanggulangan
HIV-AIDS dan Penyakit Menular Seksual.
3. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan No.
1278/Menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 87 tahun 2014
tentang Pedoman Pengobatan Antiretroviral
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Distribusi ketenagaan pelayanan HIV-AIDS di Rumah Sakit Medika
Insani adalah sebagai berikut:
1. Kepala klinik VCT: -
2. Konselor: 2 orang
3. Dokter spesialis: 1 orang
4. Dokter umum: 1 orang
5. Perawat: 1 orang
6. Bidan: 1 orang
7. Petugas laboratorium: 1 orang
8. Farmasi: 1 orang
9. Petugas Administrasi: 1 orang
10. Instalasi Bedah Sentral: 1 Orang
11. Humas: 1 Orang
12. Kamar Jenazah: 1 Orang
C. PENGATURAN JAGA
Pelayanan Klinik VCT
Petugas laboratorium berada di Instalasi Laboratorium dan akan dihubungi
oleh petugas jaga di Klinik VCT, apabila ada klien yang melakukan
pemeriksaan HIV.
BAB III STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
Denah ruang pelayanan VCT terlampir pada Pedoman Pelayanan HIV-
AIDS ini.
B. STANDAR FASILITAS
1. Sarana
a. Papan petunjuk
Papan petunjuk dipasang yang jelas untuk memudahkan akses
klien ke klinik VCT.
Juga di depan ruang klinik VCT bertuliskan Pelayanan VCT/
Klinik VCT
b. Ruang Tunggu
Ruang tunggu berada di depan ruang konseling. Di ruang tunggu
tersedia:
6. Prasarana
a. Aliran Listrik
Diperlukan untuk penerangan yang cukup baik, untuk
membaca, menulis serta untuk pendingin ruangan
b. Air
Diperlukan air mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan
mencuci tangan serta membersihkan alat-alat
c. Sambungan Telepon
Diperlukan terutama untuk komunikasi dengan layanan lain
yang terkait
A. KONSELING PRETESTING
1. Penerimaan Klien
B. I NFORMED CONSENT
1. Semua Klien sebelum menjalani tes HIV harus Memberikan
Persetujuan Tertulis
Aspek penting dalam persetujuan tertulis adalah:
1. Penerimaan klien
a. Memanggil klien dengan kode register
b. Pastikan klien hadir tepat waktu dan usahakan tidak menunggu
c. Ingat akan semua kunci utama dalam penyampaian hasil testing
2. Pedoman penyampaian hasil negatif
a. Periksa kemungkinan terpapar dalam periode jendela
b. Gali lebih lanjut berbagai hambatan untuk seks yang aman
c. Kembali periksa reaksi emosi yang ada
d. Buat rencana tindak lanjut
3. Pedoman penyampaian hasil positif
a. Perhatikan komunikasi nonverbal saat klien memasuki ruang
konseling
a. Limbah Cair
b. Sampah Medis
c. Sampah Rumah Tangga
d. Insinerasi
e. Penguburan
f. Disinfeksi permukaan
6. Penanganan Linen
a. Kereta dorong bersih & kotor dipisahkan
b. Tidak boleh keluar dan masuk pada jalan yang sama
c. Tidak boleh ada perendaman di ruang perawatan
d. Pisahkan dalam kantong berwarna kuning untuk linen yang
terkontaminasi dengan darah atau kontaminan lain.
BAB VII KESELAMATAN KERJA
6. Disinfeksi
Disinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu:
a. Betadine (povidone iodine 2.5%) selama 5mnt Alkohol 70% selama 3
menit. Catatan:
a. Chlorhexidine cetrimide bekerja melawan HIV tetapi bukan HBV.
7. Pemantauan.
Tes Antibodi dilakukan pada minggu ke-6, minggu ke -12 dan
bulan ke 6. Dapat diperpanjang sampai bulan ke-12.
8. Aspek Manajemen.
a. Merupakan bagian medico legal.
b. Perlu dilakukan pencatatan dan evaluasi.
c. Evaluasi meliputi:
1) Kesalahan sistem.
2) Tidak ada pelatihan.
3) Tidak ada SOP tidak tersedia APD.
4) Ratio pekerja dan pasien yg tidak seimbang.
5) Kesalahan manusia.
6) Kesalahan dalam penggunaan dan pemilihan alat kerja.
7) Rekomendasi kepada manajemen rumah sakit
perlu diberikan setelah evaluasi dilakukan
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
a. Supervisi laboratorium
Untuk melakukan supervisi atas proses pemeriksaan laboratorium,
harus dilakukan oleh teknisi laboratorium senior yang mahir dan
telah dilatih penanganan pemeriksaan laboratorium HIV:
1) Pengamatan akan proses kerja sampel, sesuaikan dengan SPO
yang telah ditetapkan.