Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

Daftar Isi................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN................................................................................2
Latar Belakang .....................................................................................2
Tujuan Pedoman...................................................................................2
Ruang Lingkup Pelayanan....................................................................2
Batasan Operasional..............................................................................3
Landasan Hukum..................................................................................3
BAB II STANDART KETENAGAAN............................................................4
BAB III TATALAKSANA PELAYANAN.......................................................5
BAB IV LOGISTIK............................................................................................18
BAB V KESELAMATAN PASIEN..................................................................19
BAB VI KESELAMATAN KERJA...................................................................21
BAB VII PENGENDALIAN MUTU..................................................................23
BAB VIII PPI TB..................................................................................................25
BAB IX PENUTUP.............................................................................................31

1
Lampiran : SK Direktur RS. Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota Kediri
Nomor : /KEP/II.6.AU/A/2019
Tanggal : 16 Januari 2019
Tentang : Pedoman Pelayanan TB DOTS

PEDOMAN PELAYANAN TIM HIV-AIDS RUMAH SAKIT


MUHAMMADIYAH AHMAD DAHLAN KOTA KEDIRI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Rumah Sakit Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota Kediri merupakan salah
satu Rumah Sakit Swasta di Kota Kediri yang telah melaksanakan pemeriksaan
pada pasien sejak tahun 2012 dan memulai Perawatan Dukungan Pengobatan
(PDP) pada pasien HIV-AIDS pada tahun 2021 tetapi belum secara maksimal. Hal
ini dapat dilihat dari hasil cakupan program yang masih rendah dari target.
B. Latar belakang
Rumah Sakit Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota Kediri melaksanakan
pengobatan pasien HIV-AIDS dengan mengikuti prinsip yang telah disepakati
secara global yaitu 5 komponen dasar yang disebut 5C (consent; confidentiality;
counseling; correct test results; connections to care, treatment and prevention
services) sehingga mempunyai daya ungkit dalam penemuan kasus baru,
keberhasilan pengobatan, dan keberhasilan rujukan. Pelaksanaan program strategi
5C masih belum maksimal, angka yang harus dicapai masih belum mencapai
target. Oleh karena itu Tim HIV-AIDS harus mempunyai rencana atau program
yang lebih baik untuk meningkatkan pelayanan dan pencatatan yang lebih
maksimal sehingga target dapat tercapai.
1. Tujuan.
1. Umum : tersusunnya rencana program P2HIV-AIDS di RS.
Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota Kediri secara terpadu agar setiap
pelaksanaan program dapat dipantau dan dikoreksi serta dilakukan
perencanaan ulang untuk perbaikan program.
2. Khusus :
a. Meningkatkan hasil cakupan program HIV-AIDS di RS.
Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kota Kediri sehingga mencapai
target yang telah disepakati
b. Mengoptimalkan pelayanan di tiap unit pelaksana dengan
memperhatikan mutu program dan HDL.
c. Menyusun dana anggaran terpadu dengan program rumah sakit.
d. Meningkatkan SDM yang terlatih.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


1. aktivitas yang berhubungan dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan
pencapaian tujuan kesehata, dengan kegiatan :
a. Penyuluhan kesehatan melalui media selebaran atau display Rumah
Sakit Muhammadiyah Ahamad Dahlan Kota Kediri.
b. Menjamin mutu alat kesehatan serta memberi saran penggunaan

2
2. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan pelayanan kegiatan tim HIV-
AIDS antara lain dengan kegiatan:
a. Penerimaan dan pemeriksaan pasien di ruang IGD ataupun di rawat
jalan / poli dan rawat inap
b. Pemeriksaan HIV pada semua pasien dengan diagnosa TB
c. Pemeriksaan sputum BTA terhadap pasien TB yang terduga HIV.
d. Pemberian obat untuk mencegah IO pada pasien HIV
e. Pencatatan dan monitoring evaluasi pasien hiv
f. Melaksanakan pemeriksaan VCT dan PITC.
g. Melakukan skrining awal pada PMTCT melalui kegiatan PITC
h. Melakukan Perawatan Dukungan Pengobatan (PDP)
i. Melaksanakan pelayanan rujukan pada ODHA yang memerlukan
tindakan operatif.
j. Melaksanakan pelayanan rujukan pada ODHA yang akan melakukan
skrining IMS.

D. Batasan Operasional
Batasan operasional dari kegiatan Tim HIV-AIDS adalah
a. KTHIV adalah pemberian pelayanan konseling dan test hiv
b. KTS/VCT adalah pemberian layanan Konseling dan Tes HIV secara
sukarela.
c. KTIP/PITC adalah pemberian pelayanan konseling dan test HIV atas inisiasi
pemberi layanan kesehatan.
d. Penatalaksanaan infeksi oportunistik adalah penemuan dan pengobatan IO.
e. PPIA/PMTCT adalah layanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke anak.
f. PDP adalah Perawatan Dukungan dan Pengobatan pada pasien HIV-AIDS
g. Antiretroviral (ARV) adalah pengobatan yang direkomendasikan untuk
semua orang yang terinfeksi HIV-AIDS
h. Rujukan adalah menyelenggaraan pelayanan untuk mengakses pengobatan
atau pemeriksaan di tempat lain.
i. Kolaborasi TB-HIV adalah pelayanan bersama pada pasien TB dan pasien
HIV/AIDS agar dapat dilakukan skrening dan pengobatan.

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan( lembar Negara republic Indonesia Tahun 2009 Nomor 144
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nmor 5063 );
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
3. Undang – undang No. 4 Tahun 1984 tentang penyakit wabah menular
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Tambahan Lembar
Negara Republik Indonesia Nomor 3273 );
4. Peraturan Pemeritah No. 40 Tahun 1991 tentang penanggulangan Wabah
Penyakit menular ( Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
49, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia no. 3447);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan
HIV-AIDS.

3
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman
Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke anak.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Konseling dan Test HIV.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor15 Tahun 2015 tentang pelayanan
laboratorium pemeriksaan HIV dan IO
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/90/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana HIV

4
BAB II
STANDART KETENAGAAN
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
1. Ketua Tim HIV-AIDS: Dokter Umum atau Spesialis yang telah bersertifikat
pelatihan pelayanan HIV-AIDS.
2.Anggota:
a. Konselor : Tenaga kesehatan yang telah mengikuti
pelatihan layanan HIV- AIDS
b. Kordinator Laboratorium : Analis kesehatan yang telah mengikuti
pelatihan layanan HIV- AIDS
c. Kordinator Farmasi :Petugas farmasi yang telah mengikuti
pelatihan layanan HIV- AIDS
d. Kordinator Pelaporan : Tenaga kesehatan atau non kesehatan yang
memiliki kecakapan dalam pengadministrasian
dan telah mengikuti pelatihan pencatatan dan
pelaporan HIV- AIDS
e. Humas/Kader : Tenaga kesehatan atau non kesehatan yang
memiliki kecakapan dalam menjalin hubungan
dengan masyarakat
3. Tim Care and Support Therapi / dokter konsulen : Dokter sepesialis penyakit
NAMA JUMLAH
PENDIDIKAN SERTIFIKASI
JABATAN KEBUTUHAN
Dokter - Direktur rumah 1
Pelindung
sakit

Penanggung Dokter sepesialis - Sepesialis 1


jawab Penyakit Dalam

Ketua tim Dokter umum - Pelatihan 1


layanan HIV-
AIDS
Anggota Perawat , farmasi, - Pelatihan 5
laboratorium, layanan HIV-
pelaporan,humas/ AIDS
kader
dalam RS Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kediri

2.Pengaturan Jaga

Pengaturan jaga untuk pelayanan HIV- AIDS di Rumah Sakit Muhammadiyah setiap
hari senin sampai jum’at, pukul 08.00-14.00 WIB. Diluar jam kerja akan dilayani di
IGD apabila sifatnya kegawatdaruratan.

5
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

Penatalaksanaan HIV- AIDS meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang


dikelola dengan menggunakan strategi Perawatan Dukungan Pengobatan PDP.
Tujuan utama pengobatan pasien HIV- AIDS adalah menurunkan angka kematian
dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien.
Penatalaksanaan penyakit HIV- AIDS merupakan bagian dari surveilans penyakit;
tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi
juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang
terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.

1. Penemuan Kasus HIV-AIDS

Penemuan kasus bertujuan untuk mendapatkan kasus HIV melalui serangkaian


kegiatan yang di mulai dari penjaringan terhadap kasus HIV, pemeriksaan fisik dan
laboratorium , menentukan diagnosis dan menentukan klasifikasi penyakit dan
stadium pasien HIV, sehingga dapat dilakukan pengobatan dan memutus rantai
penularan HIV kepada orang lain. Kegiatan deteksi dini HIV melalui kegiatan
KTHIV baik konseling dan tes secara sukarela (KTS)/ VCT ataupun konseling dan
tes HIV atas inisiasi pemberi layanan kesehatan (KTIP)/ PITC.

A. Pelayanan KTS/VCT

(1) Pelayanan Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS) atau Voluntary Conseling
and Testing (VCT) merupakan proses konseling sukarela dan tes HIV atas
inisiatif individu yang bersangkutan. :
a. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan prinsip konfidensialitas, persetujuan,
konseling pencatatan, pelaporan dan rujukan
b. Pelayanan konseling HIV/AIDS adalah konseling dan tes HIV secara
sukarela atas inisiatif individu yang bersangkutan.
c. Pelayanan KTS dilakukan baik melalui poli rawat jalan maupun pasien
yang berasal dari rawat inap.
(2) Konseling Tes Sukarela (KTS) dilakukan oleh seorang konselor HIV/AIDS
rumah sakit yang sudah terlatih yang meliputi :
a. Jenis konseling meliputi: pre test, post test, dan konseling berkelanjutan
b. Konseling HIV/AIDS dilaksanakan di ruang Poliklinik VCT/CST atau di
ruang rawat inap.
(3) Prinsip konfidensial sebagaimana dimaksud di atas hasil pemeriksaan harus
dirahasiakan dan hanya dapat dibuka kepada:
a. Pasien yang bersangkutan
b. Tenaga kesehatan yang menangani
c. Keluarga tedekat dalam hal yang bersangkutan dinilai tidak cakap
d.Pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

B. Pelayanan KTIP/PlTC

6
(1) Konseling Tes Inisiatif Petugas (KTIP) atau Provider Initiatif Testing and
Conseling (VCT) Pemeriksaan dan pelayanan pasien HIV bisa melalui VCT
atau PITC adalah tes HIV yang dianjurkan atau ditawarkan oleh petugas
kesehatan kepada pasien pengguna layanan kesehatan sebagai komponen
pelayanan standar layanan kesehatan di fasilitas tersebut
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan atas
persetujuan pasien
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana pada ayat (2) dalam hal:
a. Semua pasien yang didiagnosis/suspect riwayat Tuberculosis (TB).
b. Keadaan gawat darurat medis untuk tujuan pengobatan pada pasien yang
secara klinis telah menunjukkan gejala yang mengarah kepada AIDS.
c. Perrnintaan pihak yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Tujuan umum dari KTIP/PITC adalah untuk melakukan diagnosis HIV secara
lebih dini dan sebagai dasar pengambilan keputusan klinis atau medis terkait
pengobatan Antiretroviral (ARV), yang dibutuhkan dimana hal tersebut tidak
mungkin diambil tanpa mengetahui status HIV pasien.
Dalam pelaksanaanya, tes HIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati
secara global yaitu 5 komponen dasar yang disebut 5C (informed consent,
confidentiality, counseling, correct test results, connections to, care,treatment and
prevention services
a. Informed Consent, adalah persetujuan akan suatu tindakan pemeriksaan
laboratorium HIV yang diberikan oleh pasien/klien atau wali/pengampu
setelah mendapatkan dan memahami penjelasan yang diberikan secara
lengkap oleh petugas kesehatan tentang tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap pasien/klien tersebut.
b. Confidentiality, adalah Semua isi informasi atau konseling antara klien dan
petugas pemeriksa atau konselor dan hasil tes laboratoriumnya tidak akan
diungkapkan kepada pihak lain tanpa persetujuan pasien/klien.
Konfidensialitas dapat dibagikan kepada pemberi layanan kesehatan yang
akan menangani pasien untuk kepentingan layanan kesehatan sesuai indikasi
penyakit pasien.
c. Counselling, yaitu proses dialog antara konselor dengan klien bertujuan untuk
memberikan informasi yang jelas dan dapat dimengerti klien atau pasien.
Konselor memberikan informasi, waktu, perhatian dan keahliannya, untuk
membantu klien mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan melakukan
pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan.
Layanan konseling HIV harus dilengkapi dengan informasi HIV dan AIDS,
konseling pra-Konseling dan Tes pascates yang berkualitas baik.
d. Correct test results.Hasil tes harus akurat. Layanan tes HIV harus mengikuti
standar pemeriksaan HIV nasional yang berlaku. Hasil tes harus
dikomunikasikan sesegera mungkin kepada pasien/klien secara pribadi oleh
tenaga kesehatan yang memeriksa.
e. Connections to, care, treatment and prevention services. Pasien/klien harus
dihubungkan atau dirujuk ke layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan
pengobatan HIV yang didukung dengan sistem rujukan yang baik dan
terpantau.

7
Alur KTHIV dengan pendekatan KTIP maupun KTS di fasilitas layanan
kesehatan tergambar pada Bagan 1 di bawah ini:

Pasien Rajal, Klien datang


Ranap: sendiri
Atas inisiatif Ingin menjalani
pemberi layanan pemeriksaan HIV,
KIA, Remaja
kesehatan

Tidak setuju
KTIP/PITC Tawarkan tes HIV KTS/VCT
kembali pada
kunjungan berikutnya
atau merujuk ke
Informasi Pra Tes konselor bila telah Konseling Pra Tes
Oleh petugas kesehatan berulang kali menolak Oleh Konselor
untuk: • Untuk
mendapatkan
konseling pra tes lebih
Pasien setuju lanjut Klien setuju

Ambil Darah Tes Darah Interpretasi oleh


dokter

Pemberian hasil melalui Konseling


Pasca Tes (Tenaga Kesehatan atau
Konselor terlatih)

Konseling untuk hasil Tes Negatif:


• Pesan pencegahan Konseling untuk hasil Tes Positif:
• Pesan untuk tes ulang bila masih ada • Berikan dukungan
perilaku berisiko dan bagi populasi • Informasi pentingnya perawatan
kunci • Tentukan stadium klinis
• Skrining TB
• Lakukan pemeriksaan CD4
ditempat atau dirujuk
• Siapkan pasien untuk pengobatan
ARV
• Anjurkan pasangan untuk
menjalani pemeriksaan HIV
• Rujuk ke konselor terlatih untuk
konseling pencegahan dan konseling
lanjutan

Informed consent bersifat universal yang berlaku pada semua pasien apapun
penyakitnya karena semua tindakan medis pada dasarnya membutuhkan persetujuan
pasien. Informed consent di fasilitas layanan kesehatan diberikan secara lisan atau
tertulis. Dalam hal diberikan secara tertulis, dapat menggunakan contoh formulir

8
Informed Consent sebagaimana Formulir 2 terlampir. Aspek penting di dalam
persetujuan adalah sebagai berikut:
a. Klien telah memahami tentang maksud dan tujuan tes, serta risiko dan
dampaknya;
b. Informasi bahwa jika hasil tes positif akan dilanjuktakn pengobatan ARV dan
penatalaksanaan lainnya sesuai dengan stadium penyakit;
c. Bagi mereka yang menolak tes HIV dicatat dalam catatan medik untuk
dilakukan penawaran tes dan atau konseling ulang ketika kunjungan
berikutnya;
d. Persetujuan untuk anak dan remaja di bawah umur diperoleh dari orangtua atau
wali/pengampu; dan
e. Pada pasien dengan gangguan jiwa berat atau hendaya kognitif yang tidak
mampu membuat keputusan dan secara nyata berperilaku berisiko, dapat
dimintakan kepada isteri/suami atau ibu/ayah kandung atau anak
kandung/saudara kandung atau pengampunya.

C. Pelayanan PPIA/PMTCT
(1) Pencegahan penularan dari ibu ke anak (PPIA) atau prefentif of mother to
child transmission (PMTCT) adaah pelayanan konseling kepada ibu hamil
dan menyusui maupun ibu dengan usia produktif yang terdiagnosis
HIV/AIDS
(2) Semua ibu hamil yang berobat ke rumah sakit baik melalui rawat inap
maupun rawat jalan disarankan dan dilakukan skrening sekaligus
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui status HIV.
(3) Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil kepada anak dilaksanakan melalui
4 (empat) kegiatan yang meliputi :
a. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia produktif
b.Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia produktif dari ibu hamil
ke bayi dalam kandungan
c.Pencegahan kehamilan tidak direncanakan
d.Memberikan dukungan psikologis pada ibu dan keluarganya.
(4) Memberikan konseling kepada ibu yang akan merencanakan kehamilan atau
ibu yang sudah hamil.
(5) Konseling dilakukan bersama antara konselor dengan tim Obgyn.
(6) Setiap bayi baru lahir dari ibu terinfeksi HIV dilakukan pemeriksaan tes
serologi (Rapid Test) setelah usia 18 (delapan belas) bulan

D. Kolaborasi TB-HIV
(1) Adalah pelayanan bersama pada pasien TB dan pasien HIV/AIDS agar
dilakukan skrening.
(2) Pelayanan kepada semua pasien yang terdiagnosis HIV/AIDS untuk
dilakukan skrening penyakit TB di ruang Poliklinik VCT atau ruang rawat
inap .
(3) Pelayanan pada pasien TB yang diduga atau mempunyai faktor resiko HIV
dilakukan skrening di Poliklinik DOTS.

E. Pelayanan Pasien ODHA dengan IDU

9
(1) Injection Drug Users (IDU) adalah orang yang terinfeksi HIV karena
penggunaan NAPZA suntik
(2) Program Outreach dan pendidikan teman sebaya
(3) Program Konseling, penyuluhan dan seminar.

2. Pengambilan Darah Untuk Test

Metode tes HIV yang digunakan sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan


Laboratorium HIV Kementerian Kesehatan. Tes HIV wajib menggunakan reagen tes
HIV yang sudah diregistrasi dan dievaluasi oleh institusi yang ditunjuk Kementerian
Kesehatan, dapat mendeteksi baik antibodi HIV-1 maupun HIV-2. Tes cepat harus
dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan oleh pabriknya (ada dalam kotak
reagensia). Hasil tes cepat dapat ditunggu oleh pasien. Tes cepat dapat dilakukan di
luar sarana laboratorium, tidak memerlukan peralatan khusus dan dapat dilaksanakan
di fasilitas kesehatan primer oleh paramedis terlatih.
Dalam melaksakan tes HIV, perlu merujuk pada alur Tes sesuai dengan
pedoman nasional pemeriksaan yang berlaku dan dianjurkan menggunakan alur
serial, seperti contoh pada bagan, alur diagnosis HIV. Pengendalian HIV dan AIDS
Nasional menggunakan strategi III dengan tiga jenis reagen yang berbeda sensitifitas
dan spesifitas-nya, dengan urutan yang direkomendasikan sebagai berikut:
f. Reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99%.
g. Reagen kedua memiliki spesifisitas minimal 98%.
h. Reagen ketiga memiliki spesifisitas minimal 99%.
Setiap jenis tes harus mendapatkan rekomendasi Laboratorium rujukan
Nasional dan sebaiknya. Kombinasi tes HIV tersebut perlu dievaluasi sebelum
digunakan secara luas, untuk menghindari diskordans <5 % dari kombinasi ke 3
reagensia. Tes HIV harus disertai dengan sistem jaminan mutu dan program
perbaikannya untuk meminimalkan hasil positif palsu dan negatif palsu. Jika tidak
maka, pasien akan menerima hasil yang tidak benar dengan akibat serius yang
panjang. Tes virologi HIV DNA kualitatif dianjurkan untuk diagnosis bayi dan
anak umur kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV positif yang merencanakan
kehamilan dan persalinan. Tes HIV untuk anak umur kurang dari 18 bulan dari ibu
HIV-positif tidak dianjurkan dengan tes antibodi, karena akan memberikan hasil
positif palsu.

Bagan Alur Pemeriksaan HIV

Reagen A1

10
NR R

Reagen A2

NR R

Tes Ulang Reagen A1


dan A2

Keduanya NR Keduanya R
Reagen A3

Salah Satu R

NR R

A1(R) A1(NR) A1(R) A1(NR) A1(R) A1(R)


A1(NR) A1(NR)
A2(NR) A2(R) A2(R) A2(R) A2(NR) A2(R)
A2(NR) A2(NR) A3(NR) A3(NR) A3(NR) A3(R) A3(R) A3(R)

Beresiko Indeterminate

HIV Negatif Tidak Ya HIV Positif

Keterangan : NR: Non Reaktif


R: Reaktif

Intepretasi hasil pemeriksaan anti-HIV

Hasil positif:
 Bila hasil A1, A2, A3 reaktif
Hasil Negatif:
 Bila hasil A1 non reaktif
 Bila hasil A1 reaktif tapi pada pengulangan A1 dan A2 non reaktif
 Bila salah satu reaktif tapi tidak berisiko

Hasil Indeterminate:
 Bila dua dari tiga hasil reaktif
 Bila hanya 1 reaktif tapi berisiko atau pasangan berisiko

11
Tindak lanjut hasil pemeriksaan HIV
Tindak lanjut hasil positif:
 Rujuk ke layanan PDP
Tindak lanjut hasil negatif
 Bila hasil negatif dan berisiko dianjurkan pemeriksaan ulang
minimum 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari pemeriksaan yang
pertama.
 Bila hasil negatif dan tidak berisiko dianjurkan perilaku sehat.
Tindak lanjut hasil Indeterminate
 Tes perlu diulang dengan spesimen baru minimum setelah dua
minggu dari pemeriksaan yang pertama.
 Bila hasil tetap Indeterminate, dianjurkan dengan pemeriksaan PCR
 Bila tidak ada akses ke pemeriksaan PCR, rapid tes ulang 3 bulan, 6
bulan, dan 12 bulan dari pemeriksaan pertama. Bila sampai satu
tahun tetap Indeterminate dan faktor resiko rendah, hasil dinyatakan
sebagai negatif.

a. Penyampaian Hasil Test


Penyampaian hasil tes dilakukan oleh petugas kesehatan yang menawarkan tes
HIV. Penyampaian hasil tes dimaksudkan, untuk memastikan pemahaman pasien
atas status HIVnya dan keterkaitan dengan penyakitnya. Hal-hal berikut dilakukan
oleh petugas pada penyampaian hasil tes:
1. Membacakan hasil tes;
2. Menjelaskan makna hasil tes;
3. Memberikan informasi selanjutnya; dan
4. Merujuk pasien ke konselor HIV untuk konseling lanjutan dan ke layanan
pengobatan untuk terapi selanjutnya.

b. Pencatatan dan Pelaporan

Pada prinsipnya sistem monitoring dan evaluasi untuk KTHIV merupakan bagian
dari sistem monitoring dan evaluasi Program Pengendalian HIVAIDS dan IMS
Nasional. Semua data dari fasilitas layanan kesehatan dan non-kesehatan pemerintah,
LSM atau swasta penyelenggara layanan KTHIV, harus mengikuti pedoman
monitoring dan evaluasi nasional dan terintegrasi dalam sistem informasi di tingkat
kabupaten/kota, provinsi dan nasional, terutama dalam pengumpulan semua indikator
yang terpilah dalam kelompok populasi.
a. Pencatatan
Data yang perlu dicatat:
a. Data identitas;
b. Alasan tes HIV dan asal rujukan kalau ada;
c. Tanggal pemberian informasi HIV;
d. Informasi tentang tes HIV sebelumnya bila ada;
e. Penyakit terkait HIV yang muncul: TB, diare, kandidiasis oral, dermatitis,
LGV, PCP, herpes, toksoplasmosis, wasting syndrome, IMS, dan lainnya;
f. Tanggal kesediaan menjalani tes HIV;
g. Tanggal dan tempat tes HIV;

12
h. Tanggal pembukaan hasil tes HIV,
i. Hasil tes HIV, nama reagen ke 1, 2 dan ke 3;
j. Tindak lanjut: rujukan ke PDP, konseling, dan rujukan lainnya;
k. Penggalian faktor risiko oleh tenaga kesehatan/konselor (melalui rujukan);
l. Nama petugas.

b. Pelaporan
Tiap layanan KTHIV wajib melaporkan data hasil kegiatannya sesuai format
pelaporan yang tersedia setiap bulan ke Dinas Kesehatan Kota. Laporan yang
dikirimkan terlebih dahulu ditandatangani oleh Penanggungjawab Unit
Pelayanan serta dibubuhi stempel dan nama jelas. Selain laporan yang dikirim ke
Dinkes, Petugas RR memiliki tugas untuk memasukan data ke dalam SIHA
KTHIV.
SIHA adalah Perangkat lunak aplikasi pelaporan telah dikembangkan oleh
Kementerian Kesehatan yaitu SIHA yang merupakan sistem informasi
manajemen yang digunakan untuk melakukan manajemen data program
pengendalian HIV-AIDS dan IMS. SIHA adalah suatu perangkat lunak aplikasi
sistem informasi HIV dan AIDS & IMS yang mampu menangkap data yang
berasal dari UPK, dengan memanfaatkan perangkat server Pusat Data dan
Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan.

3. Pelayanan Terapi ARV


(1) Pelayanan Anti Retroviral (ARV) diberikan kepada pasien yang
terdiagnosis HIV/AIDS :
a.Adalah Pelayanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP)
pada pasien terdiagnosis HIV/AIDS.
b.Semua pasien yang terdiagnosis HIV/AIDS tetap dilakukan
perawatan di rumah sakit sampai penyakit penyerta (Infeksi
Oportunistik) membaik.
c. Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi resiko penularan HIV
dan menghambat perburukan Infeksi Oportunistik dan meningkatkan
kualitas hidup pengidap HIV/AIDS
(2) Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara :
a. Terapeutik yang meliputi : pengobatan ARV, pengobatan IMS dan
pengobatan terapi Oportunistik
b. Profilaksis
c. Penunjang meliputi pengobatan suportif dan perbaikan gizi
(3) Pengobatan profilaksis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi :
a. Pemberian ARV pasca pajanan
b. Kotrimoksasol untuk terapi dan profilaksis
(4) Indikasi pemberian ARV harus atas indikasi :
a. Semua pasien dengan stadium 3 dan 4, berapapun jumlah CD4
b. Atau Semua pasien dengan CD4 kurang dari 350 sel/ml apapun
stadium klinisnya dan berapapun jumlah CD4
c. Semua pasien dibawah ini apapun stadium klinisnya dan
berapapunjumlah CD4 :
o Semua pasien ko-infeksi TB

13
o Semua pasien ko-infeksi HBV
o Semua ibu hamil
o ODHA yang memiliki pasangan dengan status HIV negative
(serodiscordant)
o Populasi kunci (penasun, waria, LSL,WPS)
o Pasien HIV (+) yang tinggal pada daerah epidemi meluas
seperti Papua dan Papua Barat

Obat ARV lini pertama yang tersedia di Indonesia : Tenofovir (TDF)300 mg,
Lamivudin (3TC) 150 mg, Zidovudin (ZDV/AZT) 100 mg, Efavirenz (EFV) 200 mg
dan 600 mg, Nevirapine (NVP) 200 mg sedangkan Kombinasi dosis tetap (KDT):
TDF+FTC 300mg/200mg, TDF+3TC+EFV 300mg/150mg/600mg
Rejimen yang digunakan adalah rejimen lini pertama dengan pilihan : TDF +
3TC (atau FTC) + EFV, TDF + 3TC (atau FTC) + NVP, AZT + 3TC+ EFV, AZT +
3TC + NVP. Pemerintah menyediakan sediaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT) /
FixedDose Combination (FDC) untuk rejimen TDF + 3TC (atau FTC) + EFV.
Sediaan KDT ini merupakan obat pilihan utama, diberikan sekali sehari sebelum
tidur.
Obat ARV harus diminum seumur hidup dengan tingkat kepatuhan yangtinggi
(>95%) sehingga petugas kesehatan perlu untuk membantu pasienagar dapat patuh
minum obat, kalau perlu melibatkan keluarga atau pasien lama. Kepatuhan pasien
dalam meminum obat dapat dipengaruhi oleh banyak hal seperti prosedur di layanan,
jarak, keuangan, sikap petugas dan efek samping. Oleh karena itu perlu dicari
penyebab ketidak patuhannya dan dibantu untuk meningkatkan kepatuhannya, seperti
konseling dan motivasi terus menerus. Ketidak patuhan kepada obat lain seperti
kotrimkoksasol tidak selalu menjadi dasar untuk menentukan kepatuhanminum ARV.
Cara pemberian terapi ARV (4S - start, substitute, switchdan stop) dapat dilihat
dalam Pedoman Pengobatan Antiretroviral, Kemenkes 2014

BAB V

LOGISTIK

14
1. Barang-barang yang dikelola Tim HIV:
a. KIT pemeriksaan fisik
b. Leaflet dan media KIE.
c. Formulir pemeriksaan.
d. Formulir pencacatan dan pelaporan
e. Alat tulis kantor.
f. Alat kebersihan.
2. Kebutuhan anggaran kegiatan pengendalian HIV-AIDS dari anggaran RS
Muhammadiyah.
3. Pengadaan obat ARV dan reagen Rapid Test disediakan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi Jawa Timur melalui Dinas Kesehatan Kota Kediri. Penyediaan obat di
rumah sakit oleh Instalasi Farmasi Rumah sakit, sedangkan penyimpanan Reagen
Rapid Test oleh Instalasi Laboratorium Rumah sakit.

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

15
Kewaspadaan merupakan upaya pencegahan infeksi yang mengalami
perjalanan panjang. Mulai dari infeksi nosokomial yang menjadi ancaman bagi
petugas kesehatan dan pasien. Seperangkat prosedur dan pedoman yang dirancang
untuk mencegah terjadinya infeksi pada tenaga kesehatan dan juga memutus rantai
penularan ke pasien, terutama untuk mencegah penularan melalui darah dan cairan
tubuh seperti: HIV, HBSAG, dan patogen lainnya.

Prinsip kewaspadaan umum dijabarkan dalam 5 kegiatan pokok yaitu:

1. Cuci tangan untuk mencegah infeksi silang


Cuci tangan dilakukan :
a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan terkontaminasi
lainnya.
b. Segera setelah melepas sarung tangan.
c. Diantara kontak dengan pasien.
d. Tidak direkomendasikan mencuci tangan saat masih memakai sarung tangan.
e. Cuci tangan 6 langkah.
f. Prosedur terpenting untuk mencegah transmisi penyebab infeksi.
g. Antiseptik dan air mengalir atau handrub.
2. Pemakaian alat pelindung diri (APD)/Perorangan(APP)
a. Sarung tangan.
b. Pelindung muka.
c. Masker.
d. Kaca mata
e. Apron
f. Pelindung kaki.
3. Pengelolaan Alat Kesehatan Bekas Pakai (Dekontaminasi, Sterillisasi, Disinfeksi)
a. Dekontaminasi adalah proses menghilangkan mikroorganisme patogen dari
kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan alkes bekas pakai.
b. Pencucian adalah proses fisik untuk menghilangkan kotoran terutama bekas
darah, cairan tubuh, dan benda asing lainnya seperti debu, kotoran yang
menempel pada kulit atau alat kesehatan.
c. Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian
mikroorganisme.
d. Diinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah suatu proses untuk menghilangkan
mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali beberapa endospora bakteri.
e. Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme
termasuk endospora bakteri dari alat kesehatan. Cara paling aman untuk
pengolahan alkes yang berhubungan langsung dengan darah.
4. Pengolahan jarum dan alat tajam.
Pengolahan jarum dan alat tajam ditempatkan pada wadah yang terpisah dengan
limbah lain untuk mempermudah pengolahan.

5. Pengolahan limbah dan sanitasi ruangan


Pemilihan cara pengolahan limbah dan sanitasi ruangan:
a. Limbah cair.
b. Sampah medis.

16
c. Sampah rumah tangga
d. Insenerasi
e. Penguburan
f. Disinfeksi permukaan.
6. Penanganan linen.
a. Kereta dorong bersih dan kotor dipisahkan.
b. Tidak boleh keluar dan masuk pada jalan yang sama.
c. Tidak boleh ada perendaman di ruang perawatan.
d. Pisahkan dalam kantong berwarna kuning untuk linen yang terkontaminasi
dengan darah atau lainnya.

BAB VII

KESELAMATAN KERJA

17
1. Perlindungan Diri-Profilaksis Pasca Pajanan HIV (PPP)
Profilaksis Pasca Pajanan HIV merupakan tindakan pencegahan terhadap
petugas kesehatan yang tertular HIV akibat tertusuk jarum, tercemah darah
dari penderita atau mayat penderita HIV. Paparan cairan infeksius tidak saja
membawa virus HIV tetapi juga virus hepatitis (HBV atau HCV). Perlukaan
perkutaneus merupakan kecelakaan kerja tersering dan biasanya disebabkan
oleh jarum yang berlubang.
2. Faktor Yang Mempengaruhi.
a. Jumlah dan jenis cairan yang mengenai.
b. Kedalaman tusukan/luka
c. Tempat perlukaan/paparan.
3. Indikasi Pemberian PPP
a. Tertusuk/luka superfisial yang merusak kulit oleh jarum solid yang telah
terpapar dengan HIV(+) asimptomatik. Membran mukosa terpapar oleh
darah terinfeksi HIV dalam jumlah banyak dari sumber HIV(+)
asimptomatik (tergantung dari banyak tidaknya volume dan tetesan)
b. Membran mukosa terpapar darah yang terinfeksi HIV(+) dalam jumlah
sedikit dari sumber dengan HIV(+) asimptomatik.
c. Terpapar dengan orang HIV(+) asimptomatik lewat tusukan yang dalam
jarum berlubang yang berukuran besar.
d. Luka tusukan jarum dengan darah yang terlihat di permukaan pasien.
e. Luka tusukan jarum yang telah digunakan untuk mengambil darah arteri
atau vena.
f. Luka tusuk dari jenis jarum apapun yang telah digunakan pada sumber
dengan HIV(+) yang simptomatik.
g. Membran mukosa yang telah terpapar oleh darah yang terinfeksi HIV
dalam jumlah yang banyak dari sumber HIV(+) yang simptomatik.
h. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat paparan dari
sumber dengan status HIV tidak diketahui tetapi memiliki faktor resiko
HIV.
i. Tusukan jarum dengan tipe jarum apapun dan berbagai derajat paparan dari
sumber yang tidak diketahui status HIV dan tidak diketahui faktor
resikonya, namun dianggap sebagai sumber HIV(+).
j. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun dari
sumber yang tidak diketahui status HIV tetapi memiliki faktor resiko HIV.
k. Membran mukosa yang terpapar darah dalam jumlah berapapun dari
sumber yang tidak diketahui status HIVnya, namun sumber tersebut
dianggap sebagai sumber HIV(+).
4. Klasifikasi Kategori Paparan.
Berdasarkan paparan, RNA HIV dan bahan paparan terdapat 4 kategori:
a. EC 1:
1) Tempat paparan adalah kulit atau mukosa yang mengalami luka.
2) Bahan paparan jumlahnya sedikit.
3) Waktu paparan cepat (tidak lama)
b. EC 2: seperti EC 1 tetapi jumlah bahan paparan lebih banyak dan waktu
paparan lebih lama.
c. EC2: paparan perkutaneus, luka superfisial dengan jarum kecil.
d. EC3 seperti EC2 tetapi lewat jarum besar, tertusuk dalam, keluar darah.

18
5. Penatalaksanaan Pasca Pajanan.
a. Keputusan pemberian ARV harus segera diambil dan ARV diberikan <4
jam setelah pajanan.
b. Penanganan luka.
c. Beri Informed Consent.
d. Lakukan test HIV
e. Pemberian ARV profilaksis.
f. Penanganan tempat paparan harus segera.
g. Luka tusuk dibilas menggunakan air mengalir dan sabun
h. Pajanan mukosa mulut, ludahkan dan berkumur.
i. Pajanan mukosa mata, irigasi dengan air atau cairan fisologis.
j. Pajanan mukosa hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.
k. Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditelan.
6. Disinfeksi
Disinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu:
a. Betadin selama 5 menit.
b. Alkohol 70% selama 3 menit.
Catatan:
a. Chlorhexidine cetrimide bekerja melawan HIV tetapi bukan HBV.
b. Pelaporan terjadinya paparan berupa rincian waktu, tempat paparan
dan konseling serta managemen pasca paparan.
c. Evaluasi dan risiko transmisi
d. Konseling berupa risiko transmisi, pencegahan transmisi sekunder,
tidak boleh hamil dsb.
e. Pertimbangan pemakaian terapi profilaksis pasca paparan.
f. Pemantauan.
7. Pemantauan
Tes antibodi dilakukan pada minggu ke-6, minggu ke-12, dan bulan ke 6,
dapat diperpamjang sampai bulan ke 12.
8. Aspek managemen.
a. Merupakan bagian medico legal
b. Perlu dilakukan pencatatan dan evaluasi
c. Evaluasi meliputi:
1) Kesalahan sistem
2) Tidak ada pelatihan
3) Tidak ada SPO dan tidak ada APD
4) Ratio pekerja dan pasien yang tidak seimbang
5) Kesalahan manusia.
6) Kesalahan dalam penggunaan dan pemilihan alat kerja.
7) Rekomendasi kepada managemen rumah sakit perlu diberikan setelah
evaluasi dilakukan.

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

19
Salah satu prinsip yang menggaris bawahi implementasi layanan VCT adalah
layanan berkualitas, guna memastikan klien mendapatkan layanan tepat dan menarik
orang untuk menggunakan layanan. Tujuan pengukuran dari jaminan kualitas adalah
menilai kinerja petugas, kepuasan pelanggan atau klien, dan menilai ketepatan
protocol konseling dan testing yang kesemuanya bertujuan tersedianya layanan yang
terjamin kualitas dan mutu.

A. Konseling dalam VCT

Pelayanan konseling dimulai dengan suasana bersahabat yang dilayani oleh


konselor terlatih. Perangkat untuk menilai kualitas layanan termasuk
mengevaluasi kinerja seluruh staf VCT, penilaian kualitas konseling dengan
menghadirkan supervisor yang menyamar sebagai klien, melakukan pertemuan
berkala dengan para konselor, mengikuti perkembangan konseling dan HIV
AIDS, kotak saran, penilaian oleh petugas jasa, mengukur seberapa jauh konselor
mengikuti aturan protocol dan supervisi suportif yang reguler.
Perangkat jaminan mutu konseling dalam VCT:
a. Perangakat rekaman saat konseling dengan klien samar atau klien
sungguhan yang telah memberikan persetujuan untuk direkam.Kegiatan ini
dapat digunakan untuk melakukan pengamatan, melakukan ikhtisar
sesudah sesi berlangsung (sesi rekam) atau pengamatan ketrampilan
konselor melalui klien samara (tidak diketahui konselor) untuk
mendapatkan ketepatan pengamatan.
b. Formulir kepuasan pelanggan.
Nomor dan nama klien dicatat, formulir dimasukkan ke kotak yang aman
dan terkunci. Semua komentar dikumpulkan dan dinilai pada pertemuan
dengan seluruh petugas. Klien yang tidak dapat menulis/membaca dapat
dibantu relawan. Petugas yang bekerja pada institusi tidak diperkenankan
membantu pasien. Baca terlebih dahulu petunjuk dan isi dari formulir,
kemudian baru diisi. Klien sama sekali tidak boleh dipengaruhi
pendapatnya, administrasi memastikan apakah jawaban klien sudah
lengkap dan benar sesuai petunjuk.
c. Syarat minimal layanan VCT
Penilaian internal atau eksternal dapat menggunakan daftar sederhana
apakah pelayanan VCT memenuhi persyaratan standar minimal yang
ditentukan Kementrian Kesehatan dan WHO.
B. Testing pada VCT.
Perangkat jaminan testing mutu dalam VCT:
a. Supervisi laboratorium
Untuk melakukan supervisi atas proses pemeriksaan laboratorium, harus
dilakukan oleh teknisi laboratorium senior yang mahir dan telah dilatih
penanganan pemeriksaan laboratorium HIV.
1) Pengamatan akan proses kerja sampel, sesuaikan dengan SPO yang
telah ditetapkan.
2) Periksa dan dukung dari kualitas pemeriksaan sampel.
3) Periksa pencacatan dan pelaporan hasil testing HIV.
4) Periksa cara penyimpanan semua peralatan dan reagen.
5) Pastikan jaminan kualitas pada pusat jaminan kualitas

20
6) Lakukan penilaia akan peralatan kerja dalam menjalankan fungsi
pemeriksaan cukup baik, perlu perbaikan atau rusak dan perlu
pergantian.
7) Gunakan ceklis pemeriksaan
8) Nilailah kemampuan para personil dan sampaikan rekomendasi pada
para manager.
9) Pastikan adanya rujukan pasca pajanan.

BAB IX

PENUTUP

21
Demikianlah Pedoman Pelayanan HIV-AIDS di RS Muhammadiyah Ahmad Dahlan
Kota Kediri ini dibuat, sebagai pedoman dalam melaksanakan pelayanan HIV. Bila
ada perbaikan atau informasi baru terkait pelayanan HIV-AIDS, maka pedoman ini
akan diperbaharui.

22
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR
RS. MUHAMMADIYAH AHMAD DAHLAN KOTA KEDIRI

Nomor : /KEP/II.6.AU/A/2021

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN HIV

Disusun Oleh :

Ketua Tim HIV

dr. Sulistyo Hadi

Diperiksa Oleh :

Authorized Person’s

dr. Linda Hapsari

Ditetapkan Oleh :

Direktur

dr.Zainul Arifin,M.kes

23

Anda mungkin juga menyukai