Anda di halaman 1dari 7

Nomor SOP : PUSK.OSP.445.

870/SOP/UKP/04/II/2022
Tanggal Pembuatan : 01/03/2022
Tanggal Pengesahan : 10/03/2022
Tanggal Revisi : 01
Disahkan Oleh : Kepala UPTD Puskesmas Oesapa

DINAS dr. Ovlian Afri Manafe


KESEHATAN NIP. 198310102015022001
KOTA KUPANG
UPTD PUSKESMAS JUDUL SOP : HIV AIDS TANPA KOMPLIKASI
OESAPA
DASAR HUKUM KUALIFIKASI PELAKSANA

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang 1. Memahami Tupoksi Kerja


Kesehatan; 2. Petugas adalah Dokter,
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Bidan, dan Perawat
Pelayanan Publik;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara );
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan
Nasional;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438 /
Menkes /Per/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan
Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan
Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer;
10.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;
11.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan
1/7
Masyarakat;
12.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2022 Tentang Akreditasi Pusat
Kesehatan Masyarakat;
13.Keputusan Mentri Kesehatan Nomor
HK.01.07/Menkes/1186/2022 Tentang panduan
Praktik Klonis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama;
14.Keputusan Walikota Kupang Nomor 3a Tahun 2022
Tentang Status Pusat Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Dalam Wilayah Kota Kupang;
KETERKAITAN PERALATAN/PERLENGKAPAN

1. Tensimeter
2. Timbangan
3. Termometer
1. SOP Pelayanan Medis
4. Stetoskop
5. Penlight
6. ATK
PERINGATAN PENCATATAN/PENDATAAN

Pelaksanaan pemeriksaan HIV AIDS tanpa komplikasi 1. Buku Register


akan mengalami kendala ketika pelaksanaannya tidak 2. Rekam Medis
sesuai prosedur.
HIV adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang
1. Pengertian
sel-sel kekebalan tubuh. AIDS atau Acquired Immunodefficiency
Syndrome adalah kumpulan gejala akibat penurunan kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.(Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Edisi I 1/1/2013)

Menjadi acuan dalam mendiagnosa dan penatalaksanaan yang tepat


2. Tujuan
pada pasien HIV AIDS tanpa komplikasi.

Keputusan Kepala UPTD Puskesmas Oesapa Nomor : NOMOR :


3. Kebijakan
PUSK.OSP.445.870/SK/UKP/06/II/2018 Tentang Jenis-Jenis
Pelayanan

Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


4. Referensi
Primer, Edisi I 1/1/2013
1. Anamnesis
5. Prosedur
Pasien datang dapat dengan keluhan yang berbeda-beda antara lain
demam atau diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari
satu bulan. Keluhan disertai kehilangan berat badan (BB) >10% dari

2/7
BB dasar. Keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya,
seperti:

a. Kulit: kulit kering yang luas, terdapat kutil di genital.


b. Infeksi:
1. Jamur, seperti kandidiasis oral, dermatitis seboroik atau
kandidiasis vagina berulang
2. Virus, seperti herpes zoster berulang atau lebih dari satu
dermatom, herpes genital berulang, moluskum
kontagiosum, kondiloma.
3. Gangguan napas, seperti tuberculosis, batuk >1 bulan,
sesak napas, pneumonia berulang, sinusitis kronis
4. Gejala neurologis, seperti nyeri kepala yang semakin parah
dan tidak jelas penyebabnya, kejang demam, menurunnya
fungsi kognitif.
Faktor Risiko
a. Hubungan seksual yang berisiko/tidak aman
b. Pengguna napza suntik
c. Transfusi
d. Pembuatan tato dan atau alat medis/alat tajam yang
tercemar HIV
e. Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
f. Pasangan serodiskordan – salah satu pasangan positif
HIV
Keadaan tersebut diatas merupakan dugaan kuat terhadap infeksi
HIV (WHO Searo 2007)

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda vital, BB, tanda-tanda yang
mengarah kepada infeksi oportunistik
3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV

a. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary


Counseling & Testing)
b. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK
– PITC = Provider-Initiated Testing and Counseling)

4. Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


hasil tes HIV.

3/7
Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke
Pelayanan Dukungan Pengobatan untuk menjalankan serangkaian
layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis
dan penilaian virologi.

5. Penatalaksanaan

Layanan terkait HIV meliputi:

a. Upaya dalam menemukan pasien HIV secara dini dengan


melakukan tes dan konseling HIV pada pasien yang datang ke
layanan primer.
b. Perawatan kronis bagi ODHA dan dukungan lain dengan
sistem rujukan ke berbagai fasilitas layanan lain yang
dibutuhkan ODHA. Layanan perlu dilakukan secara
terintegrasi, paripurna, dan berkesinambungan. Infeksi HIV
merupakan infeksi kronis dengan berbagai macam infeksi
oportunistik yang memiliki dampak sosial terkait stigma dan
diskriminasi serta melibatkan berbagai unsur dengan
pendekatan tim.

Tatalaksana Pemberian ARV

Saat Memulai Terapi ARV

Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan


jumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi
HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah penderita
sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum.

Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai terapi ARV pada


ODHA dewasa.

a. Tidak tersedia pemeriksaan CD4 Dalam hal tidak tersedia


pemeriksaan CD4, maka penentuan mulai terapi ARV adalah
didasarkan pada penilaian klinis.
b. Tersedia pemeriksaan CD4 Rekomendasi sesuai dengan hasil
pemeriksaan yaitu:
1. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4
<350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya.
2. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB
aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa
memandang jumlah CD4

4/7
Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama
adalah: 2 NRTI + 1 NNRTI

Tabel Panduan Lini Pertama yang direkomendasikan pada orang


dewasa yang belum mendapat terapi ARV

5/7
Tabel Dosis antiretroviral untuk ODHA dewasa

Tatalaksana infeksi oportunistik sesuai dengan gejala yang muncul.

Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK)

Beberapa infeksi oportunistik (IO) pada ODHA dapat dicegah


dengan pemberian pengobatan profilaksis. Terdapat dua macam
pengobatan pencegahan, yaitu profilaksis primer dan profilaksis
sekunder.

a. Profilaksis primer adalah pemberian pengobatan pencegahan


untuk mencegah suatu infeksi yang belum pernah diderita.
b. Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan
pencegahan yang ditujukan untuk mencegah berulangnya
suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya.
Pemberian kotrimoksasol untuk mencegah (secara primer
maupun sekunder) terjadinya PCP dan Toxoplasmosis disebut
sebagai Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK).

PPK dianjurkan bagi:

a. ODHA yang bergejala (stadium klinis 2, 3, atau 4) termasuk


perempuan hamil dan menyusui. Walaupun secara teori
kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital, tetapi
karena risiko yang mengancam jiwa pada ibu hamil dengan
jumlah CD4 yang rendah (<200) atau gejala klinis supresi
6/7
imun (stadium klinis 2, 3 atau 4), maka perempuan yang
memerlukan kotrimoksasol dan kemudian hamil harus
melanjutkan profilaksis kotrimoksasol.
b. ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 (apabila
tersedia pemeriksaan dan hasil CD4)
Kotrimoksasol untuk pencegahan sekunder diberikan setelah
terapi PCP atau Toxoplasmosis selesai dan diberikan selama 1
tahun.

Konseling dan Edukasi


Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung dengan kelompok
penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan dirinya dalam
menghadapi pengobatan penyakitnya.
Kriteria Rujukan:

a. Rujukan horizontal bila fasilitas untuk pemeriksaan HIV tidak


dapat dilakukan di layanan primer.
b. Rujukan vertikal bila terdapat pasien HIV/AIDS dengan
komplikasi.

1.Poli Umum
6. Unit Terkait
2.Poli Lansia
3.Poli Anak
4.Poli KIA/KB
5.Laboratorium
6.Farmasi

7/7

Anda mungkin juga menyukai