Anda di halaman 1dari 5

PENATALAKSANAAN HIV/AIDS TANPA

KOMPLIKASI
No Dokumen :
No. Revisi :
SOP Tgl. Terbit : :
Halaman :

UPT. Puskesmas Susanti, S.Si.T.,M.Kes


Singkawang Utara II NIP: 197112171991012004

1. Pengertian Penatalaksanaan HIV/AIDS Tanpa Komplikasi adalah proses dari penegakan


diagnosa dan penanganan dari HIV/AIDS tanpa komplikasi.
2. Tujuan Sebagai acuan penerapan langkah-langkah dalam mengelolah pasien dengan
HIV/AIDS tanpa komplikasi.
3. Kebijakan SK Kepala UPT.Puskesmas Singkawang Utara II Nomor 800/123/PKM-
UTARA II TAHUN 2018 tentang Standar Layanan Klinis.
4. Referensi 1. Permenkes RI no 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktek Klinis bagi
Dokter di Pelayanan Kesehatan Nasional halaman 82-87.
2. Peraturan menteri Kesehatan Nomor 75 tentang Tata Naskah Dinas di
Lingkungan Pemerintahan kota Singkawang.
3. Pedoman penyusunan Dokumen Akreditasi fasilitas kesehatan Tingkat
Pertama ( FTKP ), Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Dasar tahun
2015.
5. Prosedur Alat dan bahan :

Langkah – Langkah:
1. Pasien di terima di loket pendaftaran kemudian di arahkan ke ruang
pemeriksaan.
2. Perawat melakukan anamnesa singkat dan pemeriksaan tanda vital.
3. Dokter memperdalam anamnesa dengan menanyakan :
Keluhan Demam (suhu >37,5OC) terus menerus atau intermiten lebih dari
satu bulan, diare yang terus menerus atau intermiten lebih dari satu bulan,
keluhan disertai kehilangan berat badan (BB) >10% dari berat badan
dasar, keluhan lain bergantung dari penyakit yang menyertainya.
Penting untuk menanyakan faktor resiko seperti penjaja seks laki-laki atau
Perempuan, pengguna NAPZA suntik, laki-laki yang berhubungan seks
dengan sesama laki-laki dan transgender, hubungan seksual yang berisiko
atau tidak aman, pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular
seksual (IMS), pernah mendapatkan transfusi darah, pembuatan tato dan
atau alat medis/alat tajam yang tercemar HIV, bayi dari ibu dengan
HIV/AIDS, pasangan serodiskordan – salah satu pasangan positif HIV
4. Dokter melakukan pemeriksaan fisik sebagai berikut:
 Keadaan Umum : Berat badan turun dan demam
 Kulit : Tanda-tanda masalah kulit terkait HIV misalnya kulit kering dan
dermatitis seboroik, Tanda-tanda herpes simpleks dan zoster atau
jaringan parut bekas herpes zoster
 Pembesaran kelenjar getah bening
 Mulut: kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, keilitis angularis
 Dada: dapat dijumpai ronki basah akibat infeksi paru
 Abdomen: hepatosplenomegali, nyeri, atau massa
 Anogenital: tanda-tanda herpes simpleks, duh vagina atau uretra
 Neurologi: tanda neuropati dan kelemahan neurologis
5. Petugas laboratorium melakukan pemeriksaan
 Hitung jenis leukosit : Limfopenia dan CD4 hitung <350 (CD4 sekitar
30% dari jumlah total limfosit)
 Tes HIV menggunakan strategi III yatu menggunakan 3 macam tes
dengan titik tangkap yang berbeda, umumnya dengan ELISA dan
dikonfirmasi Western Blot
 Sebelum melakukan tes HIV perlu dilakukan konseling sebelumnya.
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV
 Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary Counseling
and Testing)
 Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK – PITC
= Provider-Initiated Testing and Counseling)
6. Dokter melakukan penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dengan klasifikasi sebagai berikut:
Stadium Klinis HIV
Stadium 1 Asimptomatik
1. Tidak ada penurunan BB
2. Tidak ada gejala atau hanya limfadenopati generalisata persisten
Stadium 2 Sakit Ringan
1. Penurunan BB bersifat sedang yang tidak diketahui penyebabnya
(<10% dari perkiraan BB atau BB sebelumnya)
2. ISPA berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media, faringitis)
3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Keilitis angularis
5. Ulkus mulut yang berulang
6. Ruam kulit yang gatal (Papular pruritic eruption)
7. Dermatitis seboroik
8. Infeksi jamur pada kuku
Stadium 3 Sakit Sedang
1. Penurunan berat badan yang tak diketahui penyebabnya (> 10% dari
perkiraan BB atau BB sebelumnya)
2. Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan
3. Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya
4. Kandidiasis pada mulut yang menetap
5. Oral hairy leukoplakia
6. Tuberkulosis paru
7. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis,
piomiositis, infeksi tulang atau sendi, bakteriemia, penyakit inflamasi
panggul yang berat)
8. Stomatitis nekrotikans ulseratif akut, ginggivitis atau periodontitis
9. Anemia yang tak diketahui penyebabnya (Hb <8g/dL), neutropeni (<0,5
x 10 g/L) dan/atau trombositopenia kronis (<50 x 10 g/L)
Stadium 4 Sakit Berat (AIDS)

7. Dokter memberikan terapi sebagai berikut:


Tatalaksana HIV di layanan primer dapat dimulai apabila penderita HIV
sudah dipastikan tidak memiliki komplikasi atau infeksi oportunistik yang
dapat memicu terjadinya sindrom pulih imun. Evaluasi ada tidaknya
infeksi oportunistik dapat dengan merujuk ke layanan sekunder untuk
pemeriksaan lebih lanjut karena gejala klinis infeksi pada penderita HIV
sering tidak spesifik.
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah
CD4 (bila tersedia) dan penentuan stadium klinis infeksi HIV.
 Tidak tersedia pemeriksaan CD4
 Penentuan mulai terapi ARV didasarkan pada penilaian klinis.
Tersedia pemeriksaan CD4, Mulai terapi ARV pada semua pasien
dengan jumlah CD4 <350 sel/mm3 tanpa memandang stadium
klinisnya, Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif,
ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4
Tabel panduan lini pertama yang direkomendasikan pada orang dewasa
yang belum mendapat terapi ARV (treatment naïve)
Tabel. dosis antiretroviral untuk ODHA dewasa

Rencana Tindak Lanjut


1. Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV
Monitor perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4-nya setiap 6 bulan
sekali.
2. Pemantauan pasien dalam terapi antiretroviral
a. Pemantauan klinis
Dilakukan pada minggu 2, 4, 8, 12 dan 24 minggu sejak memulai
terapi ARV dan kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai
keadaan stabil.
b. Pemantauan laboratorium
 Pemantauan CD4 secara rutin setiap 6 bulan atau lebih sering bila
ada indikasi klinis.
 Pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka perlu
dilakukan pengukuran kadar Hemoglobin (Hb) sebelum memulai
terapi dan pada minggu ke 4, 8 dan 12 sejak mulai terapi atau ada
indikasi tanda dan gejala anemia
 Bila menggunakan NVP untuk perempuan dengan CD4 antara
250–350 sel/mm3 maka perlu dilakuan pemantauan enzim
transaminase pada minggu 2, 4, 8 dan 12 sejak memulai terapi
ARV (bila memungkinkan), dilanjutkan dengan pemantauan
berdasarkan gejala klinis.
 Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien yang
mendapatkan TDF.
8. Dokter memberikan konseling dan edukasi berupa
 Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual
(IMS), dan kelompok risiko tinggi beserta pasangan seksualnya,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
penyakit HIV/AIDS. Pasien disarankan untuk bergabung dengan
kelompok penanggulangan HIV/AIDS untuk menguatkan dirinya
dalam menghadapi pengobatan penyakitnya.
9. Pasien dirujuk apabila memenuhi kriteria berikut:
 Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke
Pelayanan Dukungan Pengobatan untuk menjalankan serangkaian
layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian
imunologis dan penilaian virologi.
 Pasien HIV/AIDS dengan komplikasi.
6. Diagram Alir
Pasien datang anamnesis

Pemeriksaan
fisik

Tata laksana
dengan tetes
mata topikal Diagnosis

Tindak lanjut

Pengambilan
obat
Mencatat
direkam medis
Rujuk

7. Hal yang perlu 1. Perkenalkan diri pada keluarga dan pasien


diperhatikan 2. Mencuci tangan dan menggunakan APD
3. Catat semua hal yang dilakukan di rekam medis pasien
8. Unit Terkait 1. Ruang Pemeriksaan Umum
2. Ruang tindakan/ gawat darurat
3. Laboratorium
4. Ruang konseling

9. Dokumen Rekam medis


Terkait Blanko VCT
Blanko Pemeriksaan Laboratorium
10. Rekaman histori Tgl mulai
No Yang dirubah Isi Perubahan
perubahan diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai