Anda di halaman 1dari 6

Deteksi Antigen Ekskretori-Sekretori ... (Samarang, et al.

DETEKSI ANTIGEN EKSKRETORI-SEKRETORI


Schistosoma japonicum DENGAN METODE ELISA
PADA PENDERITA SCHSISTOSOMIASIS DI NAPU
SULAWESI TENGAH
DETECTION OF Schistosoma japonicum EXCRETORY-SECRETORY ANTIGENS BY ELISA
METHOD IN HUMAN SCHISTOSOMIASIS IN NAPU VALEY CENTRAL SULAWESI

Samarang1*, Fadjar Satrija2, Sri Murtini2, Made Agus Nurjana1, Sitti Chadijah1, Malonda
Maksud1, Intan Tolistiawaty1
1
Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Masitudju No.58 Kec. Labuan Donggala,
Sulawesi Tengah, Indonesia
2
Institut Pertanian Bogor
*Korespondensi Penulis: mayangarul@yahoo.com

Submitted : 20-08-2014; Revised : 20-02-2015; Accepted : 03-03-2015

Abstrak
Deteksi antigen ekskretori-sekretori Schistosoma japonicum (S.japonicum) dengan metode ELISA
pada penderita schistosomiasis dilakukan di Napu Kabupaten Poso selama sembilan bulan, yaitu dari
April hingga Desember 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan nilai optical density (OD)
pada penderita positif schistosomiasis dengan infeksi tinggi, sedang, dan rendah. Menetapkan nilai
sensitivitas dan spesifisitas dari konformasi ELISA yang digunakan. Kegiatan dalam penelitian yang
dilakukan meliputi kegiatan di lapangan dan kegiatan di laboratorium. Kegiatan di lapangan antara lain
survei tinja dan survei darah. Kegiatan di labotarorium adalah optimasi ELISA. Hasil penelitian yaitu
diperoleh nilai absorbansi pada infeksi rendah berkisar 0.468 ± 0.699 dengan kepadatan telur 1-10 telur/
slide, pada infeksi sedang nilai absorbansinya berkisar 0.700 ± 0.899 dengan kepadatan telur 11-20
telur/slide dan untuk infeksi tinggi nilai absorbansinya yaitu 0.900 ± 1.166 dengan kepadatan telur 21-44
telur/slide. Nilai sensitivitas sebesar 74% dan untuk nilai spesifisitasnya sebesar 90%. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah metode ELISA yang dikembangkan mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas
baik untuk mendeteksi AgES S. japonicum pada serum penderita schistosomiasis.

Kata Kunci: Schistosomiasis, ELISA, Sensitivitas, Spesifisitas, Indonesia.

Abstract
Detection of Schistosomajaponicum (S.japonicum) excretory-secretory antigens by ELISA method in
human schistosomiasiswas conducted in Poso district Napu valey for nine months, from April to December
2013. The purpose of the study was to get the optical density for the low, medium, and high infection at
human schistosomiasis and than to determine the specificity and sensitivity ELISA conformation. The
activities in this study with the laboratory and the field. The field activities included stool survey and
blood survey. The laboratory activities was optimization of the ELISA method. The results of the study​​
obtained value of sensitivity was 74% and specificity 90%. Absorbance values ranges from 0699±0468
with density of eggs 1-10 eggs/slide was low infection, the absorbance values was 0.700±0.899 for
medium infection the density of eggs 11-20 eggs/slide and high infection the absorbance values ​​were
0.900±1,166 with density of eggs 21-44 eggs/slide. Therefore, it can be concluded of this study that
developed ELISA method has good sensitivity and specificity values ​​for detecting ESAg S.japonicumin
human schistosomiasis.

Keywords: Schistosomiasis, ELISA, sensitivity, specificity, Indonesia.

Pendahuluan

Schistosomiasis adalah penyakit dimana sebagian orang mengenalnya sebagai


zoonotik yang terabaikan (negleted disease) bilharzia, yang disebabkan oleh parasit cacing
yang merupakan masalah kesehatan masyarakat dari famili Schistosomatidae memiliki habitat

65
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 1, Maret 2015, 65 - 70

pada pembuluh darah disekitar usus atau kandung menjadi indikasi infeksi aktif cacing yang masih
kemih.1,2 Di Indonesia schistosomiasis pada hidup.5 Deteksi AgES merupakan deteksi dini
manusia hanya ditemukan di Sulawesi Tengah dimana keberadaan cacing dalam tubuh penderita
daerah dataran tinggi Lembah Napu, Lindu, dan akan lebih cepat diketahui sebelum cacing
Bada.3 Schistosomiasis di Indonesia disebabkan tersebut berproduksi / bertelur dan mengakibatkan
oleh spesies cacing Schistosoma japonicum yang perubahan patologis. Deteksi dengan metode
dianggap sebagai cacing yang paling berbahaya ELISA lebih sensitive dan spesifik dibandingkan
dibandingkan dengan schistosoma yang lain, pemeriksaan parasitologis. Teknik ELISA ini
karena jumlah telur yang dihasilkan paling banyak, umum digunakan untuk mendeteksi keberadaan
ukuran telur yang kecil mempermudah terjadinya antibodi atau antigen dalam sampel dan relatif
back washing, banyak memiliki reservoir host, sederhana.6 Penderita schistosomiasis yang
sulit diobati dan dapat mengakibatkan kematian.1 terdeteksi dengan AgES atau dengan penemuan
Deteksi dini pada masa pre paten untuk telur cacing dalam tinja akan tetap mendapatkan
penderita schistosomiasis di Sulawesi Tengah penatalaksanaan yang sama dalam pengobatan,
hingga kini belum dilakukan sehingga penderita yaitu 60 mg/kg BB praziquantel dibagi dua dan
hanya dapat terdeteksi melalui pemeriksaan tinja diminum dalam tenggang waktu 4-6 jam.7
secara konvensional yaitu bila cacing dalam Berdasarkan hal tersebut dilakukan
tubuh penderita telah berproduksi (bertelur). penelitiandengan tujuan untuk mendapatkan
Pemeriksaan secara konvensional yang masih sensitivitas dan spesifisitas dengan
merupakan kegiatan rutin, hasilnya tidak langsung mengembangkan imunodiagnosa schistosomiasis
dapat diketahui harus menunggu 3-5 hari. Hal melalui pendeteksian AgES S. japonicum, serta
ini menimbulkan kejenuhan di masyarakat mengetahui besaran optical density (OD) pada
dan mengakibatkan keterlambatan penemuan penderita schistosomiasis dengan infeksi tinggi,
penderita yang berdampak pada pengendalian. sedang dan rendah. Diharapkan deteksi AgES S.
Selain hal tersebut di atas dampak yang lebih jauh japonicum dengan ELISA menghasilkan metode
lagi bila schistosomiasis hanya dideteksi secara yang dapat digunakan untuk mendeteksi penderita
mikroskopis dimana cacing dalam tubuh telah schistosomiasis secara dini sebelum terjadi
berproduksi akan mengakibatkan kerusakan atau diferensiasi potologi, dan menjadi model untuk
kelainan pada organ lain seperti hati dan limfa pengembangan diagnostik kit pada penyakit yang
(hepatosplenomegali), limfadenopati, eosinofilia, disebabkan oleh cacing dan parasit lainnya pada
dan disentri.1 tempat pelayanan kesehatan khususnya diagnosis
Perkembangan teknik imunologis dan schistosomiasis di Indonesia yaitu Sulawesi
molekuler merupakan alternative baru dalam Tengah.
diagnosis dini terhadap berbagai pathogen.
Deteksi schistosomiasis menggunakan teknik Metode
imunologis didasarkan pada penggunaan antibodi Penelitian ini merupakan penelitian Cross-
dengan target antigen parasit yang dicari. Antigen sectional (potong lintang) dengan jenis penelitian
Ekskretori Sekretori (AgES) umumnya berupa
observasional. Penelitiandilakukan di daerah
protein produk hasil metabolisme cacing yang
diproduksi sejak cacing tersebut berhasil menetap Dataran Tinggi Napu, Kabupaten Poso, Provinsi
(establish) dalam tubuh induk semangnya. Selain Sulawesi Tengah, selama 9 bulan mulai bulan April
AgES, parasit memiliki antigen somatik dan sampai Desember tahun 2013. Populasi adalah
antigen permukaan yang dapat dikenali oleh seluruh masyarakat di Dataran Tinggi Napudesa
inangnya. Antigen ES mempunyai sifat yang Sedoa, Watumaeta, Alitupu, Kaduwaa, Dodolo
lebih dapat dikenali oleh sistem tanggap kebal dan Banyusari. Masyarakat yang menjadi sampel
daripada antigen somatik dan antigen permukaan, dalam penelitian ini sebanyak 150 orang yaitu
sehingga diduga lebih protektif untuk memicu 100 orang masyarakat positif schistosomiasis
respon tanggap kebal.1Deteksi schistosomiasis berdasarkan hasil pemeriksaan tinja dan 50 orang
uji serologi dengan metode ELISA, menggunakan masyarakat negatif schistosomiasis dan cacing
antigen dari telur telah dilakukan oleh Turner P et lain. Survei tinja dilakukan di 6 desa yaitu desa
al 2004, didapatkan hasil spesifisitas 97% dengan
Sedoa, Watumaeta, Alitupu, Kaduwaa, Dodolo
sensitivitas 96% untuk S. mansoni dan 92 % untuk
S. haematobium.4Deteksi AgES S. japonicum dan Banyusari. Sampel tinja diolah menggunakan
yang dikeluarkan ke sirkulasi inang merupakan metode Kato Katz dan spesimen diperiksa dengan
pendekatan baru untuk mendeteksi infeksi cacing mikroskop compound. Hasil dari pemeriksaan
parasit. Molekul tersebut berasal dari usus parasit tinja kemudian dipilih secara acak 100 orang
dan dilepas ke sirkulasi inang melalui regurgitasi penderita schistosomiasis dan 50 orang negatif
regular dalam pencernaan usus. Kehadiran AgES kecacingan untuk dilakukan survei darah. Sampel

66
Deteksi Antigen Ekskretori-Sekretori ... (Samarang, et al.)

darah dari 150 orang responden kemudian dibuat konformasi model hasil optimasi uji ELISA,
serum sebagai bahan dalam uji ELISA untuk yang ditemukan tahun sebelumnya. Konformasi
mendeteksi AgES. Sampel serum responden model yang digunakan adalah coating IgG 1
yang telah terbentuk kemudian disimpan dalam µg/ml untuk mendeteksi AgES S. japonicum
freezer suhu -21oC sebelum digunakan. Data dalam serum penderita schistosomiasis dengan
yang diperoleh dari hasil uji ELISA diolah 20x pengenceran. Hasil diagnosis infeksi
menggunakan regresi linear perhitungan nilai cacing S. japonicum dengan uji ELISA yang
absorbansi dengan ELISA reader. Sensitivitas mendeteksi AgES pada penderita schistosomiasis
dan spesifisitas yang akan dicari dalam penelitian dibandingkan dengan hasil pemeriksaan
tahun ini, menggunakan metode ELISA tidak mikroskopis yang merupakan gold standard
langsung. untuk menghitung sensitivitas dan spesisifisitas
Jumlah serum yang dibutuhkan dalam uji, dengan uji validitas menggunakan tabel 2 x 2.
setiap uji ELISA yaitu sebanyak 100 µl/ Kriteria inklusi untuk responden dalam penelitian
well mikroplate setelah 20x pengenceran, ini yaitu semua masyarakat yang bersedia
setiap uji akan dibuat duplo. Sehingga bila diambil tinja dan darahnya untuk penelitian.
optimasi dilakukan hingga tiga atau empat kali Kriteria eksklusi yaitu semua masyarakat yang
pengulangan maka akan dibutuhkan ±800 – 1000 positif schistosomiasis tetapi menderita penyakit
µl serum dengan pengenceran 20x dari setiap komplikasi seperti liver (penyakit kuning), kanker
penderita. Uji Enzim linked Immmunosorb and berdasarkan pengakuan sendiri dan pemeriksaan
Assay (ELISA)8 menggunakan cawan ELISA klinis.
(NUNC), dengan dasar datar dilapisi IgG dengan
menggunakan konsentrasi 1 µg/ml sesuai dengan Hasil
hasil optimasi uji ELISA yang diperoleh tahun
Survei Tinja dan Darah
sebelumnya. Setiap sumuran diisikan 100 µl/
sumur IgG sebagai antibodi penangkap, yang Survei tinja dilakukan di 6 Desa yaitu
telah diencerkan dengan Buffer Bicarbonat, lalu Sedoa, Watumaeta, Alitupu, Kaduwaa, Dodolo
diinkubasi semalam pada suhu 40C. Setelah dan Banyusari, jumlah penduduk yang diperiksa
diinkubasi mikroplate dicuci 4x dengan larutan 3.721 orang dari 5.290 jiwa. Kepadatan telur yang
PBST 1% dan 1x dengan PBS. Blocking dengan diperoleh dalam satu slide berbeda-beda yaitu
BSA 2% dengan 100 µl/sumur selanjutnya dengan kepadatan 1-5 telur/slide, 18-22 telur/slide
inkubasi selama satu jam pada suhu 370C. dan 23-44 telur/slide. Pemeriksaan sampel tinja
Selanjutnya mikroplate dicuci kembali dengan dilakukan dengan pembesaran lensa okuler dan
PBST 1% sebanyak 4x dan PBS 1x. Sampel obyektif 10x10 untuk pencarian lapang pandang
serum penderita dimasukkan sebanyak 100 µl/ dan pembesaran 10x40 untuk mengidentifikasi
sumur dengan 20 kali pengenceran (Serum: spesies telur cacing, spesimen tinja diperiksa pada
PBS) yang didapatkan dari optimalisasi tahun seluruh lapang pandang sediaan. Sampel serum
sebelumnya, lalu diinkubasi selama 1 jam pada diperoleh dari survei darah yang dilakukan pada
suhu 370C. Setiap sampel dilakukan duplikasi 6 Desa dimana survei tinja dilakukan. Jumlah
begitu pula pada serum negatif dan kontrol penduduk yang diambil darahnya adalah 100
negatif (PBS). Setelah diinkubasi plate dicuci orang dari masyarakat positif schistosomiasis,
dengan PBST 1% 4x dan PBS 1x. Kemudian dan 50 orang dari masyarakat yang negatif
dimasukkan konjungate IgG anti human yang kecacingan berdasarkan hasil pemeriksaan tinja.
telah dikonjungasi dengan enzim peroksidase Seratus lima puluh sampel darah selanjutnya
inkubasi pada suhu 370C selama 1 jam. Kemudian diproses untuk pembuatan serum, dan yang
cuci kembali dengan PBST 1% sebanyak 4x berhasil membentuk serum ±800 – 1000 µl sesuai
dan PBS 1x, terakhir masukkkan substrat dengan jumlah serum yang dibutuhkan dalam uji
(TMB) yaitu 50 µl/sumur dalam kondisi tanpa ELISA hanya 128 sampel. Sampel serum sebagai
cahaya. Tunggu terjadi perubahan warna (biru) bahan uji ELISA yaitu terdiri dari 88 sampel
sekitar 10- 15 menit, reaksi dihentikan dengan serum positif schistosomiasis dan 40 sampel
menambahkan 50 µl/sumur stop solution 1NHCL serum negatif kecacingan.
reaksinya akan berwarna kekuningan. Optical
Density (OD) dibaca menggunakan ELISA
Uji ELISA
reader, dengan panjang gelombang 405 nm bila
menggunakan stop solution (warna kuning), dan a. Penentuan Nilai Absorbansi Positif
OD dibaca pada panjang gelombang 615 nm bila Schistosomiasis
tidak menggunakan stop solution (warna biru). Penentuan nilai absorbansi positif
Penentuan sensitivitas dan spesifisitas dilakukan schistosomiasis dihitung dari nilai absorbansi
dengan ELISA tidak langsung,10 menggunakan pada pengujian plate pertama, ke dua dan ke tiga.

67
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 1, Maret 2015, 65 - 70

Nilai absorbansi dari ketiga uji lebih jelasnya standard dalam pemeriksaan kecacingan. Lebih
dapat dilihat pada Tabel 1. jelasnya nilai sensitiitas dan spesifisitas dapat
Berdasarkan kepadatan telur dalam tinja dilihat pada Tabel 3.
penderita schistosomiasis maka dibuat pembagian Jumlah penderita schistosomiasis
sendiri dalam penelitian ini untuk memudahkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopis adalah
pengkategorian. Pembagian jumlah telur dibuat sebanyak 88 orang, namun setelah dilakukan uji
berdasarkan frekuensi jumlah telur yang diperoleh ELISA diperoleh hanya 65 orang positif sehingga
dari hasil pemeriksaan mikroskopis. Berdasarkan ada 23 orang yang dinyatakan negatif. Hasil
kategori dan jumlah telur /slide dengan nilai negatif berdasarkan pemeriksaan mikroskopis
absorbansi serum dari penderita schistosomiasis yaitu sebesar 40 orang, sedangkan dari hasil uji
pada kepadatan telur rendah, sedang dan tinggi ELISA jumlah negatif hanya 36 orang sehingga
dapat dilihat pada Tabel 2. ada 4 orang yang dinyatakan positif menurut hasil
Jumlah penderita schistosomiasis uji ELISA dan negatif menurut hasil pemeriksaan
terbanyak dari tabel 2 berdasarkan kepadatan mikroskopis. Berdasarkan hasil pemeriksaan
telur yang ditemukanya itu pada kepadatan telur secara mikroskopis dan hasil pemeriksaan
rendah dengan jumlah penderita 41 orang. dengan uji ELISA maka nilai sensitivitas dan
spesifisitas serta akurasi yang diperoleh adalah
b. Penentuan Nilai Sensitivitas dan sebagai berikut:
Spesifisitas Metode Uji
Penentuan nilai sensitivitas dan spesifisitas Sensitivitas = 65 / (65 + 23) x 100% = 73,9 atau 74%
dari metode uji ELISA yang dikembangkan Spesifisitas = 36 / (4 + 36 ) x 100% = 90,0 atau 90%
menggunakan uji validitas tabel 2x2, dengan
membandingkan hasil pemeriksaan uji ELISA Akurasi = (65 + 36) / (65 + 4 + 23 + 36) x 100% =
dengan pemeriksaan mikroskopis sebagai Gold 79%.

Tabel 1. Nilai Absorbansi Serum Positif Dan Serum Negatif Schistosomiasis Dengan Cut off 2x SD Dengan
Uji ELISA, Tahun 2013

Pengujian Nilai Absorbansi Rataan Nilai Absorbansi Rataan Nilai Absorbansi


Cut Off*
Plate Blank Sampel Positif Sampel Negatif

1 0,14 0,600 ± 1,166 0,154 ± 0,684 0,75

2 0,11 0,362 ± 1,095 0,220 ± 0,542 0,50

3 0,092 0,414 ± 0,977 0,257 ± 0,564 0,468

Tabel 2. Nilai Absorbansi Serum Positif Schistosomiasis Berdasarkan Temuan Jumlah Telur Pada
Pemeriksaan Mikroskopis Tahun 2013

Rataan Nilai Absorbansi Jumlah Telur Cacing Per Σ (org)


No Kepadatan Telur
Sampel Positif Slide Penderita

1 Rendah 0,414 ± 0,699 1-10 telur/slide 41

2 Sedang 0,700 ± 0,899 11-20 telur/slide 31

3 Tinggi 0,900 ± 1,166 >21 telur/slide 16

Tabel 3. Tabel 2x2 Perbandingan Uji ELISA Dengan Mikroskopis Tahun 2013

Mikroskopis (Gold Standard)

Positif Negatif Total

Positif 65 4 69
Hasil ELISA
Negatif 23 36 59

Total 88 40 128

68
Deteksi Antigen Ekskretori-Sekretori ... (Samarang, et al.)

Pembahasan adalah menggunakan suatu indikator enzim untuk


Deteksi schistosomiasis dapat diketahui reaksi immunologi.8
melalui dua metode yaitu secara klinis dan Penentuan nilai absorbansi positif atau
laboratorium. Diagnosis schistosomiasis secara negatif dari uji ELISA dengan menggunakan cut
klinis berdasarkan pada gejala akut dan kronis. off 2x standard deviasi (SD), juga telah digunakan
Gejala akut pada penderita schistosomiasis pada penentuan konformasi dalam pengembangan
seperti gejala keracunan, disentri, penurunan diagnostik tahun 1992 di China dengn hasil 10(-9)
berat badan, penurunan nafsu makan, kekurusan g/ml yang dapat mendeteksi circulating antigen
dan lambatnya pertumbuhan pada anak-anak, pada penderita schistosomiasis.9 Pada pengujian
sedangkan gejala kronis dapat berupa demam pertama dalam penelitian ini dibuat secara duplo
tinggi, hepatospenomegali, limfadenopati, diperoleh nilai cut off sebesar 0,75 dengan nilai
eosinofilia, disentri, dan dapat menimbulkan rataan absorbansi serum negatif 0,154 ± 0,684
kematian.1 Penegakan diagnosis schistosomiasis dan serum positif adalah 0,600 ± 1,166, untuk
berdasarkan pemeriksaan laboratorium dapat pengujian kedua diperoleh nilai cut off sebesar
dilakukan dengan beberapa metode antara lain 0,50 nilai rataan absorbansi serum negatif 0,220
secara konvensional, serologi, immunologi, dan ± 0,542 dan serum positif adalah 0,362 ± 1,095,
molekuler.2 sedangkan pada pengujian ketiga diperoleh nilai
Di Sulawesi Tengah schistosomiasis cut off sebesar 0,468 dengan rataan absorbansi
ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan serum negatif 0,257 ± 0,564 dan serum positif
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium masih adalah 0,414 ± 0,977. Dua puluh tiga orang
menggunakan metode konvensional secara yang dinyatakan negatif dalam pengujian ELISA
mikroskopis melalui pemeriksaan tinja. Survei atau sebagai positif palsu tidak dapat diketahui
tinja yang masih merupakan kegiatan rutin sejak awal, karena pada pengujian ELISA hanya
hasilnya tidak langsung dapat diketahui harus tampak perubahan warna substrat yang terbaca
menunggu 3-5 hari. Penentuan nilai absorbansi sebagai nilai absorbansi oleh ELISA reader.10
serum dari penderita schistosomiasis berdasarkan Berdasarkan nilai sensitivitas dan
hasil survei tinja sesuai dengan kepadatan telur spesifisitas yang diperoleh masih diperlukan
yang ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis, pengujian untuk mendapatkan nilai sensitivitas
sehingga dalam penelitian ini nilai absorbansi dan spesifisitas yang stabil, seperti yang dilakukan
dari hasil uji ELISA secara tidak langsung oleh China tentang pengembangan pendeteksian
dibagi menjadi 3 kategori infeksi yaitu infeksi secara imunologi yang diterapkan sejak tahun
tinggi, infeksi sedang, dan infeksi rendah. Dari 1960-an yaitu banyaknya hambatan pada variasi
penggolongan infeksi yang diperoleh maka sensitivitas, sehingga model pendeteksian terus
infeksi terbesar schistosomiasis di kalangan dikembangkan.10 Penentuan nilai sensitivitas
masyarakat adalah pada kategori infeksi rendah dan spesifisitas dari metode ELISA yang
yaitu sekitar 46,6% (41 orang), sedangkan pada dikembangkan diperoleh dengan uji validitas
infeksi sedang hanya sekitar 35,2% (31 orang) yaitu membandingkan hasil pemeriksaan uji
dan pada infeksi tinggi sekitar 18,2% (16 orang). ELISA dengan pemeriksaan mikroskopis sebagai
Diagnosis schistosomiasis secara Gold standard dalam pemeriksaan kecacingan
immunologi yang umum digunakan yaitu melalui
(Tabel 6). Nilai sensitivitas 74% dan spesifisitas
uji ELISA. Metode ELISA yang digunakan
90% pada model ELISA yang dikembangkan ini
pada deteksi AgES S. japonicum pada penderita
dalam pendeteksian penderita schistosomiasis
di Napu adalah menggunakan metode ELISA
tidak langsung. Teknik pengujian dengan dapat mendeteksi penderita dengan baik, namun
metode ELISA kompetitif tak langsung (indirect masih diperlukan banyak pengulangan dan
ELISA) merupakan konfigurasi yang banyak pengamatan untuk mendapatkan kestabilan nilai
digunakan untuk pengujian cemaran, toksin dari sensitivitas dan spesifisitas. Seperti yang
serta senyawa dengan berat molekul kecil.10 dikemukan dalam penelitian sebelumnya bahwa
ELISA adalah teknik biochemical yang umum dalam hal penentuan model sangat dibutuhkan
digunakan dalam immunologi untuk mendeteksi banyak ulangan dan pengamatan pada aspek yang
keberadaan antibodi atau antigen dalam sampel, dapat menjadi penghambat.10
melalui adsopsi permukaan atau penangkapan Nilai sensitivitas disini menggambarkan
antibodi spesifik untuk antigen yang sama yang kekuatan antara determinan antigen dan
dihubungkan dengan enzim dengan reaksi visual antibodi sehingga berlaku hukum aksi massa
untuk menandakan keberadaan antigen atau karena interaksi antara antigen dalam darah
antibodi dalam sampel, ciri utama metode ini penderita dengan antibodi yang dicoatingkan

69
Media Litbangkes, Vol. 25 No. 1, Maret 2015, 65 - 70

bersifat reversibel atau kebalikannya. Selain Schistosomiasis di Napu, serta seluruh teman
menggambarkan kekuatan interaksi juga Balai Litbang P2B2 Donggala yang telah banyak
menggambarkan kekhususannya yaitu dengan membantu dalam pelaksanaan kegiatan. Tak lupa
nilai spesifisitasdimana antibodi akan berikatan penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh
kuat dengan suatu antigen khusus dan juga akan masyarakat Dataran Tinggi Napu yang secara
berikatan dengan antigen lain yang memiliki kooperatif ikut dalam kegiatan penelitian.
struktur mirip. Sebaliknya antibodi yang memiliki
afinitas rendah terhadap suatu antigen mungkin Daftar Pustaka
akan berinteraksi kurang kuat terhadap antigen 1. Sandjaja B. Parasitologi Kedokteran
lain yang strukturnya mirip dan bila reaksi silang Helmintologi Kedokteran. Jakarta: Prestasi
ini tidak terjadi maka antibodi poliklonal tersebut Pustaka. 2007.
akan tampak bersifat khusus.11 2. Sudomo M. Penyakit Parasitik yang Kurang
Diperhatikan di Indonesia. Orasi Pengukuhan
Kesimpulan Professor Riset Entomologi dan Moluska;
Nilai absorbansi serum penderita Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
schistosomiasis dengan uji ELISA pada infeksi Kesehatan. 2008.
tinggi berkisar antara 0,900 ± 1,166, infeksi sedang 3. Jastal, Gardjito TA, Anastasia H, Mujiyanto.
0,700 ± 0,899, dan pada infeksi rendah yaitu Analisis Spasial epidemiologi schistosomiasis
0,414 ± 0,699. Nilai sensitivitas dan spesifisitas menggunakan pengindraan jauh dan system
dari hasil uji ELISA yang dikembangkan informasi geografis di Lembah Napu dan Lindu
adalah cukup digunakan untuk mendeteksi Kab. Donggala. Donggala: Loka Litbang P2B2
schistosomiasis yaitu dengan sensititifitas 74% Donggala. 2008.
dengan spesifisitas 90%. 4. Turner P, Lalloo K, Bligh J, Armstrong M, Whitty
CJM, Daenhoff MJ, and Chiodini PL. Serological
speciation of human schistosome infections by
Saran
ELISA with a panel of three antigens. Journal
Disarankan kepada program pengendalian Clin Pathol, 2004, 57(11): 1193-6.
schistosomiasis dalam rangka penemuan penderita 5. Shehab AY, Hassan EM, Abou BLM, Omar
terutama pada daerah endemisitas rendah serta EA, Helmy MH, El-Morshedy HN, Farag HF.
keadaan KLB sebaiknya mempertimbangkan Detection of circulating e/s antigen in the sera
metode alternatif, diantaranya menggunakan of patients with fascioliasis by elisa: a tool of
metode ELISA agar lebih cepat dan akurat, serodiagnosis and assessment of cure. Tropical
sehingga cakupan survei pada masyarakat di Medicine and International Health, 1999;(4)686-
daerah schistosomiasis dapat dilakukan sesuai 90.
standar nasional yaitu cakupan survei minimal 6. Jaswir I. Recent advancement in laboratory
80% dari jumlah penduduk. management and halal product analysis.
International Islamic University Malaysia,
Ucapan Terima Kasih National University Of Malaysia. Jakarta:
Seminar International UIN. 2010. 10-21.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
7. DIT.JEN. PPM & PLP Sub Direktorat
terima kasih kepada Kepala Badan Litbang
Filariasis dan Schistosomiasis. Pemberantasan
Kesehatan selaku peyandang dana, Ketua PPI Schistosomiasis (Penyakit Demam Keong). 1989
Pusat Teknologi Kesehatan Masyarakat Badan :3-16.
Litbang Kesehatan, Ketua Komisi Etik Badan 8. Kemedy D M. A Practical Guide To ELISA,
Litbang Kesehatan, Bapak Max J. Herman dan Pergamon Press plc, 1991:page 21-8.
Ibu Rini Sasanti selaku pembimbing dari tim 9. Zhonghua Yi Xua Za Zhi. A highly sensitive
Pembina Penelitian Ilmiah (PPI). Kepala Balai diagnostic kit for evaluating therapiutic effect
Litbang P2B2 Donggala atas disetujuinya usulan in schistosomiasis cases. Journal PubMed.
penelitian ini. 1992;72(11): 686-704.
Kepada pemerintah setempat yaitu Kepala 10. Tizzard. An Introduction to Veterinary
Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah, Immunology 7th Ed. Philadelphia: Elsevier.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso, Kepala 2004.
Puskesmas Maholo yang telah memberikan 11. Zhou Yb, Zheng Hm, Jiang Q-w. A diagnostic
izin dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima challaenge for schistosomiasis japonica in China:
kasih juga diucapkan kepada Andi Tenriangka consequences on praziquantel-based morbidity
sebagai anggota tim dan staf Laboratorium control. Journal Parasite& Vector. 2011;(4):194.

70

Anda mungkin juga menyukai