Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP

INFEKSI COVID (CORONA VIRUS DISEASE) -19

Disusun Oleh :

dr. Dewi Astri Khairina

Dokter Pendamping :

dr. Demak Pardede

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TANJUNG PURA


KABUPATEN LANGKAT
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Infeksi Covid (Corona Virus Disease)-
19”. Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu tugas yang harus dikerjakan dalam
menjalakan kegiatan program dokter internship.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing dan
dokter pendamping yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam
penyelesaian laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah
laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................... i

Daftar Isi ............................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................... 1

Latar Belakang ..................................................................................... 1

Tujuan................................................................................................... 2

Manfaat makalah .................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 3

2.1 Definisi ........................................................................................... 3


2.2 Epidemiologi .................................................................................. 4
2.3 Etiologi ........................................................................................... 6
2.4 Faktor Resiko……………………………………………………..7
2.5 Patogenesis ..................................................................................... 8
2.6 Manifestasi Klinis......................................................................... 12
2.7 Diagnosis ..................................................................................... 14
2.8 Diagnosis Banding ....................................................................... 18
2.9 Penatalaksanaan............................................................................ 19
2.10 Vaksinasi……………………………………………………….29
2.11 Komplikasi ................................................................................. 33
2.12 Prognosis .................................................................................... 34
BAB III STATUS ORANG SAKIT ................................................ 35

BAB IV DISKUSI KASUS…………………………………………40

BAB V KESIMPULAN .................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 49

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular saluran pernapasan
yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang
baru muncul yang pertama dikenali muncul di Wuhan, Tiongkok, pada bulan Desember 2019
dimana SARS-CoV-2 ini merupakan coronavirys jenis baru yang belum pernah diidentifikasi
sebelumnya pada manusia.
Virus ini berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab SARS dan MERS.
Meskipun berasal dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2 lebih menular dibandingkan
SARS-CoV dan MERS-CoV. Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family
coronavirus. Coronavirus adalah virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan,
termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta. ada 6 jenis coronavirus yang dapat
menginfeksi manusia, yaitu HCoV-229E (alphacoronavirus), HCoV-OC43 (betacoronavirus),
HCoVNL63 (alphacoronavirus) HCoV-HKU1 (betacoronavirus), SARS-CoV
(betacoronavirus), dan MERS-CoV (betacoronavirus). Proses penularan yang cepat membuat
WHO menetapkan COVID-19 sebagai PHEIC pada tanggal 30 Januari 2020.
Thailand merupakan negara pertama di luar Cina yang melaporkan kasus COVID-19.
Disusul oleh Jepang dan Korea Selatan dan negara-negara lain. Hingga tanggal 3 November
2020, WHO melaporkan sebanyak 46.591.622 kasus konfirmasi dengan jumlah kasus kematian
sebanyak 1.201.200 di seluruh dunia (CFR: 2,6%). Negara yang paling banyak melaporkan
kasus COVID-19 adalah Amerika Serikat, India, Brasil, Rusia, Perancis, Spanyol, Argentina.
Sedangkan kasus kematian tertinggi adalah Amerika Serikat, Brasil, India, Meksiko, UK, Italia.
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua
kasus dan terus mengalami peningkatan hingga sekarang. Sampai dengan tanggal 3 November
2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 418.375 kasus konfirmasi COVID-19 dengan
14.146 kasus meninggal (CFR 3,4%) yang tersebar di 34 provinsi.
Definisi operasional kasus COVID-19 yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus
konfirmasi, kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi, dan kematian.

1
1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis tentang Infeksi Covid 19 sehingga dapat
terdiagnosis dengan benar.

2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus


Infeksi Covid 19 sehingga dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat,
dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik

1.3 Manfaat

Manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperbaharui ilmu secara teoritis tentang


Infeksi Covid 19

2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca tentang Infeksi


Covid 19

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Infeksi COVID (Corona Virus Disease) -19


2.1 Definisi
Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular saluran
pernapasan yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus
2 (SARS-CoV-2) yang baru muncul yang pertama dikenali muncul di Wuhan,
Tiongkok, pada bulan Desember 2019 dimana SARS-CoV-2 ini merupakan
coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.1
Definisi operasional kasus COVID-19 yaitu kasus suspek, kasus probable, kasus
konfirmasi, kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi, dan kematian.2
- Kasus Suspek: seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
• Orang dengan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah
Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.
• Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA DAN pada 14 hari terakhir sebelum
timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi/probable COVID-
19.
• Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
-
Kasus Probable: kasus suspek dengan ISPA berat/ARDS/meninggal dengan
gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan
laboratorium RT-PCR.
-
Kasus Konfirmasi: seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19
yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kasus konfirmasi
dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik)
- Kontak Erat: orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau
konfirmasi COVID-19. Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:

3
a. Kontak tatap muka/berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi
dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti
bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain)
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau
konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian
risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat.
- Pelaku Perjalanan: seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri
(domestik) maupun luar negeri pada 14 hari terakhir
- Discarded: apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
o Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-PCR 2
kali negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu >24 jam.
o Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa
karantina selama 14 hari.
- Selesai isolasi: apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
o Kasus konfirmasi asimtomatik yang tidak dilakukan pemeriksaan follow-up
RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan
spesimen diagnosis konfirmasi.
o Kasus probable/konfirmasi simtomatik yang tidak dilakukan pemeriksaan
follow-up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal onset ditambah minimal 3
hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
o Kasus probable/konfirmasi simtomatik yang mendapatkan hasil pemeriksaan
follow-up RT-PCR 1 kali negative, dengan ditambah minimal 3 hari setelah
tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
- Kematian: untuk kepentingan surveilans adalah kasus konfirmasi/probable COVID-
19 yang meninggal.

2.2 Epidemiologi
Penyakit COVID-19 diawali dengan munculnya kasus pneumonia baru yang tak
diketahui etiologinya di Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019. Kasus tersebut
diduga berhubungan dengan Pasar Seafood di Wuhan. Pada tanggal 7 Januari 2020,
Pemerintah Cina kemudian mengumumkan bahwa penyebab kasus tersebut adalah
Coronavirus baru yang diberi nama SARS-CoV-2. Virus ini berasal dari famili yang
4
sama dengan virus penyebab SARS dan MERS. Meskipun berasal dari famili yang
sama, namun SARS-CoV-2 lebih menular dibandingkan SARS-CoV dan MERS-
CoV. Proses penularan yang cepat membuat WHO menetapkan COVID-19 sebagai
PHEIC pada tanggal 30 Januari 2020.
Thailand merupakan negara pertama di luar Cina yang melaporkan kasus
COVID-19. Disusul oleh Jepang dan Korea Selatan dan negara-negara lain. Hingga
tanggal 3 November 2020, WHO melaporkan sebanyak 46.591.622 kasus
konfirmasi dengan jumlah kasus kematian sebanyak 1.201.200 di seluruh dunia
(CFR: 2,6%). Negara yang paling banyak melaporkan kasus COVID-19 adalah
Amerika Serikat, India, Brasil, Rusia, Perancis, Spanyol, Argentina. Sedangkan
kasus kematian tertinggi adalah Amerika Serikat, Brasil, India, Meksiko, UK, Italia.
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
sejumlah dua kasus dan terus mengalami peningkatan hingga sekarang. Sampai
dengan tanggal 3 November 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 418.375
kasus konfirmasi COVID-19 dengan 14.146 kasus meninggal (CFR 3,4%) yang
tersebar di 34 provinsi. Karakteristik kasus yang dilaporkan pada jenis kelamin laki-
laki (47,9%), perempuan (46,2%) dengan proporsi tertinggi pada rentang usia 25-34
tahun (84.570 kasus). Sedangkan angka kematian dilaporkan tertinggi pada pasien
usia 55-64 tahun.4,5
Berdasarkan laporan Mei 2020, terjadi mutasi protein S yaitu Spike D614G
pada infeksi virus SARS CoV-2 di Amerika Selatan, Eropa dan Australia. Mutasi ini
diduga menjadi penyebab meningkatnya virulensi, antigensi dan transmisibilitas
yang masih perlu diteliti.4
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CDC China, diketahui bahwa
kasus paling banyak terjadi pada pria (51,4%) dan terjadi pada usia 30-79 tahun dan
paling sedikit terjadi pada usia <10 tahun (1%). Sebanyak 81% kasus merupakan
kasus yang ringan, 14% parah, dan 5% kritis. Orang dengan usia lanjut atau yang
memiliki penyakit bawaan diketahui lebih berisiko untuk mengalami penyakit yang
lebih parah. Usia lanjut juga diduga berhubungan dengan tingkat kematian. CDC
China melaporkan bahwa CFR pada pasien dengan usia ≥ 80 tahun adalah 14,8%,
sementara CFR keseluruhan hanya 2,3%. Hal yang sama juga ditemukan pada
penelitian di Italia, di mana CFR pada usia ≥ 80 tahun adalah 20,2%, sementara CFR
keseluruhan adalah 7,2%. Tingkat kematian juga dipengaruhi oleh adanya penyakit
bawaan pada pasien. Tingkat kematian 10,5% ditemukan pada pasien dengan
5
penyakit kardiovaskular, 7,3% pada pasien dengan diabetes, 6,3% pada pasien
dengan penyakit pernapasan kronis, 6% pada pasien dengan hipertensi, dan 5,6%
pada pasien dengan kanker.4,5

2.3 Etiologi
Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family coronavirus.
Coronavirus adalah virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen
dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan,
termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta. Terdapat 4 struktur protein utama
pada Coronavirus yaitu: protein N (nukleokapsid), glikoprotein M (membran),
glikoprotein spike S (spike), protein E (selubung). Coronavirus tergolong ordo
Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Coronavirus ini dapat menyebabkan penyakit
pada hewan atau manusia. Terdapat 4 genus yaitu alphacoronavirus,
betacoronavirus, gammacoronavirus, dan deltacoronavirus. Sebelum adanya
COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu HCoV-
229E (alphacoronavirus), HCoV-OC43 (betacoronavirus), HCoVNL63
(alphacoronavirus) HCoV-HKU1 (betacoronavirus), SARS-CoV
(betacoronavirus), dan MERS-CoV (betacoronavirus).7

Gambar 1. Dtruktur Coronavirus

Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus


betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk
dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe
Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas
dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama
SARS-CoV-2.8
Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19 bertahan di atas
permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai jenis-jenis coronavirus lainnya.

6
Lamanya coronavirus bertahan mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda
(seperti jenis permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitian oleh
Doremalen menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan selama 72 jam pada
permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam pada tembaga dan kurang
dari 24 jam pada kardus. Seperti virus corona lain, SARS-COV-2 sensitif terhadap
sinar ultraviolet dan panas. Efektif dapat dinonaktifkan dengan pelarut lemak (lipid
solvents) sperti eter, etanol 75%, disinfektan yang mengandung klorin, asam
peroksiasetat, dan kloroform (kecuali klorheksidin).8
Pada kasus COVID-19, trenggiling diduga sebagai reservoir perantara. Strain
coronavirus pada trenggiling adalah yang mirip genomnya dengan coronavirus
kelelawar (90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%). Genom SARS-CoV-2 sendiri memiliki
homologi 89% terhadap coronavirus kelelawar ZXC21 dan 82% terhadap SARS-
CoV.9

2.4 Faktor Risiko


Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan diabetes
melitus, jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari
infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih banyak pada laki-laki
diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang lebih tinggi. Pada perokok,
hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor ACE2.10
Diaz JH menduga pengguna penghambat ACE (ACE-I) atau angiotensin
receptor blocker (ARB) berisiko mengalami COVID-19 yang lebih berat. Terkait
dugaan ini, European Society of Cardiology (ESC) menegaskan bahwa belum ada
bukti meyakinkan untuk menyimpulkan manfaat positif atau negatif obat golongan
ACE-i atau ARB, sehingga pengguna kedua jenis obat ini sebaiknya tetap
melanjutkan pengobatannya.11
Pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap infeksi SARS-
CoV-2. Kanker diasosiasikan dengan reaksi imunosupresif, sitokin yang berlebihan,
supresi induksi agen proinflamasi, dan gangguan maturasi sel dendritik. Pasien
dengan sirosis atau penyakit hati kronik juga mengalami penurunan respons imun,
sehingga lebih mudah terjangkit COVID-19, dan dapat mengalami luaran yang lebih
buruk. Studi Guan, dkk. menemukan bahwa dari 261 pasien COVID-19 yang
memiliki komorbid, 10 pasien di antaranya adalah dengan kanker dan 23 pasien
dengan hepatitis B.12,13
7
Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu rumah dengan pasien
COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit. Berada dalam satu lingkungan
namun tidak kontak dekat (dalam radius 2 meter) dianggap sebagai risiko rendah.
Tenaga medis merupakan salah satu populasi yang berisiko tinggi tertular. Di Italia,
sekitar 9% kasus COVID-19 adalah tenaga medis. Di China, lebih dari 3.300 tenaga
medis juga terinfeksi, dengan mortalitas sebesar 0,6%.14

2.5 Patogenesis
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga tidak jauh
berbeda dengan SARS-CoV yang sudah lebih banyak diketahui. Pada manusia,
SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang melapisi
alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan membuat jalan
masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan
berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel,
SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis protein-protein
yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru yang muncul di permukaan
sel.15
Pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk ke dalam sel melalui Protein
S yang memperantarai fusi antara membran virus dengan membran sel dengan
pembelahan proteolitik dan clathrin-dependent serta clathrin-independent
endocytosis, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan
ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom
virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru
terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi
pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein
nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi
sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung
dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang baru.16
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek
sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan
keparahan infeksi. Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan
jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak adekuat menyebabkan

8
replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain, respons imun yang berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan jaringan.17
Respons imun yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum sepenuhnya
dapat dipahami, namun dapat dipelajari dari mekanisme yang ditemukan pada
SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke dalam sel, antigen virus akan
dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC). Presentasi antigen virus
terutama bergantung pada molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas
I. Namun, MHC kelas II juga turut berkontribusi. Presentasi antigen selanjutnya
menstimulasi respons imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T
dan sel B yang spesifik terhadap virus. Pada respons imun humoral terbentuk IgM
dan IgG terhadap SARS-CoV. IgM terhadap SAR-CoV hilang pada akhir minggu
ke-12 dan IgG dapat bertahan jangka panjang. Hasil penelitian terhadap pasien yang
telah sembuh dari SARS menujukkan setelah 4 tahun dapat ditemukan sel T CD4+
dan CD8+ memori yang spesifik terhadap SARS-CoV, tetapi jumlahnya menurun
secara bertahap tanpa adanya antigen.17
Virus memiliki mekanisme untuk menghindari respons imun pejamu. SARS-
CoV dapat menginduksi produksi vesikel membran ganda yang tidak memiliki
pattern recognition receptors (PRRs) dan bereplikasi dalam vesikel tersebut
sehingga tidak dapat dikenali oleh pejamu. Jalur IFN-I juga diinhibisi oleh SARS-
CoV dan MERS-CoV.17
Di samping gangguan pernapasan dan peningkatan suhu tubuh, manifestasi
saluran cerna akibat infeksi COVID-19 yang cukup penting berupa mual, muntah,
diare. Laporan menunjukkan insidensi gejala mual muntah sebesar 5-6% dan diare
sebesar 10% dan terus mengalami peningkatan >30% kasus.
Sampai saat ini, belum ada penjelasan pasti tentang mekanisme akurat kaitan
mual muntah dengan infeksi COVID-19. Secara umum, hipotesis yang dilaporkan
menyatakan virus SARS-CoV-2 meningkatkan pelepasan hormone kunci oleh sel
enteroendokrin di mukosa saluran cerna atau melalui aktivasi pusat muntah di batang
otak setelah masuk ke aliran darah secara langsung.
Penelitian membenarkan ekspresi reseptor ACE2 dan TMPRSS2 pada
mukosa usus manusia dan beberapa hewan uji coba berperan penting pembelahan
protein S untuk masuk ke dalam sel. Distribusi reseptor ACE2 lebih banyak
ditemukan di sel enterosit, sel epitel, namun beberapa penelitian menyatakan
ekspresi juga ada di sel enteroendokrin sepanjang lambung, duodenum, ileum dan
9
rektum. Lamers,dkk mengemukakan bahwa SARS-CoV-2 dapat secara produktif
menginfeksi enterosit usus, dimana kadar ACE2 yang rendah membuat virus lebih
rentan masuk. Jika sistem imun tidak dapat melawan infeksi, virus akan aktif
bereplikasi yang akan menurunkan kadar ACE2 dan menghancurkan sel pejamu.
Alhasil, fungsi saluran cerna terganggu dan inflamasi dipercepat. Oleh karena itu,
mual muntah dapat disebabkan virus yang menyerang saluran cerna.

Gambar 2. Mekanisme COVID-19 dalam mencetuskan mual muntah


Mekanisme potensial untuk interaksi virus dengan epitel saluran cerna berujung
pada pelepasan agen neuroaktif dari sel enteroendokrin dan mediator inflamasi
akibat stimulasi terminal abdominal vagal aferen dan/atau area postrema di dorsal
medulla dimana blood brain barrier dan blood cerebrospinal barrier relatif
permeabel yang mengirim informasi ke region otak (pusat mual dan muntah) melalui
jalur motorik pada batang otak ventral dan medulla spinalis.
Ada pula hipotesis yang menyatakan imunitas yang menurun disebabkan
gangguan regulasi microbiota usus bermanifestasi sebagai diare dan peningkatan
titer virus di feses. Hormone kunci yang berperan dalam memicu mual muntah
berupa kolesistokinin, GLP-1 merangsang area postrema (pusat kemoreseptor
muntah di medulla).
Hipotesis berikutnya menyatakan invasi virus SARS CoV2 ke dalam organ
sirkumventrikuler yang memiliki permeabilitas kapiler tinggi (BBB rendah) melalui
akses nervus vagus aferen (dari saluran napas dan cerna). Teori ini dibuktikan oleh

10
kerusakan batang otak dorsal pada otopsi pasien dengan keluhan klinis gastroparesis.
Jalur neuroinvasif virus ini lebih berhubungan dengan klinis mual muntah yang
menyertai kegagalan sistem respirasi dan tekanan darah rendah.

Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Ringan


Respons imun yang terjadi pada pasien dengan manifestasi COVID-19 yang
tidak berat tergambar dari sebuah laporan kasus di Australia. Pada pasien tersebut
didapatkan peningkatan sel T CD38+HLA-DR+ (sel T teraktivasi), terutama sel T
CD8 pada hari ke 7-9. Selain itu didapatkan peningkatan antibody secreting cells
(ASCs) dan sel T helper folikuler di darah pada hari ke-7, tiga hari sebelum resolusi
gejala. Peningkatan IgM/IgG SARS-CoV-2 secara progresif juga ditemukan dari
hari ke-7 hingga hari ke-20. Perubahan imunologi tersebut bertahan hingga 7 hari
setelah gejala beresolusi. Ditemukan pula penurunan monosit CD16+CD14+
dibandingkan kontrol sehat. Sel natural killer (NK) HLA-DR+CD3-CD56+ yang
teraktivasi dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1; CCL2) juga
ditemukan menurun, namun kadarnya sama dengan kontrol sehat. Pada pasien
dengan manifestasi COVID-19 yang tidak berat ini tidak ditemukan peningkatan
kemokin dan sitokin proinflamasi, meskipun pada saat bergejala.18
Respons Imun pada Pejamu pada COVID-19 dengan Klinis Berat
Perbedaan profil imunologi antara kasus COVID-19 ringan dengan berat bisa
dilihat dari suatu penelitian di China. Penelitian tersebut mendapatkan hitung
limfosit yang lebih rendah, leukosit dan rasio neutrofil-limfosit yang lebih tinggi,
serta persentase monosit, eosinofil, dan basofil yang lebih rendah pada kasus
COVID-19 yang berat. Sitokin proinflamasi yaitu TNF-α, IL-1 dan IL-6 serta IL-8
dan penanda infeksi seperti prokalsitonin, ferritin dan C-reactive protein juga
didapatkan lebih tinggi pada kasus dengan klinis berat. Sel T helper, T supresor, dan
T regulator ditemukan menurun pada pasien COVID-19 dengan kadar T helper dan
T regulator yang lebih rendah pada kasus berat. Laporan kasus lain pada pasien
COVID-19 dengan ARDS juga menunjukkan penurunan limfosit T CD4 dan CD8.
Selain itu ditemukan pula peningkatan konsentrasi Th17 CCR6+ yang
proinflamasi.18
ARDS merupakan penyebab utama kematian pada pasien COVID-19.
Penyebab terjadinya ARDS pada infeksi SARS-CoV-2 adalah badai sitokin, yaitu
respons inflamasi sistemik yang tidak terkontrol akibat pelepasan sitokin

11
proinflamasi dalam jumlah besar ( IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7, IL-10 IL-
12, IL-18, IL-33, TNF-α, dan TGFβ) serta kemokin dalam jumlah besar (CCL2,
CCL3, CCL5, CXCL8, CXCL9, dan CXCL10), Granulocyte-colony stimulating
factor, interferon-γ- inducible protein 10, monocyte chemoattractant protein 1, dan
macrophage inflammatory protein 1 alpha juga didapatkan peningkatan. Respons
imun yang berlebihan ini dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis sehingga
terjadi disabilitas fungsional.19

Gambar 3. Skema replikasi dan patogenesis virus

2.6 Manifestasi klinis


Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara
bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan tetap
merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah, dan
batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung
tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang
penciuman dan pembauan atau ruam kulit.20
Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal pandemi, 40%
kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan mengalami penyakit sedang
termasuk pneumonia, 15% kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5% kasus
akan mengalami kondisi kritis. Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh
setelah 1 minggu. Pada kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multi-organ, termasuk gagal ginjal
atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia (lansia) dan
orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti tekanan darah

12
tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko lebih besar
mengalami keparahan.20
Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19 dibedakan menjadi tanpa gejala,
ringan, sedang, berat dan kritis.
• Tanpa Gejala: kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ada
gejala.
• Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia. Gejala
yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek, mialgia.
Gejala tidak spesifik lainnya seperti sakit tenggorokan, kongesti hidung, sakit
kepala, diare, mual muntah, hilang pembau (anosmia) atau hilang perasa (ageusia)
yang muncul sebelum onset gejala pernapasan juga sering dilaporkan. Pasien usia
tua dan immunocompromised gejala atipikal seperti fatigue, penurunan kesadaran,
mobilitas menurun, diare, hilang nafsu makan, delirium, dan tidak ada demam.
• Sedang/Moderat
Pada pasien remaja atau dewasa : pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam,
batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat termasuk SpO2 >
93% dengan udara ruangan Atau Anak-anak : pasien dengan tanda klinis pneumonia
tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas cepat dan/atau tarikan dinding dada)
dan tidak ada tanda pneumonia berat).
Kriteria napas cepat : usia <2 bulan, ≥60x/menit; usia 2–11 bulan, ≥50x/menit ; usia
1–5 tahun, ≥40x/menit ; usia >5 tahun, ≥30x/menit.
• Berat/Pneumonia Berat
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia (demam,
batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30x/menit, distress
napas berat, atau SpO2 <93% pada udara ruangan. Atau Pada pasien anak: pasien
dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau sulit bernapas), ditambah setidaknya satu
dari berikut:
- Sianosis sentral atau SpO2<93%
- Distres napas berat (napas cepat, grunting, tarikan dinding dada yang sangat
berat)
- Tanda bahaya umum: ketidakmampuan menyusui atau minum, letargi atau
penurunan kesadaran atau kejang

13
- Napas cepat/tarikan dinding dada/takipnea: usia <2 bulan: ≥60x/menit, usia 2-
11 bulan: ≥50x/menit, usia 1-5 tahun:≥40x/menit, usia >5 tahun: ≥30x/menit.
• Kritis: pasien dengan ARDS, sepsis, dan syok sepsis
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-
14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit
menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus
menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi
ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya
ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal.
Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit
menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika
tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin
yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya.22

Gambar 4. Skema perjalanan penyakit COVID-19

2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis terutama gambaran riwayat perjalanan atau riwayat kontak
erat dengan kasus terkonfirmasi atau bekerja di fasyankes yang merawat pasien
infeksi COVID-19 atau berada dalam satu rumah atau lingkungan dengan pasien
terkonfirmasi COVID-19 disertai gejala klinis dan komorbid.22
Gejala COVID-19 umumnya timbul setelah masa inkubasi 2-14 hari. demam,
lemas, dan batuk kering merupakan gejala COVID-19 yang paling sering ditemukan.
Selain itu, beberapa pasien juga mengalami nyeri tenggorokan, mialgia, dispnea, dan
batuk berdahak. Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare juga dapat

14
timbul pada pasien COVID-19. Namun, beberapa pasien bisa saja tidak mengalami
gejala atau asimtomatik. Beberapa kasus menunjukkan gejala berat seperti
pneumonia dan acute respiratory distress syndrome.22,23
Keadaan umum dan tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan pertama dan
utama dalam menentukan triase pasien. Pasien COVID-19 umumnya memiliki
temperatur ≥38°C. Pemeriksaan fisik dada pada pasien COVID-19 tidak
menunjukkan kelainan yang khas. Melalui pemeriksaan toraks, evaluasi dapat
dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien COVID-19. Berikut ini merupakan
tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien COVID-19:24
• Tanda distress pernapasan berat
Stridor dan retraksi dinding dada merupakan tanda distres pernapasan berat yang
ditemukan pada pneumonia berat.
• Perubahan suara paru
Studi mengenai suara paru pada COVID-19 sampai sekarang masih sangat
beragam dan terbatas. Terdapat kasus yang tidak menunjukkan perubahan suara
paru. Akan tetapi, beberapa studi lain melaporkan adanya wheezing dan ronkhi
basah halus pada auskultasi paru pasien COVID-19, seperti halnya pneumonia viral
pada umumnya.
Pada pemeriksaan tenggorokan, dapat ditemukan hiperemis pada faring
minimal. Selain itu, ruam-ruam samar juga dapat terlihat pada beberapa kasus.
Pemeriksaan generalisata pada pasien COVID-19 juga dapat dilakukan untuk
mengetahui progresivitas penyakit.24
Diagnosis COVID-19 didasari dengan pemeriksaan penunjang. CT scan
toraks nonkontras merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi COVID-19. Nucleic acid ampilification test (NAAT) seperti RT-
PCR dengan jenis spesimen usap nasofaring dan orofaring merupakan baku emas
untuk konfirmasi diagnosis COVID-19.25
• Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
Konfirmasi diagnosis COVID-19 umumnya ditentukan dengan deteksi
sekuens unik virus RNA pada NAAT. Real time reverse transcription polymerase
chain reaction (RT-PCR) merupakan salah satu contoh NAAT yang dapat
melakukan sequencing asam nukleat virus RNA. Jenis sampel untuk pemeriksaan
NAAT dapat berasal dari

15
saluran napas bawah, seperti sputum, aspirasi, dan lavage, atau saluran napas atas,
seperti usap nasofaring, orofaring, atau aspirasi nasofaring wash.25
Untuk menegakkan diagnosis, pengambilan sampel usap tenggorok untuk
pemeriksaan RT-PCR dilakukan pada hari pertama dan kedua. Apabila hasil RT-
PCR hari pertama positif, maka pemeriksaan di hari kedua tidak perlu dilakukan.
Pada keadaan berat atau kritis, pemeriksaan RT-PCR follow-up dapat dilakukan 10
hari setelah pengambilan usap dengan hasil yang positif. Apabila klinis pasien
membaik dan pasien bebas demam selama tiga hari, pemeriksaan RT-PCR
dilakukan kembali. Hasil RT-PCR yang tetap positif dapat menandakan bahwa
pasien dalam kondisi positif persisten yang disebabkan oleh terdeteksinya fragmen
atau partikel virus yang sudah tidak aktif. Dalam hal ini, pertimbangkan untuk
melakukan cycle threshold (CT) value untuk menilai apakah pasien infeksius atau
tidak. Hasil RT-PCR negatif tidak dapat menyingkirkan infeksi virus COVID-19.
Beberapa faktor seperti rendahnya kualitas spesimen, waktu pengambilan
spesimen yang terlalu lambat atau terlalu cepat, penyimpanan atau pengiriman
spesimen yang tidak benar, teknik pengambilan sampel yang tidak tepat, serta
mutasi virus dan inhibisi polymerase chain reaction (PCR) dapat menyebabkan
hasil negatif palsu.25
• Rapid Test
Rapid test adalah pemeriksaan serologi yang menggunakan sampel
serum. Saat ini, rapid test untuk COVID-19 terdiri dari 2 jenis, yaitu tes untuk
mendeteksi antigen dan antibodi. Rapid test antibodi dapat mendeteksi
imunoglobulin M (IgM) dan imunoglobulin G (IgG) terhadap virus SARS-CoV-2
dalam sampel darah manusia. Antibodi IgM diketahui memiliki peranan penting
sebagai pertahanan utama saat terjadi infeksi virus, sementara respons IgG adalah
melindungi tubuh dari infeksi dengan cara mengingat virus yang sebelumnya
pernah terpapar di dalam tubuh.26
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan umum yang dapat
menunjang diagnosis COVID-19. Berikut merupakan tes laboratorium yang dapat
dilakukan pada pasien COVID-19:
• Pemeriksaan Darah

16
Kelainan laboratorium darah pasien COVID-19 yang telah dilaporkan
beberapa studi meliputi: limfopenia, leukopenia, leukositosis, eosinopenia,
trombositopenia.27
• Analisa Gas Darah
Analisa gas darah (AGD) umumnya dilakukan pada pasien COVID-19
dengan keadaan buruk, seperti sesak berat atau sepsis. Hipoksemia dapat
ditemukan pada pasien dengan keadaan berat. Pada pasien dengan hiperventilasi,
umumnya akan ditemukan alkalosis respiratorik.27
Rhabdomyolysis juga dilaporkan sebagai komplikasi akhir pasien COVID-
19, sehingga penemuan asidosis laktat dengan peningkatan anion gap juga dapat
ditemukan. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) dapat didiagnosis dengan
PaO2/FiO2 ≤300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤315 mmHg. Beberapa kelainan hasil
laboratorium juga ditemukan pada pasien COVID-19 meliputi: peningkatan laktat
dehidrogenase, peningkatan kadar ferritin, peningkatan aminotransferase,
peningkatan prokalsitonin, peningkatan D-dimer.27
Berikut merupakan pencitraan yang dapat dilakukan pada pasien COVID-19:
• CT scan toraks nonkontras
Pemeriksaan CT scan toraks nonkontras disarankan dilakukan pada pasien
yang dicurigai terjangkit COVID-19. Kelainan pada CT scan umumnya
terdistribusi bilateral, periferal, dan pada basal. Berikut ini merupakan beberapa
tanda yang ditemukan pada pemeriksaan CT scan toraks nonkontras:27
- Ground glass oppacification (GGO) dengan distribusi perifer atau posterior,
terutama lobus bawah.
- Crazy paving appearance: GGO dengan penebalan septal inter/intralobular.
- Konsolidasi bilateral, perifer, dan basal
- Penebalan bronkovaskular
- Bronkiektasis traksi
Beberapa tanda atipikal pada CT scan toraks pasien COVID-19 yang pernah
dilaporkan: limfadenopati mediastinal, efusi pleura, nodul pulmonary kecil
multipel.27
• Rontgen Toraks
Rontgen toraks merupakan pemeriksaan yang tidak sensitif dan sering kali
menunjukkan gambaran normal pada awal perjalanan penyakit. Distribusi

17
bilateral/multilobular umum ditemukan pada pasien COVID-19. Penampakan
Rontgen toraks yang umumnya ditemukan pada pasien COVID-19 adalah opasitas
asimetrik difus atau patchy seperti pneumonia yang diakibatkan coronavirus jenis
lainnya, seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS).27

2.8 Diagnosis banding


Presemtasi klinis COVID-19 umumnya sulit dibedakan dengan penyakit
infeksi saluran napas lainnya. Oleh karena itu, riwayat kontak dan bepergian
merupakan faktor penting dalam penegakan diagnosis.
• Pneumonia Viral Lain
Pasien COVID-19 pada umumnya menunjukkan presentasi klinis yang sama
dengan pneumonia viral lainnya, yaitu demam, batuk kering, dan dispnea. Pada
pemeriksaan fisik, umumnya ditemukan ronkhi basah halus pada paru. Riwayat
kontak dan bepergian merupakan hal yang dapat membantu klinisi membedakan
penyakit ini. Selain itu, pemeriksaan tes konfirmasi COVID-19 dengan RT-PCR
dari spesimen usap nasofaring dapat menegakkan diagnosis. Beberapa penyebab
pneumonia viral yag sering yaitu: Influenza, Prainfluenza, Humamn
metapneumovirus, Human Rhinovirus, Adenovirus, Respiratory syncytial virus.28
• Pnemonia Bakterial
Pasien pneumonia bakterial memiliki presentasi klinis yang menyerupai COVID-
19, yaitu demam, batuk, dan dispnea. Akan tetapi, pada pneumonia bakterial
terkadang ditemukan gejala nyeri pleuritik. Selain itu, pada pemeriksaan fisik
umumnya ditemukan tanda-tanda konsolidasi, yaitu suara pekak pada perkusi
toraks, ronkhi basah halus pada auskultasi, dan suara napas tubular pada lapangan
paru. Pada pemeriksaan sputum, umumnya akan ditemukan leukosit
polimorfonuklear dan predominan organisme bakterial. Beberapa penyebab infeksi
bakteri yaitu: Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae, Moraxella
catarrhalis.28
• Pneumonia atipikal
Beberapa penyebab pneumonia atitipkal yang sering meliputi Legionellosis,
Mycoplasma pneumoniae.

18
2.9 Tata laksana
Tatalaksana Kasus Konfirmasi COVID-19
• Tanpa Gejala2,29
a. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis
konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas public yang
dipersiapkan pemerintah.
- pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP).
- kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan klinis
- pengambilan swab untuk PCR dilakukan pada hari ke-1,2 dan 10 hari setelah
pengambilan swab yang hasilnya positif.
b. Non-farmakologis: berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan
- Pasien:
• Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
• Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi
dengan anggota keluarga
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin
• Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
• Upayakan kamar tidur sendiri/terpisah
• Menerapkan etika batuk (diajarkan tenaga medis)
• Alat makan minum segera dicuci dengan air/sabun
• Berjemur matahari minimal 10-15 menit setiap hari (sebelum jam 9 pagi
dan setelah jam 3 sore)
• Pakaian yang telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastic/
wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor keluarga yang lain
sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci
• Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari
• Segera berinformasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika terjadi
peningkatan suhu tubuh>38°C
- Lingkungan/kamar
• Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara

19
• Membuka jendela kamar secara berkala
• Bila memungkinkan menggunakan APD saat bersihkan kamar
(setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan goggle)
• Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer sesering
mungkin
• Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan desinfektan
lainnya.
- Keluarga
• Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
periksa diri ke FKTP/rumah sakit
• Anggota keluarga senantiasa pakai masker
• Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
• Senantiasa cuci tangan
• Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
• Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar
• Bersihkan sesering mungkin daerah yang mungkin tersentuh pasien
misalnya gagang pintu dll.
c. Farmakologi
• Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminumterapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACEinhibitor dan
Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis Penyakit
Dalam ATAU Dokter Spesialis Jantung
• Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.
• Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.

20
• Derajat Ringan2,29
a. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari sejak
muncul gejala ditambah 3 hari bebas demam dna gangguan pernapasan. Isolasi
dapat dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas public yang dipersiapkan
pemerintah.
- Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi pasien
- Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat
- Pengambilan swab untuk PCR dilakukan pada hari ke-1,2 dan 10 hari setelah
pengambilan swab yang hasilnya positif.
b.Non-farmakologis: edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan
edukasi tanpa gejala)
c.Farmakologi
• Vitamin C dengan pilihan ;
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama 30 hari),
- Dianjurkan vitamin yang komposisi mengandung vitamin C,B, E, Zink
• Azitromisin 1x500mg per hari selama 5 hari
• Salah satu dari antivirus berikut ini:
- Oseltamivir (Tamiflu) 75 mg/12jam/oral selama 5-7 hari, ATAU
- Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2x400/100mg selama 10 hari,
ATAU
- Favipiravir (Avigan) 600mg/12 jam/ oral selama 5 hari
• Klorokuin fosfat 500mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) atau Hidroksiklorokuin
(sediaan yang ada 200 mg) dosis 400 mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari) dapat
dipertimbangkan apabila pasien dirawat inap di RS dan tidak ada
kontraindikasi.
• Pengobatan simtomatis seperti parasetamol jika demam.
• Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat Modern Asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.

21
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
• Derajat Sedang2,29
a. Isolasi dan Pemantauan
- Rujuk ke RS ke raung perawatan COVID-19/RS Darurat COVID-19
- Isolasi di RS ke Ruang perawatan COVID-19/RS Darurat COVID-19.
- Pengambilan swab untuk PCR dilakukan pada hari ke-1,2 dan 10 hari setelah
pengambilan swab yang hasilnya positif.
b.Non-farmakologis:
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi/terapi
cairan, oksigen
• Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan hitung jenis,
bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati dan
foto toraks secara berkala.
c.Farmakologi
• Vitamin C 200-400mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drips IV selama perawatan.
• Diberikan terapi farmakologis berikut:
- Klorokuin fosfat 500mg/12 jam oral (untuk 5-7 hari) atau
Hidroksiklorokuin (sediaan yang ada 200 mg) hari pertama 400 mg/12
jam/oral, selanjutnya 400mg/24 jam/oral (untuk 5-7 hari), Ditambah
- Azitromisin 500mg/24 jam per IV atau per oral (untuk 5-7 hari) atau
sebagai alternative Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi
bakteri: dosis 750 mg/24 jam per IV atau per oral (untuk 5-7 hari),
Ditambah
- Salah satu antivirus berikut:
• Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari, Atau
• Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2x 400/100mg selama 10
hari. Atau
• Favipiravir (Avigan sediaan 200mg) loading dose 1600mg/12 jam oral
hari ke-1 dan selanjutnya 2x600 mg (hari ke 2-5), Atau
• Ramdesivir 200 mg IV drip/3 jam selama 9-13 hari
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
• Pengobatan simtomatis (paracetamol dll)

22
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada
• Derajat Berat/Kritis2,29
a. Isolasi dan Pemantauan
- Isolasi di ruang isolasi RS Rujukan atau rawat secara kohorting
- Pengambilan swab untuk PCR dilakukan pada hari ke-1,2 dan 10 hari setelah
pengambilan swab yang hasilnya positif.
b.Non-farmakologis:
• Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi/terapi
cairan, oksigen
• Pemantauan laboratorium darah perifer lengkap berikut dengan hitung jenis,
bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi hati,
hemostasis, LDH, D-dimer
• Pemeriksaan foto toraks serial bila perburukan.
• Monitor tanda-tanda sebagai berikut:
- Takipnea, frekuensi napas ≥30x/min
- Saturasi Oksigen dengan pulse oximetry ≤93% (di jari)
- PaO2/FiO2 ≤300 mmHg
- Peningkatan sebanyak > 50% di keterlibatan area paru-paru pada pencitraan
thoraks dalam 24-48 jam
- Limfopenia progresif
- Peningkatan CRP progresif
- Asidosis laktat progresif
• Monitor keadaan kritis:
- Gagal napas yg membutuhkan ventilasi mekanik, syok atau gagal multiorgan
yang memerlukan perawatan ICU.
- Bila terjadi gagal napas disertai ARDS pertimbangkan penggunaan ventilator
mekanik
- 3 langkah yang penting dalam pencegahan perburukan penyakit, yaitu
sebagai berikut
o Gunakan high flow nasal cannula (HFNC) atau non-invasive
mechanical ventilation (NIV) pada pasien dengan ARDS atau efusi
paru luas. HFNC lebih disarankan dibandingkan NIV.

23
o Pembatasan resusitasi cairan, terutama pada pasien dengan edema
paru.
o Posisikan pasien sadar dalam posisi tengkurap (awake prone
position).
c.Farmakologi
• Vitamin C 200-400mg/8 jam dalam 100 cc NaCl 0,9% habis dalam 1 jam
diberikan secara drips IV selama perawatan.
• Vitamin B1 1 ampul/24 ja m/iv
• Klorokuin fosfat 500mg/12 jam oral (hari le 1-3) dilanjutkan 250 mg/12
jam/oral (hari ke 4-10) ATAU Hidroksiklorokuin dosis 400mg/ 24 jam/oral
(untuk 5 hari), setiap 3 hari kontrol EKG
• Azitromisin 500mg/24 jam per IV atau per oral (untuk 5-7 hari) atau sebagai
alternative Levofloksasin dapat diberikan apabila curiga ada infeksi bakteri:
dosis 750 mg/24 jam per IV atau per oral (untuk 5-7 hari)
• Bila terdapat kondisi sepsis yang diduga kuat oleh karena ko-infeksi bakteri,
pemiihan antibiotic disesuaikan dengan kondisi klinis, focus infeksi dan faktor
risiko yang ada pada pasien. Pemeriksaan kultur darah harus dikerjakan dan
pemeriksaan kultur sputum (dengan kehati-hatian khusus) patut
dipertimbangkan.
• Antivirus:
- Oseltamivir 75 mg/12 jam oral selama 5-7 hari, Atau
- Kombinasi Lopinavir + Ritonavir (Aluvia) 2x 400/100mg selama 10 hari.
Atau
- Favipiravir (Avigan sediaan 200mg) loading dose 1600mg/12 jam oral hari
ke-1 dan selanjutnya 2x600 mg (hari ke 2-5), Atau
- Ramdesivir 200 mg IV drip/3 jam dilanjutkan 1x100mg IV drip/3 jam
selama 9-13 hari
• Antikoagulan LMWH/UFH berdasarkan evaluasi DPJP
• Deksametason dengan dosis 6 mg/24 jam selama 10 hari atau kortikosteroid
lain yang setara seperti hidrokortison pada kasus berat yang mendapat terapi
oksigen atau kasus berat dengan ventilator.
• Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada

24
• Apabila terjadi syok, lakukan tatalaksana syok sesuai pedoman tatalaksana
syok yang sudah ada.
• Obat suportif lainnya diberikan sesuai indikasi
• Pertimbangkan untuk diberikan terapi tambahan lain sesuai kondisi klinis pasien
dan ketersediaan di fasilitas pelayanan kesehatan masing-masing apabila terapi
standard tidak memberikan respons perbaikan. Contohnya anti-IL 6
(tocilizumab), plasma konvalesen, Mesenchymal Stem Cell (MSCs)/ Sel Punca
dan lainlain.
• Tatalaksana Pasien Belum Terkonfirmasi COVID-19
• Tanpa Gejala2,29
- Kasus kontak erat yang belum konfirmasi dan tidak memiliki gejala harus
melakukan karantina mandiri di rumah selama maksimal 14 hari sejak kontak
terakhir dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19
- Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk dibawa ke rumah)
- Vitamin C 3x1 tablet
- Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat modern asli
Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat dipertimbangkan untuk
diberikan namun dengan tetap memperhatikan perkembangan kondisi klinis
pasien.
- Khusus petugas Kesehatan yang kontak erat, segera lakukan pemeriksaan RT-
PCR sejak kasus dinyatakan sebagai kasus probable atau konfirmasi sesuai
dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019
Kemenkes RI.

• Derajat Ringan2,29
a. Isolasi dan Pemantauan
- Melakukan isolasi mandiri selama maksimal 14 hari di rumah
- Pemeriksaan PCR swab nasofaring dilakukan petugas laboratorium setempat
atau FKTP pada hari 1 dan 2 dengan selang waktu > 24 jam serta bila ada
perburukan sesuai dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19
Kemenkes RI.
- Pemantauan terhadap suspek dilakukan berkala selama menunggu hasil
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh FKTP.

25
b. Non Farmakologis
- Pemeriksaan Hematologi lengkap di FKTP, mis. Puskesmas
- Pemeriksaan yang disarankan: hematologi rutin, hitung jenis leukosit, LED
- Foto toraks
- DIberi edukasi apa yang harus dilakukan
• Pribadi:
• Pakai masker dika keluar
• Jaga jarak dengan keluarga
• Kamar tidur sendiri
• Menerapkan etika batuk
• Alat makan minum segera dicuci dengan air/sabun
• Berjemur sekitar 10-15 menit pada sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3
sore
• Pakaian yang telah dipakai sebaiknya masukkan dalam kantong plastic/
wadah tertutup sebelum dicuci dan segera dimasukkan mesin cuci
• Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi dan jam 7 malam
• Sedapatnya memberikan informasi ke petugas pemantau /FKTP atau
keluarga jika terjadi peningkatan suhu tubuh > 38C
• Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventialsi,cahaya, dan udara
- Sebaiknya saat pagi membuka jendela kamar
- Saat membersihkan kamar pakai APD ( masker dan goggle)
- Besihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya.
• Keluarga:
- Kontak erat sebaiknya memeriksakan diri
- Anggota keluarga senantiasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1 meter
- Senantiasa ingat cuci tangan
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar.
- Bersihkan sesering mungkin daerah yang mungkin tersentuh pasien
misalnya gagang pintu dll.

26
c. Farmakologis
- Vitamin C 3x1 tablet
- Obat-obatan suportif baik tradisional maupun OMAI yang teregistrasi di
BPOM dapat dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap
memperhatikan perkembangan kondisi klinis pasien.
- Azitromisin 500mg/24 jam oral (untuk 3 hari) kalau tidak ada bisa pakai
Levofloksasin 750 mg/24 jam (5 hari) sambil menunggu hasil swab
- Simtomatis ([arasetamol dll)
• Derajat Sedang, Berat, Kritis2,29
a. Isolasi dan Pemantauan
- Rawat di RS/RS Rujukan sampai memenuhi kriteria untuk dipulangkan dari
RS
- Dilakukan isolasi di RS sejak seseorang dinyatakan sebagai kasus suspek.
Isolasi dapat dihentikan apabila telah memenuhi kriteria sembuh.
- Pemeriksaan PCR swab nasofaring hari 1 dan 2 dengan selang waktu > 24
jam sesuai dengan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19
b. Non farmakologis
- Istirahat total, asupan kalori adekuat, kontrol elektrolit, status hidrasi (terapi
cairan), dan oksigen
- Pemantauan laboratorium Darah Perifer Lengkap berikut dengan hitung
jenis, bila memungkinkan ditambahkan dengan CRP, fungsi ginjal, fungsi
hati, Hemostasis, LDH, D-dimer.
- Pemeriksaan foto toraks serial
c. Farmakologi
- Bila ditemukan pneumonia, tatalaksana sebagai pneumonia yang dirawat di
Rumah Sakit.
- Kasus pasien suspek dan probable yang dicurigai sebagai COVID-19 dan
memenuhi kriteria beratnya penyakit dalam kategori sedang atau berat atau
kritis (lihat bab definisi kasus) ditatalaksana seperti pasien terkonfirmasi
COVID-19 sampai terbukti bukan.
Tatalaksana COVID-19 dengan komorbid Diabetes Melitus
Strategi pengelolaan kadar glukosa berdasarkan tipe diabetes melitus pada
pasien COVID-19.30,31

27
• Diabetes melitus tipe 1
- Pompa insulin atau insulin basal-bolus adalah regimen yang optimal.
- Insulin analog adalah pilihan pertama yang direkomendasikan.
- Pengobatan insulin harus secara terindividualisasi.
• Diabetes melitus tipe 2
- Pasien Covid-19 gejala ringan dengan peningkatan glukosa ringan-sedang,
obat antidiabetes non insulin dapat digunakan.
- Pasien dengan gejala sedang-berat atau diobati dengan glukokortikoid,
pengobatan dengan insulin adalah pilihan pertama.
- Insulin IV direkomendasikan untuk pasien dengan kondisi kritis.
• Glucocorticoid-associated diabetes (DM tipe lain)
- Pemantauan kadar glukosa darah setelah makan sangat penting karena pada
glucocorticoid-associated diabetes peningkatan glukosa sering terjadi pada
waktu setelah makan dan sebelum tidur.

Strategi pengelolaan kadar glukosa berdasarkan klasifikasi kondisi klinis.30,31


• Gejala ringan (umumnya di rawat jalan)
- Obat antidiabetes oral dan insulin dapat dilanjutkan sesuai dengan regimen
awal.
- Progresifitas Covid-19 dapat dipercepat dan diperburuk dengan adanya
hiperglikemia. Pasien dengan komorbid diabetes direkomendasikan untuk
meningkatkan frekuensi pengukuran kadar glukosa (pemantauan glukosa
darah mandiri), dan berkonsultasi dengan dokter untuk penyesuaian dosis
bila target glukosa tidak tercapai.
- Prinsip-prinsip pengelolaan diabetes di rawat jalan pada pasien Covid-19
mengikuti kaidah sick day management pada penyandang diabetes.
• Gejala sedang (umumnya di rawat inap)
- Pertahankan regimen awal jika kondisi klinis pasien, nafsu makan, dan kadar
glukosa dalam batas normal.
- Ganti obat antidiabetes oral dengan insulin untuk pasien dengan gejala
Covid-19 yang nyata yang tidak bisa makan secara teratur.
- Disarankan untuk mengganti regimen insulin premix menjadi insulin basal-
bolus agar lebih fleksibel dalam mengatur kadar glukosa.

28
- Prinsip-prinsip pengelolaan diabetes dengan infeksi Covid-19 di rawat inap
mengikuti kaidah tatalaksana hiperglikemia di rawat inap.
• Berat dan Kritis (HCU/ICU)
- Insulin intravena harus menjadi pengobatan lini pertama
- Pasien yang sedang dalam pengobatan continuous renal replacement therapy
(CRRT), proporsi glukosa dan insulin dalam larutan penggantian harus
ditingkatkan atau dikurangi sesuai dengan hasil pemantauan kadar glukosa
untuk menghindari hipoglikemia dan fluktuasi glukosa yang berat.
Prinsip Pengelolaan Kadar Glukosa30,31
• Pengobatan insulin adalah pilihan pertama jika diabetes disertai infeksi berat:
- Untuk pasien yang tidak kritis, injeksi insulin subkutan direkomendasikan dan
dosis dasar sesuai ke dosis untuk rawat jalan.
- Untuk pasien kritis, variable rate intravenous insulin infusion (VRIII) lebih
disarankan.
- Pengobatan insulin intravena harus dimulai dalam kombinasi dengan infus
cairan secara hati-hati jika terdapat gangguan metabolisme glukosa yang berat
dengan gangguan asam basa dan gangguan cairan dan elektrolit.
• Jika kondisi klinis stabil dan asupan makan baik, pasien dapat melanjutkan obat
antidiabetes oral seperti sebelum dirawat.
• Menggunakan insulin NPH (Neutral Protamin Hagedorn) dan insulin kerja panjang
selama pengobatan dengan glukokortikoid untuk mengontrol kadar glukosa.
• Pemantauan glukosa darah 4-7 titik selama pengobatan insulin.

2.10 Vaksinasi

A. Apa itu Vaksinansi?


Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu
menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia terhadap suatu penyakit .
Vaksin bukanlah obat, vaksin mendorong pembentukan kekebalan spesifik tubuh
agar terhindar dari tertular ataupun kemungkinan sakit berat. Selama belum ada
obat yang defenitif untuk COVID-19, maka vaksin COVID-19 yang aman dan
efektif serta perilaku 3M (memakasi masker, mencuci tangan dengan sabun dan
menjaga jarak) adalah upaya perlindungan yang bisa kita lakukan agar terhindar
dari penyakit COVID-19.33

Vaksinasi bertujuan untuk memberikan kekebalan spesifik terhadap suatu


penyakit tertentu sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut

29
maka tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Tentu, apabila seseorang
tidak menjalani vaksinasi maka ia tidak akan memiliki kekebalan spesifik terhadap
penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi tersebut. Apabila
cakupan vaksinasi tinggi dan merata di suatu daerah maka akan terbentuk
kekebalan kelompok (herd immunity). Kekebalan kelompok inilah yang
menyebabkan proteksi silang, dimana anak tetap sehat meskipun tidak diimunisasi
karena anak-anak lainnya di lingkungan tempat tinggalnya sudah mendapatkan
imunisasi secara lengkap, sehingga anak yang tidak diimunisasi ini mendapatkan
manfaat perlindungan melalui kekebalan kelompok yang ditimbulkan dari cakupan
imunisasi yang tinggi tadi. Anak yang tidak diimunisasi tersebut dilindungi oleh
orangorang disekitarnya yang telah kebal terhadap penyakit tertentu sehingga
risiko tertular penyakit dari orang sekitarnya menjadi kecil. Hal ini menunjukan
bahwa imunisasi dengan cakupan yang tinggi dan merata sangatlah penting.33,34

Per 25 maret 2021, setidaknya terdapat lebih dari 200 kandidat vaksin
tambahan sedang dikembangkan, di mana lebih dari 100 sedang dalam
pengembangan klinis.

https://vaccinemapper.nd.edu/vaccine-design/35

30
Dosis dan cara pemberian harus sesuai dengan yang direkomendasikan untuk
setiap jenis vaksin COVID-19. Tabel di bawah ini menjelaskan dosis pemberian
untuk setiap jenis platform vaksin COVID-19 yang digunakan di Indonesia.33

Kelompok prioritas penerima vaksin adalah penduduk yang berdomisili di


Indonesia yang berusia ≥ 18 tahun. Kelompok penduduk berusia di bawah 18 tahun
dapat diberikan vaksinasi apabila telah tersedia data keamanan vaksin yang
memadai dan persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use
authorization) atau penerbitan nomor izin edar (NIE) dari Badan Pengawas Obat
dan Makanan.33,34

Vaksinansi dilaksanakan dalam 4 tahapan dengan mempertimbangkan


ketersediaan, waktu kedatangan dan Tahapan pelaksanaan vaksinasi COVID 19
dilaksanakan sebagai berikut:33

1. Tahap 1 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021 Sasaran vaksinasi


COVID-19 tahap 1 adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga
penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran
yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

2. Tahap 2 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021 Sasaran vaksinasi


COVID19 tahap 2 adalah: a. Petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas
pelayanan publik lainnya yang meliputi petugas di
bandara/pelabuhan/stasiun/terminal, perbankan, perusahaan listrik negara, dan

31
perusahaan daerah air minum, serta petugas lain yang terlibat secara langsung
memberikan pelayanan kepada masyarakat. b. Kelompok usia lanjut (≥ 60 tahun).

3. Tahap 3 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022 Sasaran vaksinasi


COVID-19 tahap 3 adalah masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan
ekonomi.

4. Tahap 4 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022 Sasaran vaksinasi


adalah masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan kluster
sesuai dengan ketersediaan vaksin. Pentahapan dan penetapan kelompok prioritas
penerima vaksin dilakukan dengan memperhatikan Roadmap WHO Strategic
Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) serta kajian dari Komite
Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group.

Pelayanan vaksinasi COVID-19 dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota atau milik masyarakat/ swasta yang memenuhi persyaratan,
meliputi:33

1. Puskesmas, Puskesmas Pembantu

2. Klinik

3. Rumah Sakit dan/ atau

4. Unit Pelayanan Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Pemberian vaksinasi COVID-19 dilakukan oleh dokter, perawat atau bidan


yang memiliki kompetensi. vaksin diberikan hanya untuk mereka yang sehat. Ada
beberapa kriteria inidvidu atau kelompok yang tidak boleh di imunisasi Covid-19:33

a. Orang yang sedang sakit Orang yang sedang sakit, tidak boleh menjalani
vaksinasi. Jika sedang sakit, peserta harus sembuh terlebih dahulu sebelum
divaksin.

b. Memiliki penyakit penyerta. Orang dengan penyakit penyerta yang tidak


terkontrol seperti diabetes atau hipertensi disarankan tidak menerima vaksin. Oleh
karena itu, sebelum pelaksanaan vaksinasi, semua orang akan dicek kondisi
tubuhnya terlebih dahulu. Mereka yang memiliki penyakit komorbid harus dalam
kondisi terkontrol untuk mendapat persetujuan vaksinasi dari dokter yang merawat.

c. Tidak sesuai usia Sesuai anjuran pemerintah, orang yang mendapat vaksin
COVID-19 adalah kelompok usia 18+ tahun. Artinya, mereka yang diluar
kelompok tersebut seperti anak-anak, belum boleh menerima vaksin.

d. Memiliki riwayat autoimun.

e. Penyintas COVID-19

32
f. wanita hamil dan menyusui

B. Apa itu KIPI (Kejadian Ikutan Paska Imunisasi)?

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) merupakan semua kejadian


medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian dan diduga berhubungan
dengan imunisasi. Misalnya demam atau nyeri pada area suntikan. Reaksi yang
mungkin terjadi setelah vaksinasi COVID-19 hampir sama dengan vaksin yang
lain. Beberapa gejala tersebut antara lain:33,34

1. Reaksi lokal, seperti nyeri, kemerahan, bengkak pada tempat suntikan dan reaksi
lokal lain yang berat, misalnya selulitis.

2. Reaksi sistemik seperti demam, nyeri otot seluruh tubuh (myalgia), nyeri sendi
(atralgia), badan lemah, dan sakit kepala.

3. Reaksi lain, seperti alergi misalnya urtikaria, oedem, reaksi anafilaksis, dan
syncope (pingsan).

2.11 Komplikasi
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi Yang, dkk.
menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas ARDS,
melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas kardiak
(23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%). Komplikasi lain yang telah
dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi intravaskular diseminata (KID),
rabdomiolisis, hingga pneumomediastinum.32
Liu, dkk menunjukkan bahwa ekspresi ACE2 di pankreas tinggi dan lebih
dominan di sel eksokrin dibandingkan endokrin. Hal ini juga diperkuat data
kejadian pankreatitis yang telah dibuktikan secara laboratorium dan radiologis.
Bila ini memang berhubungan, maka perlu perhatian khusus agar tidak berujung
pada pankreatitis kronis yang dapat memicu inflamasi sistemik dan kejadian ARDS
yang lebih berat. Namun, peneliti belum dapat membuktikan secara langsung
apakah SARS-CoV-2 penyebab kerusakan pankreas karena belum ada studi yang
menemukan asam nukleat virus di pankreas.36
Miokarditis fulminan telah dilaporkan sebagai komplikasi COVID-19.
Temuan terkait ini adalah peningkatan troponin jantung, myoglobin, dan n-
terminal brain natriuretic peptide. Pada pemeriksaan lain, dapat ditemukan
hipertrofi ventrikel kiri, penurunan fraksi ejeksi, dan hipertensi pulmonal.
Miokarditis diduga terkait melalui mekanisme badai sitokin atau ekspresi ACE2 di
miokardium.37

33
Peningkatan transaminase dan biliriubin sering ditemukan, tetapi kerusakan
liver signifikan jarang ditemukan dan pada hasil observasi jarang yang berkembang
menjadi hal yang serius. Keadaan ini lebih sering ditemukan pada kasus COVID-
19 berat. Elevasi ini umumnya maksimal berkisar 1,5 - 2 kali lipat dari nilai normal.
Terdapat beberapa faktor penyebab abnormalitas ini, antara lain kerusakan
langsung akibat virus SARS-CoV-2, penggunaan obat hepatotoksik, ventilasi
mekanik yang menyebabkan kongesti hati akibat peningkatan tekanan pada paru.38

2.12 Prognosis
Prognosis COVID-19 dipengaruhi banyak faktor. Studi Yang X, dkk.
melaporkan tingkat mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38% dengan
median lama perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari. Peningkatan kasus
yang cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan dengan beban pasien yang
tinggi. Hal ini meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut. Laporan lain
menyatakan perbaikan eosinofil pada pasien yang awalnya eosinofil rendah diduga
dapat menjadi prediktor kesembuhan.39

34
BAB III

STATUS ORANG SAKIT

Data Pasien: Nama: Ny.F Nomor Rekam Medik: 00.69.34


Nama RS: RSUD Tanjung Usia : 67 Tahun Tanggal Masuk : 02 April 2021
Pura Langkat
1. Gambaran Klinis Pasien

Seorang perempuan, 67 tahun datang ke IGD RSUD Tanjung Pura dengan keluhan
sesak nafas. Hal ini sudah dirasakan os sejak ± 3 hari sebelum masuk RS. Sesak
nafas dirasakan terus menerus dan memberat 1 hari ini. Sesak semakin meningkat
saat beraktivitas dan hanya sedikit berkurang dengan istirahat. Riwayat terbangun
tiba- tiba pada malam hari karena sesak nafas disangkal. Riwayat terasa sesak nafas
saat tidur telentang disangkal. Sesak tidak dipengaruhi oleh emosi, cuaca, debu
maupun makanan.Riwayat kaki bengkak disangkal. Os juga mengeluhkan demam
sejak 4 hari SMRS. Demam bersifat naik turun, dan terutama meningkat pada sore
menjelang malam hari. Keluhan demam membaik setiap pasien mengonsumsi obat
penurun panas, namun sesudah tidak mengonsumsi obat suhu tubuh kembali naik.
Pasien juga mengeluhkan batuk tanpa disertai dahak sejak 4 hari SMRS. Keluhan
lain yaitu mulut terasa pahit dan sulit merasakan rasa makanan sejak 4 hari SMRS
dan mengakibatkan nafsu makan menurun. Keluhan mual dan muntah tidak
dijumpai. Pasien juga mengeluhkan seluruh badan terasa sakit. Riwayat gangguan
penciuman tidak dijumpai, riwayat nyeri tenggorokan dan nyeri menelan tidak
dijumpai. BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat pernah mengeluhkan
keluhan yang serupa disangkal. Riwayat menderita kencing manis (+) sejak 20 tahun
yang lalu, pasien teratur berobat ke dokter dan menggunakan insulin. Riwayat darah
tinggi sejak 7 tahun lalu dan mengkonsumsi amlodipin.. Riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama tidak dijumpai. Riwayat berpergian disangkal. Riwayat kontak
dengan pasien probable/konfirmasi kasus COVID disangkal.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit seperti ini tidak dijumpai
Riwayat diabetes mellitus dijumpai sejak 20 tahun lalu, konsumsi insulin.
Riwayat hipertensi sejak 7 tahun lalu dan mengkonsumsi amlodipin

35
Riwayat Sakit Paru disangkal
Riwayat Sakit jantung disangkal
Riwayat Alergi obat disangkal
3. Riwayat Keluarga
Riwayat sakit serupa disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM dijumpai
Riwayat Sakit Jantung disangkal
4. Riwayat pekerjaan dan pendidikan
Pasien tidak bekerja. Pendidikan terakhir pasien adalah SMA. Biaya pengobatan
ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: sakit berat
b. Kesadaran: compos mentis, GCS: E4M6V5
c. Tanda vital:
• Tekanan darah: 90/60 mmHg
• Nadi:115 x/menit
• Respirasi: 39 x/menit
• Sp02 : 46%
• Suhu : 36 0C
• Berat Badan : 89 kg
• Tinggi Badan : 159 cm
d. Kepala: Normochepali
e. Mata: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil isokor kiri
kanan
f. Hidung : pernapasan cuping hidung dijumpai, , septum medial.
g. Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-).
h. Leher: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar
i. Thorax : Retraksi (-)
Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

36
Perkusi : Batas jantung kesan dalam batas normal
Batas Atas : linea para sternalis sinistra ICS 2
Batas kanan : linea sternalis dextra ICS 4
Batas Kiri : linea midclavicula sinistra ICS 4
Auskultasi : Bunyi jantung I-II tunggal, reguler, murmur (-)
Paru
Inspeksi: Normochest, jejas (-), pergerakan simetris kiri-kanan, pergerakan
cepat dan dangkal.
Palpasi: Krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi: Sonor pada lapangan paru kanan dan beda pada lapangan paru kiri
bawah
Auskultasi: Bunyi pernapasan vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (-/-)

j. Abdomen:
Inspeksi : Datar, massa (-)
Palpasi : massa (-) nyeri tekan (-) lapang perut, hepar/lien tidak
teraba, Ginjal : Nyeri ketok (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
k. Ekstremitas: Edema(-/-), akral dingin (+/+), capillary refill <2”
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium (02/04/2021):
Darah Rutin

Hb : 12,9 g/Dl 12-16

Eritrosit : 4,56 * 105/mm3 400.000-500.000

Trombosit : 210*103 /µL 150.000-400.000

Leukosit : 10.400 / mm3 4.000-11.000

Ht : 35,8 % 37-47

MCV : 78,4 fL 82-95

MCH : 28,1 pg 27-31

37
MCHC : 36,0 g/dL 32-36

Kimia Klinik

KGD ad Random : 262 < 200

Rapid Test

Swab Antigen Positif Negatif


Covid 19

b. EKG (02/04/2021)

Kesan :
• Sinus Takikardi, HR: 115x/mnt

38
• Left Atrial Enlargement
c. Rontgen Thorax (02/04/2021)

• Trakea medial
• Klavikula simetris
• Seluruh lapangan paru kanan terdapat infiltrate
• Terdapat konsolidasi homogen pada lapangan paru kiri tengah dan bawah
• Sudut costophrenicus kanan lancip dan sudut costophrenicus kiri tidak terlihat
• Jantung ukurannya membesar dengan CTR > 50%
7. Diagnosa Kerja
- Kasus konfirmasi Covid 19 + DM tipe 2
8. Penatalaksanaan
- Tirah baring
- Oksigen 10-15 Liter/ menit via Non-Rebreathing Mask
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Levofloxacin Drip 750 mg/ 24 jam
- Inj. Dexamethasone 6 mg / 24 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam
- Inj. Ranitidin 25 mg /12 jam
RENCANA:
• Kosul dokter spesialis paru dianjurkan untuk dirujuk di Rumah sakit fasilitas
covid 19

39
BAB IV

DISKUSI KASUS

TEORI KASUS

Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) Seorang perempuan, 67 tahun datang ke IGD


adalah penyakit menular saluran pernapasan RSUD Tanjung Pura dengan keluhan sesak nafas.
yang disebabkan oleh Severe Acute Hal ini sudah dirasakan os sejak ± 3 hari
Respiratory Syndrome Coronavirus 2 sebelum masuk RS. Sesak nafas dirasakan
(SARS-CoV-2). ini merupakan coronavirus terus menerus dan memberat 1 hari ini. Sesak
jenis baru yang belum pernah diidentifikasi semakin meningkat saat beraktivitas dan
sebelumnya pada manusia. hanya sedikit berkurang dengan istirahat.
Riwayat terbangun tiba- tiba pada malam hari
Kasus suspek : karena sesak nafas disangkal. Riwayat terasa
seseorang yang memiliki salah satu dari sesak nafas saat tidur telentang disangkal.
kriteria berikut Sesak tidak dipengaruhi oleh emosi, cuaca,
a. Seseorang yang memenuhi salah debu maupun makanan.Riwayat kaki
satu kriteria klinis dan salah satu bengkak disangkal. Os juga mengeluhkan
kriteria epidemiologis: demam sejak 4 hari SMRS. Demam bersifat
Kriteria Klinis: naik turun, dan terutama meningkat pada sore
• Demam akut (> 38 C) / Riwayat
menjelang malam hari. Keluhan demam
demam dan batuk ATAU
• Terdapat 3 atau lebih gejala/ tanda membaik setiap pasien mengonsumsi obat
akut berikut: demam/ riwayat penurun panas, namun sesudah tidak
demam, batuk, kelelahan, sakit mengonsumsi obat suhu tubuh kembali naik.
kepala, myalgia, nyeri tenggorokan, Pasien juga mengeluhkan batuk tanpa disertai
coryza/ pilek/hidung tersumbat, dahak sejak 4 hari SMRS. Keluhan lain yaitu
sesak nafas, anoreksia/ mual/ mulut terasa pahit dan sulit merasakan rasa
muntah, diare, penurunan kesadaran.
• makanan sejak 4 hari SMRS dan
ATAU mengakibatkan nafsu makan menurun.
b. Orang dengan ISPA berat/ pneumonia Keluhan mual dan muntah tidak dijumpai.
berat Pasien juga mengeluhkan seluruh badan
Probable terasa sakit. Riwayat gangguan penciuman
b) Kasus suspek dengan gambaran tidak dijumpai, riwayat nyeri tenggorokan
radiologis sugestif ke arah covid 19
dan nyeri menelan tidak dijumpai. BAB dan
Konfirmasi:
seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi BAK dalam batas normal. Riwayat pernah
virus covid 19 dengan kriteria sebagai mengeluhkan keluhan yang serupa disangkal.
berikut:
a) dibuktikan dengan pemeriksaan lab
RT-PCR positif
b) Seseorang dengan hasil rapid
antigen SARS COV-2 Positif DAN
Memenuhi kriteria definisi kasus
probable ATAU kasus suspek
(Kriteria A dan B)

40
c) Seseorang tanpa gejala dengan hasil
rapid antigen SARS COV-2 positif
DAN Memiliki riwayat kontak erat
dengan kasus probable ATAU
Terkonfirmasi
Dibagi menjadi: simtomatik dan
asimtomatik.
• Berdasarkan data yang sudah ada, Riwayat menderita kencing manis (+) sejak
penyakit komorbid hipertensi dan 20 tahun yang lalu, pasien teratur berobat ke
diabetes mellitus dan perokok aktif dokter dan menggunakan insulin. Riwayat
merupakan faktor risiko dari infeksi darah tinggi sejak 7 tahun lalu dan
SARS-CoV-2. Diduga ada mengkonsumsi amlodipin.. Riwayat keluarga
peningkatan ekspresi reseptor ACE2 dengan keluhan yang sama tidak dijumpai.
• Distribusi jenis kelamin yang lebih Riwayat berpergian disangkal. Riwayat
banyak pada laki-laki diduga terkait
kontak dengan pasien probable/konfirmasi
dengan prevalensi perokok aktif
yang lebih tinggi. kasus COVID disangkal.
• Pasien kanker dan penyakit hati
kronik lebih rentan terhadap infeksi
SARS-CoV-2. Kanker diasosiasikan
dengan reaksi imunosupresif, sitokin
yang berlebihan, supresi induksi
agen proinflamasi, dan gangguan
maturasi sel dendritik.
• Beberapa faktor risiko lain yang
ditetapkan oleh Centers for Disease
Control and Prevention (CDC)
adalah kontak erat, termasuk tinggal
satu rumah dengan pasien COVID-
19 dan riwayat perjalanan ke area
terjangkit.

Berdasarkan beratnya kasus, COVID-19


dibedakan menjadi:

• Tanpa Gejala: kondisi paling


ringan, tidak ada gejala apapun
• Ringan: pasien dengan gejala tanpa
bukti pneumonia virus atau tanpa
hipoksia. Gejala: demam, batuk,
fatigue, anoreksia, dispnea, mialgia,
sakit tenggorok, kongesti hidung,
sakit kepala, diare,mual muntah,
anosmia, ageusia. Gejala atipikal
pada usai tua dan
imunokompromais: fatigue,
penurunan kesadaran, diare, hilang

41
nafsu makan, delirium, tidak ada
demam.
• Sedang:
Pasien remaja/dewasa: klinis
pneumonia tetapi tidak ada tanda Kesadaran: compos mentis, GCS: E4M6V5
pneumonia berat termasuk Tanda vital:
SpO2>93%, ATAU
Pasien anak-anak: klinis pneumonia • Tekanan darah: 90/60 mmHg
tidak berat (batuk atau sulit • Nadi:115 x/menit
bernapas + napas cepat dan/ tarikan
dinding dada) dan tidak ada tanda • Respirasi: 39 x/menit
pneumonia berat
• Sp02 : 46% tanpa O2
• Berat:
Pasien remaja/ dewasa: klinis • Suhu : 36 0C
pneumonia ditambah satu dari: RR>
Paru
30x/menit, distres napas berat,
SpO2< 93%, ATAU • Inspeksi: Normochest, jejas (-),
Pasien anak-anak: klinis pneumonia
ditambah 1 dari berikut: pergerakan simetris kiri-kanan,
Sianosis sentral atau SpO2< 93% pergerakan cepat dan dangkal.
Distres napas berat (dispnea,
grunting, tarikan dinding dada • Palpasi: Krepitasi (-),nyeri tekan (-)
berat) • Perkusi: Sonor pada lapangan paru
Tanda bahaya umum:
ketidakmampuan menyusu/minum, kanan dan beda pada lapangan paru kiri
letargi, penurunan kesadaran/kejang bawah
Napas cepat/takipnea
• Kritis: inflamasi makin tak • Auskultasi: Bunyi pernapasan vesikuler,
terkontrol, terjadi badai sitokin yang rhonki (+/+), wheezing (-/-)
mengakibatkan ARDS, sepsis, dan
komplikasi lainnya.
• Pemeriksaan Darah Darah Rutin
Kelainan laboratorium darah pasien Hb : 12,9 12-16
COVID-19 yang telah dilaporkan g/Dl
beberapa studi meliputi: limfopenia, Eritrosit : 4,56 * 400.000-
leukopenia, leukositosis, 105/mm3 500.000
eosinopenia, trombositopenia. 3
Trombosit : 210*10 150.000-
• Beberapa kelainan hasil /µL 400.000
laboratorium juga ditemukan pada Leukosit : 10.400 / 4.000-
pasien COVID-19 meliputi: mm3 11.000
peningkatan laktat dehidrogenase,
peningkatan kadar ferritin, Rapid Test
peningkatan aminotransferase, Positif
Swab Negatif

42
peningkatan prokalsitonin, Antigen
peningkatan D-dimer. Covid 19
• Rapid test adalah pemeriksaan
serologi yang menggunakan sampel Foto thorax
serum. Saat ini, rapid test untuk
• Trakea medial
COVID-19 terdiri dari 2 jenis, yaitu
• Klavikula simetris
tes untuk mendeteksi antigen dan
• Seluruh lapangan paru kanan terdapat
antibody.
infiltrate
• Nucleic Acid Amplification Test
• Terdapat konsolidasi homogen pada
(NAAT)
lapangan paru kiri tengah dan bawah.
Konfirmasi diagnosis COVID-19
• Sudut costophrenicus kanan lancip
umumnya ditentukan dengan deteksi
dan sudut costophrenicus kiri tidak
sekuens unik virus RNA pada
terlihat
NAAT. Real time reverse
• Jantung ukurannya membesar dengan
transcription polymerase chain CTR > 50%
reaction (RT-PCR) merupakan salah
satu contoh NAAT yang dapat
melakukan sequencing asam nukleat
virus RNA. Jenis sampel untuk
pemeriksaan NAAT dapat berasal
dari saluran napas bawah, seperti
sputum, aspirasi, dan lavage, atau
saluran napas atas, seperti usap
nasofaring, orofaring, atau aspirasi
nasofaring wash.
• Rontgen toraks merupakan
pemeriksaan yang tidak sensitif dan
sering kali menunjukkan gambaran
normal pada awal perjalanan
penyakit. Penampakan Rontgen
toraks yang umumnya ditemukan
pada pasien COVID-19 adalah
opasitas asimetrik difus atau patchy

43
seperti pneumonia yang diakibatkan
coronavirus jenis lainnya, seperti
Middle East Respiratory Syndrome
(MERS).
• CT scan toraks nonkontras
-Ground glass oppacification (GGO)
dengan distribusi perifer atau
posterior, terutama lobus bawah.
-Crazy paving appearance: GGO
dengan penebalan septal
inter/intralobular.
-Konsolidasi bilateral, perifer, dan
basal
-Penebalan bronkovaskular
-Bronkiektasis traksi

TATALAKSANA • Tirah baring

• Derajat Berat/Kritis • Oksigen 10-15 Liter/ menit via Non-

b. Isolasi dan Pemantauan Rebreathing Mask

- Isolasi di ruang isolasi RS • IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i

Rujukan atau rawat. • Levofloxacin Drip 750 mg/ 24 jam


- Pengambilan swab untuk • Inj. Dexamethasone 6 mg / 24 jam
PCR dilakukan pada hari ke- • Inj. Ketorolac 30 mg /8 jam
1,2 dan 10 hari setelah • Inj. Ranitidin 25 mg /12 jam
pengambilan swab yang
hasilnya positif. RENCANA:
b.Non-farmakologis: • Kosul dokter spesialis paru
• Istirahat total, asupan kalori dianjurkan untuk dirujuk di Rumah
sakit fasilitas covid 19
adekuat, kontrol elektrolit,
status hidrasi/terapi cairan,
oksigen
• Pemantauan laboratorium
darah perifer lengkap berikut

44
dengan hitung jenis, bila
memungkinkan ditambahkan
dengan CRP, fungsi ginjal,
fungsi hati, hemostasis,
LDH, D-dimer
• Pemeriksaan foto toraks
serial bila perburukan.
c.Farmakologi
• Vitamin C 200-400mg/8 jam
dalam 100 cc NaCl 0,9%
habis dalam 1 jam diberikan
secara drips IV selama
perawatan.
• Vitamin B1 1 ampul/24 ja
m/iv
• Klorokuin fosfat 500mg/12
jam oral (hari le 1-3)
dilanjutkan 250 mg/12
jam/oral (hari ke 4-10)
ATAU Hidroksiklorokuin
dosis 400mg/ 24 jam/oral
(untuk 5 hari), setiap 3 hari
kontrol EKG
• Azitromisin 500mg/24 jam
per IV atau per oral (untuk
5-7 hari) atau sebagai
alternative Levofloksasin
dapat diberikan apabila
curiga ada infeksi bakteri:
dosis 750 mg/24 jam per IV
atau per oral (untuk 5-7 hari)
• Bila terdapat kondisi sepsis
yang diduga kuat oleh

45
karena ko-infeksi bakteri,
pemiihan antibiotic
disesuaikan dengan kondisi
klinis, focus infeksi dan
faktor risiko yang ada pada
pasien. Pemeriksaan kultur
darah harus dikerjakan dan
pemeriksaan kultur sputum
(dengan kehati-hatian
khusus) patut
dipertimbangkan.
• Antivirus:
- Oseltamivir 75 mg/12 jam
oral selama 5-7 hari, Atau
- Kombinasi Lopinavir +
Ritonavir (Aluvia) 2x
400/100mg selama 10
hari. Atau
- Favipiravir (Avigan
sediaan 200mg) loading
dose 1600mg/12 jam oral
hari ke-1 dan selanjutnya
2x600 mg (hari ke 2-5),
Atau
- Ramdesivir 200 mg IV
drip/3 jam dilanjutkan
1x100mg IV drip/3 jam
selama 9-13 hari
• Antikoagulan LMWH/UFH
berdasarkan evaluasi DPJP
• Deksametason dengan dosis
6 mg/24 jam selama 10 hari
atau kortikosteroid lain yang

46
setara seperti hidrokortison
pada kasus berat yang
mendapat terapi oksigen atau
kasus berat dengan
ventilator.
• Pengobatan komorbid dan
komplikasi yang ada

47
BAB V

KESIMPULAN

Seorang perempuan, usia 67 tahun datang ke IGD RSUD Tanjung Pura tanggal
02 April 2021 dengan keluhan sesak nafas , demam dan batuk berdahak. Riwayat DM
dan Hipertensi (+). Pada pemeriksaan dijumpai kesadaran compos mentis (E4V5M6),
Tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi115 x/menit, Respirasi 39 x/menit, Sp02 46%, Suhu
36 0C. Suara pernafasan tambahan rhonki (+/+). Ditemukan gambaran infiltrate
lapangan paru kanan dan Konsolidasi homogen pada lapangan paru kiri tengah dan
bawah. Hasil swab antigen covid 19 positif. Berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik
dan laboratorium pasien didiagnosa dengan Kasus konfirmasi COVID-19 + DM Tipe
2. Setelah diberikan tatalaksana awal, pasien dianjurkan untuk dirujuk di Rumah sakit
fasilitas covid 19 tetapi keluarga menolak dan memutuskan untuk PAPS.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Team NCPERE. Vital surveillances: the epidemiological characteristics of an outbreak


of 2019 novel coronavirus diseases (COVID-19) – China. China CDC Weekly.
2020;2(8):113-22.
2. Burhan E, Dwi AS, Ginanjar E, Nasution SA, et al. Pedoman Tatalaksana COVID-19
edisi 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia. 2020; 3-4.
3. RTate, Seeley.2004.Anatomy and Physiology: Digestive System. Mc Graw Hill
Companies
4. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report –
68. [Internet]. 2020 [cited 28 April 2021] Available from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/situation-reports
5. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report-
70 [Internet]. WHO;2020 [updated 2020 March 30; cited 2021 March 31]. Available
from:https://www.who.int/docs/default-source/coronavirus/situation-
reports/20200330-sitrep-70-covid-19.pdf?sfvrsn=7e0fe3f8_2
6. Lu R, Zhao X, Li J, Niu P, Yang B, Wu H, et al. genomic characterization and
epidemiology of 2019 novel coronavirus: implications for virus origins and receptor
binding. Lancet. 2020;395;565-74.
7. Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, Adelberg’s Medicl
Microbiology 28th ed. New York: McGraw-Hill Education/Medical; 2019.p.617-22.
8. Gorbalenya AE, Baker SC, Baris RS, de Groot RJ, Drosten C, Gulyaeva AA, et al. The
species Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus: classifying 2019-nCoV
and naming it SARS-CoV-2. Nat Microbiol. 2020; published online March 2. DOI:
10.1038/s41564-020-0695-z
9. Zhang T, Wu Q, Zhang Z. Probable Pangolin Origin of SARS-CoV-2 associated with
the COVID-19 outbreak. Curr Biol. 2020; published online March 13. DOI:
10.1016/j.cub.2020.03.022
10. Fang L, Karakiulakis G, Roth M. Are patients with hypertension and diabetes mellitus
at increased risk for COVID-19 infection? Lancet Respir Med. 2020; published online
March 11. DOI:10.1016/S2213-2600(20)30116-8.
11. European Society of Cardiology. Position statement of the ESC Council on
Hypertension on ACEInhibitors and Angiotensin Receptor Blockers [Internet]. 2020
[updated 2020 March 13; cited 2021 March 22]. Available from:
https://www.escardio.org/Councils/Council-on-Hypertension-(CHT)/News/position-
statement-of-the-esc-council-on-hypertension-on-ace-inhibitors-and-ang.
12. Laing W, Guan W, Chen R, Wang W, Li J, Xu K, et al. cancer patients in SARS-CoV-
2 infection: a nationwide analysis in China. Lancet Oncol. 2020;21(3):335-7.
13. Xia Y, Jin R, Zhao J, Li W, Shen H. Risk of COVID-19 for cancer patients. Lancet
Oncol. 2020; published online March 3. DOI: 10.1016/S1470-2045(20)30150-9.
14. Wang J, Zhou M, Liu F. Exploring the reasons for healthcare workers infected with
novelcoronavirus disease 2019 (COVID-19) in China. J Hosp Infect. 2020;published
online March 5. DOI:10.1016/j.jhin.2020.03.002.
15. Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklov J. The reproductive number of COVID-19
is higher compared to SARS coronavirus. J Travel Med. 2020; 27(2).

49
16. De Wit E, van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS: recent
insights into emerging coronaviruses. Nat Rev Microbiol. 2016;14(8):523-34.
17. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. molecular immune pathogenesis and diagnosis
of COVID-19. J Pharm Anal. 2020; published online March 5. DOI:
10.1016/j.jpha.2020.03.001
18. Xu Z, Shi L, Wang Y, Zhang J, Huang L, Zhang C, et al. pathological findings of
COVID-19 associated with acute respiratory distress syndrome. Lancet Respir Med.
2020; published online February 18. DOI: 10.1016/S2213-2600(20)30076-X
19. Zumla A, Hui DS, Azhar El, Memish ZA, Maeurer M. Reducing mortality from 2019-
nCoV: host-directed therapies should be an option. Lancet. 2020;395(10224):e35-e6.
20. Kam KQ, Yung CF, Cui L, Lin Tzer Pin R, Mak TM, Maiwald M, et al. A well infant
with Coronavirus disease 2019 (COVID-19) with High Viral Load. Clin Infect Dis.
2020; published online February 28. DOI:10.1093/cid/ciaa201.
21. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory infection
when novel coronavirus nCoV) infection is suspected. Geneva: World Health
Organization; 2020.
22. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020;395(10223):497-
506.
23. Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of virus corona disease
(COVID-19) outbreak. J Autoimmun. 2020;102433.
24. Isbaniah F, Saputro D, Sitompul P, Manalu R,Setyawaty V, Kandun I, et al. Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Virus Corona Disease (COVID-19). Kementerian
Kesehatan RI. 2020.
25. Burhan E, Susanto AD, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo CW, Susilo A, et al. Pedoman
Tatalaksana COVID-19. 2020:1-101.
26. WHO. Advice on the use of point of care immunodiagnostic tests for COVID-19.
Available from: https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/advice-on-the-
use-of-point-of-care-immunodiagnostic-tests-for-covid-19
27. Fan BE, Chong VCL, Chan SSW, Lim GH, Lim KGE, Tan GB, et al. Hematologic
parameters in patients with COVID-19 infection. Am J Hematol. 2020;95(6):E131-4.
28. Hoehl S, Berger A, Kortenbusch M, Cinatl J, Bojkova D, Rabenau H, et al. Evidence
of SARS-CoV2 Infection in Returning Travelers from Wuhan, China. N Engl J Med.
2020.
29. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pedoman Kesiapsiagaan
Menghadapi Coronavirus Disease (COVID-19). 2 ed:Kementerian Kesehatan RI; 2020.
30. Guo W, Li M, Dong Y, Zhou H, Zhang Z, Tian C, et al. Diabetes is a risk factor for the
progression and prognosis of COVID-19. Diabetes/Metabolism Rsearch and Reviews.
2020:e3319.
31. Bornstein SR, Dalan R, Hopkins D, Mingrone G, Boehm BO. Endocrine and metabolic
link to coronavirus infection. Nature Reviews Endocrinology. 2020.
32. Zhou C, Gao C, Xie Y, Xu M. COVID-19 with spontaneous pneumomediastinum.
Lancet Infect Dis. 2020; published online March 9. DOI: 10.1016/51473-
3099(20)30156-0.
33. Gerakan Masyarakat Sehat; Seputar Pelaksaan Vaksinasi Covid- 19. Kementria
Kesehatan RI; [Internet]. 2021 [cited 29 April 2021] Available from:

50
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/uploads/contents/others/FAQ_VAKSINASI_COV
ID__call_center.pdf
34. World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19), Covid-19
Vaccinas. [Internet]. 2021 [cited 28 April 2021] Available from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/covid-19-vaccines
35. Vaccine Mapper, Covid- 19 Vaccine Knowledge Base. Paris. Univercity of Notre
Dame.2021.
36. Liu F, Long X, Zou W, Fang M, Wu W, Li W, et al. Highly ACE2 Expression in
Pancreas May Cause Pancreas Damage After SARS-CoV-2 Infection. medRxiv. 2020:
published online March 3. DOI: 10.1101/2020.02.28.20029181.
37. Zheng YY, Ma YT, Zhang JY, Xie X. COVID-19 and the cardiovascular system.
Nature Rev Cardiol. 2020; published online March 5. DOI: 10.1038/s41569-020-0360-
5.
38. Bangash MN, Patel J, Parekh D. COVID-19 and the liver: little cause for concern.
Lancet Gastroenterol Hepatol. 2020; published online March 20. DOI: 10.1016/52468-
1253(20)30084-4.
39. Ji Y, Ma Z, Peppelenbosch MP, Pan Q. Potential association between COVID-19
mortality and health-care resource availability. Lancet Glob Health. 2020;8(4):e480

51

Anda mungkin juga menyukai