LP 14 - Miftahul Jannah (2011316024)
LP 14 - Miftahul Jannah (2011316024)
PRAKTIKUM KMB
“Pemeriksaan Fisik Kardio dan JVP”
Dosen Pembimbing:
10 Esi Afriyanti, S.Kp, M.Kes
Oleh:
15 Miftahul Jannah
2011316024
20
A. Pengertian
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan
5 dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi)
Umumnya pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan (inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi). Khusus untuk pemeriksaan abdomen, sebaiknya auskultasi dilakukan sebelum
10 palpasi.Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus
melakukan komunikasi dokter(pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini penting
sebagai awal dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan
diagnosis penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka kadang-kadang
belum kita lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.
15 Secara khusus pemeriksaan fisik kardiovaskuler dalam pelaksanaannya tidak beda jauh
dengan sistim lain yaitu secara berurutan dilakukan pemeriksaan melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler biasanya dimulai dengan pemeriksaan tekanan darah dan
20 denyut nadi . Kemudian diperiksa tekanan vena jugularis, dan akhirnya baru pemeriksaan
jantung.
10 C. Inspeksi
Voussure Cardiaque
Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium, di antara sternum dan
apeks codis. Kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung . Adanya voussure Cardiaque,
menunjukkan adanya
15 1. Kelainan jantung organis
2. Kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan sempurna
3. Hipertrofi atau dilatasi ventrikel
Ictus
20 Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi yang
disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini letaknya sesuai
dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di
tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis
bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada
25 pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis
terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus kordis negatif.
Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonalis. Pulsasi
pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada hipertrofi ventrikel kanan,
30 pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah epigastrium. Perhatikan apakah
ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan
pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada
coarctatio aorta.
D. Palpasi
5 Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus dipalpasi untuk lebih memperjelas mengenai
lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas dari pulsasi yang
teraba.
Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi bersifat menggelombang disebut ”vantricular
heaving”. Sedang pada stenosis mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulan-pukulan
10 serentak diseubt ”ventricular lift”.
Disamping adanya pulsasi perhatikan adanya getaran ”thrill” yang terasa pada telapak
tangan, akibat kelainan katup-katup jantung. Getaran ini sesuai dengan bising jantung yang
kuat pada waktu auskultasi. Tentukan pada fase apa getaran itu terasa, demikian pula
15 lokasinya.
E. Perkusi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema paru
terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga
20 harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung.
Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni
terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat
aneurisma aorta.
25
F. Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan :
1. Bunyi Jantung
Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan :
30 a. Lokalisasi dan asal bunyi jantung
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
1) Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
2) Sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
3) Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
5 4) Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk
mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak
anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi
10 jantung ke dinding dada.
20
5 c. Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sebagai berikut
1) Tebalnya dinding dada
2) Adanya cairan dalam rongga pericard
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya
10 bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi
jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih
besar daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M
2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1.
Hal ini karena :
15 M1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara
langsung.
M2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
20 A1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung
A 2 lebih besar dari A 1.
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang
bunyi jantung II hanya dirambatkan (tidka langsung). Sebaliknya pada daerah basis
jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung sedang bunyi I
5 hanya dirambatkan
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus
5 dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada
siklus-siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan myocard yang memburuk.
15 Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama
jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih
cepat disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang
(compensatoir pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral
pada stenosa aorta, atau stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik ....
20 dalam fase sistole segera setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada hypertensi
sistemik.
b. Penjalaran Bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana
15 bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
1) Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
2) Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
3) Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh
precordium.
20 4) Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
c. Intensitas Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
Tingkat I : bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan konsentrasi
25 Tingkat II : bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu auskultasi
Tingkat III : sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
Tingkat IV : bising sangat keras, sehingga terdengar meskipun stetoskop belum
menempel di dinding dada.
10 2) Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan
bunyi jantung 1), dikenal antara lain :
a) Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada
stenosis mitral.
b) Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada
15 insufisiensi sorta.
c) Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi
jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole,
terdengar secara kontinyu baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya
pda PDA
e. Apakah Bising Fisiologis atau Patologis
Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis. Beberapa
sifat bising fungsionil :
5 1) Jenis bising selalu sistole
2) Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek,
3) Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama pada
psisi telungkup dan ekspirasi penuh.
4) Dipengaruhi oleh perubahan posisi, Dengan demikian bising diastole, selalu
10 merupakan bising patalogis, sedang bising sistole, dapat merupakan merupakan
bising patalogis atau hanya fungsionil.
10
15
20
25
30
PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVAKULER
2. Perkusi
3. Auskultasi
10
15
20
JUGULAR VENOUS PRESSURE (JVP)
A. Pengertian
5 Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler yang
dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan memberikan informasi mengenai
keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk
memompakan darah. Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan,
salah satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure)
10
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pengukuran JVP antara lain:
1. Mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular (JVD)
2. Memperkirakan tekanan vena sentral (central venous pressure)
15
C. Kompetensi Dasar yang Harus Dimiliki
Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas level atrial
dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin dapat melihat atrium
kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena jugularis di atas sudut
20 manubriosternal. Tinggi sudut manubriosternal di atas mid-right atrium selalu konstan,
walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. JVP yang normal adalah
kurang dari 4 cm di atas sudut manubriosternal.
2. Kontraindikasi
a. SVC sindrom
b. Infeksi pada area inseri
10 c. Koagulopati
d. Insersi kawat pacemaker
e. Disfungsi kontralateral diafragma
f. Pembedahan leher
I. Anatomi Daerah
Vena Jugularis Interna karena terhubung langsung dengan vena cava superior dan atrium
30 kanan.
J. Aspek Keamanan dan Keselamatan yang Perlu Diperhatikan
1. Posisi pasien, nyaman atau belum
2. Memastikan leher dan thoraks telah terbuka
5 3. Menghindari hiperekstensi atau fleksi leher
4. Mengkaji tingkat kesadaran pasien
5. Memasang restrain
K. Prosedur
10 1. Atur klien pada posisi supine dan rileks
2. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan:
a. 15° - 30° atau
b. 30° - 45° atau
c. 45° - 90° (pada klien yg mengalami peningkatan tekanan atrium kanan yang cukup
15 bermakna)
3. Gunakan bantal untuk menopang kepala klien dan hindari fleksi leher yang tajam untuk
memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting, pastikan bahwa leher dan toraks
atas sudah terbuka
4. Kepala menengok menjauhi arah pemeriksa
20 5. Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas.
6. Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadows) vena
jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugular interna, jika tidak tampak gunakan vena
jugular eksterna.
7. Tentukan titik tertinggi di mana pulsasi vena jugular interna/eksterna dapat dilihat
25 (Meniscus).
8. Pakailah sudut sternum (sendi manubrium) sebagai tempat untuk mengukur tinggi
pulsasi vena. Titik ini ± 4 – 5 cm di atas pusat dari atrium kanan.
9. Gunakan penggaris.
a. Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), dimana salah satu ujungnya
30 menempel pada sudut sternum.
b. Penggaris ke-2 diletakan mendatar (horizontal), dimana ujung yang satu tepat di
titik tertinggi pulsasi vena (meniscus), sementara ujung lainnya ditempelkan pada
penggaris ke-1. Angulus ludocivi (patokan jarak dari vena cava superior + 5 cm
/selanjutnya disebut R cm). Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5cm
5 di bawah bidang horizontal yang melalui angulus ludovici, maka tekanan vena
jugularis (CVP) sama dengan R-5 cm H20, sedang bila titik kolapsnya berasa 2 cm
diatas berarti CVP R + 2 cm H20 Bila hasil CVP kiri dan kanan berbeda, maka
diambil CVP yang lebih rendah.
10. Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara sudut sternum dan titik tertinggi pulsasi vena
10 (meniscus)
11. Nilai normal: kurang dari 3 atau 4 cm diatas sudut sternum, pada posisi tempat tidur
bagian kepala ditinggikan 30° - 45°
12. Catat hasilnya.
Menulis dan Membaca Hasil
15 Misal = 5+2
5: adalah jarak dari atrium ka ke sudut manubrium
+2: hasilnya—meniscus