Anda di halaman 1dari 34

Tantangan Eksekusi Putusan

Arbitrase
Internasional di Indonesia

Rahayu Ningsih Hoed, S.S., S.H., LL.M., DUGGAT

Webinar oleh Peradi DPC Jakarta Pusat dan


Forum Praktisi Arbitrase Indonesia
Jakarta, 26 Maret 2021
Sejarah dan Dasar Hukum Putusan Arbitrase Internasional
● UU No. 5 tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan antara
Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal
● Keputusan Presiden No.34 Tahun 1981, tanggal 5 Agustus
1981: Pengesahan Convention on the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbital Awards, yang telah
ditandatangani di New York pada tanggal 10 Juni 1958
(“Konvensi New York 1958”);
● Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1990, tanggal 1 Maret
1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing;
● Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase”).
Pengertian Putusan Arbitrase Nasional dan
Putusan Arbitrase Internasional
● Putusan Arbitrase Nasional: putusan arbitrase yang dijatuhkan
di dalam yurisdiksi negara Republik Indonesia.
● Putusan Arbitrase Internasional: putusan arbitrase yang
dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan
di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu
lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut
ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu
putusan arbitrase internasional (Pasal 1 butir 9 UU Arbitrase).
Eksekusi Putusan Arbitrase Nasional

• Didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang mempunyai


yurisdiksi atas tempat tinggal termohon (Pasal 1 ayat (4) UU
Arbitrase), yang harus ditafsirkan sebagai tempat tinggal pihak
yang kalah atau tempat asetnya berada;

• Didaftarkan dalam waktu 30 hari setelah putusan dijatuhkan, jika


tidak dilakukan, tidak dapat dieksekusi (Pasal 59 ayat (4) UU
Arbitrase);

• Eksekusi Putusan Arbitrase Nasional dilakukan oleh Ketua


Pengadilan Negeri sesuai dengan hukum acara perdata;
Eksekusi Putusan Arbitrase Nasional

• Pengadilan Negeri dilarang memeriksa pertimbangan putusan


arbitrase (pasal 62 ayat (4) UU Arbitrase);

• Pengadilan Negeri harus mengeksekusi putusan jika:


(i) ada perjanjian arbitrasenya (Pasal 4 UU Arbitrase),
(ii) sengketanya dapat diadili oleh arbitrase (sengketa
perdagangan) (Pasal 5 UU Arbitrase);
(iii) tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal 62
ayat (2) UU Arbitrase).
Data Mengenai Putusan Arbitrase Nasional

Sulit menemukan data atau informasi secara akurat mengenai


keberhasilan eksekusi putusan arbitrase nasional di Indonesia
mengingat jumlah pengadilan negeri di Indonesia sangat banyak
dan tidak adanya data yang dapat dikumpulkan atau dibuka/
dipublikasikan.

Sebagai gambaran, terdapat 36 permohonan terkait pembatalan


putusan arbitrase yang terdaftar di situs resmi Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat sejak tahun 2015.
Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
● Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan
pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan
Negeri, Jakarta Pusat (Pasal 65 UU Arbitrase).

● Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat


dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Pasal 66 UU
Arbitrase):

1. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau


majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara
Indonesia terkait pada perjanjian, baik secara bilateral
maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan
Putusan Arbitrasi Internasional;
Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
2. Putusan Arbitrase Internasional terbatas pada putusan yang
menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang
lingkup hukum perdagangan (padahal menurut Pasal 5
sengketa yang dapat diajukan ke arbitrase juga mencakup
mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa). Perdagangan meliputi perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industri HAKI;

3. Putusan Arbitrase Internasional hanya dapat dilaksanakan di


Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan
dengan ketertiban umum (dan menurut NY Convention yang
sudah berkekuatan hukum tetap);
Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
4. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di
Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan

5. Putusan Arbitrase Internasional yang menyangkut Negara


Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa,
hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur
dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya
dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
● Permohonan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan ketentuan
sebagai berikut:

1. Putusan Arbitrase Internasional tersebut didaftarkan oleh


Arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat (Pasal 67 ayat (1) UU Arbitrase);
2. Penyampaian berkas dokumen-dokumen pelaksanaan
Putusan Arbitrase Internasional harus disertai dengan
(Pasal 67 ayat (2) UU Arbitrase):
a. Lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase
Internasional, sesuai ketentuan perihal otentifikasi
dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam
Bahasa Indonesia;
Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
b. lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi
dasar Putusan Arbitrase Internasional sesuai ketentuan
perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah
terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan
c. keterangan dari perwakilan diplomatik Republik
Indonesia di negara tempat Putusan Arbitrase
Internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan
bahwa negara pemohon terkait pada perjanjian, baik
secara bilateral maupun multilateral dengan negara
Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan
Putusan Arbitrase Internasional.
Data Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
● Berdasarkan sumber Register Putusan Arbitarase Internasional
di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dari tahun 1990 sampai
dengan 2004, terdapat 32 perkara yang terdaftar di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan terdapat 16
perkara putusan Arbitrase Internasional sebelum diundangkan
UU Arbitrase dan 16 perkara putusan arbitrase internasional
yang didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat setelah berlakunya UU Arbitrase.

● Berdasarkan 32 perkara putusan arbitrase internasional yang


telah diterima dan terdaftar tersebut, ternyata baru 15 putusan
arbitrase internasional yang telah diberikan eksekuatur,
sedangkan 17 belum diberikan eksekuatur.
Data Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
● Selanjutnya dari 15 perkara putusan arbitrase internasional yang
sudah diberikan eksekuatur, hanya 9 perkara yang telah
dilaksanakan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, sedangkan sisanya ada yang dicabut karena perdamaian,
dan/atau dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
● 17 perkara yang belum diberikan eksekuatur disebabkan karena
surat kuasa dicabut, permohonan eksekusi dicabut, telah ada
perdamaian, diajukan upaya hukum kasasi, peninjauan kembali,
diajukan perlawanan pihak ketiga, tidak memenuhi kelengkapan
persyaratan dan putusan arbitrase telah dibatalkan oleh putusan
pengadilan.
Data Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
Berdasarkan Direktori Putusan MA, sejak tahun 2004 terdapat 31
putusan arbitrase internasional yang telah mendapatkan Akta
Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Dari 31 putusan ini, 19 putusan telah mendapatkan
putusan eksekuatur dan 3 putusan telah dinyatakan tidak dapat
dilaksanakan (non-eksekuatur) oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat
Pembatalan dan Penolakan Putusan Arbitrase
(berdasarkan UU Arbitrase)
● Putusan Arbitrase dapat dibatalkan berdasarkan alasan-alasan
sebagai berikut (Pasal 70 UU Arbitrase):

1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan,


setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan
palsu;
2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Pembatalan dan Penolakan Putusan Arbitrase
(berdasarkan UU Arbitrase)
● Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan
secara tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan
arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri.

● UU Arbitrase tidak mengatur secara jelas mengenai perbedaan


antara pembatalan putusan arbitrase Internasional dan
arbitrase nasional.
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional (berdasarkan
Konvensi New York 1958)
● Putusan Arbitrase Internasional seharusnya hanya dapat dibatalkan di
wilayah tempat putusan arbitrase dikeluarkan.

● Article 5 ayat 1 (e):


The Award has yet become binding on the parties or has been set aside
or suspended by competent authority of the country in which the award
is made
KONVENSI NEW YORK HANYA MENGATUR MENGENAI PENOLAKAN
EKSEKUSI TERHADAP PUTUSAN ARBITRASE

Pasal 5 Konvensi New York 1958:


Ayat (1) Pengakuan dan pelaksanaan putusan dapat ditolak atas
permohonan dari salah satu pihak, ke Pengadilan yang berwenang di
negara mana pengakuan dan pelaksanakan akan dimintakan, dengan
membuktikan bahwa:
Penolakan Putusan Arbitrase Internasional (berdasarkan
Konvensi New York 1958)
1. Para pihak dalam perjanjian, tidak cakap menurut hukum yang
berlaku bagi mereka; atau
2. Salah satu pihak tidak diberikan pemberitahuan yang layak atas
penunjukan arbiter atau mengenai proses arbitrase;
3. Putusan berkenaan dengan suatu perselisihan yang tidak
dimaksudkan dalam perjanjian atau tidak berada dalam
ketentuan-ketentuan pengajuan pada arbitrase; atau
4. Komposisi arbiter atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan
perjanjian para pihak;
Pembatalan dan Penolakan Putusan Arbitrase Internasional
(berdasarkan Konvensi New York 1958)
5. Putusan belum menjadi mengikat bagi para pihak, atau telah
dikesampingkan atau ditangguhkan oleh otoritas yang
berwenang dari negara dalam mana, atau menurut hukum
dalam mana, putusan itu dibuat.

Ayat (2) Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase dapat juga


ditolak jika Pengadilan yang berwenang di negara mana pengakuan
dan pelaksanaan akan dimintakan menemukan bahwa:

1. pokok persoalan mengenai perselisihan adalah tidak


merupakan penyelesaian melalui arbitrase menurut hukum di
negara itu;
2. pengakuan atau pelaksanaan putusan arbitrase akan menjadi
bertentangan dengan kebijakan publik di negara tersebut.
Tidak Ada Hukum Acara Terkait Dengan Penolakan Putusan
Arbitrase Internasional
• Tidak ada pengaturan mengenai hukum acara proses penolakan
eksekuatur sebagaimana yang dimaksud di dalam pasal V Konvensi
New York sehingga secara praktek, pihak yang kalah dapat
mengajukan proses penolakan terhadap eksekuatur KAPAN SAJA di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
• Proses penolakan tersebut dalam prakteknya ada yang dilakukan
pada saat Putusan Arbitrase baru diajukan proses eksekuaturnya
sebagaimana contohnya kasus Astro yang telah diputus oleh
Mahkamah Agung berdasarkan Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/2010.
• Proses penolakan juga ada yang dilakukan oleh pihak yang kalah
setelah penetapan eksekuatur dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat sebagaimana contohnya kasus Menck Versus PT
Raga Perkasa Ekaguna. (Putusan No.459/PDT.G/2009/PN.JKT
PST).
Kesulitan Proses Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional di
Indonesia
1) UU Arbitrase mengatur bahwa pendaftaran dilakukan oleh pihak
arbiter dan/atau kuasanya. Arbiter di luar negeri yang tidak biasa
beracara di Indonesia belum tentu memahami hal ini sehingga
terkadang ada arbiter yang tidak bersedia untuk mendaftarkan
Putusan Arbitrase Internasional tersebut atau memberikan kuasa
untuk melakukan pendaftaran.

2) UU Arbitrase tidak mengatur mengenai proses permohonan


eksekuatur Putusan Arbitrase Internasional. Berdasarkan praktek
proses permohonan diajukan di bagian umum PN Jakarta Pusat
setelah pendaftaran putusan arbitrase internasional dilakukan dan
permohonan langsung diperiksa oleh Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tanpa adanya proses persidangan ataupun
pemanggilan pihak-pihak secara formal.
Kesulitan Proses Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional di
Indonesia
3) UU Arbitrase tidak mengatur apakah pihak-pihak yang kalah
dapat melakukan perlawanan terkait dengan permohonan/
penetapan eksekuatur tersebut. Sehingga mengakibatkan pada
prakteknya pihak yang dikalahkan dapat leluasa untuk berusaha
menghindar dari Putusan Arbitrase Internasional dengan cara:
(a) mengajukan gugatan untuk membatalkan perjanjian yang
mendasari adanya klausula arbitrase tersebut,
(b) mengajukan gugatan pembatalan atau penolakan
pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional dengan a.l.
mempersoalkan surat kuasa yang diberikan oleh arbiter (a.l.
mandat arbiter sudah berakhir dan konflik kepentingan
karena kuasa diberikan kepada pengacara salah satu pihak)
ataupun bahwa putusan arbitrase adalah putusan arbitrase
nasional dan bukan putusan arbitrase internasional dalam hal
proses persidangan dan putusan dilakukan di tempat yang berbeda
(venue versus seat of arbitration).

Seat of arbitration adalah tempat kedudukan arbitrase, di mana


arbitrase dimaksudkan untuk diselenggarakan dan diputuskan dan
merupakan hal yang sangat penting karena menentukan :
(i) arbitrability dari perkara, yaitu apakah perkara dapat diajukan
ke arbitrase karena bisa saja suatu perkara tertentu dapat
diajukan ke arbitrase berdasarkan hukum suatu negara tetapi
tidak berdasarkan hukum negara lain misalnya saja perkara
perburuhan di beberapa negara dapat diselesaikan melalui
arbitrase sedangkan di Indonesia tidak dapat;
(ii) hukum acara arbitrase/lex arbitri/curial law yang
memberikan kerangka terhadap kewenangan pengadilan
untuk mengawasi dan mendukung /membantu
pelaksanaan arbitrase;
(iii) pembatalannya. Menurut Konvensi NY putusan arbitrase
hanya dapat dibatalkan (set aside), dikesampingkan atau
ditangguhkan di negara di mana arbitrase diputuskan.

Venue of arbitration hanyalah tempat di mana arbitrase


diselenggarakan secara fisik, yang bisa berbeda dengan tempat
kedudukan arbitrase misalnya karena untuk kenyamanan para
pihak.
Kesulitan proses eksekusi Putusan Arbitrase Internasional di
Indonesia
(c) mengajukan gugatan pembatalan Putusan Arbitrase
Internasional
(d) mengajukan pembatalan Penetapan Eksekuatur Putusan
Arbitrase Internasional.

4) Pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan tetap memeriksa


gugatan-gugatan tersebut di atas dan dapat saja memutuskan
untuk menunda dan/atau menghentikan proses permohonan
eksekusi ataupun bahkan proses pendaftaran dan permohonan
eksekuatur Putusan Arbitrase Internasional sampai dengan
adanya Putusan Yang Berkekuatan Hukum Tetap;
Kesulitan proses eksekusi Putusan Arbitrase Internasional di
Indonesia
5) Pihak yang dikalahkan mempunyai waktu untuk
menyembunyikan aset-asetnya selagi diperiksanya gugatan-
gugatan tersebut di atas di Pengadilan Indonesia, sehingga
andaikatapun eksekusi Putusan Arbitrase Internasional
dilakukan, mungkin tidak ada artinya lagi bagi pihak yang
dimenangkan dalam Putusan Arbitrase Internasional kecuali
ada permohonan eksekusi dengan sita jaminan.
Pandangan Hakim di Indonesia, Pembatalan Putusan Arbitrase
Internasional Hanya Dapat Dibatalkan Melalui Pengadilan Yang
Berwenang di Negara Tempat Putusan Arbitrase Tersebut
dikeluarkan.
• PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL TIDAK DAPAT
DIBATALKAN DI INDONESIA
Berdasarkan Preseden Perkara Pertamina vs Karaha Bodas;
Putusan No.01/Banding/Wasit. Int/2002 tanggal 8 Maret 2004,
dengan Pertimbangan Hukum sebagai berikut:
❖ Bahwa mengenai Arbitrase Internasional, Undang-undang No.
30 Tahun 1999 hanya mengaturnya Pasal 65 s/d Pasal 69 yang
selain mengatur syarat-syarat dapat diakui dan dilaksanakannya
suatu putusan Arbitrase Internasional di Indonesia juga
mengatur prosedur permohonan pelaksanaan putusan arbitrase
tersebut;
❖ Bahwa Pasal V (1) e Konvensi New York 1958 (Convention on
the Recognition and Enforcement of Foreign of Foreign Arbitral
Award) yang disahkan dan dinyatakan berlaku dengan
Keputusan Presiden No.34 Tahun 1981 berbunyi:
“Recognition and enforcement of the award may be refused, at
the request of the party against whom it is invoked, only if......
etc:
(e) The award has not yet become binding on the parties or has
been set aside or suspended by a competent authority of the
country in which, or under the law of which, that award was
made.”
• Putusan Mahkamah Agung No.444/PK/Pdt/2007 tanggal 9
September 2008

“bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena


judex juris tidak melakukan kekeliruan atau kekhilafan yang nyata
karena “country of origin” harus diartikan sebagai negara di mana
Putusan Arbitrase itu dijatuhkan, i.c. Swiss. Lagi pula tentang acara
atau tata cara pembatalan Putusan Arbitrase, tunduk pada
hukum acara dari negara di mana Putusan Arbitrase itu
dijatuhkan, berbeda dengan hukum substantif yang digunakan
Arbiter, pihak-pihak dapat memilih hukum negara yang akan
digunakan”
Namun Ada Juga Pandangan Hakim di Indonesia, Bahwa
Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Dapat Dibatalkan di
Pengadilan Indonesia (berdasarkan Pasal 70 UU Arbitrase) dan
Bukan hanya di Pengadilan Yang Berwenang di Negara Tempat
Putusan Arbitrase Tersebut Dikeluarkan.

● Perkara PT Raga Perkasa Ekaguna vs Menck GmbH:


● Berdasarkan Putusan No.459/PDT.G/2009/PN.JKT.PST tanggal 4
Januari 2011, dengan Pertimbangan Hukum sebagai berikut:
“- Menimbang bahwa Pasal 70 UU No.30 Tahun 1999 tidak
membedakan alasan untuk pembatalan arbitrase nasional dan
arbitrase internasional.
- Menimbang, bahwa dalam Penjelasan Umum Pasal 70 UU No.30
Tahun 1999, terdapat kata “antara lain” sehingga alasan
pembatalan di luar alasan sebagaimana tersebut di atas adalah
“dimungkinkan”, interpretasi tersebut dibenarkan oleh Mahkamah
Agung sebagaimana Putusan Mahkamah Agung No.03/Arb.Btl/2005
tanggal 17 Mei 2005;
- Menimbang bahwa Pelawan dalam dalil perlawanannya mengajukan
perlawanan/pembatalan dengan tidak mendasarkan pada alasan
sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 70 UU No.30/1999, tapi
berdasarkan bahwa putusan arbitrase aquo telah melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan atau ketertiban umum, karena alasan
prosedur hukum acara dalam proses pengambilan putusan arbitrase sehingga
merugikan hak subyektif Pelawan;
- Menimbang, bahwa walaupun alasan pembatalan putusan arbitrase
diperluas dan dimungkinkan atas dasar diskresi hakim dengan
mendasarkan pada “penjelasan Umum Pasal 70” dan Yurisprudensi
Mahkamah Agung, namun diskresi tersebut harus didasarkan pada
penelusuran ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, norma-
norma hukum, adanya pertimbangan hukum yang logis, berkeadilan dan
berkepastian hukum”
Dampak Sulitnya Pelaksanaan Arbitrase Internasional:

1. Pihak Asing akan mencari struktur lainnya untuk menghindari


berperkara di Indonesia atau melakukan eksekusi putusan di
Indonesia misalnya dengan mewajibkan pihak Indonesia untuk
mendirikan perusahaan di luar negeri, menyimpan aset di luar
negeri atau memberikan jaminan tambahan seperti L/C yang
ongkosnya mahal bagi pihak Indonesia.
2. Pihak asing makin tidak mempercayai pengadilan di Indonesia.
3. Sayangnya dampak tersebut belum tentu membuat pihak asing
menjadi memilih arbitrase nasional karena masih
adanya prasangka dari pihak asing mengenai arbitrase nasional,
a.l. mengenai independensi arbiter nasional dan track record-nya.
Kesimpulan
● Tidak ada jaminan bahwa pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional dapat mudah dilakukan di Indonesia mengingat
pihak yang dikalahkan dalam Putusan Arbitrase Internasional
dapat melakukan upaya perlawanan di Pengadilan Indonesia
untuk membatalkan perjanjian ataupun Putusan Arbitrase
Internasional, bahkan menolak pendaftarannya dan sesuai
dengan preseden, segala bentuk perlawanan tersebut selalu
diakomodir oleh Pengadilan Indonesia.
● Tidak ada kepastian hukum mengenai pembatalan Putusan
Arbitrase Internasional, UU Arbitrase tidak mengatur jelas
mengenai perbedaan antara pembatalan putusan arbitrase asing
dan arbitrase nasional.
● Akibatnya masih banyak ketidakpercayaan terhadap pelaksanaan
arbitrase nasional ataupun pelaksanaan arbitrase asing di
Indonesia.
Saran-Saran

● Dalam memberikan saran kepada klien mengenai pemilihan


forum sengketa melalui arbitrase, sebaiknya diberitahukan
kendala-kendala pelaksanaan putusan arbitrase tersebut.

● Dalam hal putusan akan dieksekusi di Indonesia, dalam Kerangka


Acuan disebutkan bahwa arbiter akan memberikan kuasa kepada
pihak yang menang untuk mendaftarkan putusan di PN Jakarta
Pusat.

● Klien sebaiknya mempertimbangkan untuk memilih forum


arbitrase internasional apabila pihak lawan memiliki aset di luar
wilayah Indonesia, sehingga memudahkan eksekusinya.

Anda mungkin juga menyukai