Forum Praktisi Arbitrase Indonesia Jakarta, 26 Maret 2021 Sejarah dan Dasar Hukum Putusan Arbitrase Internasional ● UU No. 5 tahun 1968 tentang Penyelesaian Perselisihan antara Negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal ● Keputusan Presiden No.34 Tahun 1981, tanggal 5 Agustus 1981: Pengesahan Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbital Awards, yang telah ditandatangani di New York pada tanggal 10 Juni 1958 (“Konvensi New York 1958”); ● Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1990, tanggal 1 Maret 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing; ● Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase”). Pengertian Putusan Arbitrase Nasional dan Putusan Arbitrase Internasional ● Putusan Arbitrase Nasional: putusan arbitrase yang dijatuhkan di dalam yurisdiksi negara Republik Indonesia. ● Putusan Arbitrase Internasional: putusan arbitrase yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional (Pasal 1 butir 9 UU Arbitrase). Eksekusi Putusan Arbitrase Nasional
• Didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang mempunyai
yurisdiksi atas tempat tinggal termohon (Pasal 1 ayat (4) UU Arbitrase), yang harus ditafsirkan sebagai tempat tinggal pihak yang kalah atau tempat asetnya berada;
• Didaftarkan dalam waktu 30 hari setelah putusan dijatuhkan, jika
tidak dilakukan, tidak dapat dieksekusi (Pasal 59 ayat (4) UU Arbitrase);
• Eksekusi Putusan Arbitrase Nasional dilakukan oleh Ketua
Pengadilan Negeri sesuai dengan hukum acara perdata; Eksekusi Putusan Arbitrase Nasional
• Pengadilan Negeri dilarang memeriksa pertimbangan putusan
arbitrase (pasal 62 ayat (4) UU Arbitrase);
• Pengadilan Negeri harus mengeksekusi putusan jika:
(i) ada perjanjian arbitrasenya (Pasal 4 UU Arbitrase), (ii) sengketanya dapat diadili oleh arbitrase (sengketa perdagangan) (Pasal 5 UU Arbitrase); (iii) tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal 62 ayat (2) UU Arbitrase). Data Mengenai Putusan Arbitrase Nasional
Sulit menemukan data atau informasi secara akurat mengenai
keberhasilan eksekusi putusan arbitrase nasional di Indonesia mengingat jumlah pengadilan negeri di Indonesia sangat banyak dan tidak adanya data yang dapat dikumpulkan atau dibuka/ dipublikasikan.
Sebagai gambaran, terdapat 36 permohonan terkait pembatalan
putusan arbitrase yang terdaftar di situs resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak tahun 2015. Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional ● Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat (Pasal 65 UU Arbitrase).
● Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat
dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Pasal 66 UU Arbitrase):
1. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau
majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrasi Internasional; Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional 2. Putusan Arbitrase Internasional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan (padahal menurut Pasal 5 sengketa yang dapat diajukan ke arbitrase juga mencakup mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa). Perdagangan meliputi perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri HAKI;
3. Putusan Arbitrase Internasional hanya dapat dilaksanakan di
Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum (dan menurut NY Convention yang sudah berkekuatan hukum tetap); Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional 4. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
5. Putusan Arbitrase Internasional yang menyangkut Negara
Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional ● Permohonan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Putusan Arbitrase Internasional tersebut didaftarkan oleh
Arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Pasal 67 ayat (1) UU Arbitrase); 2. Penyampaian berkas dokumen-dokumen pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional harus disertai dengan (Pasal 67 ayat (2) UU Arbitrase): a. Lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia; Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional b. lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan c. keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara pemohon terkait pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. Data Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional ● Berdasarkan sumber Register Putusan Arbitarase Internasional di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dari tahun 1990 sampai dengan 2004, terdapat 32 perkara yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan terdapat 16 perkara putusan Arbitrase Internasional sebelum diundangkan UU Arbitrase dan 16 perkara putusan arbitrase internasional yang didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat setelah berlakunya UU Arbitrase.
● Berdasarkan 32 perkara putusan arbitrase internasional yang
telah diterima dan terdaftar tersebut, ternyata baru 15 putusan arbitrase internasional yang telah diberikan eksekuatur, sedangkan 17 belum diberikan eksekuatur. Data Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional ● Selanjutnya dari 15 perkara putusan arbitrase internasional yang sudah diberikan eksekuatur, hanya 9 perkara yang telah dilaksanakan sita eksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sedangkan sisanya ada yang dicabut karena perdamaian, dan/atau dibatalkan oleh Mahkamah Agung. ● 17 perkara yang belum diberikan eksekuatur disebabkan karena surat kuasa dicabut, permohonan eksekusi dicabut, telah ada perdamaian, diajukan upaya hukum kasasi, peninjauan kembali, diajukan perlawanan pihak ketiga, tidak memenuhi kelengkapan persyaratan dan putusan arbitrase telah dibatalkan oleh putusan pengadilan. Data Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional Berdasarkan Direktori Putusan MA, sejak tahun 2004 terdapat 31 putusan arbitrase internasional yang telah mendapatkan Akta Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dari 31 putusan ini, 19 putusan telah mendapatkan putusan eksekuatur dan 3 putusan telah dinyatakan tidak dapat dilaksanakan (non-eksekuatur) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Pembatalan dan Penolakan Putusan Arbitrase (berdasarkan UU Arbitrase) ● Putusan Arbitrase dapat dibatalkan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut (Pasal 70 UU Arbitrase):
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan,
setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; 2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau 3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa. Pembatalan dan Penolakan Putusan Arbitrase (berdasarkan UU Arbitrase) ● Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri.
● UU Arbitrase tidak mengatur secara jelas mengenai perbedaan
antara pembatalan putusan arbitrase Internasional dan arbitrase nasional. Penolakan Putusan Arbitrase Internasional (berdasarkan Konvensi New York 1958) ● Putusan Arbitrase Internasional seharusnya hanya dapat dibatalkan di wilayah tempat putusan arbitrase dikeluarkan.
● Article 5 ayat 1 (e):
The Award has yet become binding on the parties or has been set aside or suspended by competent authority of the country in which the award is made KONVENSI NEW YORK HANYA MENGATUR MENGENAI PENOLAKAN EKSEKUSI TERHADAP PUTUSAN ARBITRASE
Pasal 5 Konvensi New York 1958:
Ayat (1) Pengakuan dan pelaksanaan putusan dapat ditolak atas permohonan dari salah satu pihak, ke Pengadilan yang berwenang di negara mana pengakuan dan pelaksanakan akan dimintakan, dengan membuktikan bahwa: Penolakan Putusan Arbitrase Internasional (berdasarkan Konvensi New York 1958) 1. Para pihak dalam perjanjian, tidak cakap menurut hukum yang berlaku bagi mereka; atau 2. Salah satu pihak tidak diberikan pemberitahuan yang layak atas penunjukan arbiter atau mengenai proses arbitrase; 3. Putusan berkenaan dengan suatu perselisihan yang tidak dimaksudkan dalam perjanjian atau tidak berada dalam ketentuan-ketentuan pengajuan pada arbitrase; atau 4. Komposisi arbiter atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian para pihak; Pembatalan dan Penolakan Putusan Arbitrase Internasional (berdasarkan Konvensi New York 1958) 5. Putusan belum menjadi mengikat bagi para pihak, atau telah dikesampingkan atau ditangguhkan oleh otoritas yang berwenang dari negara dalam mana, atau menurut hukum dalam mana, putusan itu dibuat.
Ayat (2) Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase dapat juga
ditolak jika Pengadilan yang berwenang di negara mana pengakuan dan pelaksanaan akan dimintakan menemukan bahwa:
1. pokok persoalan mengenai perselisihan adalah tidak
merupakan penyelesaian melalui arbitrase menurut hukum di negara itu; 2. pengakuan atau pelaksanaan putusan arbitrase akan menjadi bertentangan dengan kebijakan publik di negara tersebut. Tidak Ada Hukum Acara Terkait Dengan Penolakan Putusan Arbitrase Internasional • Tidak ada pengaturan mengenai hukum acara proses penolakan eksekuatur sebagaimana yang dimaksud di dalam pasal V Konvensi New York sehingga secara praktek, pihak yang kalah dapat mengajukan proses penolakan terhadap eksekuatur KAPAN SAJA di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. • Proses penolakan tersebut dalam prakteknya ada yang dilakukan pada saat Putusan Arbitrase baru diajukan proses eksekuaturnya sebagaimana contohnya kasus Astro yang telah diputus oleh Mahkamah Agung berdasarkan Putusan No. 01 K/Pdt.Sus/2010. • Proses penolakan juga ada yang dilakukan oleh pihak yang kalah setelah penetapan eksekuatur dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana contohnya kasus Menck Versus PT Raga Perkasa Ekaguna. (Putusan No.459/PDT.G/2009/PN.JKT PST). Kesulitan Proses Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia 1) UU Arbitrase mengatur bahwa pendaftaran dilakukan oleh pihak arbiter dan/atau kuasanya. Arbiter di luar negeri yang tidak biasa beracara di Indonesia belum tentu memahami hal ini sehingga terkadang ada arbiter yang tidak bersedia untuk mendaftarkan Putusan Arbitrase Internasional tersebut atau memberikan kuasa untuk melakukan pendaftaran.
2) UU Arbitrase tidak mengatur mengenai proses permohonan
eksekuatur Putusan Arbitrase Internasional. Berdasarkan praktek proses permohonan diajukan di bagian umum PN Jakarta Pusat setelah pendaftaran putusan arbitrase internasional dilakukan dan permohonan langsung diperiksa oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanpa adanya proses persidangan ataupun pemanggilan pihak-pihak secara formal. Kesulitan Proses Eksekusi Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia 3) UU Arbitrase tidak mengatur apakah pihak-pihak yang kalah dapat melakukan perlawanan terkait dengan permohonan/ penetapan eksekuatur tersebut. Sehingga mengakibatkan pada prakteknya pihak yang dikalahkan dapat leluasa untuk berusaha menghindar dari Putusan Arbitrase Internasional dengan cara: (a) mengajukan gugatan untuk membatalkan perjanjian yang mendasari adanya klausula arbitrase tersebut, (b) mengajukan gugatan pembatalan atau penolakan pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional dengan a.l. mempersoalkan surat kuasa yang diberikan oleh arbiter (a.l. mandat arbiter sudah berakhir dan konflik kepentingan karena kuasa diberikan kepada pengacara salah satu pihak) ataupun bahwa putusan arbitrase adalah putusan arbitrase nasional dan bukan putusan arbitrase internasional dalam hal proses persidangan dan putusan dilakukan di tempat yang berbeda (venue versus seat of arbitration).
Seat of arbitration adalah tempat kedudukan arbitrase, di mana
arbitrase dimaksudkan untuk diselenggarakan dan diputuskan dan merupakan hal yang sangat penting karena menentukan : (i) arbitrability dari perkara, yaitu apakah perkara dapat diajukan ke arbitrase karena bisa saja suatu perkara tertentu dapat diajukan ke arbitrase berdasarkan hukum suatu negara tetapi tidak berdasarkan hukum negara lain misalnya saja perkara perburuhan di beberapa negara dapat diselesaikan melalui arbitrase sedangkan di Indonesia tidak dapat; (ii) hukum acara arbitrase/lex arbitri/curial law yang memberikan kerangka terhadap kewenangan pengadilan untuk mengawasi dan mendukung /membantu pelaksanaan arbitrase; (iii) pembatalannya. Menurut Konvensi NY putusan arbitrase hanya dapat dibatalkan (set aside), dikesampingkan atau ditangguhkan di negara di mana arbitrase diputuskan.
Venue of arbitration hanyalah tempat di mana arbitrase
diselenggarakan secara fisik, yang bisa berbeda dengan tempat kedudukan arbitrase misalnya karena untuk kenyamanan para pihak. Kesulitan proses eksekusi Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia (c) mengajukan gugatan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional (d) mengajukan pembatalan Penetapan Eksekuatur Putusan Arbitrase Internasional.
4) Pihak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan tetap memeriksa
gugatan-gugatan tersebut di atas dan dapat saja memutuskan untuk menunda dan/atau menghentikan proses permohonan eksekusi ataupun bahkan proses pendaftaran dan permohonan eksekuatur Putusan Arbitrase Internasional sampai dengan adanya Putusan Yang Berkekuatan Hukum Tetap; Kesulitan proses eksekusi Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia 5) Pihak yang dikalahkan mempunyai waktu untuk menyembunyikan aset-asetnya selagi diperiksanya gugatan- gugatan tersebut di atas di Pengadilan Indonesia, sehingga andaikatapun eksekusi Putusan Arbitrase Internasional dilakukan, mungkin tidak ada artinya lagi bagi pihak yang dimenangkan dalam Putusan Arbitrase Internasional kecuali ada permohonan eksekusi dengan sita jaminan. Pandangan Hakim di Indonesia, Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Hanya Dapat Dibatalkan Melalui Pengadilan Yang Berwenang di Negara Tempat Putusan Arbitrase Tersebut dikeluarkan. • PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL TIDAK DAPAT DIBATALKAN DI INDONESIA Berdasarkan Preseden Perkara Pertamina vs Karaha Bodas; Putusan No.01/Banding/Wasit. Int/2002 tanggal 8 Maret 2004, dengan Pertimbangan Hukum sebagai berikut: ❖ Bahwa mengenai Arbitrase Internasional, Undang-undang No. 30 Tahun 1999 hanya mengaturnya Pasal 65 s/d Pasal 69 yang selain mengatur syarat-syarat dapat diakui dan dilaksanakannya suatu putusan Arbitrase Internasional di Indonesia juga mengatur prosedur permohonan pelaksanaan putusan arbitrase tersebut; ❖ Bahwa Pasal V (1) e Konvensi New York 1958 (Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign of Foreign Arbitral Award) yang disahkan dan dinyatakan berlaku dengan Keputusan Presiden No.34 Tahun 1981 berbunyi: “Recognition and enforcement of the award may be refused, at the request of the party against whom it is invoked, only if...... etc: (e) The award has not yet become binding on the parties or has been set aside or suspended by a competent authority of the country in which, or under the law of which, that award was made.” • Putusan Mahkamah Agung No.444/PK/Pdt/2007 tanggal 9 September 2008
“bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena
judex juris tidak melakukan kekeliruan atau kekhilafan yang nyata karena “country of origin” harus diartikan sebagai negara di mana Putusan Arbitrase itu dijatuhkan, i.c. Swiss. Lagi pula tentang acara atau tata cara pembatalan Putusan Arbitrase, tunduk pada hukum acara dari negara di mana Putusan Arbitrase itu dijatuhkan, berbeda dengan hukum substantif yang digunakan Arbiter, pihak-pihak dapat memilih hukum negara yang akan digunakan” Namun Ada Juga Pandangan Hakim di Indonesia, Bahwa Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Dapat Dibatalkan di Pengadilan Indonesia (berdasarkan Pasal 70 UU Arbitrase) dan Bukan hanya di Pengadilan Yang Berwenang di Negara Tempat Putusan Arbitrase Tersebut Dikeluarkan.
● Perkara PT Raga Perkasa Ekaguna vs Menck GmbH:
● Berdasarkan Putusan No.459/PDT.G/2009/PN.JKT.PST tanggal 4 Januari 2011, dengan Pertimbangan Hukum sebagai berikut: “- Menimbang bahwa Pasal 70 UU No.30 Tahun 1999 tidak membedakan alasan untuk pembatalan arbitrase nasional dan arbitrase internasional. - Menimbang, bahwa dalam Penjelasan Umum Pasal 70 UU No.30 Tahun 1999, terdapat kata “antara lain” sehingga alasan pembatalan di luar alasan sebagaimana tersebut di atas adalah “dimungkinkan”, interpretasi tersebut dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagaimana Putusan Mahkamah Agung No.03/Arb.Btl/2005 tanggal 17 Mei 2005; - Menimbang bahwa Pelawan dalam dalil perlawanannya mengajukan perlawanan/pembatalan dengan tidak mendasarkan pada alasan sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 70 UU No.30/1999, tapi berdasarkan bahwa putusan arbitrase aquo telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan atau ketertiban umum, karena alasan prosedur hukum acara dalam proses pengambilan putusan arbitrase sehingga merugikan hak subyektif Pelawan; - Menimbang, bahwa walaupun alasan pembatalan putusan arbitrase diperluas dan dimungkinkan atas dasar diskresi hakim dengan mendasarkan pada “penjelasan Umum Pasal 70” dan Yurisprudensi Mahkamah Agung, namun diskresi tersebut harus didasarkan pada penelusuran ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, norma- norma hukum, adanya pertimbangan hukum yang logis, berkeadilan dan berkepastian hukum” Dampak Sulitnya Pelaksanaan Arbitrase Internasional:
1. Pihak Asing akan mencari struktur lainnya untuk menghindari
berperkara di Indonesia atau melakukan eksekusi putusan di Indonesia misalnya dengan mewajibkan pihak Indonesia untuk mendirikan perusahaan di luar negeri, menyimpan aset di luar negeri atau memberikan jaminan tambahan seperti L/C yang ongkosnya mahal bagi pihak Indonesia. 2. Pihak asing makin tidak mempercayai pengadilan di Indonesia. 3. Sayangnya dampak tersebut belum tentu membuat pihak asing menjadi memilih arbitrase nasional karena masih adanya prasangka dari pihak asing mengenai arbitrase nasional, a.l. mengenai independensi arbiter nasional dan track record-nya. Kesimpulan ● Tidak ada jaminan bahwa pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional dapat mudah dilakukan di Indonesia mengingat pihak yang dikalahkan dalam Putusan Arbitrase Internasional dapat melakukan upaya perlawanan di Pengadilan Indonesia untuk membatalkan perjanjian ataupun Putusan Arbitrase Internasional, bahkan menolak pendaftarannya dan sesuai dengan preseden, segala bentuk perlawanan tersebut selalu diakomodir oleh Pengadilan Indonesia. ● Tidak ada kepastian hukum mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional, UU Arbitrase tidak mengatur jelas mengenai perbedaan antara pembatalan putusan arbitrase asing dan arbitrase nasional. ● Akibatnya masih banyak ketidakpercayaan terhadap pelaksanaan arbitrase nasional ataupun pelaksanaan arbitrase asing di Indonesia. Saran-Saran
● Dalam memberikan saran kepada klien mengenai pemilihan
forum sengketa melalui arbitrase, sebaiknya diberitahukan kendala-kendala pelaksanaan putusan arbitrase tersebut.
● Dalam hal putusan akan dieksekusi di Indonesia, dalam Kerangka
Acuan disebutkan bahwa arbiter akan memberikan kuasa kepada pihak yang menang untuk mendaftarkan putusan di PN Jakarta Pusat.
● Klien sebaiknya mempertimbangkan untuk memilih forum
arbitrase internasional apabila pihak lawan memiliki aset di luar wilayah Indonesia, sehingga memudahkan eksekusinya.