Anda di halaman 1dari 5

Tugas Kelompok

Entin Supartini
314221097
12/09/2021

Kontra dalam Pelaksanaan Female Genital Mutilation

Female genital mutilation atau sunat pada perempuan merupakan praktik


budaya tradisional, sunat sejatinya adalah tindakan membuang sebagian atau seluruh
kulit penutup bagian depan kelamin. Pada anak laki-laki tindakan ini dilakukan
dengan membuang preputium dengan tujuan untuk menjaga agar alat genital bersih
dari smegma, menurunkan risiko infeksi saluran kemih, infeksi pada penis, maupun
mengurangi penyakit menular seksual pada usia dewasa. Pada wanita dan anak
perempuan tindakan ini tidak memberikan manfaat kesehatan dan masih menjadi hal
yang kontroversi hingga saat ini. Female genital mutilation atau sunat perempuan ini
banyak terjadi di Indonesia, Population Council dalam sebuah riset yang dilakukan
pada September 2003, menunjukkan adanya medikalisasi sunat perempuan di enam
provinsi yang ada di Indonesia yaitu Sumatera Barat, Banten, Jawa Timur,
Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Praktik FGM di Indonesia
dilakukan ketika bayi perempuan baru lahir yang dipraktikkan hanya dengan melukai
sedikit saja (lebih bersifat simbolis).

Di Indonesia, pada tahun 2010, Kementerian Kesehatan pernah mengeluarkan


Peraturan Menteri Kesehatan No. 1636/Menkes/PER/XI/2010 mengenai Sunat
Perempuan. Permenkes tersebut memberikan panduan mengenai prosedur
pelaksanaan sunat perempuan dalam dunia medis. Namun begitu, seiring dengan
perkembangan ilmu kedokteran dan pertentangan atas permenkes tersebut, pada tahun
2014, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 6
Tahun 2014, untuk mencabut dan menyebabkan tidak berlakunya lagi Permenkes No.
1636/Menkes/PER/XI/2010. Dalam permenkes tersebut, dinyatakan bahwa “sunat
perempuan hingga saat ini tidak merupakan tindakan kedokteran karena
pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi
kesehatan”.
Female Genital Mutilation (FGM), atau juga dikenal dengan Female Genital
Cutting atau Female Circumcision, merupakan berbagai macam tindakan yang
melibatkan pemotongan sebagian, atau pembuangan seluruh genitalia eksterna
perempuan tanpa alasan medis. FGM sering ditemukan di negara-negara Afrika, Asia,
dan Timur Tengah. Praktik ini sebagian besar dilakukan oleh penyunat tradisional
yang sering memainkan peran sentral dalam masyarakat seperti menolong persalinan.
Female Genital Mutilation diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi
perempuan dan anak perempuan dan merupakan bentuk diskriminasi ekstrim terhadap
perempuan. Praktik ini juga melanggar hak seseorang untuk bebas dari penyiksaan
dan perlakuan fisik yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat serta
hak untuk hidup ketika prosedur tersebut dapat menimbulkan kematian.2,9

Aspek Hukum di Indonesia

Pada tahun 2010, Kementerian Kesehatan pernah mengeluarkan Peraturan


Menteri Kesehatan No. 1636/Menkes/PER/XI/2010 mengenai Sunat Perempuan.
Permenkes tersebut memberikan panduan mengenai prosedur pelaksanaan sunat
perempuan dalam dunia medis. Namun begitu, seiring dengan perkembangan ilmu
kedokteran dan pertentangan atas permenkes tersebut, pada tahun 2014, Kementerian
Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2014, untuk
mencabut dan menyebabkan tidak berlakunya lagi Permenkes No.
1636/Menkes/PER/XI/2010, Seperti di bawah ini:6

Menimbang :

a. bahwa setiap tindakan yang dilakukan dalam bidang kedokteran harus berdasarkan
indikasi medis dan terbukti bermanfaat secara ilmiah;

b. bahwa sunat perempuan hingga saat ini tidak merupakan tindakan kedokteran
karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti
bermanfaat bagi kesehatan;

c. bahwa berdasarkan aspek budaya dan keyakinan masyarakat Indonesia hingga saat
ini masih terdapat permintaan dilakukannya sunat perempuan yang pelaksanaannya
tetap harus memperhatikan keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat, serta
tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation);
d. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/Menkes/Per/XII/2010 tentang
Sunat Perempuan dipandang tidak sesuai lagi dinamika perkembangan kebijakan
global; e. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d diatas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/Menkes/Per/XII/2010 tentang
Sunat Perempuan;

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637);

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);

5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/SK/VII/2012 tentang Majelis


Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k Kementerian Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR
1636/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG SUNAT PEREMPUAN.

Pasal 1

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Sunat


Perempuan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 2

Memberi mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k untuk


menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin
keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi
alat kelamin perempuan (female genital mutilation).

Pasal 3

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.6

Komplikasi

Terdapat komplikasi segera dan jangka panjang dari praktik FGM banyak
dilaporkan, dan lebih dari satu komplikasi sering terjadi pada FGM tipe 3.2,5

Komplikasi segera :

1. kematian mendadak
2. syok
3. nyeri akut hebat
4. tetanus
5. Pembengkakan jaringan genital
6. retensi urin
7. perdarahan hebat
8. HIV

Komplikasi jangka panjang :

1. Masalah menstruasi
2. hilangnya keinginan seks
3. nyeri saat berhubungan seks
4. ISK
5. Keloid, Kista, dan abses
6. Depresi, PTSD
7. Komplikasi obstetrik; seperti kemungkinan Sectio Caesarian meningkat,
perdarahan post-partum, dan persalinan lama.2,5

Kesimpulan

1. Female Genital Mutilation merupakan tindakan yang melanggar hak asasi


perempuan dan anak perempuan karena tidak berdasarkan indikasi medis.

2. Tindakan Female Genital Mutilation tidak memberikan manfaat kesehatan bagi


para perempuan dan anak-anak perempuan dan dapat berdampak terhadap kesehatan
seksual dan reproduksi.

3. Sangat penting keterlibatan semua pihak, terutama pemerintah untuk menghentikan


praktik Female Genital Mutilation di Indonesia dan membuat pedoman dan pelatihan
kepada tenaga kesehatan untuk memberikan perawatan medis dan konseling pada
perempuan dan anak perempuan yang telah dilakukan Female Genital Mutilation.

Anda mungkin juga menyukai