SKRIPSI
Diajukan oleh :
YUYU YULIANA
NPM : 03460003818
Tahun 2006
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
TANGERANG
NPM : 03460003818
TANGERANG
Mengetahui, Menyetujui,
ii
TANDA LULUS UJIAN MEMPERTAHANKAN SKRIPSI
NPM : 03460003818
TANGERANG
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna mencapai gelar Sarjana
Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini jauh dari sempurna dan memiliki banyak kelemahan karena keterbatasan pengetahuan,
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah
memberi sumbangan tak terhingga kepada penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan
1. Ibu dan keluarga di rumah atas semua perjuangannya selama ini untuk selalu
2. Bapak Suyono Salamun selaku Direktur Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang telah
skripsi.
5. Bapak Sutardi Karnawidjaja, selaku Kepala KPP Tangerang yang telah memberikan
iv
6. Ibu Endang Sunaryati, selaku Kepala Seksi Penagihan KPP Tangerang beserta stafnya
terutama Bapak Untung Slamet, yang telah memberikan bimbingan kepada Penulis
7. Seluruh pejabat, dosen, dan staf Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang telah
Akuntansi Negara.
8. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi
ini.
pembaca, dapat menjadi sumbangan bagi almamater tercinta dan dapat menjadi catatan
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR........................................................................................ iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN
D. Metode Penelitian......................................................... 4
E. Sistematika Penelitian................................................... 5
B. Penagihan Pajak.............................................................. 13
vi
BAB III : PENAGIHAN PAJAK PADA KPP TANGERANG
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...................................................................... 80
B. Saran-saran...................................................................... 81
LAMPIRAN......................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 84
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak per Jenis Pajak
Tahun 2005..................................................................................... 31
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
x
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Undang-undang Dasar 1945, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa
yang adil dan sejahtera, aman, tenteram, dan tertib, serta menjamin kedudukan yang sama
bagi warga masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut pembangunan nasional yang
air memerlukan biaya besar yang harus digali terutama dari sumber kemampuan sendiri.
dan penghayatan bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemungutan pajak yang dianut oleh undang-
undang perpajakan di Indonesia adalah self assessment system dimana Wajib Pajak diberi
pajak yang terutang berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan self
assessment system, fungsi fiskus adalah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
Wajib Pajak. Pembinaan Wajib Pajak dapat berupa penyuluhan yang bersifat massal
1
2
melalui seminar, lokakarya, training, media cetak ataupun elektronik, dan lain
Pajak. Pengawasan yang dilakukan oleh fiskus dapat menghasilkan Surat Tagihan Pajak
(STP) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP). SKP yang dikeluarkan dapat berupa Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), dan Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Terhadap STP, SKPKB, dan SKPKBT yang tidak
dibayar setelah jatuh tempo pembayarannya, KPP (Kantor Pelayanan Pajak) akan
Jenderal Pajak (DJP) untuk merealisasikan penerimaan negara dari sektor pajak, yang
didasarkan pada Undang-undang No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 19 tahun 2000 (UU
PPSP). Penagihan pajak terdiri dari serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh
aparatur perpajakan dalam rangka mencairkan tunggakan pajak. Penagihan pajak ini
penyampaian Surat Paksa (SP), pelaksanaan (SPMP), dan pelaksanaan lelang atas barang
sitaan untuk melunasi hutang-hutang pajak dari wajib Pajak yang bersangkutan. Tindakan
penagihan pajak ini merupakan wujud tindakan penegakan hukum atau law enforcement.
Mengacu pada permasalahan tersebut di atas, penulis akan melakukan penelitian
terhadap upaya penagihan pajak yang dilakukan oleh KPP Tangerang. Pembahasan hasil
penelitian ini akan ditulis dalam skripsi yang diberi judul “Evaluasi atas Penagihan
Pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini adalah
pajak;
Dari hasil penelitian ini diharapkan Penulis dapat memberikan saran-saran untuk lebih
meningkatkan mutu penagihan pajak dan tindak lanjut penagihan pajak pada Direktorat
Jenderal Pajak.
C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan hanya terbatas pada kegiatan penagihan pajak yang
dilakukan oleh KPP Tangerang pada tahun 2005. Dalam penelitian ini akan difokuskan
pada masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan penagihan sebagai upaya
1. Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa telah dilaksanakan sesuai
D. Metode Penelitian
dengan materi skripsi. Tujuan penelitian kepustakaan adalah untuk memperoleh dan
skripsi.
2. Penelitian Lapangan ( field research )
Penelitian lapangan ini meliputi pengumpulan data dari objek penelitian baik berupa
data kuantitatif maupun data kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan mengunjungi
objek penelitian untuk melakukan studi langsung atas dokumen, kebijakan, catatan,
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terbagi dalam lima bab dan tiap bab terbagi dalam subbab-subbab
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian ringkas hasil penelitian di lapangan. Uraian tersebut
BAB IV : PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan melakukan pembahasan atas hasil penelitian di
BAB V : PENUTUP
TINJAUAN PUSTAKA
Ada beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak yang beberapa diantaranya
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.1
b. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas
jasa timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
1
R. Santoso Brotodihardjo, S.H., Pengantar Hukum Pajak, (Bandung, PT
Eresco,1981), hal. 2.
2
Ibid., hal 5
7
8
Dari kedua pengertian tersebut di atas, terdapat beberapa hal penting dari pengertian
pajak:
c. tidak ada kontraprestasi langsung yang dapat dirasakan oleh si pembayar pajak;
Pengertian utang pajak sesuai dengan Pasal 1 angka 8 UU PPSP, yaitu bahwa:
“utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa
bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat
pajak timbul karena adanya kekurangan pembayaran pajak sebagai koreksi dari surat
adanya pembayaran atau penghapusan utang pajak. Penghapusan utang pajak ini diatur
a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan atau meninggal dunia
dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli
saham, pemilik modal, atau pihak lain yang dibebani untuk melakukan pemberesan
c. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi.
d. Penagihan pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan Surat
Paksa.
Yang bertanggung jawab atas utang pajak tidak hanya Wajib Pajak, tetapi juga
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah orang pribadi atau
tertentu. Penanggung Pajak menurut UU KUP adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan
perpajakan.
2. Asas-asas Pemungutan Pajak
Adam Smith mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan
nama four canons atau The Four Maxims, seperti yang ditulis oleh Erly Suandi dalam
a. Equality
keadaan yang sama Wajib Pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda
Wajib Pajak harus diperlakukan berbeda. Equality ini dapat juga disebut non-
discrimination, sehingga orang asing dan warga negara Indonesia yang berada dalam
keadaan yang sama akan diperlakukan sama dan dikenakan pajak yang sama besar.
b. Certainity
Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not
dimuat dalam undang-undang adalah jelas, tegas, dan tidak mengandung arti ganda
atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. Dalam asas ini kepastian hukum
yang diutamakan adalah mengenai subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak, dan
c. Convenience of payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling tepat, yaitu saat sedekat-dekatnya
biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri.
Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang mulai berlaku pada 1 Januari 1984,
dari semi self assessment system dan withholding system dengan tata cara yang disebut
dengan MPO dan MPS menjadi self assessment system. Dalam sistem ini, Wajib Pajak
besarnya jumlah pajak terutang berada pada Wajib Pajak sendiri. Selain itu, Wajib Pajak
harus melaporkan jumlah pajak yang terutang dan yang telah dibayar sebagaimana
ditentukan dalam peraturan perpajakan, sedangkan fiskus (aparat perpajakan) tidak lagi
sanksi perpajakan (Penjelasan Umum angka ke-3 UU KUP). Hakikat sistem self
assessment adalah penetapan sendiri besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
ciri-ciri sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum angka ke-3 UU KUP, yaitu:
a. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta
perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam
undangan perpajakan;
membayar sendiri pajak yang terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini
rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat
Wajib Pajak.
angka ke-3 UU KUP di atas, jelaslah bahwa sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia
untuk saat ini memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak dalam menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Hal
ini dimaksudkan untuk mencapai kemandirian bangsa dalam membiayai negara dan
B. Penagihan Pajak
Terdapat beberapa pendapat tentang pengertian penagihan pajak, seperti yang akan
b. H. Moeljo Hadi, SH
3
H. Moeljo Hadi, S.H., Dasar-dasar Penagihan Pajak dengan Surat Paksa oleh
Juru Sita Pajak Pusat dan Daerah, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 8.
a. Pasal 18 ayat (1) UU KUP menyebutkan bahwa Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
penagihan pajak.
Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh
Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3), ditagih dengan Surat Paksa.
Beberapa pengertian ketetapan pajak yang dapat ditagih dengan Surat Paksa sesuai
a. Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih
dibayar.
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
d. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan
tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
Surat Tagihan Pajak, Surat Kepututsan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau
Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak.
e. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
f. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat
tindakan yang dimaksud adalah bahwa tindakan penagihan dilakukan tahap demi tahap
dari diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, penyitaan, dan pelelangan. Dalam hal-hal
tertentu tindakan penagihan dapat juga meliputi penagihan seketika dan sekaligus,
pencegahan dan penyanderaan. Serangkaian tindakan ini telah diatur dalam Keputusan
meliputi:
utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran adalah
Pajak untuk melunasi utang pajaknya, yang diterbitkan setelah tujuh hari sejak saat jatuh
pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
Apabila dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu hari) sejak diterbitkannya Surat
Teguran, Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya, maka kepala
kantor segera menerbitkan Surat Paksa. Ada tiga hal yang menyebabkan diterbitkannnya
a. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah
UU PPSP menegaskan bahwa Surat Paksa yang diterbitkan oleh pejabat (pejabat
adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan) mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini dapat dilihat
KETUHANAN YANG MAHA ESA”, kata-kata ini juga yang ada pada putusan
maka pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak harus
dilaksanakan dengan cara membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah fihak
menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa sebagai pernyataan bahwa Surat
c. Pelaksanaan Penyitaan
yang dilakukan oleh Jurusita Pajak untuk menguasai barang milik Penanggung Pajak
yang akan dijadikan jaminan pelunasan utang pajak. Tindakan ini dilakukan apabila
utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak dalam waktu 2 x 24 jam setelah Surat
(dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan
dapat dipercaya. Pada intinya Jurusita Pajak melakukan penyitaan barang milik
oleh pejabat yang berwenang. Pelaksanaan penyitaan harus disaksikan oleh sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang saksi untuk meyakinkan bahwa pelaksanaan penyitaan telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam melaksanakan penyitaan Jurusita Pajak
membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak,
Penanggung Pajak, dan saksi-saksi. Apabila Penanggung Pajak tidak hadir dalam
pelaksanaan penyitaan, penyitaan tetap dapat dilakukan dengan syarat ada seorang saksi
Pada dasarnya semua barang milik Penanggung Pajak dapat disita sebagaiman
a. pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung
c. perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara;
d. buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-
e. peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan
atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00
f. peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga
Tata cara pelelangan serta waktu pelaksanaannya diatur dalam Pasal 25 ayat (1),
Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 28 UU PPSP. Pelelangan adalah setiap penjualan barang di
muka umum yang dipimpin oleh Pejabat Lelang dengan cara penawaran harga secara
utang pajak dan biaya penagihan pajak yang tidak dilunasi setelah dilakukan penyitaan,
pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita
melalui Kantor Lelang, kecuali yang telah ditentukan oleh undang-undang tidak melalui
penjualan sita lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) UU PPSP. Landasan
hukum pelaksanaan lelang atas barang sitaan pajak adalah Pasal 25 ayat (1) UU PPSP,
yaitu: “Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah
Sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, pelaksanaan penjualan secara lelang
terhadap barang yang telah disita dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari
setelah pengumuman lelang. Pengumuman lelang itu sendiri dilakukan dalam waktu
tersebut dilakukan 1 (satu) kali untuk barang bergerak dan 2 (dua) kali untuk barang tidak
bergerak.
Hasil dari pelaksanaan lelang barang-barang yang telah disita akan digabungkan
dengan hasil penjualan barang-barang sitaan tanpa melalui lelang, yang akan
dipergunakan terlebih dahulu untuk melunasi biaya penagihan pajak, dan sisanya baru
akan digunakan untuk membayar utang pajak. Bila masih ada sisanya maka akan
dikembalikan kepada Penanggung Pajak, tetapi apabila hasil lelang tidak mencukupi
untuk membayar utang pajak, maka Jurusita Pajak dapat melakukan penyitaan tambahan,
hal ini diatur dalam Pasal 21 huruf (b) UU PPSP yaitu “penyitaan tambahan dapat
dilaksanakan apabila nilai barang yang dilelang nilainya tidak cukup untuk melunasi
biaya penagihan pajak dan utang pajak.” Setelah lelang selesai dilaksanakan maka akan
dibuatkan Risalah Lelang yang merupakan suatu Berita Acara Pelaksanaan Lelang yang
dapat berfungsi sebagai suatu akta jual beli yang merupakan bukti otentik sebagai dasar
Penagihan seketika dan sekaligus adalah penagihan pajak tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran terhadap seluruh utang pajak, jenis pajak, masa pajak, dan tahun
pajak. Seketika artinya penagihan dilakukan segera tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran. Sekaligus artinya penagihan pajak meliputi seluruh utang pajak dari semua
dilakukan bila:
untuk itu.
b. Penanggung Pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan
atau dikuasainya.
c. Pembubaran badan atau niat untuk membubarkannya, pernyataan pailit, begitu pula
dalam hal penyitaan atas barang bergerak atau barang tidak bergerak milik
Penanggung Pajak.
Definisi dari pencegahan dinyatakan dalam Pasal 1 angka 20, yaitu: “Pencegahan adalah
larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar
wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan
a. Dalam Pasal 29 dan Pasal 33 UU PPSP pencegahan dan penyanderaan hanya dapat
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang diangkat dan
diberhentikan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak
memangku jabatannya, Jurusita Pajak diambil sumpah atau janji menurut agama dan
bahwa Jurusita Pajak merupakan ujung tombak dari upaya pencairan tunggakan pajak
memeriksa semua ruangan, termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk
menemukan obyek sita di tempat usaha dan melakukan penyitaan di tempat kedudukan,
atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai
tempat penyimpanan obyek sita. Kewenangan ini harus tetap memperhatikan norma yang
berlaku dalam masyarakat, misalnya dengan terlebih dahulu meminta izin dari
Penanggung Pajak.
Penagihan Pajak Tahun 2005, standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan pajak
d. Pemblokiran rekening bank : minimal 1 Wajib Pajak per bulan per KPP
e. Pencegahan
1) Bagi Kanwil DJP yang berada di pulau Jawa: minimal 2 Wajib Pajak per
2) Bagi Kanwil yang berada di luar pulau Jawa: minimal 1 Wajib Pajak pe Triwulan
per Kanwil.
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan fihak lain,
misalnya dalam hal Penanggung Pajak tidak memberi izin atau menghalangi pelaksanaan
penyitaan, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan kepolisian atau kejaksaan. Dalam hal
penyitaan terhadap barang tidak bergerak seperti tanah, Jurusita Pajak dapat meminta
bantuan kepada Badan Pertanahan Nasional atau Pemerintah Daerah untuk meneliti
kelengkapan dokumen berupa keterangan kepemilikan atau dokumen lainnya. Dalam hal
penyitaan terhadap kapal laut dengan isi kotor tertentu, Jurusita Pajak dapat meminta
KPP Tangerang diresmikan pada tanggal 1 Maret 1989 oleh Direktur Jenderal
Pajak saat itu, Marie Muhamad. Wilayah kerja KPP Tangerang meliputi Kotamadya dan
Kabupaten Tangerang. Kantor Pelayanan Pajak dahulu bernama Kantor Inpeksi Pajak
(KIP) yang kemudian dengan keputusan Menteri Keuangan, KIP berganti nama menjadi
Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Kemudian sekitar tahun 1994 KPP Tangerang dipecah
Pajak terdaftar per 1 Januari 2005 adalah 24.660 WP orang pribadi dan 10.296 WP
25
26
badan. Kotamadya Tangerang merupakan salah satu kota penyangga Daerah Khusus
Ibukota. Jakarta. Pertumbuhan dan perkembangan DKI Jakarta yang sangat pesat
Tangerang menjadi salah satu limpahan baik itu dari segi penyebaran penduduk maupun
lahan pengembangan usaha. Dampak dari hal-hal tersebut di atas adalah lahan-lahan/areal
yang tadinya untuk usaha pertanian (agraris) berubah fungsi menjadi pabrik, gudang
meliputi Bandara Soekarno-Hatta yang menjadi lalu lintas baik itu penumpang pesawat
adalah:
3. Banyak data dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta.
KPP Tangerang semula berada di bawah koordinasi Kantor Wilayah (Kanwil) VII
Bandung. Akan tetapi dengan terbentuknya Propinsi Banten, KPP Tangerang kemudian
dialihkan menjadi di bawah koordinasi Kanwil VIII Serang pada bulan Januari 2002,
yang kemudian menjadi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Bagian Barat I
(Kanwil DJP JBB I). Tugas utamanya adalah melaksanakan kegiatan operasional
Barang Mewah (PPn BM), dan pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah
menyelenggarakan fungsi:
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Tidak Langsung
Lainnya.
oleh seorang kepala kantor dan membawahi 139 orang karyawan, yang tersebar dalam
delapan seksi, satu Sub Bagian Umum, dan satu Kantor Penyuluhan dan Pengamatan
1. Subbagian umum mempunyai tugas urusan tata usaha dan kepegawaian, urusan
penelitian surat pemberitahuan pajak dan surat Wajib Pajak lainnya, kearsipan berkas
4. Seksi Pajak Penghasilan Orang Pribadi mempunyai tugas pengawasan dan perekaman
pemeriksaan sederhana berdasarkan kriteria yang ditentukan, dan fiskal luar negeri.
5. Seksi Pajak Penghasilan Badan mempunyai tugas pengawasan dan perekaman surat
7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak tidak Langsung Lainnya mempunyai tugas
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, dan pajak tidak langsung
penerimaan, pengolahan dan penyaluran surat storan pajak serta perhitungan pajak,
Jumlah pegawai pada seksi Penagihan KPP Tangerang adalah 12 orang dan 4
tugasnya Kepala Seksi Penagihan dibantu oleh dua orang Koordinator Pelaksana yaitu:
1. Sub Seksi Penagihan Aktif yang membawahi Jurusita Pajak dengan tugas:
a. menerima dokumen dari Seksi TUP (Tata Usaha perpajakan) yang berupa daftar
tugasnya.
b. mencatat surat setoran pajak atau bukti pemindahbukuan dalam buku pengawasan
Putusan Banding;
bertambah dari tahun ke tahun. Semua pegawai yang ada pada KPP Tangerang selalu
pada KPP Tangerang dapat tercapai. Jumlah tunggakan pajak yang dapat dicairkan oleh
seksi Penagihan akan dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi penerimaan
KPP Tangerang. Berikut ini adalah jumlah rencana dan realisasi penerimaan KPP
Tabel 3.1
Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak per Jenis Pajak Tahun 2005
(Dalam Jutaan Rupiah)
No. Jenis Pajak Rencana (Rp) Realisasi(Rp) Prosentase
Sumber: Laporan Penerimaan Pajak Tahun 2005, Seksi Penerimaan dan Keberatan KPP
Tangerang
D. Jumlah Tunggakan Pajak dan Pencairannya
Perkembangan tunggakan ini dilaporkan setiap bulan dalam bentuk KPL.KPP 7.5.1-96.
Tabel 3.2
Perkembangan Jumlah Tunggakan Pajak Tahun 2005
(Dalam Ribuan Rupiah)
No. Tunggakan Tunggakan
Bulan Penambahan Pengurangan
Awal Bulan Akhir Bulan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)=(3)+(4)-(5)
1. Pembayaran melalui:
b. Pemindahbukuan : Rp 24.020.441.000
2. SK Pembetulan / SK Keberatan / Putusan Banding : Rp 31.900.681.000
3. Penghapusan : Rp 1.499.899.000
Terhadap Penanggung Pajak yang belum melunasi utang pajaknya dalam jangka
waktu pembayaran seperti tertera dalam surat ketetapan pajak yang menyebabkan jumlah
tunggakan seperti pada tabel 3.2, KPP Tangerang melakukan penagihan yang berupa
Melakukan Penyitaan, maupun pelaksanaan lelang terhadap. Dalam hal-hal tertentu dapat
juga dilakukan penagihan seketika dan sekaligus, juga pencegahan dan penyanderaan.
Selama tahun 2005 kedua hal tersebut belum pernah dilakukan oleh KPP Tangerang.
Pelaksaanaan tindakan penagihan pajak harus sampai selesai sampai dengan utang
pajak menjadi cair. Pengertian cair disini mengandung dua pengertian yakni sampai
dengan lunas atau tidak dapat dilakukan penagihan dan dihapuskan. Pengertian lunas
memiliki dua arti yakni dengan cara dibayar lunas baik dibayar melalui uang tunai
ataupun melalui pemindahbukuan atau dengan cara penjualan sita lelang atas barang-
dihapuskan manakala sudah tidak ada lagi kemampuan dari Penanggung Pajak untuk
membayar pajak dan tidak ada lagi obyek sitanya. Kasus penghapusan utang pajak harus
dilakukan dengan hati-hati, sebab timbulnya utang pajak dalam surat ketetapan pajak
Pajak yang diperiksa dan mungkin juga jalannya pemeriksaan yang error.
Penerbitan Surat Teguran atau surat peringatan merupakan tindakan awal dari
dengan penerbitan Surat Paksa. Penerbitan Surat Teguran di KPP Tangerang dilakukan
yang berjumlah 4 (empat) unit, sehingga seluruh Surat Ketetapan Pajak dan Surat
Tagihan Pajak yang belum lunas dapat segera diterbitkan surat tegurannya. Komputer
secara otomatis akan menampilkan data tunggakan pajak lengkap dengan identitas Wajib
Pajak yang memenuhi kriteria untuk diterbitkan Surat Teguran. Setelah ditandatangani
oleh Kepala Seksi Penagihan, Surat Teguran dikirimkan kepada Wajib Pajak melalui
Kantor Pos.
Berikut ini disajikan tabel yang memuat informasi tentang jumlah Surat Teguran
dan jumlah tunggakan pajak yang ditagih dengan Surat Teguran yang diterbitkan dalam
setia triwulan selama tahun 2005. Dari jumlah Surat Teguran tersebut tidak tersedia
informasi tentang jumlah Surat Teguran yang kempos (kembali pos), karena KPP
Penyampaian Surat Paksa yang merupakan surat perintah untuk membayar utang
pajak dan biaya penagihan pajak adalah langkah awal dari pelaksanaan tindakan
penagihan pajak secara aktif. Seperti juga Surat Teguran, Surat Paksa diterbitkan dengan
bantuan komputer. Perbedaannya adalah bahwa Surat Teguran diterbitkan kepada semua
Penanggung Pajak yang belum melunasi utang pajaknya, sedangkan Surat Paksa
Rp 500.000,00.
penyampaian Surat Paksa adalah 12 Surat Paksa untuk setiap Jurusita Pajak dalam
sebulan. Meskipun telah ditetapkan jumlah minimal penyampaian Surat Paksa, dalam
Jurusita Pajak. Berikut ini disajikan laporan tentang pelaksanaan penyampaian Surat
Tabel 3.4
Penyampaian Surat Paksa
Tidak seperti penerbitan Surat Teguran dan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan
Penyitaan (SPMP) dilakukan secara manual. Selama tahun 2005 KPP Tangerang telah
melakukan tindakan penyitaan sebanyak 19 (sembilan belas) kali dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 3.5
Penyampaian Surat Perintah Melakukan Penyitaan
Jumlah SPMP
Triwulan Wajib Pajak
(Lembar) (Rupiah)
I Badan 10 9,470,047,000
Orang Pribadi 1 16,100,000
Jumlah 11 9,486,147,000
II Badan 1 553,238,000
Orang Pribadi 3 93,132,000
Jumlah 4 646,370,000
III Badan 2 1,441,621,000
Orang Pribadi 0 0
Jumlah 2 1,441,621,000
IV Badan 2 1,705,020,000
Orang Pribadi 0 0
Jumlah 2 1,705,020,000
Jumlah Badan 15 13,169,926,000
Orang Pribadi 4 109,232,000
Jumlah 19 13,279,158,000
Sumber: Laporan Kegiatan Penagihan Tahun 2005, Seksi Penagihan KPP Tangerang
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak setelah dilakukan tindakan penyitaan.
Selama tahun 2005 KPP Tangerang belum pernah melakukan tindakan pelelangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Jurusita Pajak dan Kepala Seksi Penagihan
diproleh informasi bahwa dalam melaksanakan penagihan pajak sebagai upaya pencairan
tersebut adalah:
1. Terhadap Wajib Pajak yang meninggal dunia ataupun badan yang telah dibubarkan
masih diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan/atau Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Surat Pemberitahuan Pajak dan Surat Setoran Pajak yang diterima dari Wajib Pajak
melalui Kantor Pos seringkali terlambat direkam oleh petugas di Tempat Pelayanan
Terpadu, sehingga sering diterbitkan Surat Tagihan Pajak terhadap Wajib Pajak yang
taat.
3. Dalam penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pokok Pengusaha Kena
yang tercantum dalam Master File Wajib Pajak di KPP menjadi tidak akurat.
4. Tidak dilakukannya pemutakhiran data Penanggung Pajak dari hasil pemeriksaan di
lapangan.
5. Pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pajak seringkali dilakukan secara semena-
mena sehingga melahirkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak berdasar. Ketika
6. Dokumen kepemilikan harta milik Wajib Pajak yang telah dijadikan agunan utang,
9. Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mempunyai pemahaman yang baik terhadap hak
PEMBAHASAN
Seksi Penagihan merupakan ujung tombak KPP dalam pencairan tunggakan pajak
yang merupakan salah satu sumber penerimaan KPP. Pegawai di Seksi ini berjumlah 12
(dua belas) orang, yang terdiri dari 1 (satu) orang Kepala Seksi, 2 (dua) orang
jenis pekerjaan dan tanggung jawabnya, seperti pengadministrasian SSP, penerbitan Surat
Teguran dan Surat Paksa, pembuatan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP),
penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, dan SPMP, pembuatan laporan penagihan,
penyanderaan. Sebelum memangku jabatannya terlebih dahulu diambil sumpah atau janji
menurut agama dan kepercayaannya oleh Kepala KPP Tangerang. Jumlah pegawai KPP
orang dan 7 (tujuh) orang diantaranya telah diambil sumpahnya sebagai Jurusita Pajak
40
41
bahwa jumlah Jurusita Pajak yang ditempatkan di Seksi Penagihan sebanyak 4 (empat)
orang telah mencukupi untuk melaksanakan tindakan penagihan yang akan dilakukan
oleh seksinya, sehingga dalam pelaksanaan tindakan penagihan tidak pernah melibatkan
Jurusita Pajak yang ditempatkan di seksi lain. Keempat orang Jurusita Pajak tersebut
kendaraan operasional berupa 1 (satu) buah mobil dan 2 (dua) buah sepeda motor.
Biasanya sepeda motor ini digunakan untuk menyampaikan Surat Paksa kepada Wajib
Pajak yang alamatnya cukup dekat dari kantor, sedangkan mobil biasanya digunakan
untuk menyampaikan Surat Paksa kepada Wajib Pajak yang alamatnya cukup jauh dari
kantor dan juga digunakan dalam setiap pelaksanaan Surat Perintah Melakukan
Penyitaan. Diakui oleh Jurusita Pajak bahwa penggunaan jenis kendaraan dalam
berkas penagihan. Berkas penagihan ini merupakan file permanen dari tindakan
penagihan pajak dari awal sampai dengan akhir. Berkas penagihan ini akan bermanfaat
bila tindakan penagihan dilakukan sampai dengan penjualan obyek sita atas barang-
barang milik Penanggung Pajak. Isi dari berkas penagihan antara lain:
2. Asli dari Surat Paksa yang dilengkapi dengan Berita Acara Pemberitahuan Surat
Paksa dan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Surat Paksa.
3. Tindasan Surat Perintah Melakukan Penyitaan, yang dilengkapi dengan Berita Acara
Pelaksanaan .
Sumber penerimaan pajak KPP Tangerang selama tahun 2005 dapat dikelompokan
1. Pajak Penghasilan (PPh), yang terdiri dari PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 bendaharawan,
PPh Pasal 22 atas badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri
rokok, industri kertas, industri otomotif, serta yang dilakukan oleh pertamina dan
Bulog, PPh Pasal 22 impor, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25/29 orang pribadi, PPh Pasal
25/29 badan, PPh Pasal 26, PPh final, Fiskal Luar Negeri, dan PPh Minyak Bumi.
Realisasi jumlah penerimaan PPh mencapai 59,4 % dari total penerimaan KPP.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM),
yang terdiri dari PPN dalam negeri, PPN impor, PPn BM dalam negeri, dan PPn BM
impor. Realisasi jumlah penerimaan PPN dan PPn BM mencapai 38,5% dari total
penerimaan KPP.
3. Pendapatan atas pajak lainnya dan PIB (Pemberian Imbalan Bunga), terdiri dari Bea
Materai, Pajak Tidak Langsung Lainnya, bunga penagihan PPh, dan bunga penagihan
PPN dan PTLL, BPP (Berbagai Penerimaan Pajak), dan PIB (Pemberian Imbalan
Bunga). Realisasi jumlah penerimaan pendapatan atas pajak lainnya ini mencapai
tahun 2005 adalah sebesar Rp 1.679.589.900.000. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
KPP Tangerang untuk memenuhi target yang diberikan kepadanya, tetapi meskipun
demikian jumlah penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan oleh KPP Tangerang
rencana dengan realisasi penerimaan pajak KPP Tangerang selama tahun 2005:
Gambar 4.1
Diagram Batang Perbandingan Rencana dengan Realisasi Penerimaan Pajak
Tahun 2005
1000000
900000
800000
700000
(Jutaan Rupiah)
600000
500000
400000
300000 Rencana
200000 Realisasi
100000
0
Sumber: Diolah dari Laporan Penerimaan Pajak Tahun 2005, Seksi Penerimaan dan
Keberatan KPP Tangerang
Dari diagram batang tersebut di atas terlihat bahwa sumber penerimaan pajak yang
terbesar adalah dari PPh, kemudian disusul dengan PPN dan PPn BM dan yang terkecil
adalah dari Pajak lainnya dan PIB. Target penerimaan yang tercapai hanya dari Pajak
lainnya dan PIB, sedangkan target penerimaan PPh dan PPN & PPn BM tidak tercapai.
Tidak tercapainya target penerimaan pajak KPP Tangerang disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:
1. Masih banyaknya Surat Setoran Pajak (SSP) dari Wajib Pajak yang belum diterima
oleh KPP Tangerang pada akhir bulan Desember, sehingga perekaman SSP lembar
dilakukan. Hal ini terjadi apabila Wajib Pajak membayar kewajiban pajaknya di luar
kota Tangerang. SSP tersebut akan dikirimkan oleh KPP lain di kota dimana Wajib
sebesar yang tercantum dalam SSP-SSP tersebut akan menjadi penerimaan pajak
tahun 2006.
2. Adanya pengakuan penerimaan oleh KPP lain atas SSP-SSP Wajib Pajak KPP
Tangerang yang salah pendistribusiannya oleh Kantor Wilayah (Kanwil). Hal ini
dilakukan untuk menambah penerimaan KPP lain tersebut. Meskipun identitas Wajib
Pajak-Wajib Pajak tersebut tidak terdaftar di KPP lain tersebut, perekaman atas SSP
lembar kedua dapat dipaksakan, sehingga jumlah pembayaran pajak dalam SSP-SSP
tersebut akan menjadi penerimaan KPP lain tersebut. Keadaan ini hanya sementara,
karena pada akhirnya seksi teknis akan mengembalikan SSP lembar kedua yang tidak
terdaftar di master file kepada Seksi Penerimaan dan Keberatan, sehingga jumlah
penerimaan pajaknya pun akan berkurang. Hal ini biasanya dilakukan oleh KPP-KPP
pada akhir tahun, tujuannya adalah agar target penerimaan KPP-nya dapat tercapai,
Perubahan ini terjadi karena adanya penambahan dan pengurangan jumlah tunggakan,
yang merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan berupa pelunasan utang pajak oleh
Wajib Pajak/Penanggung Pajak di satu sisi dan hasil dari penegakan hukum oleh aparatur
yang memuat sejumlah pajak yang masih harus dibayar beserta sanksi administrasinya.
Tunggakan pajak timbul apabila jumlah utang pajak sebagaimana yang tercantum dalam
ketetapan pajak tidak dilunasi oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak sampai dengan
tanggal jatuh tempo pembayaran. Ketetapan-ketetapan pajak yang baru tersebut yang
4. Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah;
5. Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus
dibayar bertambah;
6. Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah.
Pengurangan tunggakan pajak selama tahun 2005 terjadi karena adanya pembayaran
utang pajak oleh Penanggung Pajak baik sebelum dilakukan tindakan penagihan maupun
setelah dilakukan tindakan penagihan, dikabulkannya upaya hukum yang dilakukan oleh
Wajib Pajak berupa peninjauan kembali, keberatan, maupun banding atas SKPKB,
SKPKBT, dan/atau STP tersebut baik sebagian ataupun seluruhnya, dan penghapusan
tunggakan pajak yang telah daluarsa penagihannya. Pembayaran utang pajak oleh
Penanggung Pajak dapat dilakukan melalui SSP dan pemindahbukuan. Pembayaran
dengan SSP dilakukan oleh Penanggung Pajak dengan cara menyetorkan sejumlah uang
suatu cara pembayaran utang pajak yang dilakukan oleh Penanggung Pajak dengan
bahwa Penanggung Pajak telah melunasi utang pajaknya, maka atas permohonan
fungsinya sama dengan SSP, yaitu sebagai bukti setoran pajak. SK Pembetulan/SK
SK tersebut jumlah pajak yang tercantum dalam SKP dan/atau STP menjadi berkurang.
Penghapusan piutang pajak merupakan salah satu pengurang jumlah tunggakan pajak
Pajak/Penanggung Pajak tidak dapat ditagih lagi. Hal-hal yang menyebabkan piutang
pajak dihapuskan:
1. Wajib Pajak telah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan, dan
tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak diketemukan lagi.
4. Sebab lain sesuai dengan hasil penelitian, misalnya Wajib Pajak tidak ditemukan,
keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam, kebakaran, dan
sebagainya.
Terhadap piutang pajak yang akan dihapuskan, terlebih dahulu KPP melakukan
penelitian terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan. Penelitian dapat dilakukan melalui
terhadap piutang pajak yang akan dihapuskan dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak
mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapat ditemukan. Hal ini dapat
dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan
bahwa Wajib Pajak yang meninggal dunia tersebut tidak meninggalkan harta warisan
2. Wajib Pajak yang tidak mempunyai harta kekayaan lagi yang dapat dibuktikan
dengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa Wajib
Pajak memang benar-benar sudah tidak mempunyai harta kekayaan lagi. Wajib Pajak
seperti ini biasanya tidak memahami hak dan kewajibannya sebagai Wajib Pajak,
sehingga ketika tidak mempunyai penghasilan lagi, Wajib Pajak tersebut tidak
selama tahun 2005 adalah sebesar Rp 83.036.627.000. Pengurangan tunggakan ini tidak
berarti bahwa ada penambahan Kas Negara sebesar Rp 83.036.627.000, karena
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dari pencairan tunggakan pajak
yang berlaku. Dalam rangka menguji kepatuhan Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) diberi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan. Apabila berdasarkan hasil
kewajiban perpajakannya, maka terhadap Wajib Pajak tersebut dapat diterbitkan STP
dan/atau SKP.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Seksi Tata Usaha Perpajakan diketahui bahwa
jumlah STP, SKPKB, dan SKPKBT yang diterbitkan selama tahun 2005 adalah 5.759
yang terdiri 4.774 lembar STP, 973 lembar SKPKB, dan 6 lembar SKPKBT dengan nilai
dilunasi per 31 Desember 2004 dapat dilihat dalam tabel 3.1 tentang perkembangan
tunggakan pajak tahun 2005, yaitu sebesar Rp 76.531.855.000. Bila jumlah ketetapan
pajak yang dikeluarkan selama tahun 2005 dibandingkan dengan tunggakan awal tahun
2005, akan didapatkan prosentase penambahan tunggakan pajak sebesar 68,7%. Ini
129.125.956.000 selama tahun 2005 yaitu dapat dilakukan dengan tindakan penagihan,
sebagian maupun seluruhnya, ataupun penghapusan piutang pajak karena telah daluarsa
penagihannya. Upaya penagihan dapat dilakukan dengan atau tanpa penagihan aktif.
Penagihan aktif yang dimaksud dimulai dengan Surat Paksa, Sita, dan lelang, sedangkan
pengurangan tunggakan pajak tanpa penagihan aktif dapat terjadi karena Wajib Pajak
membayar utang pajaknya sebelum jatuh tempo atau pembayaran dilakukan setelah
diterbitkan Surat Teguran. Berdasarkan Laporan Kegiatan Penagihan Triwulan IV
diketahui bahwa selama tahun 2005 penagihan aktif yang dilakukan oleh KPP Tangerang
telah dapat mencairkan tunggakan pajak atas ketetapan Wajib Pajak badan sebanyak 305
lembar dan Wajib Pajak orang pribadi sebanyak 9 lembar dengan jumlah tunggakan pajak
terdiri dari 1.174 lembar ketetapan pajak Wajib Pajak badan dan 673 lembar ketetapan
pajak Wajib Pajak orang pribadi dengan nilai ketetapan sebesar Rp 26.604.555.000. Bila
dibandingkan antara nilai tunggakan yang berhasil dicairkan dengan jumlah lembar
ketetapan pajak, maka dapat disimpulkan bahwa penagihan aktif dilakukan terhadap
ketetapan pajak yang nilainya relatif lebih besar. Hal ini berkaitan dengan adanya biaya
yang akan dibebankan kepada Wajib Pajak atas tindakan penagihan aktif yang
dilaksanakan.
sekaligus adalah Penanggung Pajak akan atau berniat meninggalkan Indonesia untuk
Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau
perubahan bentuk usahanya, badan usaha akan dibubarkan oleh negara, atau terjadi
penyitaan atas barang milik Penanggung Pajak oleh fihak ketiga atau terdapat tanda-tanda
kepailitan. Keadaan-keadaan seperti ini sangat sulit untuk dideteksi oleh administrasi
KPP Tangerang, sehingga selama tahun 2005 KPP Tangerang belum pernah melakukan
untuk tujuan penagihan pajak, selama tahun 2005 KPP Tangerang belum pernah
Pajak yang mempunyai utang pajak lebih dari Rp 100.000.000,00 dilakukan secara
intensif dan Wajib Pajak-Wajib Pajak tersebut selalu memberikan itikad baiknya untuk
melunasi utang pajaknya dengan cara mengangsur secara rutin setiap bulan, sehingga
Surat Teguran merupakan langkah awal dari serangkaian tindakan penagihan dalam
dilanjutkan dngan penerbitan Surat Paksa. Surat Teguran merupakan surat peringatan
yang dimaksudkan untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi
utang pajaknya. Apabila terhadap Wajib Pajak tidak pernah diberikan Surat Teguran atau
surat peringatan namun langsung diterbitkan dan diberikan Surat Paksa, maka secara
yuridis Surat Paksa tersebut dianggap tidak ada karena tidak didahului dengan
yang tersedia pada Sistem Informasi Pajak, sehingga semua surat ketetapan pajak yang
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayarannya belum dilunasi oleh Penanggung
Pajak, setelah tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dapat segera diterbitkan
dengan mudah dan cepat tanpa ditemukan kendala yang berarti. Biasanya kendala
penerbitan Surat Teguran terletak pada Sistem Informasi Pajak dan perangkat
pendukungnya yang error. Terhadap STP dan/atau SKP yang sudah diterbitkan Surat
Teguran berdasarkan Sistem Informasi Pajak tidak dapat lagi diterbitkan Surat Teguran.
Jadi terhadap satu STP dan/atau SKP tidak mungkin diterbitkan Surat Teguran lebih dari
Selama tahun 2005, jumlah Surat Teguran yang diterbitkan adalah 4.269 lembar
untuk Wajib Pajak badan dengan nilai tunggakan Rp 47.263.078.000 dan 2.667 lembar
untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan nilai tunggakan Rp 2.134.781.000, sehingga
jumlah keseluruhan Surat Teguran yang diterbitkan selama tahun 2005 adalah 6.936
lembar dengan nilai tunggakan Rp 49.397.859.000. Seluruh jumlah Surat Teguran yang
diterbitkan selama tahun 2005 dapat diketahui dari diagram batang (yang dibagi ke dalam
Dari diagram tersebut terlihat bahwa jumlah Surat Teguran yang paling banyak
diterbitkan adalah pada Triwulan I. Menurut keterangan petugas yang mencetak Surat
Teguran diketahui bahwa pencetakan Surat Teguran yang paling banyak biasanya terjadi
pada bulan Januari, karena meliputi juga ketetapan pajak pada tahun sebelumnya.
Gambar 4.2
Diagram Batang Penyampaian Surat Teguran Tahun 2005
2500
2000
1500
(lembar)
Badan
1000
Orang pribadi
500
Sumber: Diolah dari Laporan Kegiatan Penagihan Tahun 2005, seksi Penagihan KPP
Tangerang
Surat Teguran adalah surat peringatan yang ditujukan kepada Wajib Pajak yang
tidak patuh dalam pembayaran pajaknya. Jika jumlah Surat Teguran yang diterbitkan
dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar, maka akan dihasilkan angka tingkat
Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang
Bila jumlah Surat Teguran yang diterbitkan dibandingkan dengan jumlah ketetapan
pajak yang diterbitkan tahun 2005 sebanyak 5.759 lembar akan didapatkan angka
120,4%. Angka ini menunjukan bahwa jumlah Surat Teguran yang diterbitkan jauh lebih
besar dari jumlah ketetapan pajak yang diterbitkan selama tahun 2005. Berdasarkan
keterangan dari petugas pencetak Surat Teguran diketahui bahwa jangka waktu
penerbitan Surat Teguran berdasarkan peraturan yaitu tujuh hari setelah jatuh tempo
pembayaran biasanya terlewati. Hal ini terjadi karena proses penatausahaan dan
pengiriman Surat Teguran hanya dilakukan oleh satu orang. Bila dihitung rata-ratanya
dalam satu bulan petugas tersebut dapat menyelesaikan Surat Teguran sebanyak 578
lembar, dan bila dihitung dalam sebulan terdapat 20 hari kerja, maka dalam satu hari
kerja petugas tersebut dapat menyelesaikan Surat Teguran sebanyak 28,9 lembar.
Surat Teguran diterbitkan dan dicetak melalui komputer melalui Sistem Informasi
Pajaknya. Surat Teguran yang sudah ditandatangani oleh Kepala Seksi Penagihan,
dikirimkan kepada Penanggung Pajak dengan menggunakan jasa Kantor Pos. Namun,
dari Surat Teguran yang dikirimkan kepada Penanggung Pajak, tidak semuanya dapat
diterima oleh Penanggung Pajak, sebagian diterima kembali dari pos (kempos). Surat
ditumpuk begitu saja di gudang, sehingga laporan tentang Surat Teguran yang kempos
Surat Teguran kembali pos dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain:
b. Penanggung Pajak menolak untuk menerima Surat Teguran karena merasa tidak
disampaikan pada saat pendaftaran sebagai Wajib Pajak tidak akurat dan tidak
d. Penanggung Pajak telah pindah alamat dan tidak memberitahukannya kepada KPP,
hal ini merupakan salah satu upaya dari Wajib Pajak untuk menghindarkan diri dari
kewajiban perpajakannya.
Surat Paksa diterbitkan setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkannya Surat
Teguran, telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus, atau Penanggung Pajak tidak
pembayaran atau penundaan pembayaran pajak. Seperti halnya dengan penerbitan Surat
Teguran, proses penerbitan Surat Paksa ini dilakukan dengan bantuan komputer yang
menggunakan aplikasi Sistem Informasi Perpajakan, sehingga menjadi lebih cepat dan
pajak yang tidak dilunasi setelah diterbitkan Surat Teguran. Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan dengan Jurusita Pajak, diperoleh keterangan bahwa Surat Paksa
500.000,00. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain adalah
pertimbangan biaya penagihan yang akan dibebankan kepada Penanggung Pajak dan
dengan nilai tunggakan sebesar Rp 16.501.365.000 yang terdiri dari 704 lembar Wajib
Pajak badan dengan nilai tunggakan sebesar Rp 15.023.383.000 dan 448 lembar Wajib
Pajak orang pribadi dengan nilai tunggakan sebesar Rp 1.477.982.000. Untuk dapat
Paksa, berikut ini disajikan diagram batang yang menggambarkan pasang surut
triwulanan.
Gambar 4.3
Diagram Batang Penyampaian Surat Paksa Tahun 2005
500
400
(Lembar)
300 Standar
Realisasi
200
100
0
Triwulan ITriwulan II Triwulan III Triwulan IV
Sumber: Diolah dari Laporan Kegiatan Penagihan Tahun 2005, Seksi Penagihan KPP
Tangerang
Berdasarkan SE-01/PJ.75/2005 tentang Kebijakan Penagihan Pajak tahun 2005,
diatur tentang standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan pajak tahun 2005. Dalam
SE tersebut dinyatakan bahwa standar prestasi pelaksanaan penyampaian Surat Paksa
adalah sebanyak 12 SP per Jurusita per bulan. Hal ini berarti bahwa setiap petugas
Jurusita Pajak yang ada harus mampu melaksanakan tugas pemberitahuan Surat Paksa
paling sedikit 12 Surat Paksa sebulan. Karena di KPP Tangerang terdapat 4 orang
Jurusita Pajak, maka dalam sebulan harus dilaksanakan sedikitnya 48 Surat Paksa atau
144 Surat Paksa dalam setiap triwulan. Diagram batang tentang Penyampaian Surat
Paksa Tahun 2005 menggambarkan prestasi penyampaian Surat Paksa KPP Tangerang
a. Triwulan I, jumlah Surat Paksa yang berhasil disampaikan adalah 137 Surat Paksa
dan bila dihitung rata-ratanya per bulan didapatkan jumlah 45,67 sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada triwulan I penyampaian Surat Paksa masih berada di bawah
b. Triwulan II, jumlah Surat Paksa yang berhasil disampaikan adalah 456 Surat Paksa
dan bila dihitung rata-ratanya per bulan didapatkan jumlah 152 sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada triwulan II penyampaian Surat Paksa jauh berada di atas
standar minimal per bulan. Ini merupakan suatu prestasi yang sangat membanggakan
c. Triwulan III, jumlah Surat Paksa yang berhasil disampaikan adalah 237 Surat Paksa
dan bila dihitung rata-ratanya per bulan didapatkan jumlah 79 sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada triwulan III penyampaian Surat Paksa jauh berada di atas
dan bila dihitung rata-ratanya per bulan didapatkan jumlah 107,3 sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada triwulan III penyampaian Surat Paksa jauh berada di atas
e. Jumlah Surat Paksa yang berhasil disampaikan selama tahun 2005 adalah 1.152
lembar, sedangkan standar minimal penyampaian Surat Paksa dalam setahun adalah
576 lembar, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyampaian Surat Paksa selama
Penyampaian Surat Paksa pada triwulan I berada di bawah standar prestasi minimal
penyampaian Surat Paksa, tetapi pada ketiga triwulan berikutnya penyampaian Surat
Paksa jauh berada di atas standar minimal. Bila dihitung rata-rata per bulan dari jumlah
penyampaian Surat Paksa selama tahun 2005 diperoleh angka 96, yang berarti bahwa
prestasi KPP Tangerang dalam hal penyampaian Surat Paksa melampaui batas ketentuan
tahun 2005 hanya mengatur tentang standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan
pajak tahun 2005 dan tidak mengatur tentang reward dan punishment yang akan
diberikan kepada Jurusita Pajak/KPP bila standar prestasi kegiatan penagihan tercapai
atau tidak.
mempelajari berkas Wajib Pajak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui siapa saja yang
menjadi Penanggung Pajak pada saat utang pajak terjadi dan juga alamatnya serta untuk
mengetahui kemungkinan harta/barang yang dapat dijadikan obyek sita, disamping itu
saham.
Dalam menyampaikan Surat Paksa Jurusita Pajak harus berusaha untuk dapat
menunjukkan identitas diri dan Surat Tugas. Kemudian Jurusita Pajak membacakan isi
dari Surat Paksa dari mulai dasar penagihan pajak, jumlah tunggakan utang pajak, dan
perintah untuk membayar tunggakan pajak dalam waktu 2 x 24 jam. Atas pelaksanaan
Pemberitahuan Surat Paksa yang berisi tentang nama hari, tanggal, dan tempat
pemberitahuan dilaksanakan, nama Jurusita Pajak dan juga nama Penanggung Pajak,
untuk kemudian ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan Penanggung Pajak, serta
membuat Laporan Pemberitahuan Surat Paksa. Disamping itu juga Jurusita Pajak harus
menanyakan tentang jaminan apa yang dapat digunakan untuk pelunasan tunggakan
utang pajak dimaksud dan kemudian jaminan tersebut dicatat dalam Laporan
Pemberitahuan Surat Paksa, sekaligus memberikan taksiran harga atas jaminan tersebut.
Apabila jaminan yang diberikan lebih kecil dari utang pajak, maka Jurusita Pajak mencari
usaha, atau tempat lain yang memungkinkan. Untuk Wajib Pajak orang pribadi, Surat
Paksa dapat disampaikan kepada orang dewasa yang bertempat tinggal bersama atau
bekerja di tempat usaha Wajib Pajak, atau ahli waris apabila Wajib Pajak telah meninggal
dunia, atau pelaksana wasiat apabila harta warisan belum dibagi. Untuk Wajib Pajak
badan, Surat Paksa dapat disampaikan kepada pengurus, pemegang saham, dan pemilik
modal baik di tempat kedudukan badan atau pun di tempat tinggal mereka atau tempat
lain yang memungkinkan, dan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah satu
dari mereka, maka Surat Paksa dapat disampaikan kepada pimpinan di tempat kedudukan
atau tempat usaha badan. Apabila Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa untuk
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya maka Surat Paksa dapat disampaikan
kepada Kuasa Wajib Pajak tersebut. Apabila pemberitahuan sebagaimana tersebut di atas
tidak dapat dilakukan, maka Surat Paksa dapat disampaikan kepada Pemerintah Daerah
setempat.
a. Jumlah utang pajak dalam STP, SKPKB, dan/atau SKPKBT berbeda dengan jumlah
utang pajak dalam Surat Paksa. Dalam hal ini Jurusita Pajak tidak boleh mengubah
dan mencoret apa yang ada dalam Surat Paksa. Jurusita harus mengembalikan Surat
Paksa tersebut kepada Seksi Penagihan untuk dapat diterbitkan Surat Paksa yang baru
dengan nomor dan tanggal yang sama sesuai dengan data sebenarnya dan berfungsi
Surat Paksa, maka dalam hal ini Jurusita Pajak dapat meninggalkan begitu saja Surat
Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa bahwa Penanggung Pajak menolak untuk
menerima dan menandatangani Surat Paksa dan dengan demikian Surat Paksa
c. Penanggung Pajak menolak menerima Surat Paksa dengan alasan terhadap SKP yang
ditagih dengan Surat Paksa sedang diajukan surat keberatan. Pasal 25 ayat (7) UU
tetap menolak menerima Surat Paksa, maka Jurusita Pajak dapat meninggalkan begitu
tidaklah sama karena perbedaan latar belakang pendidikan dan sosial. Penanggung Pajak
yang mengerti dan menyadari akan hak dan kewajibannya akan langsung menentukan
pilihannya apakah akan mengajukan keberatan atau segera melunasi utang pajaknya.
Namun, terdapat juga Penanggung Pajak yang tidak mau mengerti dan memahami
pajak. Terhadap Penanggung Pajak yang seperti ini, Jurusita Pajak memberikan
selanjutnya dengan segera sesuai dengan jadwal penagihan pajak apabila dalam waktu
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa tidak semua STP dan/atau SKP yang
tidak dilunasi setelah diterbitkan Surat Teguran ditindaklanjuti dengan Surat Paksa. Surat
Paksa diterbitkan hanya terhadap Wajib Pajak yang mempunyai utang pajak lebih dari
Rp 500.000. Surat Paksa yang tidak diterbitkan atas utang pajak yang tidak dilunasi akan
membawa dampak negatif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Wajib Pajak akan
tidak peduli untuk melunasi utang pajaknya dan merasa aman saja, padahal secara nyata
tunggakan pajaknya akan semakin menumpuk dan akan menyebabkan terjadinya daluarsa
penagihan.
Penyitaan adalah tindak lanjut dari pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa,
dilakukan apabila pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu
2x24 jam sesudah tanggal penyampaian Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
Penyitaan dilakukan untuk menguasai barang milik Penanggung Pajak guna dijadikan
jaminan untuk melunasi utang pajaknya. Penguasaan ini dilakukan agar mempermudah
dalam pelaksanaan penjualan sita lelang apabila Penanggung Pajak nyata-nyata tidak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pada saat yang telah ditentukan oleh undang-
undang.
Hal penting yang harus dilakukan Jurusita dalam melakukan penyitaan adalah
menentukan urut-urutan obyek sita. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan penagihan pajak
melalui penyitaan dapat lebih mudah dan bermanfaat di dalam upaya pelunasan utang
pajak dengan tidak merugikan kegiatan usaha Wajib Pajak itu sendiri. Urut-urutan obyek
sita didasarkan pada tingkat likuiditas barang/harta milik Penanggung Pajak, yang terdiri
dari:
a. uang tunai, deposito berjangka, tabungan, giro, atau bentuk lainnya yang
nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak. Pelaksanaan penyitaan terhadap harta milik Penanggung Pajak tetap
dilakukan beberapa kali sampai utang pajak dan biaya penagihan pajaknya lunas. Namun
hendaknya Jurusita Pajak harus memperhatikan biaya yang harus dikeluarkan.
Pelaksanaan penyitaan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi yang dapat
dipercaya. Untuk dapat memberikan kekuatan hukum yang lebih pasti, maka biasanya
salah satu dari saksi tersebut merupakan aparat pemerintahan daerah setempat, misalnya
lurah.
Barang yang disita dapat dititipkan kepada Penanggung Pajak yang biasanya
merupakan barang yang diperlukan oleh Wajib Pajak untuk melakukan usahanya,
sedangkan barang Wajib Pajak yang tidak mengganggu kegiatan usaha Wajib Pajak dapat
dibawa ke KPP. Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, maka
barang bergerak yang telah disita dapat dititipkan kepada aparat Pemerintah Daerah
setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita. Pengawasan terhadap barang tidak
bergerak yang disita diserahkan kepada aparat Pemerintah Daerah setempat yang
15 kali terhadap Wajib Pajak badan dengan nilai tunggakan Rp 13.169.926 dan 4 kali
terhadap Wajib Pajak orang pribadi dengan nilai tunggakan sebesar Rp 109.232.000..
penyampaian SPMP, berikut ini disajikan diagram batang yang menggambarkan pasang
triwulanan.
Gambar 4.4
Diagram Batang Penyampaian SPMP Tahun 2005
40
35
30
25
(Lembar)
20
15
10 Standar
5 Realisasi
Sumber : Diolah dari Laporan Kegiatan Penagihan Tahun 2005, Seksi Penagihan KPP
Tangerang
Dari diagram tersebut diketahui bahwa penyampaian SPMP selama tahun 2005
triwulan I, yaitu sebanyak 11 kali. Triwulan selanjutnya yaitu pada triwulan II terjadi
penurunan yang sangat drastis, pelaksanaan penyitaan yang berhasil dilakukan hanya 4
kali. Selama triwulan III dan IV pelaksanaan SPMP cenderung, penyitaan yang berhasil
Pajak tahun 2005, setiap petugas Jurusita Pajak harus dapat menyampaikan SPMP
sedikitnya 3 SPMP sebulan, sehingga dengan jumlah Jurusita Pajak sebanyak 4 orang,
KPP Tangerang harus berhasil melaksanakan penyitaan sedikitnya 12 kali dalam sebulan
atau 36 kali pada setiap triwulan. Perbandingan antara ketentuan tentang standar minimal
dan bila dihitung rata-ratanya per bulan didapatkan jumlah 3,67 sehingga dapat
b. Triwulan II, jumlah SPMP yang berhasil disampaikan adalah 4 SPMP dan bila
dihitung rata-ratanya per bulan didapatkan jumlah 1,33 SPMP sehingga dapat
c. Triwulan III, jumlah SPMP yang berhasil disampaikan adalah 2 SPMP dan bila
dihitung rata-ratanya per bulan didapatkan jumlah 0,67 SPMP sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada triwulan III penyampaian SPMP jauh berada di bawah
d. Triwulan IV, jumlah SPMP yang berhasil disampaikan sama dengan triwulan III yaitu
2 SPMP dan bila dihitung rata-ratanya per bulan didapatkan jumlah 0,67 SPMP
e. Selama tahun 2005 jumlah SPMP yang berhasil dilaksanakan adalah 19 SPMP,
sedangkan standar minimal pelaksanaan SPMP selama setahun adalah 144 SPMP. .
Bila dihitung prosentase pelaksanaan SPMP terhadap standar minimal pelaksanaan
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa prestasi pelaksanaan tindakan penyitaan
masih jauh dari standar prestasi yang ditentukan. Keadaan paling parah terjadi pada
Triwulan III dan triwulan IV, dimana KPP Tangerang hanya melaksanakan 2 kali
penyitaan disebabkan oleh tidak diperolehnya obyek sita yang akan dijadikan jaminan
pelunasan utang pajak pada saat menyampaikan Surat Paksa. SKP yang terbit sebagai
hasil pemeriksaan tahun pajak 2004 dan tahun pajak sebelumnya, akan menyulitkan
Jurusita Pajak untuk melakukan penagihan sampai tuntas. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar Wajib Pajak yang mempunyai utang pajak berdasarkan SKP telah
dinyatakan bubar/bangkrut dan aset-asetnya telah berpindah tangan, sehingga pada saat
dilakukan penagihan dengan Surat Paksa, Jurusita tidak memperoleh obyek sita sebagai
dari segi jumlah lembar dan jumlah tunggakan (rupiah) akan diperoleh hasil
Gambar 4.5
Diagram Batang Perbandingan Pelaksanaan SP dengan SPMP (Dalam rupiah)
500
400
(Lembar)
300
SP
200 SPMP
100
0
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
Sumber: Diolah dari Laporan Kegiatan Penagihan Tahun 2005, Seksi Penagihan KPP
Tangerang
Hasil dari perbandingan antara jumlah pelaksanaan SPMP (19 lembar) dengan
pelaksanaan Surat Paksa (1.152 lembar) akan didapatkan angka 1,65%. Angka ini
menunjukan bahwa pelaksanaan SPMP di KPP Tangerang sangat kecil, hal ini
1) Penanggung Pajak telah melunasi utang pajaknya setelah menerima Surat Paksa.
2) Wajib Pajak/Penanggung Pajak telah pindah alamat dan alamat barunya tidak
diketahui.
menyebabkan utang pajaknya menjadi nihil atau mungkin menjadi lebih bayar.
5) Jumlah tunggakan pajak berdasarkan Surat Paksa relative kecil bila dibandingkan
dengan biaya penagihan, sehingga apabila tetap dilaksanakan penyitaan akan tidak
Gambar 4.6
Diagram Batang Perbandingan Pelaksanaan SP dengan SPMP (Dalam Rupiah)
10000000
9000000
8000000
7000000
(Ribuan Rupiah)
6000000
5000000
4000000
3000000
SP
2000000
SPMP
1000000
0
Sumber: Diolah dari Laporan Kegiatan Penagihan Tahun 2005, Seksi Penagihan KPP
Tangerang
jumlah tunggakan pajak yang ditagih dengan SP dan SPMP. Dari diagram tersebut dapat
dilihat bahwa hasil perbandingan jumlah lembar pelaksanaan SPMP dengan SP relatif
sangat kecil, tetapi bila kita bandingkan jumlah rupiah tunggakan pajak berdasarkan
80,5%. Jumlah tunggakan pajak terbesar yang dilakukan penyitaan berdasarkan SPMP
terjadi pada Triwulan I. Hasil perbandingan antara SPMP dengan SP selama triwulan I
didapatkan angka 414,5%. Jumlah tunggakan pajak berdasarkan SPMP selama Triwulan I
mencapai 71,4%. Dari angka-angka ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
tunggakan pajak yang ditagih dengan SPMP merupakan kelanjutan dari pelaksanaan
penagihan dengan Surat Paksa tahun 2004 dan sebelumnya. Berdasarkan pada
kesimpulan tersebut kita dapat mengetahui bahwa jadwal penagihan pajak (Dalam waktu
2x24 jam sejak dilaksanakannya Surat Paksa Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya,
dilaksanakan.
aktif yang dapat memberikan suatu bentuk shock therapy bagi Penanggung Pajak. Selain
itu, pelaksanaan penyitaan juga dapat menjadi suatu model/contoh bagi Wajib Pajak lain
agar tidak mencoba untuk tidak membayar utang pajaknya. Pelaksanaan penyitaan
merupakan salah satu upaya untuk menyadarkan masyarakat Wajib Pajak agar memenuhi
berlaku.
4. Pelaksanaan Lelang
Pada dasarnya utang pajak dan biaya penagihan pajak apabila tidak dilunasi setelah
barang yang disita melalui Kantor Lelang, kecuali terhadap barang yang disita yang
berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, obligasi, saham,
atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain.
Tindakan lelang dilakukan karena segala upaya hukum yang telah dilakukan oleh
Direktur Jenderal Pajak dari mulai pengiriman Surat teguran, Surat Paksa, serta terhadap
barang-barang milik Penanggung Pajak tidak mendatangkan hasil berupa pelunasan utang
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pelaksanaan lelang dapat berjalan
pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak (delinquency audit). Jadi dalam pemeriksaaan
untuk tujuan penagihan pajak hanya mencakup pemeriksaan atas harta yang menjadi
objek sita yang dimiliki oleh Penanggung Pajak. Selama tahun 2005, delinquency audit
atas semua SPMP yang disampaikan selama tahun 2005, Penanggung Pajak telah
meluanasi utang pajak dan biaya penagihan pajak sebelum dilakukan tindakan
pelelangan, sehingga proses penagihan tidak sampai berlanjut pada pengumuman lelang
dan pelaksanaan lelang. Hal ini merupakan keberhasilan Jurusita Pajak dalam
mencairkan tunggakan pajak. Pelunasan utang pajak sebelum tindakan pelelangan juga
akan mengurangi biaya penagihan pajak yang akan dibebankan kepada Penanggung
Pajak, diantaranya biaya pengumuman lelang, biaya lelang, dan biaya tambahan
penagihan sebesar 1% dari pokok lelang. Berikut ini merupakan contoh perhitungan
pelunasan pajak melalui hasil lelang yang penulis kutip dari buku “Materi Pokok
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa” yang ditulis oleh Drs. Djoned Gunadi halaman
74 dan 75:
Biaya lelang:
Untuk barang bergerak 3% x Rp 500.000.000,- : Rp 15.000.000,-
Untuk barang tak gerak 1,5% x Rp 1.000.000.000 : Rp 15.000.000,-
Jumlah biaya lelang : Rp 30.000.000,-
Jumlah untuk biaya penagihan dan utang pajak : Rp 2.470.000.000,-
Biaya penagihan :
Biaya Surat Paksa yang belum dibayar : Rp 50.000,-
Biaya SPMP yang belum dibayar : Rp 100.000,-
Biaya Pengumuman Lelang : Rp 2.500.000,-
Biaya penitipan br. dan bi d/ br. sitaan : Rp 1.000.000,-
Biaya tambahan penagihan 1% : Rp 25.000.000,-
Jumlah biaya penagihan pajak : Rp 28.650.000,-
Jumlah yang siap untuk pelunasan pajak : Rp 2.342.350.000,-
Kedudukan jurusita Pajak adalah sangat strategis dalam unit organisasi Direktorat
Jenderal Pajak, yaitu sebagai ujung tombak dan benteng terakhir dalam rangka
pengamanan penagihan pajak Negara. Berhasilnya tugas Jurusita Pajak tergantung
sepenuhnya pada bobot, keterampilan, keuletan, kejelian, mental yang dimiliki olehnya,
apalagi Jurusita bertugas sepenuhnya di lapangan dengan segala persoalan yang beraneka
ragam coraknya. Pada dasarnya tidak ada Penanggung Pajak yang rela bila hartanya
disita oleh Jurusita Pajak karena akan menurunkan kredibilitas mereka di mata
masyarakat, meskipun sadar dan mengerti bahwa hal itu adalah ketentuan perpajakan
menghadapi rintangan dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak ataupun dari fihak ketiga
yaitu dengan jalan ancaman-ancaman fisik maupun non fisik. Dalam hal ini hendaknya
Jurusita Pajak menghindari bentrokan fisik dan selalu berkonsultasi dengan atasannya.
Atasan Jurusita Pajak dapat mengambil langkah meminta bantuan kepada Pemda
setempat atau kepada Polri sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) Undang-undang No. 19 Tahun
2000. Disebutkan dalam Pasal tersebut bahwa dalam melaksanakan tugasnya Jurusita
Nasionl, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank, atau fihak lain.
Misalnya, dalam hal Penanggung Pajak tidak memberi izin atau menghalangi
pelaksanaan penyitaan, Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan.
Demikian juga dalam hal penyitaan terhadap barang tidak bergerak seperti tanah, Jurusita
Pajak dapat meminta bantuan kepada Badan Pertanahan Nasional atau Pemerintah
hambatan, tidak hanya dari fihak Penanggung Pajak tetapi juga dari internal KPP itu
sendiri. Hambatan-hambatan yang timbul harus difahami sebagai suatu tantangan yang
harus dihadapi dan harus dicari penyebabnya untuk kemudian dicari pemecahannya. Dari
hasil pengamatan dan wawancara dengan petugas yang ada diketahui bentuk-bentuk
hambatan yang dihadapi petugas dalam pelaksanaan penagihan pajak di KPP Tangerang
a. Terhadap Wajib Pajak yang meninggal dunia ataupun badan yang telah dibubarkan
masih diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Hal ini akan menambah beban pekerjaan bagi seksi penagihan untuk mencairkan
tunggakan atas STP dan/atau SKP tersebut yang sebenarnya tidak perlu, yang
disebabkan oleh:
1) Tidak adanya permohonan pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) yang disebabkan karena Wajib
Pajak meninggal dunia atau badan telah dibubarkan, sehingga seksi teknis tetap
karena data di KPP Tangerang Wajib Pajak tersebut masih tercatat sebagai
Pajak. Baginya yang terpenting adalah target penerbitan SKP dapat tercapai.
b. Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) dan Surat Setoran Pajak (SSP) yang diterima dari
Wajib Pajak melalui Kantor Pos seringkali terlambat direkam oleh petugas di Tempat
Pelayanan Terpadu, sehingga sering diterbitkan Surat Tagihan Pajak terhadap Wajib
Pelaporan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak dapat juga dilakukan melalui Kantor
Pos dan Giro. Tanda terima dari Kantor Pos dan Giro merupakan tanda terima
pelaporan pembayaran pajak. Tetapi pada kenyataannya SPT dan SSP yang diterima
dari Kantor Pos dan Giro biasanya ditumpuk terlebih dahulu, sehingga besar
kemungkinan SPT dan SSP tersebut hilang, tidak terekam, atau terlambat
catatan administrasi di seksi teknis menyatakan bahwa wajib Pajak tersebut tidak
lapangan.
Hal ini menyebabkan data yang ada di Master File Wajib Pajak adalah data lama yang
tidak sesuai lagi, sehingga akan menyulitkan Jurusita Pajak dalam melaksanakan
Penanggung Pajak.
d. Dalam penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pokok Pengusaha Kena
yang tercantum dalam Master File Wajib Pajak di KPP menjadi tidak akurat.
Hal ini menyebakan identitas Wajib Pajak yang tercantum dalam Master File Wajib
Pajak di KPP menjadi tidak akurat. Pada saat dilaksanakan tindakan penagihan
kepada Wajib Pajak yang bersangkutam, ternyata alamat yang dikunjungi tidak ada,
atau bukan alamat Wajib Pajak yang tercantum dalam dokumen perpajakan.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pajak seringkali dilakukan secara semena-
mena sehingga melahirkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak berdasar. Hal ini
f. Dokumen kepemilikan harta milik Wajib Pajak yang telah dijadikan agunan utang,
Berdasarkan pada Pasal 21 ayat (1) UU PPSP dinyatakan bahwa Negara mempunyai
hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
Timbulnya hak mendahulu manakala Wajib Pajak mempunyai utang kepada banyak
fihak, sedangkan harta kekayaan yang digunakan untuk melunasi utang terbatas atau
tidak mencukupi. Dalam hal obyek sita telah dijadikan agunan utang, meskipun
Negara mempunyai hak mendahulu dalam pelunasan utang pajak, Jurusita akan
kreditur akan sama-sama mengakui mempunyai hak mendahulu atas pelunasan utang
debiturnya. Dalam hal ini biasanya yang lebih kuat dalam penguasaan harta debitur
daftar harta Penanggung Pajak hanya sekedar untuk memenuhi syarat hasil
Pada umumnya pegawai KPP membedakan antara seksi teknis dan non teknis. Seksi
teknis adalah suatu bagian di KPP yang berkaitan dengan tugas pengawasan terhadap
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya. Seksi non teknis adalah
Dalam diri pegawai KPP pada umumnya masih melekat perbedaan pandangan gengsi
atau status antara seksi teknis dengan seksi non teknis, sehingga biasanya Jurusita
Pajak yang merupakan bagian dari seksi Penagihan merasa minder dan tidak bangga
Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak mempunyai pemahaman yang baik terhadap hak
tidak mau mengakui tunggakan pajak dengan tidak menerima Surat Paksa atau pada
saat pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Penanggung Pajak tidak mau
A. Simpulan
Berdasarkan pada uraian di muka pada bagian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kinerja Jurusita Pajak di KPP Tangerang dalam pelaksanaan penagihan selama tahun
penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Tahun 2005.
penagihan pajak yaitu dalam penyitaan dan lelang disebabkan terdapatnya berbagai
adalah:
a. Terhadap Wajib Pajak yang meninggal dunia ataupun badan yang telah
b. Surat Pemberitahuan Pajak dan Surat Setoran Pajak yang diterima dari Wajib
Pajak melalui Kantor Pos seringkali terlambat direkam oleh petugas di Tempat
80
Wajib Pajak yang taat.
c. Dalam penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Nomor Pokok Pengusaha Kena
yang tercantum dalam Master File W ajib Pajak di KPP menjadi tidak akurat.
di lapangan.
menolaknya.
f. Dokumen kepemilikan harta milik Wajib Pajak yang telah dijadikan agunan
4. Hambatan eksternal yang dihadapi dalam pelaksanaan penagihan pajak adalah Wajib
Pajak/Penanggung Pajak tidak mempunyai pemahaman yang baik terhadap hak dan
kewajiban perpajakannya.
B. Saran-saran
sebagai berikut:
81
82
1. Diperlukan penelitian lapangan pada saat pendaftaran NPWP dan NPPKP, agar
Pajak, baik secara langsung maupun melalui iklan media massa dan elektronik.
3. Diperlukan ketentuan tentang reward yang berupa pemberian insentif atas jumlah
tunggakan pajak yang berhasil dicairkan dan punishment yang berupa pwnundaan
kenaikan pangkat Jurusita Pajak, agar standar penagihan pajak dapat tercapai.
Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. Hukum Pajak. Jakarta : Salemba Empat, 2001.
Gunadi, Djoned. Materi Pokok Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Jakarta: Badan
Pendidikan dan Perlatihan Keuangan, 2003.
Muljohadi. Dasar-dasar Penagihan Pajak dengan Surat Paksa oleh Jurusita Pajak
Pusat dan Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.
Rusjdi, Muhammad. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jakarta: PT Indeks, 2005.
Undang-undang Nomor 6 Tahun tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 16
Tahun 2000.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2000.
Peraturan pemerintah RI Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam
Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-01/PJ.135/2005 tanggal 3 Maret 2005 tentang
Kebijakan penagihan Pajak Tahun 2005.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Tinggi Tangerang
Agama : Islam
Status : Menikah
2001