Anda di halaman 1dari 25

PARASIT USUS DARI CACING NEMATODA

KELOMPOK 4

SRI WAHYUNI Z1A021306


PUTRI MELATI SIMA Z1A021857
ASRAEL RACHO Z1B021019

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH PARASITOLOGI


CASE BASED LEARNING

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2021
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi cacing merupakan penyakit parasit endemik di Indonesia. Manusia
merupakan hospes beberapa nematoda usus, sebagian besar nematoda ini
menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu penyakit
yang masih menjadi masalah kesehatan yaitu disebabkan oleh cacing yang
ditularkan melalui tanah atau sering disebut dengan Soil transmitted
helminths, seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis, Ancylostoma duodenale, dan Necator americanus. Kurang lebih
60-80 % penduduk Indonesia terutama di daerah pedesaan menderita infeksi
cacing terutama cacing perut (Soedarto,1990).
Nematoda berasal dari bahasa Yunani nemayang artinya benang.
Nematoda memiliki besar dan panjang yang beragam, ada yang panjangnya
beberapa milimeter dan adapula yang melebihi satu meter. Cacing ini
mempunyai kepala, ekor, dinding dan rongga badan. Biasanya sistem
pencernaan, sistem saraf, ekskresi dan reproduksi terpisah.
Pada umumnya cacing bertelur, tetapi adapula yang vivipar dan yang
berkembang biak secara partenogenesis. Cacing dewasa tidak bertambah
banyak didalam badan manusia. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan
telur sebanyak 20 sampai 200.000 butir sehari. Telur atau larva ini dikeluarkan
dari badan hospes dengan tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan
dengan pergantian kulit. Stadium infektif masuk kedalam tubuh manusia dapat
secara aktif, tertelan, atau dimasukkan oleh vektor dengan tusukan dan gigitan
(Sutanto, dkk, 2009).
Manusia merupakan hospes definitif beberapa nematoda usus (cacing
perut) yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan bagi masyarakat. Pada
nematoda yang membutuhkan manusia sebagai definitif dan tidak memerlukan
hospes perantara, maka telur yang dikeluarkan dari tubuh manusia harus
tumbuh dan berkembang menjadi infeksi lebih dahulu sebelum dapat
menginfeksi hospes definitif atau hospes lainnya (Soedarto, 1991).
Berdasarkan fungsi tanah pada siklus hidup cacing ini, nematoda usus
dibagi atas dua kelompok yaitu: (1) Soil Transmitted Helminth atau cacing
yang ditularkan melalui tanah adalah cacing yang dalam siklus hidupnya
memerlukan stadium hidup di tanah untuk berkembang menjadi bentuk infeksi
bagi manusia. Tanah yang terkontaminasi oleh telur cacing semakin meluas
terutama di sekitar rumah pada penduduk yang mempunyai kebiasaan
membuang tinja di sembarang tempat, hal ini akan memudahkan terjadinya
penularan pada masyarakat. Tanah merupakan hospes perantara atau tuan
rumah sementara tempat perkembangan telur-telur atau larva cacing sebelum
dapat menular dari seorang terhadap orang lain. Jenis-jenis STH antara lain
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm, dan Strongyloides
stercoralis. (2) Non-Soil Transmitted Helminths, yang merupakan nematoda
usus yang di dalam siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah, ada 3 jenis
spesies yang termasuk kelompok ini yaitu : Enterobius vermicularis (cacing
kremi) menimbulkan 9 enterobiasis dan Trichnella spiralis dapat
menimbulkan Trichinosis serta parasit yang paling baru ditemukan yaitu
Cappilaria phillipinensis (Safar, 2010).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja jenis-jenis cacing parasit usus pada manusia?
2. Bagaimana karakter morfologi dari tiap jenis helminth parasit usus?
3. Bagaimana cara penularan dan siklus hidup dari tiap jenis helminth parasit
usus?
4. Bagaimana patologi yang ditimbulkan dari tiap jenis helminth parasit
usus?
5. Bagaimana cara pencegahan dari helminth parasit usus?
6. Bagaimana stadium infektif dari tiap jenis helminth parasite usus?
7. Bagaimana cara mendiagnosis cacing parasit usus?
8. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan selalu ada kasus infeksi parasit
usus?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa saja jenis-jenis cacing parasit usus pada manusia?
2. Mengetahui karakter morfologi dari tiap jenis helminth parasit usus?
3. Mengetahui cara penularan dan siklus hidup dari tiap jenis helminth
parasit usus?
4. Mengetahui patologi yang ditimbulkan dari tiap jenis helminth parasit
usus?
5. Mengetahui cara pencegahan dari helminth parasit usus?
6. Mengetahui stadium infektif dari tiap jenis helminth parasite usus?
7. Mengetahui cara mendiagnosis cacing parasit usus?
8. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan selalu ada kasus
infeksi parasit usus?
PEMBAHASAN

2.1 Jenis-Jenis Cacing Parasit Usus Pada Manusia


Jenis-jenis STH (Soil Transmitted Helminth) atau cacing yang ditularkan
melalui tanah antara lain:
1. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides termasuk kelas Nematoda usus yang
berbentuk panjang, silindris dan tidak bersegmen. Cacing betina dapat
menghasilkan telur sebanyak 200.000 butir sehari dan cacing dewasa
hidup didalam usus halus. Pertumbuhan telur diluar host dipengaruhi oleh
suhu, kelembapan dan cukup tersedianya oksigen (Garcia, 2001).
2. Trichuris trichiura
Trichuris trichiura termasuk juga kelas Nematoda usus yang
bentuknya seperti cambuk atau biasa juga disebut cacing cambuk. Infeksi
cacing ini lebih sering terjadi didaerah panas, lembab dan sering terlihat
bersama-sama dengan infeksi Ascaris. Jumlah cacing dapat bervariasi
apabila jumlahnya sedikit, pasien biasanya tidak terpengaruh dengan
adanya cacing ini. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini disebut
Trikuriasis.
Trikuriasis mempunyai prevalensi yang hampir sama dengan
infeksi oleh cacing tambang, atau diperkirakan lebih dari 500 juta kasus
didunia, tetapi infeksi ini sering asimtomatik karena kebanyakan kasus
gambaran klinisnya ringan (Sandjaja, 2007).
3. Strongyloides stercoralis.
Strongyloides stercoralis yang juga disebut sebagai cacing benang
(threadworm) menyebabkan infeksi strongiloidiasis pada manusia. Tempat
hidup cacing betina dewasa adalah di dalam membrana mukosa usus halus,
terutama di daerah duodenum dan jejunum manusia dan beberapa jenis
hewan. Strongyloides stercoralis jantan jarang ditemukan di dalam usus
hospes definitifnya (Soedarto, 2011).
2.2 Karakter Morfologi Dari Tiap Jenis Helminth Parasit Usus
1. Ascaris lumbricoides
 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub-kelas : Phasmida
Ordo : Rhabdidata
Sub-Ordo : Ascaridata
Familia : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides

 Morfologi
Cacing dewasa merupakan Nematoda usus terbesar, berwarna
putih, kekuningan sampai merah muda, sedangkan pada cacing mati akan
berwarna putih. Badan bulat memanjang, kedua ujung lancip, bagian
anterior lebih tumpul daripada posterior. Pada bagian anterior terdapat
mulut dengan tiga lipatan bibir (1 bibir di dorsal dan 2 di ventral), pada
bibir, tepi lateral terdapat sepasang papil peraba (Natadisastra, dkk, 2009).
Cacing jantan, memiliki ukuran panjang 15-30 cm x lebar 3-5 mm;
bagian posterior melengkung ke depan; terdapat kloaka dengan 2 spikula
yang dapat ditarik. Cacing betina, berukuran panjang 22-35 cm x lebar 3-6
mm, vulva membuka ke depan pada 2/3 bagian posterior tubuh terdapat
penyempitan lubang vulva yang disebut sebagai cincin kopulasi. Seekor
cacing betina menghasilkan telur 200.000 butir sehari, dapat berlangsung
selama hidupnya kira kira 6-12 bulan (Natadisastra, dkk, 2009).
Pada pemeriksaan tinja, penderita dapat ditemukan telur cacing,
ada 3 bentuk telur yang mungkin ditemukan yaitu:
1) Telur yang dibuahi, berukuran 60x45 m, bulat atau oval, dengan
dinding telur yang kuat yang terdiri dari 3 lapis yaitu lapisan luar
terdiri atas lapisan albuminoid dengan permukaan tidak rata, bergerigi,
berwarna kecoklat-coklatan karena pigmen empedu; lapisan tengah
merupakan lapisan chitin, terdiri atas polisakarida dan lapisan dalam,
membran vitelin yang terdiri atas sterol yang liat sehingga telur dapat
tahan sampai satu tahun terapung di dalam larutan yang mengalami
garam jernih atau pekat.
2) Telur yang mengalami dekortikasi adalah telur yang dibuahi, akan
tetapi kehilangan lapisan albuminoidnya. Telur yang mengalami
dekortikasi ini juga terapung di dalam larutan garam jenuh atau pekat.
3) Telur yang tidak dibuahi mungkin, dihasilkan oleh betina yang tidak
subur atau terlalu cepat dikeluarkan oleh betina yang terlalu subur.
Telur ini berukuran 90 x 40 m, berdinding tipis, akan tenggelam dalam
larutan garam jenuh (Natadisastra, dkk, 2009).

Gambar 1. A. Cacing dewasa jantan Ascaris lumbricoides; B. Cacimg


dewasa betina Ascaris lumbricoides

2. Trichuris trichiura
 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub-kelas : Aphasmida
Ordo : Enoplida
Super Famili : Trichuroidea
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura

 Morfologi
Cacing dewasa menyerupai cambuk sehingga disebut cacing
cambuk. Tiga perlima bagian anterior tubuh halus seperti benang, pada
ujungnya terdapat kepala (trix = rambut, aura = ekor, cephalus = kepala),
esophagus sempit berdinding tipis terdiri satu lapis sel, tidak memiliki
bulbus esophagus. Bagian anterior yang halus ini akan menancapkan
dirinya pada mukosa usus. Dua perlima bagian posterior lebih tebal, berisi
usus dan perangkat alat kelamin (Natadisastra, dkk, 2009).
Cacing jantan memiliki panjang 30-45 mm, bagian posterior
melengkung ke depan sehingga membentuk satu lingkaran penuh, pada
bagian posterior ini terdapat satu spikulum yang menonjol keluar melalui
selaput retraksi. Cacing betina panjangnya 30-50 mm, ujung posterior
tubuhnya membulat tumpul. Organ kelamin tidak berpasangan (simpleks)
dan berakhir di vulva yang terletak pada tempat tubuhnya mulai menebal.
Telur, berukuran 50 x 25 m, memiliki bentuk seperti tempayan, pada
kedua kutubnya terdapat operculum, yaitu menonjol. Dindingnya terdiri
atas dua lapis bagian dalam jernih, bagian luar berwarna kecoklat-
coklatan. Sehari, tiap ekor cacing betina menghasilkan 3000-4000 telur
dimana telur ini terapung dalam larutan garam jenuh (Natadisastra, dkk,
2009).

Gambar 2. Cacing jantan dewasa Trichuris trichiura


3. Strongyloides stercoralis
 Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub-kelas : Phasmidia
Ordo : Rhabditida
Familia : Strongyloididae
Genus : Strongyloides
Spesies : Strongyloides stercoralis

 Morfologi
Strongyloides stercoralis betina berbentuk seperti benang halus
yang tidak berwarna, tembus sinar dan mempunyai kutikel yang bergaris-
garis. Cacing betina yang parasitik mempunyai ukuran panjang tubuh
sekitar 2,2 mm. Rongga mulut cacing pendek, sedangkan esofagusnya
panjang, langsing dan berbentuk silindrik.
Terdapat sepasang uterus yang berisi telur. Cacing jantan hidup
bebas, berukuran lebih kecil dibanding cacing betina, mempunyai ekor
yang melengkung (Soedarto, 2011). Cacing betina berukuran 1mm x
0,06mm dan cacing jantan berukuran 0.75 mm x 0,04 mm (Sutanto, dkk,
2013).
Telur Strongyloides stercoralis mirip telur cacing tambang,
mempunyai dinding telur yang tipis dan tembus sinar. Bentuk telur yang
bulat lonjong berukuran 55 x 30 mikron. Telur ini dikeluarkan di dalam
membrana mukosa usus penderita dan segera menetas menjadi larva,
sehingga telur tidak dapat ditemukan di dalam tinja penderita (Soedarto,
2011).
Gambar 4. Cacing Strongyloides stercoralis

2.3 Cara Penularan Dan Siklus Hidup Dari Tiap Jenis Helminth Parasite
Usus
1. Ascaris lumbricoides
 Cara Penularan
Cara penularan Ascariasis terjadi melalui beberapa jalan yakni
telur infektif A.lumbricoides yang masuk ke dalam mulut bersamaan
dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi, melalui tangan yang
kotor tercemar terutama pada anak, atau telur infektif yang terhirup udara
bersamaan dengan debu. Pada keadaan telur infektif yang terhirup oleh
pernapasan, telur tersebut akan menetas di mukosa alat pernapasan bagian
atas dan larva akan segera menembus pembuluh darah dan beredar
bersama aliran darah (Soedarto, 2009). Cara penularan Ascariasis juga
dapat terjadi melalui sayuran dan buah karena tinja yang dijadikan pupuk
untuk tanaman sayur-mayur maupun buah-buahan (Sutanto, dkk, 2013).

 Siklus Hidup
Telur Ascaris lumbricoides keluar bersama feces dalam bentuk non
infektif. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang
menjadi bentuk infektif dalam kurung waktu kurang lebih 3 minggu.
Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas diusus halus
menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan kejantung,
mengikuti aliran darah ke paru, larva di paru menembus dinding pembuluh
darah ke dinding alveolus dan kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus
dan bronkus. Dari trakea larva menuju ke faring sehingga menimbulkan
rangsangan pada faring.
Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan
kedalam eosofagus, lalu menuju keusus halus. Diusus halus larva berubah
menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa
bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan (Gandahusada, dkk, 2004).

2. Trichuris trichiura
 Cara Penularan
Trichuris trichiura hanya dapat ditularkan dari manusia ke
manusia, sehingga parasit ini bukan parasit zoonosis. Infeksi terjadi jika
manusia tertelan telur cacing yang infektif, sesudah telur mengalami
pematangan di tanah dalam waktu 3-4 minggu lamanya. Di dalam usus
halus dinding telur pecah dan larva cacing ke luar menuju sekum lalu
berkembang menjadi cacing dewasa. Satu bulan sejak masuknya telur
infektif ke dalam mulut, cacing dewasa yang terjadi sudah mulai mampu
bertelur. Cacing dewasa dapat hidup beberapa tahun di dalam usus
manusia.

 Siklus Hidup
Telur yang keluar bersama tinja, dalam keadaan belum matang
(belum membelah), tidak infektif. Telur demikian ini perlu pematangan
pada tanah selama 3- 5 minggu sampai terbentuk telur infektif yang berisi
embrio di dalamnya, dengan demikian cacing ini termasuk “Soil
Transmitted Helminth” tempat tanah berfungsi dalam pematangan telur.
Manusia mendapat infeksi jika telur yang infektif tertelan,
selanjutnya di bagian proksimal usus halus telur menetas larva keluar dan
menetap selama 3-10 hari, setelah dewasa cacing akan turun ke usus besar
dan menetap dalam beberapa tahun. Waktu yang diperlukan sejak telur
infektif tertelan sampai cacing betina menghasilkan telur 30-90 hari,
seperti juga pada Ascaris lumbricoides siklus hidup Trichuris trichiura
merupakan siklus langsung karena keduanya tidak membutuhkan tuan
rumah perantara (Natadisastra, dkk, 2009).

3. Strongyloides stercoralis
 Cara Penularan
Strongyloides stercoralis merupakan parasit nematoda usus. Parasit
ini ditularkan melalui tanah dan penetrasi melalui kulit. Penularan dapat
juga terjadi melalui paparan cairan tubuh penderita, seperti dahak, tinja,
atau muntah. Strongyloidosis merupakan penyakit yang diderita manusia
karena infestasi parasit Strongyloides stercoralis. Cacing ini menginfestasi
manusia dengan masuk melalui kulit pada fase filariform (Anwar, dkk,
2020).

 Siklus Hidup
Stongyloides stercoralis mempunyai tiga macam siklus hidup, yaitu :
1) Siklus Langsung
Larva Rabditiform berubah menjadi larva filariform sesudah 2-3 hari
di tanah. Larva filariform menembus kulit manusia dan masuk ke
dalam peredaran darah vena, kemudian melalui jantung dan sampai ke
paru. Dari paru larva kemudian menembus alveolus masuk ke trakea
dan laring. Sesampainya di laring, pasien akan refleks batuk dan
tertelan kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi cacing
dewasa (Sutanto, dkk, 2013).
2) Siklus tidak langsung
Larva rabditiform dalam tinja penderita jatuh di tanah, berkembang
menjadi cacing dewasa yang hidup bebas. Cacing dewasa lalu bertelur
dan menetas menjadi larva rabditiform yang kemudian berkembang
menjadi larva filariform yang infektif. Larva filariform menembus
kulit hospes, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi cacing
dewasa di dalam usus penderita atau larva rabditiform tersebut
mengulangi fase hidup bebas (Soedarto, 2011).
3) Autoinfeksi
Larva rabditiform menjadi larva filariform di usus atau di daerah
sekitar anus (perianal). Kemudian larva filariform menembus mukosa
usus atau kulit perianal. Maka terjadi daur perkembangannya di dalam
hospes (Sutanto, dkk, 2013).

2.4 Patologi Yang Ditimbulkan Dari Tiap Jenis Helminth Parasit Usus
1. Ascaris lumbricoides
Gejala klinis yang timbul dari Ascariasis tergantung dari beratnya
infeksi, keadaan umum penderita, daya tahan, dan kerentanan penderita
terhadap infeksi cacing ini (Natadisastra, 2012). Penderita Ascariasis tidak
akan merasakan gejala dari infeksi ini (asimptomatik) apabila jumlah
cacing sekitar 10-20 ekor didalam tubuh manusia sehingga baru dapat
diketahui jika ada pemeriksaan tinja rutin ataupun keluarnya cacing
dewasa bersama dengan tinja. Gejala klinis yang timbul bervariasi, bisa
dimulai dari gejala yang ringan seperti batuk sampai dengan yang berat
seperti sesak nafas dan perdarahan. Gejala yang timbul pada penderita
Ascariasis berdasarkan migrasi larva dan perkembangbiakan cacing
dewasa, yaitu:
 Gejala akibat migrasi larva A. lumbricoides Selama fase migrasi,
larva A. lumbricoides di paru penderita akan membuat perdarahan
kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan batuk dan demam.
Pada foto thorak penderita Ascariasis akan tampak infiltrat yaitu
tanda terjadi pneumonia dan eosinophilia di daerah perifer yang
disebut sebagai sindrom Loeffler. Gambaran tersebut akan
menghilang dalam waktu 3 minggu (Southwick dkk, 2007).
 Gejala akibat cacing dewasa Selama fase didalam saluran
pencernaan, gejala utamanya berasal dari dalam usus atau migrasi
ke dalam lumen usus yang lain atau perforasi ke dalam peritoneum
(Rampengan, 2008). Cacing dewasa yang tinggal dilipatan mukosa
usus halus dapat menyebabkan iritasi dengan gejala mual, muntah,
dan sakit perut. Perforasi cacing dewasa A. lumbricoides ke dalam
peritoneum biasanya menuju ke umbilikus pada anak sedangkan
pada dewasa mengarah ke inguinal. Cacing dewasa A.
lumbricoides juga dapat menyebabkan obstruksi diberbagai tempat
termasuk didaerah apendiks (terjadi apendisitis), di ampula vateri
(terjadi pancreatitis haemoragis), dan di duktus choleduchus terjadi
cholesistitis (Zapata dkk, 2007). Anak yang menderita Ascariasis
akan mengalami gangguan gizi akibat malabsorpsi yang
disebabkan oleh cacing dewasa. A. lumbricoides perhari dapat
menyerap 2,8 gram karbohidrat dan 0,7 gram protein, sehingga
pada anak- 14 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas anak dapat
memperlihatkan gejala berupa perut buncit, pucat, lesu, dan rambut
yang jarang (Natadisastra, 2012; Manganelli dkk, 2012).

Penderita Ascariasis juga dapat mengalami alergi yang berhubungan


dengan pelepasan antigen oleh A. lumbricoides dalam darah dan kemudian
merangsang sistem imunologis tubuh sebagai defence mechanism dengan
gejala berupa asma bronkial, urtikaria, hipereosinofilia, dan sindrom
Loeffler (Alcantara dkk, 2010).

2. Trichuris trichiura
Infeksi ringan tidak menyebabkan gejala klinis yang khas. Pada
infeksi berat dan menahun menyebabkan disentri, prolapsus rckti,
apendesitis, anemia berat, mual dan muntah. Disentri yang terjadi dapat
menyerupai amebiasis. Infeksi pada umumnya ringan sampai sedang
dengan sedikit/tanpa gejala. Perkembangan larva Trichuris di dalam usus
biasanya tidak memberikan gejala klinik yang bcrarti walaupun dalam
sebagian masa perkembangannya larva memasuki mukosa intestinurn
tenue. Proses yang bcrperan dalam menimbulkan gejala yaitu trauma oleh
cacing dan dampak toksik. Trauma pada dinding usus terjadi karena cacing
ini membenarnkan kepalanya pada dinding usus. Cacing ini biasanya
menetap pada sckum. Pada infcksi yang ringan kcrusakan dinding mucosa
usus hanya sedikit (Medscape, 2008).
Menurut literatur lain ada yang namanya penyakit Trikuriasis
dimana merupakan jenis penyakit infeksi di usus besar yang disebabkan
oleh Trichuris trichiura (cacing cambuk atau whipworm dan sangat umum
terjadi di seluruh dunia). Diperkirakan 604-795 juta orang di dunia
terinfeksi cacing ini. Cacing cambuk hidup di usus besar dan telur cacing
cacing dilewatkan dalam kotoran orang yang terinfeksi. Jika orang yang
terinfeksi melakukan buang air besar di luar kamar mandi (dekat semak-
semak, di kebun, atau ladang) atau jika kotoran manusia digunakan
sebagai pupuk, maka telur dapat terdeposit di tanah. Kemudian telur
tersebut dapat berkembang menjadi bentuk yang infektif bagi manusia
(Donkor K. and Taylor III, 2018).

3. Strongyloides stercoralis
Strongyloidiasis disebabkan oleh cacing Strongyloides, yaitu S.
stercoralis dan S. fulleborni. Pada sebagian besar kasus, cacingan terjadi
ketika kulit kontak dengan cacing yang kecil di dalam tanah. Siklus hidup
cacing Strongyloides di dalam tubuh manusia setelah cacing menembus
kulit dan masuk ke aliran darah adalah. (1) Cacing bergerak melalui aliran
darah dan masuk ke dalam paru-paru. (2) Cacing naik dari paru-paru
melalui kerongkongan hingga ke dalam mulut dan tertelan masuk ke
dalam perut. (3) Cacing bergerak menuju usus halus. (4) Cacing bertelur di
usus halus yang kemudian menetas menjadi larva. (5) Larva cacing dapat
dibuang bersama feses dan menjadi cacing dewasa yang dapat menginfeksi
orang lain. (6) Larva cacing dapat juga masuk kembali dengan menembus
kulit di sekitar anus (autoinfeksi). Selain kontak langsung dengan tanah,
strongyloidiasis juga dapat menular dari satu orang ke orang lainnya,
namun cukup jarang rerjadi. Penularan dapat terjadi melalui paparan
cairan tubuh penderita, seperti dahak, tinja, atau muntah. Hal tersebut
dapat terjadi ketika seseorang dalam kondisi. (1) Menjalani transplantasi
organ. (2) Tinggal di pusat perawatan, seperti pusat perawatan untuk lansia
dan penyandang disabilitas. (3) Bermain di tempat penitipan anak.
Pada infeksi berat, gejala seperti pneumonia dengan batuk kering
dapat terjadi selama perjalanan larva melalui paru-paru. Gejala usus
biasanya tidak ada atau hanya sedikit pada fase kronis. Pruritus anal,
meskipun, dapat terjadi, ketika L1 menyerang kulit perianal. Perhatian
utama adalah hiperinfeksi. Ini tidak selalu terjadi seperti yang sering
diasumsikan pada individu yang immunocompromisedkarena infeksi HIV,
misalnya. Sejumlah besar perempuan dan migrasi larva melalui tubuh
selama hiperinflasi menginduksi diare berair, masalah pencernaan, edema,
pneumonia berat, kadang-kadang meningitis, dan bahkan kematian, karena
terapi yang tersedia jarang berhasil (Chernin, J. Parasitology, 2000 ;
Lucius R. et. al, 2017).

2.5 Cara Pencegahan Dari Helminth Parasit Usus


1. Ascaris lumbricoides
Ascariasis dapat dicegah dengan selalu menjaga kebersihan. Beberapa
cara sederhana untuk mencegah ascariasis adalah:
 mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, misalnya sebelum
makan, memasak, maupun setelah buang air besar.
 Memastikan masakan benar-benar matang sebelum
mengonsumsinya.
 Meminum air dalam kemasan yang tersegel ketika bepergian.
 Memasak air hingga mendidih sebelum meminumnya.
 Mengonsumsi buah-buahan yang bisa dikupas, misalnya jeruk atau
apel.
 Mencuci buah dan sayuran hingga bersih sebelum dikonsumsi.

2. Trichuris trichiura
Berdasarkan dari Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 15
Tahun 2017 tentang penanggulangan Cacingan, pencegahan dari infeksi
dapat dilakukan dengan menerapkan ‘Perilaku Hidup Bersih Sehat dan
Perbaikan Sanitasi’. Pencegahan berikutnya bisa dilakukan dengan minum
air yang sudah dimasak, cuci tangan dengan sabun sebelum makan, cuci
tangan sesudah kontak dengan tanah, gunting kuku teratur, dan buang air
di jamban, bukan di got atau sungai.
Menurut literatur lain, penularan infeksi ke orang lain dapat
dicegah dengan tidak buang air besar sembaranagn di luar ruangan dan
memiliki sistem pembuangan limbah yang efektif (Donkor K. and Taylor
III, 2018).

3. Strongyloides stercoralis
Sampai saat ini, cara mencegah strongyloidiasis yang efektif belum
ditemukan namun menjaga kebersihan diri dan lingkungan dikatakan
mampu menurunkan risikonya. Oleh karena itu, terapkan langkah-langkah
untuk mempertahankan kebersihan dengan saksama. Misalnya, rajin
mencuci tangan, membangun sistem pembuangan kotoran manusia dengan
baik, tidak buang air kecil maupun besar di sembarang tempat, hanya di
toilet atau jamban dan mengenakan alas kaki ketika beraktivitas di luar
rumah.

2.6 Stadium Infektif Dari Tiap Jenis Helminth Parasit Usus


1. Ascaris lumbricoides
Stadium infektif dari Ascaris Lumbricoides ini adalah dalam bentuk telur
fertil yang telah berisi larva (Soebaktiningsih, 2014).

Gambar Telur Ascaris Lumbricoides, Sumber : (Centers for Disease


Control and Prevention, 2013)
Seperti yang sudah dibahas di siklus hidup Ascaris Lumbricoides,
bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia, menetas diusus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan kejantung, mengikuti
aliran darah ke paru, larva di paru menembus dinding pembuluh darah ke
dinding alveolus dan kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan
bronkus. Dari trakea larva menuju ke faring sehingga menimbulkan
rangsangan pada faring.
Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan
kedalam eosofagus, lalu menuju keusus halus. Diusus halus larva berubah
menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa
bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan (Gandahusada, dkk, 2004).

2. Trichuris trichiura
Sama seperti cacing di atas, stadium infektif dari cacing ini juga
dalam bentuk telur yang mengandung larva dalam waktu 2 – 4 minggu.
Apabila telur tertelan manusia, telur akan menetas menjadi larva di
istestinum tenue kemudian larva menembus villi-villi usus dan tinggal
didalamnya selama 3 – 10 hari. Setelah larva tumbuh, kemudian larva
turun sampai sekum kemudian menjadi cacing dewasa. Waktu yang
diperlukan sejak tertelannya telur sampai menjadi cacing dewasa yang siap
bertelur kira-kira 90 hari.

Gambar telur Trichuris trichiura , sumber : web


3. Strongyloides stercoralis
Stadium infektif Strongyloides stercoralis dimulai ketika larva rabditiform
berukuran 225 x 16 µm menjadi larva infektif filariform berbentuk
langsing dengan panjang kira-kira 700µm. Ciri-ciri lain dari larva
filariform Strongyloides stercoralis adalah seperti berikut:
 panjang ± 700 μm cavum bucalis tertutup
 esophagus 1/2 dari panjang tubuh
 tidak mempunyai bulbus esophagus
 ujung posterior tumpul dan bertakik

Gambar Larva Rhabditiform dan Larva Infektif Filariform, Sumber : Web

2.7 Cara Mendiagnosis Cacing Parasit Usus


1. Ascaris lumbricoides
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides
yang hidup di rongga usus halus. Untuk memberi diagnosis pasti, mesti
ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur
cacing dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam
cairan empedu penderita melalui perneriksaan mikrokskopi. Pada stadium
larva, Ascaris lumbricoides dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan
di paru-paru, yang dapat menimbukan penyakit lain berdatangan. Misalnya
sindrom Loefile dengan beberapa gejala seperti demam, sesak nafas,
eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltart yang akan
hilang selama 3 minggu. Walau pada umumnya, cacing ini mempunyai
prognosis baik. Tanpa pengobatan, penyakit dapat sembuh sembuh sendiri
dalam waktu 1,5 tahun, namun dengan pengobatan dan tindakan yang
tepat akan menekan gejala waktu penyembuhan berangsur lebih cepat.
(Putra, 2010 dan Bedah, 2018)
Menurut Putra (2010), untuk diagnosis lebih lanjut dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan khusus, yaitu:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan tinja der:gan cara
a) Cara sederhan
b) Cara konsentrasi (Cara kato)
c) Cara kuantitatif (Kato katz)
b. Pemeriksaan Khusus
1) Radiologi, dapat dilihat adanya infitrat bila larva sementara
bermigrasi dalam paru-paru (sindrom loeffla, pneumonitis,
eosinovili).
2) Secara kebetulan dapat dideteksi dengan USG atau foto perut.

2. Trichuris trichiura
Hospes dari Thrichuris trichiura adalah manusia dan cacing ini
tinggal di dalam usus besar manusia terutama di sekum. Diagnosis cacing
Trichuris trichiura umumnya mudah ditegakkan dengan menemukan telur
yang khas dalam tinja. Pasien yang mendapat infeksi kronis Trichuris
trichiura menunjukan gejala klinis seperti anemia, tinja yang bercampur
butir-butir darah, sakit perut, berat badan menurun, prolaps rectal yang
berisi cacing pada mukosa rectum. (Siahaan, 2017).
Infeksi ringan trichuriasis dengan beberapa ekor cacing umumnya
tidak menimbulkan keluhan bagi penderita. Pada infeksi yang berat,
penderita akan mengalami gejala dan keluhan berupa anemia berat dengan
hemoglobin yang dapat kurang dari tiga persen, diare yang berdarah, nyeri
perut, mual dan muntah dan berat badan menurun. Kadang-kadang dapat
terjadi prolapse rectum yang dengan melalui pemeriksaan proktoskopi
dapat dilihat adanya cacinng-cacing dewasa pada kolon atau rektum
penderita. Pemeriksaan mikroskop atas tinja untuk menemukan telur
cacing yang khas bentuknya. Rektoskopi dapat menunjukan adanya cacing
dewasa yang melekat pada mukosa usus. Pemeriksaan darah menunjukan
gambaran eosinophilia. (Bedah, 2018)

3. Strongyloides stercoralis.
Diagnosis cacing ini seperti pada kedua cacing yang telah
dijabarkan diatas, sama-sama melalui pemeriksaan tinja. Namun dapat
juga melalui deteksi antibosi, walaupun dalma penerapannya
menggunakan serologu yang sanagt sensitive namun hasilnya lebih akurat.
Tidak seperti nematode lainnya, cacing ini hidu d inangnya selama
beberapa decade dengan periode infeksi aktif yang berkepanjangan.
Karena adnaya fenomena autoinfeksi internal, jika tidka segera ditangani
maka dapat menimbulkan implikasi, misalnya hiperinfeksi sindron atau
infeksi diseminata. Hal ini dapat menyebabkan cacin dapat menyerang
organ utama hingga menyebabkan sipsis dan kematian, dapat pula
meursak kekebalan inang yang dapat menurunkan sistem imun. (Sultana,
2012)

2.8 Faktor Yang Menyebabkan Selalu Ada Kasus Infeksi Parasit Usus

1. Ascaris lumbricoides
Faktor penyebab selalu saja ada kasus infeksi cacing ini
diantaranya karena kurangnya kesadaran akan kebersihan dan kesehatan.
Infeksi cacing ini dapt terjadi melalui makanan, maupun kulit akibat
kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris
lumbricoides. Manusia sebagai faktor host dapat sebagai sumber infeksi
yang dapat menambah polusi lingkungan, sekaligus dapat mngurangi
kontaminasi atau pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing. Di daerah
dengan sistem sanitasi lingkungan yang buruk juga memperparah, serta
tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi dan tanah pun
terkontaminasi. Dengan bantuan angina, telur cacing yang infektif bersama
dengan debu dapat menyebar ke lingkungan. (Putra, 2010)

2. Trichuris trichiura
Hampir sama dengan Ascaris lumbricoides, faktor penting untuk
penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh
di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum. Beberapa
daerah menggunakan tinja sebagai pupuk kebun yang merupakan sumber
infeksi dari cacing in, yang kemudian mengontaminasi tanah dan
menyebar dengan bantuan angina yang meniup debu terkontaminasi.
(Bedah, 2018)

3. Strongyloides stercoralis.
Strongyloides stercoralis (S. stercoralis) adalah salah satu jenis
parasit dari kelompok nematoda usus yang termasuk dalam Soil-
Transmitted Helminth (STH). Infestasi pada manusia dapat terjadi ketika
larva filariform dari tanah yang terkontaminasi menembus kulit.
Distribusinya luas di seluruh dunia, terutama di daerah beriklim tropis dan
subtropis, dapat pula ditemukan di daerah yang beriklim sedang. S.
stercoralis diperkirakan telah menginfestasi 100 juta orang di seluruh
dunia. Pada umumnya distribusi S. stercoralis terbatas pada daerah yang
bercuaca panas dan lembab karena merupakan situasi yang cocok untuk
perkembangan hidup larva S. stercoralis. Namun oleh karena sering tidak
menunjukkan gejala dan masa hidupnya yang cukup lama, tanpa disadari
seseorang dapat terinfestasi di daerah beriklim hangat lalu berpindah
tempat ke daerah beriklim dingin dan menjadi karier infeksi S. stercorali.
Sanitasi dan kebersihan buruk, juga perilaku kesehatan yang buruk
menjadi akibat dari faktor-faktor yang memicu bertambahnya kasus ini.
(Utami, 2018).
KESIMPULAN

Nematoda berasal dari bahasa Yunani nemayang artinya benang.


Nematoda memiliki besar dan panjang yang beragam, ada yang panjangnya
beberapa milimeter dan adapula yang melebihi satu meter. Nematoda usus sering
disebut sebagai cacing perut. Sebagian besar penularannya terjadi melalui tanah,
maka mereka di golongkan dalam kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah
atau Soil Transmitted Helminths.
Terdapat beberapa spesies dari Nematoda yang merupakan parasite bagi
usus hospes, diantaranya Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis. Ketiga spesies ini memiliki kesamaan dalam hal penularannya melalui
tanah, dan hospes dari ketiga spesies ini yaitu manusia.
DAFTAR REFERENSI

Bedah Sumiati dan Adelina Syahfitri. 2018. Infeksi Kecacingan Pada Anak Usia
8-14 Tahun Di RW 007 Tanjung Lengkong Kelurahan Bidaracina,
Jatinegara, Jakarta Timur. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol 10 (1)
Chernin, J. Parasitology – Lifeline (Modules in life sciences). CRC Press,
London: 2000.
Garcia, L. S. 2001. Diagnosa Medikal Parasitologi 4th Edition. Washington:
ASM.
Inge, Sutanto., Is Sumariah Ismid., Pudji K. Sjarifudin., dan Saleha Sungkar.
2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Jakarta: Balai penerbit
FKUI.
Lucius R., Brigitte Loos-Frank, Richard P.L., Robert P., Craig W.R., and Richard
K.G. The Biology of Parasites. Wiley-VCH Verlag GmbH and Co. KGaA,
Weinheim, German: 2017.
Medscape. (2008). Trichuris Trichiura - Background. 2, 21–22.
http://emedicine.medscape.com/article/788570-overview
Natadisastra, D. dkk, 2009. Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari Organ Tubuh
yang Diserang. Jakarta: EGC.
Putra Teuku Romi Imansyah. 2010. Ascariasis. Jurnal kedokteran Siah Kuala.
Vol 10 (2)
Safar, Rosidiana. 2010. Parasitologi Kedokteran : Protozoologi, Helmintologi,
Entomologi, Cetakan I. Bandung: Yrama Widya.
Sandjaja, Bernardus. 2007. Helmintologi Kedokteran Buku 2, Cetakan ke-l.
Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Siahaan Halmiah. 2017. Identifikasi Telur Ascaris Lumbricoides, Trichuris
Trichiura Dan Taenia Solium Pada Sampel Feses Peternak Babi Dan Feses
Babi Di Mojosongo, Surakarta Secara Langsung. Karya Tulis Ilmiah
Universitas Setia Budi
Soedarto, 1991. Penuntun Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Soedarto. 1990. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Jakarta: Widya Medika.
Soedarto. 2009. Penyakit Menular Di Indonesia. Jakarta: SagungSeto.
Soedarto. 2011. Buku ajar Parasitologi kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.
Sultana Yasmin, Gwendolyn L Gilbert, Be-Nazir Ahmed, Rogan Lee. 2012.
Seroepidemiology of Strongyloides stercoralis in Dhaka, Bangladesh.
Parasitology Cambridge University Press. 139
Sutanto, I., Ismid I S., Sjarifuddin P K., dan Sungkar S. Tinea Pedis. 2013. Buku
Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: FK UI.
Utami Agnellia Maulidya, Firda Novidyawati, Laras Sri Salisna Maulida dan
Yudha Nurdian. 2018. Strongyloidiasis Berkaitan dengan Kejadian
Arthritis Reaktif. Research gate from Student of Faculty of Medicine,
University of Jember, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai