Anda di halaman 1dari 7

PERBEDAAN DEFINISI OPERASIONAL DAN PEMILIHAN PENELITIAN

EKSPERIMEN KELOMPOK
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Eksperimen

Oleh:
KELOMPOK 1
KELAS A

Yohana Valtadiva Maharani 7103019046


Anastasia Patrilia G. Runtu 7103019063
Tabitha Neema 7103019065
Wilhelmina Febrina Tsolme 7103019083
Pricilia Imanuella Dara 7103019085
Visi Injilia N. Kalalo 7103019087

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2021
A. Penelitian Eksperimen
1. Identitas penelitian : Ningrum, Aida Iasha (2010) Pengaruh metode role play terhadap
motivasi belajar sejarah pada siswa SMA Negeri 8 Surabaya kelas XI-IPS (Skripsi).
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
2. Definisi Operasional
i. Variabel tergantung : Motivasi belajar sejarah
Motivasi belajar sejarah adalah dorongan yang terjadi pada siswa (baik internal
maupun eksternal) untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang menimbulkan
kegiatan belajar dan memberikan arah dalam mencapai tujuan belajar pada mata
pelajaran sejarah yang akan diungkap dengan Skala Motivasi Belajar Sejarah yang
disusun oleh peneliti dan hasil skala ini berupa skor. Semakin tinggi skor yang
didapatkan subjek maka semakin tinggi pula motivasi belajarnya dan sebaliknya
semakin rendah skor yang didapatkan subjek maka semakin rendah pula motivasi
belajarnya. Skala tersebut disusun berdasarkan definisi motivasi belajar dengan
indikator sebagai berikut: Pemaknaan diri, kemampuan dalam meraih tujuan yang
relevan, tanggung jawab pribadi, kontrol emosi, menunjukkan perilaku dalam meraih
tujuan yang ingin dicapai.
ii. Variabel bebas : Metode role play
Metode role play adalah metode pengajaran yang digunakan untuk menyajikan bahan
pelajaran dengan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau yang dilakukan oleh
beberapa siswa untuk melakukan peran sesuai dengan tujuan cerita dalam mencapai
tujuan pengajaran tertentu yang diberikan pada kelompok eksperimen. Dalam
penelitian ini metode role play dilakukan dengan mengangkat tema sesuai dengan
materi-materi pelajaran sejarah yang diberikan untuk siswa SMA dimana melalui
drama sejarah pendidikan tersebut siswa rnernainkan peran sesuai dengan perannya
masing-masing.

B. Penelitian Uji Beda


1. Identitas penelitian : Caroliena, Theodora Yessica (2020) Subjective well being pada
karyawan yang melaksanakan work from home (WFH) dan work from office (WFO)
selama kondisi luar biasa COVID-19 (Skripsi). Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya
2. Definisi Operasional :
i. Variabel tergantung : Subjective well being
Subjective well being merupakan evaluasi subjektif terhadap kehidupan seseorang,
melihat bagaimana seseorang berpikir dan merasakan kondisi tertentu. Pengukuran
SWB dengan menggunakan skala likert dengan mengacu pada dua aspek yaitu evaluasi
kognitif dan afektif. Skor skala menunjukkan semakin tinggi skor yang didapat semakin
tinggi pula subjective well being seseorang begitu sebaliknya semakin rendah skor yang
didapat semakin rendah pula subjective well being
ii.Variabel bebas : Work From Home (WFH) dan work from office (WFO)
Karyawan work from home (WFH) adalah karyawan yang memindahkan pekerjaannya
yang berawal dari tempat kerja ke rumah karena anjuran pemerintah tentang work from
home. Karyawan work from office (WFO) adalah karyawan yang tetap bekerja seperti
aktivitas biasanya saat pemerintah menganjurkan untuk work from home.

C. Penelitian Uji Hubungan


1. Identitas penelitian : Mulya, Happy Cahaya (2015) Self regulation dan perilaku makan
sehat mahasiswa yang mengalami dyspepsia Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya (Skripsi). Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
2. Definisi Operasional :
i. Variabel tergantung : Perilaku makan sehat Sehat pada Orang yang Mengalami
Dyspepsia
Perilaku makan sehat pada orang yang mengalami dyspepsia adalah perilaku memakan
makanan yang jumlah dan gizinya sesuai dengan kebutuhan tubuh agar dapat mencegah
dan/atau menyembuhkan munculnya rasa nyeri yang dirasakan di ulu hati dan rasa tidak
nyaman pada perut bagian atas, yang akan diukur dengan menggunakan buku harian
perilaku makan sehat (My Meals Diary) pada mahasiswa yang mengalami dyspepsia.
Berikutnya, data dari My Meals Diary akan diberikan skor berdasarkan Pedoman
Penilaian Perilaku Makan Sehat yang disusun berdasarkan aspek perilaku makan sehat
pada mahasiswa yang mengalami dyspepsia. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka
semakin baik perilaku makan sehat subjek dan sebaliknya semakin rendah skor yang
diperoleh maka semakin buruk perilaku makan sehat subjek
ii.Variabel bebas : self regulation
Self regulation adalah kemampuan seseorang untuk mengelola perilaku dan perasaan
dengan memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki perilakunya demi mencapai suatu
tujuan, yang akan diukur dengan menggunakan skala self regulation. Semakin tinggi skor
skala yang diperoleh semakin tinggi self regulation dan sebaliknya semakin rendah skor
yang diperoleh, semakin rendah self regulation.

D. Kesimpulan
1. Eksperimen : Variabel tergantung menjelaskan variabel psikologinya, skalanya pakai apa
berdasarkan indikator perilaku (teori); variabel bebas menjelaskan metode yang dipakai,
tujuan pakai metode itu, cara pengaplikasian metodenya
2. Uji beda : ada kemungkinan salah satu variabelnya bukan variabel psikologi jadi di
jelaskan definisinya biasa. Kalau variabel psikologi dijelasin pengertian variabel
psikologinya, alat ukurnya pakai apa, aspeknya apa, interpretasi kalau skor skalanya
tinggi/rendah.
3. Uji hubungan : baik variabel bebas dan tergantung menjelaskan pengertian variabel
psikologinya, alat ukurnya pakai apa, aspeknya apa, interpretasi kalau skor skalanya
tinggi/rendah (ada kemungkinan salah satu variabelnya bukan variabel psikologi jadi di
jelaskan definisinya biasa).

E. Penelitian eksperimen kelompok


1. Judul Penelitian :
Pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap grit pada mahasiswa yang bekerja sebagai
event organizer.
(variabel bebas : dukungan sosial keluarga)
(variabel tergantung : grit pada mahasiswa yang bekerja sebagai event organizer)
2. Teori pendukung :
i. Dukungan Sosial Keluarga
Taylor (dalam Wahyuningsih, Mujidin dan Yuzarion, 2021:188) mendefinisikan
dukungan sosial sebagai sebuah informasi yang berasal dari orang lain dan dapat
berupa cinta serta kasih sayang, dan bagian dari sebuah jaringan komunikasi dan juga
kewajiban bersama. Etzion (dalam Ariyanto & Anam, 2007) mengartikan bahwa
dukungan sosial adalah hubungan antar individu yang di dalamnya terdapat satu atau
lebih ciri-ciri seperti bantuan atau pertolongan dalam bentuk fisik, perhatian
emosional, memberikan informasi dan pujian.
Dukungan sosial keluarga menurut Friedman (dalam Ningsi, 2021:22) merupakan
setiap sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa
dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional.
Menurut Rook dan Dooley (dalam Ningsi, 2021:23), dukungan sosial keluarga
memiliki dua sumber, yaitu :
1. Sumber artifisial : dirancang ke dalam bentuk kebutuhan primer.
2. Sumber natural : diterima seseorang dari interaksi sosial dengan orang-orang di
sekitarnya secara spontan.
Sarafino dan Smith (dalam Wahyuningsih, Mujidin dan Yuzarion, 2021:188)
menyatakan bahwa terdapat beberapa jenis dukungan sosial keluarga, seperti :
1. Dukungan emosional, melibatkan rasa empati, perhatian dan ekspresi terhadap
individu sehingga ia merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Dukungan
emosional meliputi perilaku dan afeksi.
2. Dukungan penghargaan, melibatkan ungkapan hormat yang positif untuk individu,
dorongan untuk maju atau persetujuan.
3. Dukungan instrumental, melibatkan bantuan langsung misalnya bantuan finansial
atau tenaga.
4. Dukungan informasi, dapat berupa nasehat, petunjuk, saran atau umpan balik.

ii. Grit
Grit dioperasionalkan sebagai konstruksi tingkat tinggi dengan dua segi tingkat yang
lebih rendah: "ketekunan usaha" dan "konsistensi minat". Kedua aspek ini
(selanjutnya disebut ketekunan dan konsistensi), masing-masing mengacu pada
kecenderungan untuk bekerja keras meski menghadapi kemunduran dan
kecenderungan untuk tidak sering mengubah tujuan dan kepentingan (Credé et al.,
2016). Duckworth (2016) mendefinisikan grit sebagai gabungan antara konsistensi
dan minat (passion), dimana konsistensi memiliki tujuan yang ditetapkan dalam
jangka waktu yang lama, tetapi bukanlah intensitas dan antusiasme sesaat, melainkan
daya tahan dan ketekunan usaha (perseverance) yang memiliki kemampuan untuk
mengatasi adanya keinginan untuk menyerah, kemampuan bekerja keras dan
menyelesaikan sesuatu yang sudah dimulai.
3. Definisi operasional :
i. Variabel tergantung : grit pada mahasiswa yang bekerja sebagai event organizer
Grit adalah gabungan dari konsistensi dan minat (passion) yang menghasilkan daya
tahan dan ketekunan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Aspek grit terdiri dari
dua hal, yaitu konsistensi minat dan ketekunan usaha.
ii. Variabel bebas : Dukungan Sosial Keluarga
Dukungan Sosial Keluarga adalah sebuah dorongan berupa hubungan antar anggota
keluarga berupa kasih sayang, cinta, perhatian emosional, melibatkan perhatian,
empati serta tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga.
4. Hipotesis penelitian
H0 : Tidak ada pengaruh antara dukungan sosial keluarga terhadap grit pada mahasiswa
yang bekerja sebagai event organizer.
H1 : Ada pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap grit pada mahasiswa yang bekerja
sebagai event organizer.
DAFTAR PUSTAKA
Duckworth, A. L., Peterson, C., Matthews, M. D., & Kelly, D. R. (2007). Grit: Perseverance
and passion for long-term goals. Journal of personality and social psychology. 92. 1087-
101. 10.1037/0022-3514.92.6.1087.
Duckworth, A., & Duckworth, A. (2016). Grit: The power of passion and perseverance. New
York: Scribner.
Ningsi, S. N. (2021). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Self Efficacy Mahasiswa
Bimbingan Dan Konseling Iain Batusangkar (dissertation). Repository IAIN
Batusangkar. Diakses pada 05 September 2021, dari
https://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/21104/162183990
8083_SKRIPSI%20SUSI%20NOVITA%20%20PERPUSTAKAAN.pdf?sequence=1&
isAllowed=y
Wahyuningsih, Z., Mujidin, & Yuzarion. (2021). Hubungan antara dukungan sosial keluarga
dengan penerimaan diri pada santri pondok pesantren. Psyche 165 Journal, 14, 186–191.

Anda mungkin juga menyukai