Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

OTITIS MEDIA DENGAN EFUSI

Oleh :
Rosy Yohana, S.Ked
NIM I4061202061

Pembimbing :
dr. Saiful Bahri Bangun, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT THT-KL


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RSUD DR SOEDARSO PONTIANAK
2021
Lembar Persetujuan
Telah disetujui Referat dengan judul :
Otitis Media Efusi
Disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit THT-KL RSUD dr. Soedarso Pontianak

Pontianak, Maret 2021


Pembimbing Laporan Kasus Penyusun

dr. Saiful Bahri Bangun, Sp. THT Rosy Yohana , S.Ked


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Referat dengan
judul “Otitis Media Efusi”. Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat
kelulusan kepaniteraan klinik stase ilmu penyakit THT-KL RSUD dr.
Soedarso Pontianak.
Penulisan ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, dukungan,
bimbingan serta dari semua pihak, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada
dr. Saiful Bahri Bangun, Sp. THT selaku pembimbing referat di SMF Ilmu
Penyakit THT-KL RSUD dr. Soedarso Pontianak yang telah dengan sabar
memberikan bimbingan, kritik, serta saran yang membangun. Tidak lupa rasa
terima kasih juga kami ucapkan kepada para tenaga medis dan karyawan
yang telah membantu selama kami mengikuti kepaniteraan klinik di SMF
Ilmu Penyakit THT-KL RSUD RSUD dr. Soedarso Pontianak dan juga
berbagai pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan, maka
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya semoga penulisan ini bermanfaat bagi
banyak pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Pontiananak, Maret 2021

Rosy Yohana, S.Ked


BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media dengan efusi (OME) merupakan peradangan pada telinga tengah
yang ditandai dengan adanya cairan pada rongga telinga tengah dengan membran
timpani intak tanpa disertai tanda-tanda infeksi akut.1 Otitis media dengan efusi lebih
banyak terjadi pada anak-anak yaitu sekitar 85 % dan 15 % pada dewasa. 2 Otitis
media dengan efusi ini juga adalah penyakit telinga yang paling umum di masa
kanak-kanak dan penyebab paling umum dari gangguan pendengaran di masa kanak-
kanak. Delapan puluh persen dari semua anak pernah mengalami episode penyakit
ini pada usia 10 tahun, kebanyakan pada usia 3 tahun. Prevalensinya sekitar 20%
pada usia 2 tahun dengan penurunan prevalensi menjadi 8% pada usia 8 tahun. Lebih
dari separuh kasus ini didahului oleh otititis media akut (AOM). Disfungsi tuba
eustachian memainkan peran kunci dalam pengembangan OME.2
Pada kasus dewasa tentu ini akan menurunkan kualitas hidup penderitanya.
Otitis media efusi kadang bersifat asimtomatik sehingga sulit dideteksi pada
penderita terutama pada anak-anak. Pada anak OME bisa mengakibatkan gangguan
pendengaran permanen, keterlambatan bicara, berbahasa, ketidaksempurnaan
artikulasi, masalah komunikasi, gangguan performa anak di sekolah, dan gangguan
intelek. Oleh sebab itu penting untuk identifikasi OME sedini mungkin untuk
mencegah berbagai komplikasi dan dampak merugikan di kemudian hari. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

Gambar 2.1 Anatomi Telinga5


Telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam yaitu sebagai berikut :
2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri atas auricula (daun telinga), meatus auditorius
exsternus/external auditory canal (saluran telinga) dan tympanic membrane
(membran timpani). Auricula adalah lipatan tulang rawan elastis berbentuk seperti
ujung terompet dan dilapisi oleh kulit. Bagian tepi pinggiran daun telinga adalah
heliks; bagian inferior adalah lobulus. Ligamen dan otot menempelkan daun telinga
ke kepala. Meatus auditorius eksternus merupakan tabung melengkung dengan
panjang sekitar 2,5cm (1inch) terletak di tulang temporal dan mengarah ke membran
timpani. Pada aspek anterior, inferior, dan posterior, Meatus acusticus externus
dibatasi oleh Pars tympanica dari Os temporale. 1 Dalam aspek superiornya, cincin
tulang diinterupsi oleh Incisura tympanica (titik perlekatan untuk Pars flaccida dari
membran timpani).1 Membran timpani merupakan sebuah kerucut yang tidak teratur,
puncaknya dibentuk oleh umbo.5,6 Penerangan membran timpani berwarna mutiara
biasanya menghasilkan refleks cahaya segitiga di kuadran anterior bawah, yang
memungkinkan kesimpulan tentang ketegangan membran timpani.
Gambar 2.2 Gambaran otoskopi membran timpani telinga kanan. *istilah klinis;
Membran SHRAPNELL, ** posisi reflek cahaya.5

2.1.2 Telinga Tengah


Telinga tengah adalah rongga kecil berisi udara di bagian petrosa dari tulang
temporal yang dilapisi oleh epitel. Telinga tengah dipisahkan dari telinga luar oleh
membran timpani dan dari telinga dalam oleh partisi bertulang tipis yang berisi dua
lubang kecil yang ditutupi membran yaitu jendela oval dan jendela bundar . Struktur
selanjutnya adalah tiga tulang pendegaran yang terletak di dalam telinga tengah
disebut osikulus (osikula auditori), yang dihubungkan oleh sendi sinovial. Tulang
pendengaran tersebut dinamai sesuai bentuknya, yaitu malleus, incus, dan stapes
yang biasa disebut martil, landasan, dan sanggurdi.5,6

Gambar 2.3 Osikula auditori5


Telinga tengah pada bagian depannya dibatasi oleh tuba Eustachius. Tuba Eustachius
meluas sekitar 35 mm dari sisi anterior rongga timpani ke sisi posterior nasofaring dan
berfungsi untuk ventilasi, membersihkan dan melindungi telinga tengah.

Gambar 2.4 Perbedaan Anatomi Tuba Eustachius pada anak dan dewasa 7

Lapisan mukosa tuba dipenuhi oleh sel mukosiliar, penting untuk fungsi
pembersihannya. Bagian dua pertiga anteromedial dari tuba Eustachius berisi
fibrokartilaginosa, sedangkan sisanya adalah tulang. Dalam keadaan istirahat, tuba tertutup.
Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dari tuba orang dewasa.
Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. 7

2.1.3 Telinga Dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah sipu yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari kanalis semisirkularis. Puncak koklea
(helikotrema) menghubungkan perilimfe skala timpani dan skala vestibuli (gambar
2.5).

Gambar 2.5 Koklea dan kanalis semisirkularis5


Pada irisan melintang koklea (gambar 2.6) tampak skala vestibuli sebelah atas,
skala timpani dibagian bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini
penting untuk pendengaran. Dasar dari skala vestibuli disebut membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media membran basalis. Pada
membran ini terdapat organ Corti.8
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal elekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rammbut luar, dan canalis corti, yang membentuk organ Corti.8 Sel rambut
bagian dalam bersinergi dengan 90-95% dari neuron sensorik di saraf koklearis yang
menyampaikan informasi pendengaran ke otak, sedangkan sel rambut luar secara
aktif dan cepat berubah panjang sebagai respons terhadap perubahan potensial
membran, suatu perilaku yang dikenal sebagai elektromotilitas.7

Gambar 2.6 Irisan melintang koklea5

2.2 Fisiologi Pendegaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Bunyi tersebut
mengetarkan membran timpani diteruskan ketinga tengah melalui rangkaian tulang
pendegaran yang akan mengamplifikasikan getaran melaui daya ungkit tulang pendegaran
dan perkalian pembagian luas membran timpani dan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada
skala vestibuli bergerak. Geteran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong
endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang meyebabkan terjadinya defleksi
sereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan
listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendegaran (area 39-40
dB) dilobus temporalis.8

Gambar 2.7 Skema mekanisme pendengaran9

2.3 Definisi Otitis Media dengan Efusi (OME)


Otitis media dengan efusi (OME) juga dikenal sebagai otitis media serosa, otitis
media seromusinosa, otitis media sekretorik, otitis media non-supuratif, otitis media
mucoid (glue ear).10 Apabila efusi bersifat encer maka disebut otitis media serosa,
sedangkan apabila efusi bersifat kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue
ear).8 Otitis media dengan efusi (OME) adalah adanya cairan ditelinga tengah dengan
membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi (sekret nonpurulen). sebagai otitis
media efusi atau OME apabila onset kejadian peradangan pada telinga tengah
berlangsung subakut, yaitu lebih dari 3 minggu hingga 3 bulan setelah onset OMA,
dan diklasifikasikan sebagai kronis setelahnya.11

2.4 Etiologi Otitis Media dengan Efusi (OME)


Etiologi OME bersifat multipel. Otitis media dengan efusi terjadi karena
interaksi berbagai faktor host, alergi, faktor lingkungan, dan disfungsi tuba
Eustachius. Tekanan telinga tengah negatif, abnormalitias imunologi, atau kombinasi
kedua faktor tersebut diperkirakan menjadi faktor utama. Faktor penyebab lain adalah
hipertrofi adenoid, adenoiditis kronik, palatoskisis, barotrauma, dan radang penyerta
seperti sinusitis atau rinitis. OME bisa juga terjadi saat fase resolusi OMA. Saat
proses inflamasi akut sudah sembuh, 45% pasien OMA mengalami efusi persisten
setelah 1 bulan, berkurang menjadi 10% setelah 3 bulan.12-14

Gambar 2.8 Etiologi OME3

2.5 Epidemiologi Otitis Media dengan Efusi (OME)


Data epidemiologi tentang OME kontroversial dan berbeda. Penyakit yang
terutama menyerang anak-anak ini menunjukkan prevalensi 0,6% pada orang
dewasa, berbeda dengan fakta bahwa 90% anak di bawah dua tahun pernah
mengalami paling sedikit satu episode dan sekitar 80% anak prasekolah mengalami
OME. Prevalensi OME memiliki maksimum musiman di musim dingin dan
minimum di musim panas.3

2.6 Klasifikasi Otitis Media dengan Efusi (OME)


Pada dasarnya otitis media dengan efusi (OME) dapat dibagi menjadi dua jenis
otitis media, yaitu otitis media efusi aku dan otitis media efusi kronik.
1) Otitis media efusi akut
Otitis media efusi akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah
secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan akut ini
dapat disebabkan antara lain oleh:
a) Sumbatan tuba, yaitu terbentuk cairan ditelinga tengah karena tersumbatnya
tuba secara tiba-tiba seperti pada barotrauma.
b) Virus, terbentuknya cairan ditelinga tengah berhubungan dengan infeksi virus
pada saluran nafas atas.
c) Alergi, terbentuknya cairan, terbentuknya cairan ditelinga tengah berhubungan
dengan alergi pada jalan napas atas.
d) Idopatik
2) Otitis media efusi kronik
Batasan antara kondisi otitis media efusi akut dan kronik hanya pada
terbentuknya sekret. Pada otitis media efusi akut sekret terjadi secara tiba-tiba
ditelinga tengah disertai rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada keadaan kronis
sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga
yang berlangsung lama.
Otitis media efusi kronik lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan otitis
media efusi akut sering terjadi pada orang dewasa. Otitis media efusi unikateral pada
dewasa tanpa penyebab yang jelas harus selalu dipikirkan kemungkinan adanya
karsinoma nasofaring. Sekret pada otitis media efusi kronik dapat kental seperti lem,
maka disebut glue ear. Otitis media efusi kronik ini juga dapat terjadi sebagai gejala
sisa dari otitis media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna. Penyebab lain
diperkirakan adanya hubungan dengan infeksi virus, keadaan alergi atau ganguan
mekanis pada tuba.8

2.7 Patogenesis Otitis Media dengan Efusi (OME)


Otitis media dengan efusi secara histologis merupakan kondisi inflamasi
kronis. Stimulus yang mendasari mengarah pada reaksi inflamasi dengan produksi
sekret yang lebih banyak, berubah menjadi lebih kental, kemudian melebihi
pembersihan mukosiliar normal dari telinga tengah dengan kegagalan fungsional
tuba eustachius, mengakibatkan akumulasi yang tebal dan terjadi efusi pada telinga
tengah yang kaya sekret.12
Secara umum, bakteri di OME mirip dengan yang terlihat di OMA berulang
(recurrent Acute Otitis Media/RAOM). Bakteri tersebut yaitu Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, dan pada tingkat yang
lebih rendah Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes; bakteri ini masuk
ke celah telinga tengah melalui tuba eustachius, dan bakteri yang paling sering
ditemukan yaitu S.pneumoniae dan H. Influenzae. Selama beberapa tahun terakhir
telah diakui bahwa biofilm bakteri penting dalam etiologi OME. Bakteri menempel
pada permukaan, terbungkus dalam matriks ekstraseluler yang diproduksi sendiri,
dan dengan fenotipe yang berubah, diperkirakan memberikan stimulus inflamasi
kronis yang mengarah ke OME. Kolonisasi biofilm kronis pada kelenjar gondok
dapat bertindak sebagai reservoir bagi bakteri yang memasuki celah telinga tengah di
OM. Ekspresi berlebih dari gen musin juga diperburuk oleh asap rokok. OME dapat
terjadi sebagai konsekuensi dari OMA yang tidak kunjung sembuh misalnya,
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Disfungsi tuba eustachius sering dianggap
menyebabkan efusi telinga tengah melalui tekanan negatif pada celah telinga tengah;
tuba eutacius diperkirakan memiliki peran dalam regulasi tekanan, pembersihan
sekresi, dan perlindungan dari patogen nasofaring. Refluks asam gastroesofagal juga
dapat berkontribusi pada disfungsi tuba eustachius. Faktor genetik, termasuk faktor
yang memengaruhi respons imun tubuh. Interaksi kompleks dari berbagai faktor
yang menyebabkan OME ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2.8 Patogenesis OME12

2.8 Manifestasi klinis


Secara umum gejala dan tanda otitis media efusi dapat berupa rasa tidak
nyaman ditelinga, pendengaran menurun, telinga terasa penuh, suara diri sendiri
terdengar nyaring, gangguan tidur(jarang), nyeri apabila penyebabnya adalah
barotrauma. Pada pemeriksaan otoskopi, membran timpani tampak utuh, retraksi,
suram, dan refleks cahaya menghilang, tetapi tidak ditemukan tanda inflamasi.
Sebagian besar OME bersifat asimtomatik.13
Adapun berdasarkan kalasifikasi akut dan kronik yaitu sebagai berikut:8
2.8.1 Otitis media dengan efusi akut

Gejala yang paling tampak biasanya yaitu pendengaran berkurang. Selain itu
pasien dapat mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih
nyaring atau berbeda pada telinga yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang terasa
seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa
sedikit nyeri dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang
menyebabkan timbulnya tekanan negatif pada telinga tengah (misalnya pada
barotrauma), tetapi setelah sekret terbentuk tekanan ini pelan-pelan akan hilang rasa
nyeri dalam telinga tidak ada apabila penyebab tibulnya sekret adalah virus atau
alergi. Tinitus, vertigo atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang ringan.
2.8.2 Otitis media dengan efusi kronik
Rasa tuli pada otitis media efusi kronik lebih tampak (40-50 dB) karena adanya
sekret kental (glue air). Pada anak-anak yang berumur 5-8 tahun keadaan ini sering
diketahui kebetulan pada saat pemeriksaan THT atau uji pendegaran.

2.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan secara klinis dari temuan anamnesis dan pemeriksaan
fisik menggunakan alat seperti otoskop serta melakukan pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan otoskopi terlihat membran timpani suram dan retraksi, kadang
kekuningan, atau efusi kebiruan.
Gambar 2.9 Membran Timpani suram dan Retraksi4
Pada OME akut gambaran otoskopi yang terlihat yaitu membran timpani
retraksi. Kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan dalam kavum
timpani, sedangkan pada OME kronik gambaran otoskopi yang terlihat yaitu
membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabu-abuan.
Pemeriksaan audiologi pada OME berupa audiometri yang dapat membuktikan
adanya gangguan pendengaran. Selanjutnya temuan otoskopi dan pemeriksaan
audiologi dikonfirmasi dengan pemeriksaan timpanometri yang dapat memeriksa
secara objektif keadaan pada telinga tengah, mobilitas MT dan adanya cairan di
telinga tengah yang ditandai dengan gambaran timpanogram adalah tipe B.
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang obyektif dan gold standar pada OME
terutama untuk OME anak. Radiologi pada kasus OME berguna untuk konfirmasi
penyebab OME misalnya infeksi sinus paranasal dan dugaan OME karena tumor
nasofaring.13-16

2.10 Tatalaksana
Tatalaksana yang dapat diberikan pada OME yaitu sebagai berikut:8
2.10.1 Otitis media efusi akut
Pengobatan dapat secara medikamentosa dan pembedahan. Pada terapi
medikamentosa diberikan vasokontriktor lokal (tetes hidung), antihistamin, serta
parasat Valsava bila tidak ada tanda infeksi pada saluran napas atas. Setelah satu atau
dua minggu gejala masih menetap maka akan dilakukan miringotomi dan apabila
masih belum sembuh maka akan dilakukan miringotomi serta pemasangan pipa
ventilasi (Grommet).
2.10.2 Otitis media efusi kronis
Pengobatan yang harus dilakukan adalah mengeluarkan sekret dengan
miringotomi dan memasang pipa ventilasi (Grommet).pada kasus yang masih baru
diberikan dekogestan tetes hidung serta kombinasi dengan antihistamin, dekogestan
peroral kadang juga bisa berhasil. Sebagian ahli menganjurkan pengobatan
medikamentosa dilakukan selama tiga bulan. Apabila tidak berhasil baru dilakukan
tindakan operasi. Selain itu juga harus dinilai dan diobati faktor-faktor penyebab
seperti alergi, pembesaran adenoid atau tonsil, infeksi hidung dan sinus.

Pada komplikasi otorea dari pemasagan tabung ventilasi dapat diberikan


kuinolon.
2.11 Komplikasi
Penurunan pendengaran merupakan komplikasi OME yang paling awal terjadi
terutama tuli konduktif, mungkin sensorineural, atau keduanya. Jenis sensorineural
biasanya permanen. Sebuah studi kohort pada 534 anak melaporkan bahwa OME
pada anak dapat menyebabkan kesulitan mendengar pada usia 5 tahun (odds ratio
1,44; 95% confidence interval 1,18 s/d 1,76) dan dikaitkan dengan gangguan bahasa
pada anak-anak hingga usia 10 tahun.4

2.12 Prognosis
Secara umum prognosis OME baik. Kasus OME pada anak usia 2-4 tahun,
sebanyak 50% sembuh dalam 3 bulan dan 95% dalam setahun.23 Sekitar 5% anak-
anak OME yang tidak dibedah mengalami OME persisten dalam setahun.4
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media dengan efusi (OME) merupakan peradangan telinga tengah yang
ditandai dengan adanya cairan di rongga telinga tengah dengan membran timpani
intak tanpa disertai tanda-tanda infeksi akut. Penyebabnya multifaktorial karena
interaksi berbagai faktor host, alergi, faktor lingkungan, dan disfungsi tuba
Eustachius dan sering terjadi pada anak-anak.
Adapun tanda da gejala dapat asimtomatik dan apabila gejala tampak maka
akan datang dengan keluhan rasa tidak nyaman ditelinga, pendengaran menurun,
telinga terasa penuh, suara diri sendiri terdengar nyaring, gangguan tidur(jarang),
nyeri apabila penyebabnya adalah barotrauma.
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan gold
standar pemeriksaan yaitu pemeriksaan timpanometri.
Tatalaksana yang diberikan dapat berupa terapi medikamentosa maupun
pembedahan sesuai keluhan dan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Simbolon Richard P dan Saputra KAD. Distribusi Penderita Otitis Media


Efusi berdasarkan beberapa Faktor Risiko pada Siswa Sekolah Dasar di
Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. MEDICINA. 2019;50(1):p.85-89.
2. Zulkiflee S, Asma A, Philip R, Sabzah S,H,M, Sobani D,Khairulddin N,Y,K
et al. A Systematic review of management of otitis media with effusion in
children. British Journal of Med & Medical Research. 2014;4(11):p.2119-28
3. Zernotti et al. Otitis media with effusion and atopy: is there a causal
relationship?. World Allergy Organization Journal. 2017;10:p.37.
4. Aquinas Rimelda. Tatalaksana Otitis Media Efusi pada Anak. Cermin
Dunia Kedokteran (CDK). 2017;44(7):p.472-7.
5. Paulsen F & Waschke J. Sobotta: Atlas of Human Anatomy Head, Neck
andNeuroanatomy. 15th Edition, Volume 2. Germany:Ebook Elsevier.
2011;136-157.
6. Ortora, Gerard J. Mark T. Nielsen. Principles of Human Anatomy. 12th
edition. John Wiley & Sons, Inc. 2012.
7. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI. 2012;67-68.
8. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI. 2012.
9. Nugroho PS dan Wiyadi HMS. Anatomi dan Fisiologi Pendegaran Perifer.
Jurnal THT-KL. Vol.2,No.2, Mei – Agustus 2009;76 – 85.
10. Mudrya Albert and Young John Riddington. Otitis media with effusion:
Politzer's 100 year legacy. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. Volume 136. September 2020.
11. Minovi A, Dazert S. Disease of the Middle Ear in Childhood. GMS Curr
Top Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2014; artikel online :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article s/PMC4273172/
12. Qureishi et al. Update on Otitis Media – Prevention and Treatment.
Infection and Drug Resistance Journal. 2014:7:15-24. Avalable from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3894142/
13. Liwang F, Yuswar P W, Wijaya E, Sanjaya Nadira P. Kapita Selekta
Kedokteran Jilid II. Edisi V. Jakarta : Media Aesculapius. 2020.
14. Probst R. Middle ear. In: Probst R,Grevers G, Iro H. Basic
Otorhinolaryngology. 1st edition. New York. Thieme:2006.p.240- 42.
15. Waorgu OGB, Ibekwe TS. Classification and management challenges of
otitis media in a resource-poor country. Nigerian Journal of Clinical
Practice.2011:14:264-67.
16. Tong Fai CM, Hasselt VA.Otitis media with effusion in adults. In: Scott
Brown’s otorhinolaryngology head and neck surgery. Gleeson M, Browning
GG, Burlan JM, Clarke R, Hibbert J, Jonas SN editor. 7th edition. London:
Edward Arnold Publisher:2008. p.3388-93.

Anda mungkin juga menyukai