Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Penunjang


2.1.1 Pengolahan secara Biologis
Di dalam pengolahan secara biologis, bakteri dan mikroorganisme yang lain
akan memecah dan memetabolisme zat organik terlarut, oleh karena itu dapat
mengurangi BOD dan COD. Namun tidak semua organik terdegradasi, waktu yang
cukup dan jenis mikroba yang sesuai akan membantu degradasi zat organik lebih
banyak lagi. Pengolahan secara biologis pada umumnya adalah aerobik dan
anaerobik.
Proses secara Aerobik
Proses secara aerobik terjadi reaksi biokimia untuk pertumbuhan dan
metabolisme bakteri/mikroba lainnya. Agar proses berjalan lancar, cell-cell harus
tumbuh berkembang lebih cepat dari yang dioksidasi (hal ini yang menghasilkan
lumpur).
Reaksi pada proses aerobik lumpur aktif :
Organik terlarut + O2 + N + P  cell + CO2 + H2O + NO3
sisa organik terlarut yang tak terurai
Proses aerobik dengan aerasi juga dimaksudkan untuk menghilangkan
komponen organik yang mudah menguap. Di samping itu cell mikroba memerlukan
nutrient.
Proses secara Anaerobik
Denitrifikasi adalah proses biologis anaerobik, digunakan untuk
mengkonversi nitrogen-nitrat dalam effluent dari proses nitrifikasi lumpur aktif
menjadi gas nitrogen. Nitrat merupakan reduktor maka kandungan nitrat dalam air
sangat berbahaya sehingga harus dikurangi atau dihilangkan. Bakteri yang berperan
dalam denitrifikasi umumnya merupakan bakteri anaerobik.

II-1
II - 2
BAB I PENDAHULUAN

NO3- + Substrate N2 + CO2 + H2O + OH- + cells


2.1.2 Proses Lumpur Aktif
Pengolahan limbah cair dengan menggunakan proses biologis dapat dilakukan
dengan sistem aerob dengan menggunakan lumpur aktif. Proses dengan metode
aerobik dimaksudkan untuk mengoksidasi materi organik secara biologis disertai
proses adsorpsi padatan tersuspensi (suspended solid) oleh bioflok.
Lumpur aktif merupakan suatu kultur bebas yang heterogen dan mayoritas
tersusun dari berbagai macam mikroorganisme yang terdiri dari bakteri, protozoa dan
metazoa. Mikroorganisme tersebut menjadi satu dalam suatu matrik yang kompleks
terflokulasi yang sering disebut dengan flok (Sundstroms dan Klei, 1979).
Pada dasarnya, proses lumpur aktif terdiri dari bak aerasi dan bak sedimentasi.
Bak aerasi merupakan reaktor suspended growth yang terdiri dari kumpulan mikroba
atau flok dari mikroorganisme yang membentuk lumpur aktif. Oksidasi aerobik dari
senyawa organik berada dalam tangki ini. Dalam bak aerasi, umpan dialirkan
kedalamnya dan bercampur dengan RAS (Return Activated Sludge) untuk
membentuk mixed liquor, yang memiliki batasan konsentrasi MLSS (Mixed Liquor
Suspended Solid) yaitu 2000-3500 mg/l (Williams, 1999). Biasanya aerasi diberikan
dengan cara mekanik, misalnya dengan beberapa metode seperti brush mechanical
aerator, bubble aeration, dan static aeration (Wesley, 1989). Karakteristik yang
terpenting dari proses lumpur aktif adalah perbandingan recycle biomass. Dimana
umur sludge lebih besar daripada HRT (Hydraulic Retention Time). Lumpur aktif
yang terbentuk dipisahkan dalam bak sedimentasi, sedangkan lumpur yang terpisah
dalam bak sedimentasi sebagian dikembalikan ke bak aerasi atau yang disebut dengan
RAS untuk menjaga waktu tinggal lumpur (Sludge Retention Time-SRT) dan
sebagian lagi dibuang (Waste Activated Sludge-WAS) untuk menjaga agar tidak
terjadi akumulasi lumpur (Williams, 1999). Pengikatan bakteri flok pada proses
pengendapan dan recycle lumpur yang dikembalikan ke reaktor merupakan kunci dari
proses lumpur aktif, karena dapat menimbulkan tingginya konsentrasi biomassa
dalam bioreaktor.

Penggunaan Membran Bioreaktor (MBR) Pada Activated Sludge Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri
II - 3
BAB I PENDAHULUAN

Ada dua peristiwa dalam pengolahan senyawa organik pada air limbah,
pertama, adanya konsumsi O2 oleh mikroorganisme untuk menghasilkan energi dan
sel-sel baru. Kedua, yaitu auto oksidasi dalam sel atau respirasi. Sumber karbon,
sumber energi dan nutrien inorganik yang memadai, harus terdapat dalam media.
Nitrogen dan fosfor harus tersedia dalam jumlah yang cukup agar pertumbuhan
mikroorganisme tidak mengalami hambatan. Perbandingan berat BOD5:N:P dalam
limbah adalah sebesar 100:5:1 agar terjadi degradasi COD/BOD yang sempurna
(Williams, 1999). Sedangkan secara umum, nutrien seperti Fe dan S tidak memiliki
pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan biomassa. Untuk menjaga agar tidak
terjadi kekurangan maka perlu ditambahkan minimum 1,0 mg/l N anorganik (NH 3
dan NO3-) dan 0,2 mg/l PO42-. Jika tidak ada lingkungan pertumbuhan yang memadai
dan nutrien yang seimbang maka efisiensi dari pengolahan air limbah tidak dapat
berjalan sebagaimana mestinya (Grady dan Lim, 1980). Bahan organik dalam air
limbah terdapat dalam bentuk terlarut, koloid, dan fraksi partikel. Bahan organik
terlarut sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme heterotrophik dalam mixed
liquor. Aerasi mempunyai dua tujuan : (1) memasok oksigen bagi mikroorganisme
aerobik, dan (2) menjaga lumpur aktif agar selalu konstan teragitasi untuk
melaksanakan kontak yang cukup antara flok dengan air limbah yang baru datang
pada sistem pengolahan limbah. Konsentrasi oksigen yang cukup juga diperlukan
untuk aktifitas mikroorganisme heterotrophik dan autotrophik, khususnya bakteri
nitrit.
Tangki Aerasi Tangki Pengendapan
efluen
Influen Limbah Organik + Lumpur Aktif + O2
terdegradasi menjadi

CO2, H2O, NO3, SO4, PO4

Udara
Lumpur Aktif Balik

Limbah Lumpur

Gambar 2.1 Skema Proses Lumpur Aktif

Penggunaan Membran Bioreaktor (MBR) Pada Activated Sludge Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri
II - 4
BAB I PENDAHULUAN

Kinerja lumpur aktif sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter yang saling
terkait, yakni:
1. Waktu Tinggal Sel
Waktu tinggal sel/lumpur (solid retention time-SRT) didefinisikan sebagai
waktu tinggal rata-rata mikroba di dalam bak aerasi. SRT dikendalikan dengan cara
pembuangan lumpur yang merupakan hasil bawah dari bak sedimentasi maupun dari
bak aerasi secara langsung. Volume lumpur yang dibuang tergantung pada SRT yang
diinginkan. Semakin besar SRT yang diinginkan, semakin kecil laju pembuangan
lumpur yang dikendalikan, atau sebaliknya. Perhitungan SRT didekati dengan jumlah
MLSS yang ada di dalam bak aerasi dibagi dengan laju pembuangan lumpur, dengan
persamaan sebagai berikut:

Bila pembuangan lumpur dilakukan langsung melalui bak aerasi maka persamaan
dapat dituliskan sebagai berikut:

Jika tidak digunakan clarifier dan tanpa adanya sirkulasi lumpur kembali ke
bioreaktor, persamaan (2.9) dapat ditulis sebagai berikut:

Dimana :
V = volume bak aerasi, (liter)
X = MLSS dalam bak aerasi, (mg/L)
Xr = MLSS hasil bawah bak aerasi, (mg/L)
Xe = MLSS keluaran bak sedimentasi, (mg/L)
Q = laju volumetris influent, (L/hari)
Qw= laju pembuangan lumpur volumetris, (L/hari)
Qe = laju alir volumetris keluaran bak sedimentasi, (L/hari)

Penggunaan Membran Bioreaktor (MBR) Pada Activated Sludge Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri
II - 5
BAB I PENDAHULUAN

τ = waktu tinggal cairan (hydraulic retention time, HRT), (hari)

Proses lumpur aktif biasanya beroperasi pada SRT 3-15 hari agar diperoleh
flok yang mudah mengendap. Penggunaan SRT di luar rentang tersebut akan
menimbulkan permasalahan pengendapan di dalam bak sedimentasi. (Sundstrom dan
Klei, 1979).

2. Konsentrasi Biomassa (MLSS)


Pengolahan limbah cair industri secara proses biologis yaitu proses lumpur
aktif dengan menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi limbah organik.
Proses lumpur aktif tidak hanya membutuhkan tangki aerasi yang luas dan tangki
sedimentasi tetapi juga menghasilkan jumlah lumpur yang berlebih (Chang et al.,
2002). Proses ini sangat tergantung pada tiga parameter yaitu kondisi F/M ratio,
sludge age dan dissolved oxygen (Williams, 1999). Dalam proses lumpur aktif
terdapat batasan konsentrasi biomassa (MLSS) yang digunakan yaitu 2000-5000
mg/L (Sundstrom dan Klei, 1979). Sehingga jika digunakan untuk konsentrasi
biomassa yang terlalu tinggi maka perlu dilakukan pengontrolan tiga parameter
tersebut diatas. Konsentrasi biomassa sangat mempengaruhi kondisi mikroorganisme
yang terdapat dalam limbah cair, selain itu mikroorganisme juga mempengaruhi
keberhasilan proses lumpur aktif untuk mendegradasi limbah organik. Dalam sistem
lumpur aktif respon bakteri digunakan untuk meremove senyawa organik, yang sering
disebut dengan proses flokulasi atau pembentukan mikroba flok.
Secara umum mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur aktif, terbagi
menjadi empat kelas yaitu: organisme pembentuk flock (flock forming organism),
saprofit, predator dan organisme pengganggu. Organisme pembentuk flok,
merupakan organisme yang berperan penting dalam proses lumpur aktif. Tanpa
organisme ini, lumpur tidak dapat terpisah secara baik dari air limbah yang diolah.
Biasanya bakteri Zooglea remigera dianggap sebagai bakteri pembentuk flok, tetapi
terdapat bermacam-macam jenis mikroorganisme yang dapat membentuk flok.
(Grady dan Lim, 1980).

Penggunaan Membran Bioreaktor (MBR) Pada Activated Sludge Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri
II - 6
BAB I PENDAHULUAN

2.1.2.3 Faktor Pembebanan


Faktor pembebanan proses disebut juga sebagai nisbah pakan terhadap
mikroorganisme (food to microorganism ratio, nisbah F/M), yakni laju BOD atau
COD yang ditambahkan ke dalam unit volum bioreaktor, dan didefinisikan dalam
persamaan berikut :
F massa substrat yang digunakan dalam reaktor / hari
Nisbah  (2.11)
M massa mikroorgan isme dalam reaktor

Untuk reaktor dengan pengadukan sempurna, nisbah F/M bisa didefinisikan


dengan persamaan berikut.

(2.12)
Dimana :
V = volume bak aerasi, (liter)
X = MLSS dalam bak aerasi, (mg/L)
Q = laju volumetris influent, (L/hari)
τ = waktu tinggal cairan (hydraulic retention time, HRT), (hari)
S0 = initial substrate concentration

Nisbah F/M juga dikendalikan dengan laju pembuangan lumpur. Dengan


demikian laju pembuangan lumpur akan mengendalikan dua parameter sekaligus
yaitu SRT dan nisbah F/M. Nisbah F/M yang terjadi berbanding terbalik dengan
HRT. Proses lumpur aktif konvensional biasanya beroperasi pada nisbah F/M antara
0,2-0,6 kg COD/(kg MLSS.hari). Pemakaian nisbah di luar kisaran tersebut, akan
menimbulkan beberapa permasalahan pengendapan di dalam bak sedimentasi
(Sundstroms dan Klei, 1979).
Pada proses yang bekerja dengan baik, lumpur akan mudah mengendap, hal
ini dapat terjadi bila cell-cell mikroba bergabung membentuk flok. Apabila tumbuh
mikroba berfilamen (filamentous organism) secara berlebihan, pengendapan lumpur
akan lambat. Peristiwa ini disebut “bulking sludge”. Pertumbuhan mikroba

Penggunaan Membran Bioreaktor (MBR) Pada Activated Sludge Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri
II - 7
BAB I PENDAHULUAN

berfilamen terjadi bila O2 terlarut atau BOD telalu kecil. Mikroba berfilamen
mempunyai luas permukaan lebih besar sehingga menyerap O2 atau makanan lebih
banyak, sebelum mereka terserap oleh flok.
Jenis-jenis lumpur tersebut sangat sulit mengendap secara gravitasi. Adanya
kesulitan dalam proses pemisahan lumpur tersebut dalam bak sedimentasi
mengakibatkan sebagian lumpur akan terbuang keluar (washout). Hal ini dapat
mengakibatkan menurunnya kadar kualitas effluent. Namun, kinetika menunjukkan
bahwa mikroba-flokulasi (zoogleal) lebih efektif dengan O2 dan BOD lebih tinggi. Di
samping itu ia dapat mengoksidasi zat organik yang komplek di mana mikroba
filament tidak mampu.
Adanya oksigen yang terlarut dalam bak aerasi dapat memberikan efek secara
kuantitatif terhadap laju pertumbuhan organisme filament maupun non-filament
(pembentuk flok). Kemampuan difusi oksigen ke dalam flok tergantung dari
konsentrasi oksigen terlarut di dalam cairan curah. Konsentrasi oksigen yang rendah
dapat menyebabkan sebagian besar dari flok berada dalam kondisi anoksik atau
anaerobik.

2.1.3 SMBR (Submerged Membrane Bioreactor)


SMBR (Submerged Membrane Bioreactor) atau bioreaktor membran
terendam merupakan kombinasi proses biologis lumpur aktif dan filtrasi membran
dalam satu unit. Sistem SMBR mempunyai kecenderungan besar untuk digunakan
karena dianggap potensial untuk fabrikasi dan biaya perawatan rendah. Hal penting
dalam sistem SMBR adalah kemampuan penyerapan permeat yang dibantu oleh
tekanan dari bioreaktor itu sendiri yang berasal dari gelembung udara yang digunakan
sebagai kontrol deposisi pada metode mekanika fluida dan pencemaran. (Fane dan
Chang, 2002).
Peneliti Côté et al. (1997) telah menggunakan SMBR untuk mengolah limbah
domestik dan membandingkannya dengan SMBR eksternal dan konvensional. Pada
SMBR diaplikasikan sistem sirkulasi udara yang berfungsi sebagai aerasi sekaligus

Penggunaan Membran Bioreaktor (MBR) Pada Activated Sludge Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri
II - 8
BAB I PENDAHULUAN

dapat membersihkan membran dari dasar modul, sehingga mempunyai fungsi ganda
selama operasi. Hasilnya menunjukkan bahwa tanpa pembersihan secara kimia,
membran yang digunakan dapat beroperasi lebih lama dan memberikan keuntungan
dalam hal kualitas, keamanan, dan kekompakan. Keunggulan lainnya adalah dapat
menghilangkan senyawa nitrogen dan mereduksi produksi sludge hingga 50%
dibandingkan dengan cara konvensional.
Tetapi penggunaan teknik membran pada pengolahan limbah terdapat
problem terjadinya fouling yang melekat pada membran, berupa bahan organik
kompleks yang dihasilkan dari produk metabolisme mikroorganisme. Selain itu
SMBR juga memiliki beberapa kelemahan lainnya yaitu tidak terjadi proses
denitrifikasi dan backwash yang sangat mengganggu sistem.

2.1.4 MBR (Membrane Bioreactor)


Pada tipe Membran Bioreactor, membran diletakkan terpisah dari reaktor.
Cairan hasil penguraian bioreaktor di pompa ke membran secara cross-flow untuk
dilakukan pemisahan padat cair. Kelebihan cairan diresirkulasi, sedangkan produk
ditempatkan pada bak khusus.
Masing-masing tipe tersebut memiliki keunggulan. Namun, bioreaktor
membran terendam paling disukai dan banyak digunakan pada instalasi pengolahan
air limbah. Keunggulan menggunakan membrane bioreactor adalah mempermudah
proses filtrasi pada membran dan backwash dapat dilakukan tanpa mengganggu
sistem.

Penggunaan Membran Bioreaktor (MBR) Pada Activated Sludge Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri
II - 9
BAB I PENDAHULUAN

2.2 Studi Hasil Penelitian Sebelumnya


Road Map Penelitian
Berbagai penelitian mengenai pengolahan limbah amonia menggunakan
membrane bioreactor telah dilakukan, Tian dan Liang (2008) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa MBR dapat mengurangi kadar amonia dalam limbah
domestiknya hingga 89,4 %. Sedangkan Thamer dan Ahmed (2008) mendapatkan
hasil yang lebih baik dengan menyimpulkan bahwa kandungan N-NH3 dalam limbah
sintetik yang digunakan berhasil disisihkan hingga 99,8%. Fenomena ini
mengindikasikan bahwa laju nitrifikasi cukup tinggi. Proses nitrifikasi dapat
berlangsung dengan adanya bakteri Nitrisomonas. Bakteri nitrifikasi mengoksidasi
ion ammonium untuk memperoleh energi dan melepas ion nitrit (NO 2-). Ion nitrit
yang dihasilkan akan dioksidasi lebih lanjut oleh bakteri Nitrobacter menjadi ion
nitrat (NO3-). Oksidasi ion ammonium dan ion nitrit oleh bakteri disebut proses
nitrifikasi. Ketika ion nitrit dioksidasi, bakteri memperoleh energi dan melepas ion
nitrat (NO3-). Ketika bakteri mengoksidasi substrat, maka proses reproduksi akan
terjadi atau terjadi peningkatan populasi bakteri. Bakteri mewakili jumlah padatan
dalam tangki aerasi (Kusworo, 2009).
Penelitian Tri Widjaja (2007), tentang SMBR menunjukkan bahwa sistem ini
masih mampu menyisihkan bahan organik dengan baik, walaupun konsentrasi
biomassa cukup tinggi. Dengan teknologi membran dapat mengatasi masalah
keterbatasan penggunaan konsentrasi lumpur, dan perlu pengontrolan yang baik pada
F/M ratio, sludge age dan dissolved oxygen

Penggunaan Membran Bioreaktor (MBR) Pada Activated Sludge Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri

Anda mungkin juga menyukai