Anda di halaman 1dari 29

KEHALALAN PENDAPATAN DARI MEDIA SOSIAL

PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM

MAKALAH

Ditulis untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu: Yulis Sulistiana Dewi,S.PD,.M.PD.I.

Oleh :

Eka Rahmah Yuniardi ( 1209230058 )

Elya Nur Awaliyah ( 1209230059 )

Erlangga Nur Hidayat ( 1209230060 )

Fadila Nurjanah ( 1209230061 )

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI


BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat,


nikmat serta karunia-Nya yang tak ternilai dan tak dapat dihitung sehingga
kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Makalah yang
berjudul ” Kehalalan Pendapatan Dari Media Sosial Perspektif Hukum
Ekonomi Islam ” ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa
Indonesia.
Terima kasih kami haturkan kepada Ibu Yulis Sulistiana Dewi yang
senantiasa membimbing kami di dalam kelas dan penyusunan makalah ini.
Tanpa adanya bimbingan dari beliau, kami kiranya tidak akan mampu
menyelesaikannya.
Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan
dalam makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat
memberikan kritik dan sarannya kepada kami agar di kemudian hari kami
bisa membuat makalah yang lebih sempurna lagi. Akhir kata, kami ucapkan
terima kasih kepada segala pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu
atas bantuannya dalam penyusunan makalah ini.

Bandung, November 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

ABSTRAK ............................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 3

E. Teknik Penelitian ..................................................................... 4

BAB II KAJIAN TEORI

A. Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam .................................. 5

B. Sistem Ekonomi Islam ................................................................. 6

C. Sistem Upah / Gaji Tenaga Kerja .............................................. 11

BAB III PEMBAHASAN

A. Kehalalan pendapatan dari media sosial sesuai syariah islam .... 15

ii
B. Perspektif hukum ekonomi islam pada pendapatan dari media

sosial......................................................................................... 18

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan .................................................................................. 22

B. Saran ....................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 24

iii
ABSTRAK
Penggunaan teknologi modern (seperti komputer atau telepon
genggam) sebagai alat bantu guna memperlancar kegiatan usaha jual beli
merupakan salah satu strategi pemasaran yang sangat menguntungkan. Di
era digital sekarang ini terdapat banyak transaksi perdagangan melalui dunia
maya (online atau via internet), sehingga antara penjual dan pembeli tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu. Dahulu, pada masa belum ditemukannya
teknologi internet apabila seseorang bermaksud membeli suatu barang maka
ia akan mendatangi tempat dimana barang itu dijual, pembeli dapat
memeriksa secara langsung kondisi barang yang ia inginkan kemudian
terjadi tawar menawar antara pembeli dan penjual, apabila tercapai
kesepakatan antara penjual dan pembeli barulah terjadi serah terima uang
dan barang. Proses jual beli konvensional inilah yang diatur dalam fiqh
muamalah, yang mensyaratkan adanya empat hal yaitu Sighat al’aqd (ijab
qabul), Mahallul ‘aqd (obyek perjanjian / barang), Al’aqidaian (para pihak
yang melaksanakan isi perjanjian) dan Maudhu’ul’aqd (tujuan perjanjian).
Dalam sighat al’aqd (ijab qabul) dilaksanakan dengan ucapan lisan, tulisan
atau isyarat bagi mereka yang tidak mampu berbicara atau menulis. Bahkan
dapat dilaksanakan dengan perbuatan (fi’li) yang menunjukkan kerelaan
kedua belah pihak untuk melakukan suatu perjanjian (jual beli) yang
umumnya dikenal dengan al mu’athah. Mahallul ‘aqd mensyaratkan obyek
atau barang yang diperjanjikan sudah ada nyata, dapat diserahkan ketika
terjadi kesepakatan serta bukan barang yang dilarang menurut syara’.
Al’aqidaian adalah para pihak yang melaksanakan isi perjanjian haruslah
memenuhi syarat seperti aqil baligh, berakal, sehat, dewasa/bukan
mumayyid dan cakap hukum. Sedangkan maudhu’ul ‘aqd berarti yang
menjadi tujuan dibuatnya perjanjian (jual beli) yakni penjual menyerahkan
barang atau jasa sedangkan pembeli menyerahkan sejumlah uang.

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seorang manusia diciptakan oleh Allah swt sebagai makhluk


ekonomi dan makhluk sosial yang bermoral, aktfitas makhluk ekonomi,
dijalani dengan melakukan pemenuhan kebutuhan, baik kebutuhan
primer maupun kebutuhan sekunder, dan tersier, hal ini dilakukan agar
keberlangsungan hidup seseorang dapat dijalankan. Sebagai makhluk
sosial, manusia juga harus mampu memenuhi kebutuhan orang lain
dengan bekerja, manusia bekerja dengan kemampuannya masing-masing,
ada yang bekerja sebagai petani dan ada yang bekerja sebagai nelayan,
hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa sejatinya manusia butuh orang lain
untuk memenuhi sebagian kebutuhannya, lalu kaitannya dengan islam,
kita harus terus mengoptimalkan hubungan kita dengan manusia
(habluminanas) hubungan kita dengan alam (habluminalalam) dan
hubungan manusia dengan Allah (habluminalloh) karena dengan
menjalin relasi dengan baik antara sesama manusia, maka akan
mempermudah pemenuhan bisnis, misalnya dengan komunikasi yang
baik, adapun menjaga hubungan dengan Allah yaitu melalui ibadah, dan
bersyukur atas nikmat dan karunianya, sebagai makhluk khalifah.

Untuk mempertahankan hidupnya, seseorang dapat


mengekspresikan posisinya secara bebas untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Kebijaksanaan atau kebebasan diperlukan agar
manajemen buatan manusia memenuhi kebutuhan yang ada. Jika
manusia memiliki kesadaran yang sama, maka manusia dapat
memanfaatkan sebaik-baiknya sumber daya yang ada, maka mereka

1
akan berusaha untuk mengelola sumber daya yang tidak terbatas secara
lebih sistematis, efisien dan efektif.Dalam perspektif ekonomi islam
kebebasan disini dibatasi oleh aturan main yang jelas dan kebutuhan
terbatas dan sumber daya yang tidak terbatas, yang tidak terbatas bukan
kebutuhan namun keinginan.
Dalam hukum Islam dilarang melakukan usaha batil atau non syar'i,
seperti lintah darat, judi, dan berbagai tipu daya sejenisnya, dan
ditegaskan pula bahwa mendapatkan rizki tidak boleh dilakukan dengan
cara yang salah yang melanggar Islam. Hukum dan penjualan harus
didasarkan pada kesediaan bersama untuk menyerah, tidak menipu,
tidak berbohong, dan tidak merugikan kepentingan umum.
Mu'amalah merupakan salah satu fenomena jual beli di bidang
ekonomi dengan menggunakan media elektronik. Kegiatan transaksi
yang dilakukan melalui media sosial sangat sering disebut dengan e-
commerce. E-commerce biasanya diartikan sebagai transaksi jual beli
barang dan jasa melalui media elektronik (khususnya melalui internet);
di Indonesia karena adanya krisis ekonomi, sistem e-commerce masih
sedikit diabaikan, namun hingga saat ini e-commerce masih menjadi
perhatian. Fenomenanya, meski masih sebatas segelintir masyarakat
Indonesia yang mengenal teknologi tersebut. Sembari bekerja keras
mengembangkan lembaga e-commerce, berbagai kendala yang dihadapi
dalam pengembangan e-commerce dapat kita atasi, seperti keterbatasan
infrastruktur, kurangnya peraturan perundang-undangan, keamanan
bertransaksi, dan terutama sumber daya manusia.
Layaknya konsep perdagangan, e-commerce menjalin hubungan
antara dua pihak untuk memberikan pencapaian. Makna dari partisipasi
semacam ini adalah munculnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
oleh pihak-pihak yang berkepentingan Lalu bagaimana pandangan
Islam terhadap pendapatan dari sistem e-commerce ini?

2
Tidaklah pantas untuk secara langsung mengubah persyaratan
penjualan umum dan tidak sejalan dengan lingkungan bisnis media
sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis apakah ketentuan
hukum dalam hukum Islam sudah cukup relevan dan sesuai dengan sifat
jual beli di media sosial, ataukah diperlukan pemahaman khusus tentang
hukum jual beli online. Terkadang transaksi transaksi tidak sesuai
dengan gambar di iklan.Hal yang inilah yang melatar belakangi penulis
untuk membuat makalah dengan judul kehalalan pendapatan dari media
sosial perspektif hukum ekonomi islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehalalan pendapatan dari media sosial sesuai syari’ah
islam ?
2. Bagaimana perspektif hukum ekonomi islam pada pendapatan dari
media sosial ?

C. Tujuan Penulisan
1. Menambah wawasan mengenai kehalalan pendapatan dari media
sosial sesuai syariah islam.
2. Menambah wawasan mengenai perspektif hukum ekonomi islam
pada pendapatan dari media sosial.

D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman mengenai pandangan hukum Islam mengenai jual beli
on-line dan mendapatkan pendapatan halal dari media sosial. Dan
diharapakan dapat memperkaya khazanah pemikiran Keislaman pada
umumnya, civitas Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam,
khususnya pada jurusan Manajemen Keuangan Syariah.

3
2. Secara Praktis penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu tugas
guna memenuhi nilai mata kuliah Bahasa Indonesia oleh Ibu Yulis
Sulistiana Dewi,S.PD,.M.PD.I

E. Teknik Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan studi pustaka
melalui mencari pemahaman tentang sistem pendapatan di media sosial
menurut perspektif hukum ekonomi islam dan mencari pemahaman-
pemahaman tentang pendapatan dari media sosial.

4
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam

Ekonomi Islam merupakan istilah untuk sistem ekonomi yang


dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-Qur‟an dan Al-Sunnah dengan
tujuan maslahah (kemaslahatan) bagi umat manusia, sehingga secara
konsep dan prinsip ekonomi Islam adalah tetap, namun pada prakteknya
untuk hal-hal yang situasi dan kondisi tertentu bisa saja berlaku luwes
bahkan bisa mengalami perubahan. Prinsip ekonomi Islam dapat
dirangkum dalam empat prinsip, yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak
bebas, dan tanggung jawab. Produksi tidak berarti hanya menciptakan
secara fisik sesuatu yang tidak ada, melainkan juga membuat barang-
barang yang dihasilkan dari beberapa aktivitas produksi memiliki daya
guna. Tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat dalam produksi berkaitan
dengan maqashid al-syari‟ah sebagai prinsip produksi antara lain
kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai islam sehingga dalam
memproduksi barang/jasa tidak boleh bertentangan dengan penjagaan
terhadap agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, prioritas produksi harus
sesuai dengan prioritas kebutuhan yaitu dharuriyyat, hajyiyat dan
tahsiniyat, kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan,
sosial, zakat, sedekah, infak dan wakaf, mengelola sumber daya alam
secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak merusak
lingkungan serta distribusi keuntungan yang adil antara pemilik dan
pengelola, manajemen dan karyawan. Produksi tidak bisa lepas dari
faktor sebagai alat produksi berupa faktor alam/tanah, faktor tenaga

5
kerja, faktor modal (kapital), faktor manajemen, teknologi serta bahan
baku.

Produksi dalam ekonomi Islam merupakan setiap bentuk aktivitas


yang dilakukan untuk mewujudkan manfaat atau menambahkannya
dengan cara mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi yang disediakan
Allah SWT sehingga menjadi maslahat, untuk memenuhi kebutuhan
manusia, oleh karenanya aktifitas produksi hendaknya berorientasi pada
kebutuhan masyarakat luas. Sistem produksi berarti merupakan
rangkaian yang tidak terpisahkan dari prinsip produksi serta faktor
produksi. Prinsip produksi dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu
yang halal yang merupakan akumulasi dari semua proses produksi mulai
dari sumber bahan baku sampai dengan jenis produk yang dihasilkan
baik berupa barang maupun jasa. Sedangkan faktor-faktor produksi
berarti segala yang menunjang keberhasilan produksi seperti faktor alam,
faktor tenaga kerja, faktor modal serta faktor manajemen. Pengertian
produk tidak dapat dilepaskan dengan kebutuhan (need) (Gitosudarmo,
2002). Produksi berarti memenuhi semua kebutuhan melalui kegiatan
bisnis karena salah satu tujuan utama bisnis adalah untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan (needs and wants) manusia. Untuk dapat
mempertahankan hidupnya, manusia membutuhkan makan, minum,
pakaian dan perlindungan (Zaki Fuad Chalil, 2009).

B. Sistem Ekonomi Islam

Islam merupakan ajaran universal bukan hanya berbicara tentang


ibadah secara vertical kepada Allah SWT. melainkan juga berbicara
tentang semua aspek kehidupan termasuk ekonomi di dalamnya.
Ekonomi yang dibangun atas dasar-dasar dan tatanan Al-Qur‟an dan
sunnah Rasulullah SAW. kemudian dikenal dengan istilah Ekonomi
Islam. Sehingga secara konsep dan prinsip ekonomi Islam adalah tetap,

6
tetapi pada prakteknya untuk hal-hal yang situasi dan kondisi tertentu
bisa saja berlaku luwes bahkan bisa mengalami perubahan (Zaki Fuad
Chalil, 2009).

Sistem ekonomi Islam yang bertujuan maslahah (kemaslahatan) bagi


umat manusia merupakan pelaksanaan ilmu ekonomi yang dilaksanakan
dalam praktek sehari-hari dalam rangka mengorganisasi faktor produksi,
distribusi serta pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan dengan
tidak menyalahi Al-Qur‟an dan Sunnah sebagai acuan aturan
perundangan dalam sistem perekonomian Islam (Suhrawardi K, 2000).
Dengan demikian, sistem ekonomi Islam mampu memberikan
kemaslahatan bagi seluruh masyarakat karena memandang masalah
ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis yang memberikan kebebasan
serta hak pemilikan kepada individu dan menggalakkan usaha secara
perorangan, tidak pula dari sudut pandang sosialis yang ingin
menghapuskan semua hak individu dan menjadikan mereka seperti budak
ekonomi yang dikendalikan oleh negara. Tetapi Islam membenarkan
sikap mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya merusak
masyarakat (Afzalur Rahman, 1995).Di bawah sistem ekonomi Islam,
penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan dan langkah-
langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran kekayaan
kepada anggota masyarakat yang belum bernasib baik (Afzalur Rahman,
1995). Prinsip yang terdapat dalam sistem ekonomi Islam dapat
dirangkum dalam empat prinsip, yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak
bebas, dan tanggung jawab.

1. Tauhid
Prinsip tauhid melahirkan prinsip-prinsip yang menyangkut
segala aspek kehidupan dunia dan akhirat (M. Quraish Shihab,
2006). Ketika seseorang mengesakan dan menyembah Allah Swt.
Hal itu akan berimplikasi pada adanya niat yang tulus bahwa

7
segala pekerjaan yang dikerjakan adalah dalam rangka beribadah
kepada Allah SWT karena pada dasarnya segala sesuatu
bersumber serta kesudahannya berakhir pada Allah Swt.
2. Keadilan dan Keseimbangan
Prinsip keadilan merupakan landasan untuk menghasilkan
seluruh kebijakan dalam kegiatan ekonomi sehingga berdampak
positif bagi pertumbuhan dan pemerataan pendapatan dan
kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Prinsip keseimbangan
mencerminkan kesetaraan antara pendapatan dan pengeluaran,
pertumbuhan dan pendistribusian dan antara pendapatan kaum
yang mampu dan yang kurang mampu (Abuddin Nata, 2014).
3. Kehendak bebas
Ajaran Islam berkeyakinan bahwa Allah SWT. memiliki
kebebasan mutlak dalam berkehendak, begitupun dengan manusia
yang memiliki hak untuk memilih apa yang akan diperbuatnya
bahkan dalam mengambil pekerjaan atau memanfaatkan
kekayaannya, setiap orang diberikan kebebasan dengan cara yang
ia sukai (Afzalur Rahman, 2000). Namun demikian, manusia
yang baik adalah manusia yang mampu menggunakan kebebasan
itu dalam rangka penerapan tauhid dan keseimbangan dalam
hidupnya (M. Quraish Shihab, 2006).
4. Tanggung Jawab
Dalam prinsip ekonomi Islam, kebebasan yang diberikan
pada setiap orang untuk berbuat sesuatu dalam mengambil
pekerjaan apapun atau memanfaatkan kekayaan dengan cara yang
ia sukai tentunya harus tetap bertanggungjawab terhadap apa yang
menjadi pilihannya (M. Quraish Shihab, 2006).

Ajaran Islam yang rahmatan lil„alamin tentunya akan melahirkan


sistem perekonomian yang rahmatan lil‟alamin pula, oleh karenanya

8
karakteristik ekonomi Islam mencakup aspek normatif – idealis –
deduktif serta historis – empiris – induktif (Ika Yunia Fauzia dan Abdul
Kadir Riyadi, 2014). Karakteristik ekonomi Islam tersebut antara lain:

1. Rabbaniyah Mashdar (bersumber dari Allah)


Ekonomi Islam merupakan ajaran yang bersumber dari Allah
Swt. dimana kegiatan ekonomi yang diajarkan adalah bertujuan
untuk memperkecil kesenjangan diantara masyarakat sehingga
umat manusia bisa bisa hidup dalam kesejahteraan di dunia dan
akhirat.
2. Rabbaniyah al-Hadf (bertujuan untuk Allah)
Ekonomi Islam juga bertujuan kepada Allah Swt. sehingga
segala aktivitas ekonomi merupakan suatu ibadah yang
diwuudkan dalam hubungan antar manusia untuk membina
hubungan dengan Allah. Islam mensyariatkan agar selalu
beraktivitas ekonomi sesuai dengan ketentuan allah, tidak
mendzalimi orang lain dan bertujuan memberikan kemaslahatan
bagi semua manusia.
3. Al-Raqabah al-Mazdujah (control di dalam dan di luar)
Ekonomi islam menyertakan pengawasan yang melekat bagi
semua manusia yang dimulai dari diri masing-masing sebagai
leader (khalifah) bagi dirinya sendiri. Pengawasan selanjutnya
yaitu dari luar yang melibatkan institusi, lembaga ataupun
seorang pengawas.
4. Al-Jam’u bayna al-tsabat wa al-murunah (penggabungan antara
yang tetap dan yang lunak).
Islam membolehkan manusia untuk beraktivitas ekonomi
sebebas-bebasnya selama tidak bertentangan dengan larangan
yang sudah ditetapkan, yang sebagian besar berakibat pada
kerugian orang lain.

9
5. Al-Tawazun bayna al-maslahah al-fard wa al-jama’ah
(keseimbangan antara kemaslahatan individu dan masyarakat)
Segala aktivitas yang diusahakan dalam ekonomi Islam
bertujuan untuk membangun harmonisasi kehidupan sehingga
kesejahteraan masyarakat bisa tercapai yang berawal dari
ketercapaian kesejahteraan masing-masing individu dalam suatu
golongan masyarakat.
6. Al-Tawazun bayna al-madiyah wa al-rukhiyah (keseimbangan
antara materi dan spiritual)
Islam memotivasi manusia untuk mencari rezeki serta
memanfaatkannya sesuai kebutuhan dan bukan untuk berlebih-
lebihan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. karena
Allah menyandingkan seseorang yang berprilaku berlebih-lebihan
(mubadzir) dengan setan sebagai saudaranya.
7. Al-Waqi’iyah (realistis)
Ekonomi Islam mendorong tumbuhnya usaha kecil dalam
masyarakat serta dapat mengadopsi segala sistem yang ada
dengan menghilangkan unsure keharaman yang ada di dalamnya.
8. Al-Alamiyyah (universal)
Ekonomi Islam merupakan ajaran universal yang dapat
dipraktekkan oleh siapa pun dan dimana pun memiliki tujuan
win-win solution yang dapat dideteksi dengan tersebarnya
kemaslahatan diantara manusia dan meniadakan kerusakan di
muka bumi.

Secara umum Zaenul Arifin merangkum prinsip – prinsip ekonomi


Islam adalah:

1. Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang


sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia.

10
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu
termasuk alat produksi dan faktor produksi. Kepemilikan individu
dibatasi oleh kepentingan masyarakat dan Islam menolak setiap
pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah Kerjasama.
4. Kepemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital
produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan orang banyak.
6. seorang muslim harus takut kepada Allah dan hari kiamat.
7. seorang muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tertentu
(nisab) diwajibkan membayar zakat.
8. Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai
bentuk pinjaman.

C. Sistem Upah/Gaji Tenaga Kerja

Upah merupakan kompensasi atau imbalan yang diterima pekerja


atas jasa kerja yang diberikannya dalam proses memproduksi barang atau
jasa di perusahaan sehingga berfungsi untuk menjamin kehidupan yang
layak bagi pekerjaan dan keluarganya, dapat mencerminkan imbalan dan
hasil kerja seseorang serta menyediakan insentif untuk mendorong
peningkatan produktivitas (Payaman Simanjuntak, 2003).

Upah dibayarkan dalam bentuk uang berdasarkan jumlah waktu yang


digunakan untuk bekerja. Sedangkan gaji adalah kompensasi atau
imbalan dalam bentuk uang sebagai imbalan atas pelaksanaan tanggung
jawab suatu pekerjaan (Ricki W. Griffin, 2003).

11
Selain upah/gaji pokok pekerja juga dapat memperoleh
komisi/insentif dari hasil penjualan sebagai bentuk penghargaan terhadap
karyawan dengan suatu presentase volume penjualan yang dihasilkannya.
Gaji/upah ini digunakan karyawan dalam dua fungsi yaitu sebagai alat
untuk membeli barang dan jasa guna memenuhi kebutahannya serta
sebagai alat pendorong untuk bekerja lebih giat, lebih baik dan lebih
produktif.

Sistem pengupahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

1. Sistem upah waktu


Besarnya kompensasi (gaji, upah) pada pengupahan dengan
menggunakan sistem waktu ditetapkan berdasarkan standar
waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Besarnya kompensasi
sistem waktu ini didasarkan pada lamanya bekerja bukan
dikaitkan pada prestasi bekerjanya. Kebaikan sistem waktu ini
adalah administrasi pengupahan mudah dan besarnya
kompensasi yang dibayarkan tetap. Kelemahan sistem waktu ini
adalah pekerja yang malas pun kompensasinya tetap dibayar
sebesar perjanjian (Malayu S.P. Hasibuan).
2. Sistem prestasi (potongan) atau satuan produk
Upah menurut prestasi atau satuan produk adalah imbalan
yang diberikan kepada pekerja untuk setiap jumlah produk yang
dihasilkan sistem upah prestasi didasarkan atas unit produk yang
diselesaikan.
3. Sistem upah borongan
Sistem upah borongan adalah pekerja dibayar atas apa yang
mereka hasilkan tanpa didasarkan pada waktu yang digunakan.
Dalam sistem ini ditetapkan pekerjaan tertentu dan harus
diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.

12
4. Sistem upah bonus
Upah bonus atau upah premi (hadiah) adalah rencana insentif
perusahaan yang memberikan penghargaan terhadap perbaikan
produktifitas karyawan yang karena pekerjaannya telah
memberikan suatu keuntungan kepada perusahaan. Buchari
Alma mengatakan teori tentang upah terbagi dua yaitu (Buchari
Alma, 2007):
a. Teori tawar menawar, yaitu:

Teori ini menyatakan bahwa tingkat upah ditentukan oleh


tawar menawar di pasar tenaga kerja. Pembeli adalah
pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja, dan penjual
adalah calon karyawan, mungkin juga melalui organisasi
tenaga kerja sebagai perwakilan mereka.

b. Teori standar hidup, yaitu:


Teori ini didasarkan atas keyakinan bahwa buruh harus
dibayar secara layak, dapat memenuhi kebutuhan standar
hidupnya. Standar hidup ini diartikan cukup untuk
membiayai keperluan hidup, seperti: makanan, pakaian,
perumahan, rekreasi, pendidikan dan perlindungan
asuransi. Ini adalah suatu aspek tanggung jawab sosial dari
bisnis terhadap masyarakat. Pada umumnya penetapan
upah ini merupakan kombinasi dari berbagai
pertimbangan.

Dengan adanya penetapan kesepakan besaran upah serta dibayarkan


tepat waktu dapat menghilangkan keraguan/kekhawatiran pekerja tidak
terbayarkannya upah mereka atau mengalami keterlambatan tanpa
adanya alasan yang dibenarkan. Namun demikian, Islam memberikan
kebebasan untuk menentukan waktu pembayaran upah sesuai dengan

13
kesepakatan antara pekerja dengan yang memperkerjakan sehingga kedua
belah pihak sama-sama mengerti dan tidak ada yang merasa dirugikan
(Edwin Hadiyan, 2014). Sistem pengupahan dalam Islam juga
berpedoman pada nilai keadilan dan kelayakan,majikan membayar para
pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai dengan
pekerjaannya (Afzalur Rahman, 1995) serta berdasar pada tingkat
kelayakan upah yang ditetapkan pemerintah.

14
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kehalalan Pendapatan dari Media Sosial Sesuai Syariah Islam

Dalam KBBI, kata investasi memiliki arti sebagai penanaman uang


maupun modal di sebuah perusahaan atau proyek guna bisa mendapatkan
keuntungan. Jadi, dengan berinvestasi, seseorang bisa menambah
pendapatannya secara pasif. Sedangkan untuk syariah, makna kata
tersebut adalah hukum yang ada pada agama Islam. Hukum syariah
meliputi aturan dalam hidup manusia. Hukum tersebut meliputi
hubungan antara manusia, manusia dengan Tuhan, maupun manusia
dengan alam yang didasarkan pada Kitab Suci Al Quran dan juga hadis.

Para ulama sepakat bahwa transaksi yang disyaratkan tunai serah


terima barang dan uang tidak dibenarkan untuk dilakukan secara telepon
atau internet (online), seperti jual beli emas dan perak karena ini
termasuk riba nasi`ah. Kecuali objek yang diperjual belikan dapat
diserahterimakan pada saat itu juga, seperti penukaran uang asing
melalaui ATM maka hukumnya boleh karena penukaran uang rupiah
dengan Dollar harganya sesuai dengan kurs pada hari itu.

Transaksi seperti ini (jual beli online) mayoritas para Ulama


menghalalkannya selama tidak ada unsur gharar atau ketidakjelasan,
dengan memberikan spesifikasi baik berupa gambar, jenis, warna,
bentuk, model dan yang mempengaruhi harga barang.

Dalam islam berbisnis melalui on-line diperbolehkan selagi tidak


terdapat unsur unsur riba, kezaliman, monopoli dan penipuan. Bahaya

15
riba (usury) terdapat dalam Al – Quran diantaranya di (QS.Al-Baqarah
[2]: 275, 278 dan 279, QS. Ar Rum [30]:39, QS. An Nisa [4]:131)

Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah
pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba
fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan
sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat
ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

Rasulullah mengisyaratkan bahwa jual beli itu halal selagi suka sama
suka (Antaradhin). Karena jual beli atau berbisnis seperti melalui online
memiliki dampak positif karena dianggap praktis, cepat, dan mudah.
Allah Swt berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah [2] : 275:
“...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”. Al
Bai’ (Jual beli) dalam ayat termasuk didalamnya bisnis yang dilakukan
lewat online. Namun jual beli lewat online harus memiliki syarat-syarat
tertentu boleh atau tidaknya dilakukan.

Adapun syarat-syarat mendasar diperbolehkannya jual beli lewat


online diantaranya. Yaitu:

1. Tidak melanggar ketentuan syari’at agama, seperti transaksi


bisnis yang diharamkan, terjadinya kecurangan, penipuan dan
monopoli
2. Terdapat perjanjian antara pembeli dan penjual, jika terdapat
sesuatu yang tidak diinginkan maka melakukan pembatalan.
3. Adanya sanksi, dan aturan hukum yang tegas dari pemerintah
untuk menjamin diperbolehkannya bisnis melalui jual beli online.

16
Sebagaimana kaidah Fiqih menyebutkan “Alahkam Tattabi”
Almashalih : Hukum [undang-undang dan peraturan] bertujuan
untuk kemaslahatan. Al-quran juga menyebutkan dalam Surah
Almuthaffifin [83]:1-3 : Kecelakaan besarlah bagi orang-orang
yang curang (dalam berbisnis). Pada ayat Quran di atas,
menunjukan bahwa Allah Swt melaknat bagi orang yang
menjalankan bisnis dengan kecurangan (Limuthaffifin).

Langkah-langkah yang harus kita laksanakan dan di tempuh agar


dalam jual beli online diperbolehkan,sah dan Halal menurut syariah
islam:
1. Produk halal. Mengingat islam mengharamkan hasil peniagaan
barang atau jasa yang haram, sudah menjadi kewajiban kita untuk
menjaga hukum haram-halal dalam peniagaan objek.
2. Kejelasan status. Dianatara poin penting dalam jual beli yaitu,
harus memperhatikan kejelasan status barang.
3. Kesesuaian harga dengan kualitas barang. Dalam jual beli online
kerap kita menjumpai orang-orang yang merasa tidak puas
dengan barang yang mereka beli, dikarenakan harga yang mahal
tidak sesuai dengan kualitas barang yang diberikan.
4. Kejujuran. Dalam berniaga secara online, walaupun memiliki
keunggulan dan kemudahan, bukan berati tidak ada masalah yang
terjadi.

Jika bisnis lewat online tidak sesuai dengan syarat-syarat dan


langkah-langkah yang telah dijelaskan diatas, maka hukumnya adalam
“Haram” yang artinya tidak diperbolehkan. Akan tetapi jika
melaksanakan sesuai yang dijelaskan diatas maka tentu saja hukumnya
“Halal”. Kemaslahatan dan perlindungan terhadap umat dalam berbisnis
dan usaha harus dalam perlindungan negara atau lembaga yang

17
berkompeten. Agar tidak terjadi hal-hal yang membawa kemudharatan,
penipuan dan kehancuran bagi masyarakat dan negaranya.

B.Perspektif Hukum Ekonomi Islam pada Pendapatan dari Media


Sosial

Penjualan on-line merupakan salah satu jenis transaksi jual-beli yang


menggunakan media internet dalam penjualannya, yang saat ini paling
banyak dilakukan ialah dengan berbasis kepada media sosial seperti
facebook, twitter, dan berbagai media sosial lainnya untuk memasarkan
produk yang mereka jual. Saat ini penjualan on-line salah satu jenis
transaksi yang banyak dipergunakan dalam jual beli. Perspektif ekonomi
Islam dalam memandang penjualan on-line yang berbasis kepada media
sosial. Dalam penjualan on-line harus memenuhi rukun-rukun akad yaitu:
(a) ada pihak-pihak yang berakad; (b) ijab qabul; (c) Al-ma’qud alaih
atau objek akad; (d) tujuan pokok akad tersebut dilakukan.

Pihak-pihak yang berakad dalam penjualan online telah jelas, yaitu


ada yang bertindak sebagai penjual dan ada yang bertindak sebagai
pembeli. Sighab dalam penjualan online biasanya berupa syarat dan
kondisi yang disetujui oleh konsumen. Syarat dan kondisi yang disetujui
oleh konsumen (term and conditions) yang telah disetujui oleh kedua
belah pihak yaitu produsen dan konsumen dapat dipahami sebagai sebuah
sighab yang harus dipahami oleh produsen maupun konsumen.

Dalam hal penjualan online bentuk sigab yang dilakukan adalah


dengan cara tulisan. Contohnya saat kita membeli suatu program melalui
telepon pintar (smartphone) akan ada pilihan bahwa konsumen telah
membaca dan menyetujui aturan dan perjanjian yang telah dibuat. Syarat
dan kondisi yang disetujui ini merupakan sighab yang harus dipahami
baik oleh produsen maupun konsumen pada penjualan on-line. Begitu
pula apabila kita melakukan transaksi dengan menggunakan media sosial,

18
penjual harus menulis syarat dan kondisi apa saja yang terdapat dalam
transaksi tersebut, sehingga terjadi keterbukaan antara penjual dan
pembeli.

Terkait dengan rukun akad, penjualan online yang berbasis media


sosial atau media yang lainnya akan menjadi haram hukumnya apabila
memenuhi beberapa kriteria dibawah ini : Pertama, Sistemnya haram,
contohnya ialah perjudian online. Kedua, barang maupun jasa yang
ditawarkan merupakan barang dan jasa yang diharamkan dalam hukum
syariat Islam. Ketiga, terdapat pelanggaran perjanjian atau adanya unsur
penipuan. Hal ini sering terjadi dalam penjualan online, dimana barang
yang ditawarkan dalam media sosial seringkali berbeda dengan apa yang
konsumen terima. Jika terdapat unsur penipuan maka jual beli online
tersebut maka hukumnya adalah haram.

Adapun bentuk akad transaksi jual beli yang dapat diadopsi dalam
sebuah transaksi online ialah bay`al-murahabah (biasa disebut
murabahah) dan bay`al-salam (biasa disebut salam).

Bai` al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bay`al-murabahah,
penjual harus memberi tahu harga produk yang dibeli dan menentukan
suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Pada saat inilah produk
akad jual beli yang paling banyak digunakan, dikarenakan inilah praktik
yang paling mudah dalam implementasinya dibandingkan dengan produk
pembiayaan yang lainnya. Adapun dasar hukum dari bai`al-murabahah:

“Orang-orang yang makan(mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

19
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, terus berhenti (dari larangan riba), Maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada allah. Orang yang telah kembali (mengambil riba),
Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal
didalamnya” (QS Al-Baqarah;275).

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga


perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty
contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of
profitnya (keuntungan yang ingin diperoleh). Karena dalam definisinya
disebut adanya “keuntungan yang disepakati”, karakteristik murabahah
adalah si penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian
barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada
biaya tersebut. Besaran harga jual harus sama-sama disepakati oleh
kedua belah pihak, sehingga terjadi transaksi yang ridha sama ridha
antara si penjual dan si pembeli.

Syarat Bay’ al-murabahah adalah: a) Penjual harus memberi tahu


biaya modal kepada nasabah. b) Kontrak pertama harus sah sesuai
dengan rukun yang ditetapkan. c) Kontrak harus bebas dari riba d)
Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian. e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang
berkaitan dengan pembelian. Secara prinsip, jika syarat (1), (4), atau (5)
tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: melanjutkan pembelian seperti
apa adanya; kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan
atas barang yang dijual dan membatalkan kontrak.

Baiy` al-murabahah memeberikan banyak manfaat kepada para


penjual. Salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga

20
beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem ini
juga sangat sederhana, hal tersebut memudahkan penanganan
administrasinya oleh penjual. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu
alasas mengapa akad bay’ al-murabahah dapat dipergunakan dalam
penjualan on-line berbasis media sosial. Salah satu hal yang perlu
dihindari oleh konsumen ialah apabila ada penjual yang menawarkan
produk yang harganya jauh di bawah harga pasar.

21
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

Perkembangan transaksi jual beli modern, tidak lagi semata


mengandalkan penjualan dengan tatap muka atau langsung. Seiring
dengan perkembangan teknologi, dalam transaksi jual beli telah
memunculkan bentuk penjualan lainnya yaitu penjualan on-line.
Penjualan on-line merupakan salah satu bentuk penjualan yang
memanfaatkan teknologi seperti tablet, gawai, dan yang memanfaatkan
jaringan internet.

Jual beli melalui on-line diperbolehkan dan halal apabila tidak


melanggar ketentuan syariat agama, terdapat perjanjian antara pembeli
dan penjual, dan adanya sanksi dan aturan hukum yang tegas dari
pemerintah untuk menjamin diperbolehkannya bisnis melalui jual beli
online.

Menurut perspektif hukum ekonomi islam dalam penjualan on-line


harus memenuhi rukun rukun akad yaitu: (a) ada pihak-pihak yang
berakad; (b) ijab qabul; (c) Al-ma’qudalaih atau objek akad; (d) tujuan
pokok akad tersebut dilakukan.

Jadi solusi yang harus kita laksanakan dan ditempuh dalam jual beli
online agar sah menurut agama islam dan mendapatkan pendapatan yang
halal adalah dengan menjual produk yang halal, kejelasan produk yang
dijual, kesesuaian harga dengan kualitas barang, dan yang paling penting
adalah kejujuran.

22
B. Saran
1. Bagi Penjual, hendaknya berbisnis dengan memperhatikan prinsip
hukum ekonomi islam. Jika bisnis melalui on-line tidak sesuai dengan
syarat-syarat dan langkah-langkah yang telah ditentukan dalam islam,
maka hukumnya adalam “Haram” yang artinya tidak diperbolehkan.
2. Bagi pembeli, hendaknya lebih selektif dalam membeli barang di
sosial media.

23
DAFTAR PUSTAKA
Norazlina Zainul., dkk. 2004. E-Commerce From An Islamic Perspective,
Dikutip dari http:// sciencedirect.com

Al-Arif, M. Nur Rianto. 2011. Dasar-dasar Ekonomi Islam. Solo: PT Era


AdicitraIntermedia,

Ash-Shidiqi, TM Hasbi.1984. Pengantar Fiqh Muamalah. Jakarta: Bulan


Bintang.

Abyan, Amir. 1995. Fiqih. Semarang: Karya toha putra.

Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana.

Badroen, Faisal, dkk. 2006. Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta : Kencana.

S Haerisma, Alvien. Makalah:Transaksi-Transaksi Yang Dilarang Dalam


Islam

http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/ISLAMADINA/article/view/1528

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0007/05/ekonomi/volu28.htm

24

Anda mungkin juga menyukai