PDF Revisi
PDF Revisi
MAKALAH
Oleh :
2020
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
ii
B. Perspektif hukum ekonomi islam pada pendapatan dari media
sosial......................................................................................... 18
A. Simpulan .................................................................................. 22
B. Saran ....................................................................................... 23
iii
ABSTRAK
Penggunaan teknologi modern (seperti komputer atau telepon
genggam) sebagai alat bantu guna memperlancar kegiatan usaha jual beli
merupakan salah satu strategi pemasaran yang sangat menguntungkan. Di
era digital sekarang ini terdapat banyak transaksi perdagangan melalui dunia
maya (online atau via internet), sehingga antara penjual dan pembeli tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu. Dahulu, pada masa belum ditemukannya
teknologi internet apabila seseorang bermaksud membeli suatu barang maka
ia akan mendatangi tempat dimana barang itu dijual, pembeli dapat
memeriksa secara langsung kondisi barang yang ia inginkan kemudian
terjadi tawar menawar antara pembeli dan penjual, apabila tercapai
kesepakatan antara penjual dan pembeli barulah terjadi serah terima uang
dan barang. Proses jual beli konvensional inilah yang diatur dalam fiqh
muamalah, yang mensyaratkan adanya empat hal yaitu Sighat al’aqd (ijab
qabul), Mahallul ‘aqd (obyek perjanjian / barang), Al’aqidaian (para pihak
yang melaksanakan isi perjanjian) dan Maudhu’ul’aqd (tujuan perjanjian).
Dalam sighat al’aqd (ijab qabul) dilaksanakan dengan ucapan lisan, tulisan
atau isyarat bagi mereka yang tidak mampu berbicara atau menulis. Bahkan
dapat dilaksanakan dengan perbuatan (fi’li) yang menunjukkan kerelaan
kedua belah pihak untuk melakukan suatu perjanjian (jual beli) yang
umumnya dikenal dengan al mu’athah. Mahallul ‘aqd mensyaratkan obyek
atau barang yang diperjanjikan sudah ada nyata, dapat diserahkan ketika
terjadi kesepakatan serta bukan barang yang dilarang menurut syara’.
Al’aqidaian adalah para pihak yang melaksanakan isi perjanjian haruslah
memenuhi syarat seperti aqil baligh, berakal, sehat, dewasa/bukan
mumayyid dan cakap hukum. Sedangkan maudhu’ul ‘aqd berarti yang
menjadi tujuan dibuatnya perjanjian (jual beli) yakni penjual menyerahkan
barang atau jasa sedangkan pembeli menyerahkan sejumlah uang.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
akan berusaha untuk mengelola sumber daya yang tidak terbatas secara
lebih sistematis, efisien dan efektif.Dalam perspektif ekonomi islam
kebebasan disini dibatasi oleh aturan main yang jelas dan kebutuhan
terbatas dan sumber daya yang tidak terbatas, yang tidak terbatas bukan
kebutuhan namun keinginan.
Dalam hukum Islam dilarang melakukan usaha batil atau non syar'i,
seperti lintah darat, judi, dan berbagai tipu daya sejenisnya, dan
ditegaskan pula bahwa mendapatkan rizki tidak boleh dilakukan dengan
cara yang salah yang melanggar Islam. Hukum dan penjualan harus
didasarkan pada kesediaan bersama untuk menyerah, tidak menipu,
tidak berbohong, dan tidak merugikan kepentingan umum.
Mu'amalah merupakan salah satu fenomena jual beli di bidang
ekonomi dengan menggunakan media elektronik. Kegiatan transaksi
yang dilakukan melalui media sosial sangat sering disebut dengan e-
commerce. E-commerce biasanya diartikan sebagai transaksi jual beli
barang dan jasa melalui media elektronik (khususnya melalui internet);
di Indonesia karena adanya krisis ekonomi, sistem e-commerce masih
sedikit diabaikan, namun hingga saat ini e-commerce masih menjadi
perhatian. Fenomenanya, meski masih sebatas segelintir masyarakat
Indonesia yang mengenal teknologi tersebut. Sembari bekerja keras
mengembangkan lembaga e-commerce, berbagai kendala yang dihadapi
dalam pengembangan e-commerce dapat kita atasi, seperti keterbatasan
infrastruktur, kurangnya peraturan perundang-undangan, keamanan
bertransaksi, dan terutama sumber daya manusia.
Layaknya konsep perdagangan, e-commerce menjalin hubungan
antara dua pihak untuk memberikan pencapaian. Makna dari partisipasi
semacam ini adalah munculnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
oleh pihak-pihak yang berkepentingan Lalu bagaimana pandangan
Islam terhadap pendapatan dari sistem e-commerce ini?
2
Tidaklah pantas untuk secara langsung mengubah persyaratan
penjualan umum dan tidak sejalan dengan lingkungan bisnis media
sosial. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis apakah ketentuan
hukum dalam hukum Islam sudah cukup relevan dan sesuai dengan sifat
jual beli di media sosial, ataukah diperlukan pemahaman khusus tentang
hukum jual beli online. Terkadang transaksi transaksi tidak sesuai
dengan gambar di iklan.Hal yang inilah yang melatar belakangi penulis
untuk membuat makalah dengan judul kehalalan pendapatan dari media
sosial perspektif hukum ekonomi islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehalalan pendapatan dari media sosial sesuai syari’ah
islam ?
2. Bagaimana perspektif hukum ekonomi islam pada pendapatan dari
media sosial ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menambah wawasan mengenai kehalalan pendapatan dari media
sosial sesuai syariah islam.
2. Menambah wawasan mengenai perspektif hukum ekonomi islam
pada pendapatan dari media sosial.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman mengenai pandangan hukum Islam mengenai jual beli
on-line dan mendapatkan pendapatan halal dari media sosial. Dan
diharapakan dapat memperkaya khazanah pemikiran Keislaman pada
umumnya, civitas Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam,
khususnya pada jurusan Manajemen Keuangan Syariah.
3
2. Secara Praktis penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu tugas
guna memenuhi nilai mata kuliah Bahasa Indonesia oleh Ibu Yulis
Sulistiana Dewi,S.PD,.M.PD.I
E. Teknik Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan studi pustaka
melalui mencari pemahaman tentang sistem pendapatan di media sosial
menurut perspektif hukum ekonomi islam dan mencari pemahaman-
pemahaman tentang pendapatan dari media sosial.
4
BAB II
KAJIAN TEORI
5
kerja, faktor modal (kapital), faktor manajemen, teknologi serta bahan
baku.
6
tetapi pada prakteknya untuk hal-hal yang situasi dan kondisi tertentu
bisa saja berlaku luwes bahkan bisa mengalami perubahan (Zaki Fuad
Chalil, 2009).
1. Tauhid
Prinsip tauhid melahirkan prinsip-prinsip yang menyangkut
segala aspek kehidupan dunia dan akhirat (M. Quraish Shihab,
2006). Ketika seseorang mengesakan dan menyembah Allah Swt.
Hal itu akan berimplikasi pada adanya niat yang tulus bahwa
7
segala pekerjaan yang dikerjakan adalah dalam rangka beribadah
kepada Allah SWT karena pada dasarnya segala sesuatu
bersumber serta kesudahannya berakhir pada Allah Swt.
2. Keadilan dan Keseimbangan
Prinsip keadilan merupakan landasan untuk menghasilkan
seluruh kebijakan dalam kegiatan ekonomi sehingga berdampak
positif bagi pertumbuhan dan pemerataan pendapatan dan
kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Prinsip keseimbangan
mencerminkan kesetaraan antara pendapatan dan pengeluaran,
pertumbuhan dan pendistribusian dan antara pendapatan kaum
yang mampu dan yang kurang mampu (Abuddin Nata, 2014).
3. Kehendak bebas
Ajaran Islam berkeyakinan bahwa Allah SWT. memiliki
kebebasan mutlak dalam berkehendak, begitupun dengan manusia
yang memiliki hak untuk memilih apa yang akan diperbuatnya
bahkan dalam mengambil pekerjaan atau memanfaatkan
kekayaannya, setiap orang diberikan kebebasan dengan cara yang
ia sukai (Afzalur Rahman, 2000). Namun demikian, manusia
yang baik adalah manusia yang mampu menggunakan kebebasan
itu dalam rangka penerapan tauhid dan keseimbangan dalam
hidupnya (M. Quraish Shihab, 2006).
4. Tanggung Jawab
Dalam prinsip ekonomi Islam, kebebasan yang diberikan
pada setiap orang untuk berbuat sesuatu dalam mengambil
pekerjaan apapun atau memanfaatkan kekayaan dengan cara yang
ia sukai tentunya harus tetap bertanggungjawab terhadap apa yang
menjadi pilihannya (M. Quraish Shihab, 2006).
8
karakteristik ekonomi Islam mencakup aspek normatif – idealis –
deduktif serta historis – empiris – induktif (Ika Yunia Fauzia dan Abdul
Kadir Riyadi, 2014). Karakteristik ekonomi Islam tersebut antara lain:
9
5. Al-Tawazun bayna al-maslahah al-fard wa al-jama’ah
(keseimbangan antara kemaslahatan individu dan masyarakat)
Segala aktivitas yang diusahakan dalam ekonomi Islam
bertujuan untuk membangun harmonisasi kehidupan sehingga
kesejahteraan masyarakat bisa tercapai yang berawal dari
ketercapaian kesejahteraan masing-masing individu dalam suatu
golongan masyarakat.
6. Al-Tawazun bayna al-madiyah wa al-rukhiyah (keseimbangan
antara materi dan spiritual)
Islam memotivasi manusia untuk mencari rezeki serta
memanfaatkannya sesuai kebutuhan dan bukan untuk berlebih-
lebihan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. karena
Allah menyandingkan seseorang yang berprilaku berlebih-lebihan
(mubadzir) dengan setan sebagai saudaranya.
7. Al-Waqi’iyah (realistis)
Ekonomi Islam mendorong tumbuhnya usaha kecil dalam
masyarakat serta dapat mengadopsi segala sistem yang ada
dengan menghilangkan unsure keharaman yang ada di dalamnya.
8. Al-Alamiyyah (universal)
Ekonomi Islam merupakan ajaran universal yang dapat
dipraktekkan oleh siapa pun dan dimana pun memiliki tujuan
win-win solution yang dapat dideteksi dengan tersebarnya
kemaslahatan diantara manusia dan meniadakan kerusakan di
muka bumi.
10
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu
termasuk alat produksi dan faktor produksi. Kepemilikan individu
dibatasi oleh kepentingan masyarakat dan Islam menolak setiap
pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah Kerjasama.
4. Kepemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai capital
produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan orang banyak.
6. seorang muslim harus takut kepada Allah dan hari kiamat.
7. seorang muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tertentu
(nisab) diwajibkan membayar zakat.
8. Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai
bentuk pinjaman.
11
Selain upah/gaji pokok pekerja juga dapat memperoleh
komisi/insentif dari hasil penjualan sebagai bentuk penghargaan terhadap
karyawan dengan suatu presentase volume penjualan yang dihasilkannya.
Gaji/upah ini digunakan karyawan dalam dua fungsi yaitu sebagai alat
untuk membeli barang dan jasa guna memenuhi kebutahannya serta
sebagai alat pendorong untuk bekerja lebih giat, lebih baik dan lebih
produktif.
12
4. Sistem upah bonus
Upah bonus atau upah premi (hadiah) adalah rencana insentif
perusahaan yang memberikan penghargaan terhadap perbaikan
produktifitas karyawan yang karena pekerjaannya telah
memberikan suatu keuntungan kepada perusahaan. Buchari
Alma mengatakan teori tentang upah terbagi dua yaitu (Buchari
Alma, 2007):
a. Teori tawar menawar, yaitu:
13
kesepakatan antara pekerja dengan yang memperkerjakan sehingga kedua
belah pihak sama-sama mengerti dan tidak ada yang merasa dirugikan
(Edwin Hadiyan, 2014). Sistem pengupahan dalam Islam juga
berpedoman pada nilai keadilan dan kelayakan,majikan membayar para
pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai dengan
pekerjaannya (Afzalur Rahman, 1995) serta berdasar pada tingkat
kelayakan upah yang ditetapkan pemerintah.
14
BAB III
PEMBAHASAN
15
riba (usury) terdapat dalam Al – Quran diantaranya di (QS.Al-Baqarah
[2]: 275, 278 dan 279, QS. Ar Rum [30]:39, QS. An Nisa [4]:131)
Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah
pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba
fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan
sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat
ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
Rasulullah mengisyaratkan bahwa jual beli itu halal selagi suka sama
suka (Antaradhin). Karena jual beli atau berbisnis seperti melalui online
memiliki dampak positif karena dianggap praktis, cepat, dan mudah.
Allah Swt berfirman dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah [2] : 275:
“...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”. Al
Bai’ (Jual beli) dalam ayat termasuk didalamnya bisnis yang dilakukan
lewat online. Namun jual beli lewat online harus memiliki syarat-syarat
tertentu boleh atau tidaknya dilakukan.
16
Sebagaimana kaidah Fiqih menyebutkan “Alahkam Tattabi”
Almashalih : Hukum [undang-undang dan peraturan] bertujuan
untuk kemaslahatan. Al-quran juga menyebutkan dalam Surah
Almuthaffifin [83]:1-3 : Kecelakaan besarlah bagi orang-orang
yang curang (dalam berbisnis). Pada ayat Quran di atas,
menunjukan bahwa Allah Swt melaknat bagi orang yang
menjalankan bisnis dengan kecurangan (Limuthaffifin).
17
berkompeten. Agar tidak terjadi hal-hal yang membawa kemudharatan,
penipuan dan kehancuran bagi masyarakat dan negaranya.
18
penjual harus menulis syarat dan kondisi apa saja yang terdapat dalam
transaksi tersebut, sehingga terjadi keterbukaan antara penjual dan
pembeli.
Adapun bentuk akad transaksi jual beli yang dapat diadopsi dalam
sebuah transaksi online ialah bay`al-murahabah (biasa disebut
murabahah) dan bay`al-salam (biasa disebut salam).
Bai` al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bay`al-murabahah,
penjual harus memberi tahu harga produk yang dibeli dan menentukan
suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Pada saat inilah produk
akad jual beli yang paling banyak digunakan, dikarenakan inilah praktik
yang paling mudah dalam implementasinya dibandingkan dengan produk
pembiayaan yang lainnya. Adapun dasar hukum dari bai`al-murabahah:
19
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, terus berhenti (dari larangan riba), Maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada allah. Orang yang telah kembali (mengambil riba),
Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal
didalamnya” (QS Al-Baqarah;275).
20
beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem ini
juga sangat sederhana, hal tersebut memudahkan penanganan
administrasinya oleh penjual. Hal tersebutlah yang menjadi salah satu
alasas mengapa akad bay’ al-murabahah dapat dipergunakan dalam
penjualan on-line berbasis media sosial. Salah satu hal yang perlu
dihindari oleh konsumen ialah apabila ada penjual yang menawarkan
produk yang harganya jauh di bawah harga pasar.
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi solusi yang harus kita laksanakan dan ditempuh dalam jual beli
online agar sah menurut agama islam dan mendapatkan pendapatan yang
halal adalah dengan menjual produk yang halal, kejelasan produk yang
dijual, kesesuaian harga dengan kualitas barang, dan yang paling penting
adalah kejujuran.
22
B. Saran
1. Bagi Penjual, hendaknya berbisnis dengan memperhatikan prinsip
hukum ekonomi islam. Jika bisnis melalui on-line tidak sesuai dengan
syarat-syarat dan langkah-langkah yang telah ditentukan dalam islam,
maka hukumnya adalam “Haram” yang artinya tidak diperbolehkan.
2. Bagi pembeli, hendaknya lebih selektif dalam membeli barang di
sosial media.
23
DAFTAR PUSTAKA
Norazlina Zainul., dkk. 2004. E-Commerce From An Islamic Perspective,
Dikutip dari http:// sciencedirect.com
Badroen, Faisal, dkk. 2006. Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta : Kencana.
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/ISLAMADINA/article/view/1528
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0007/05/ekonomi/volu28.htm
24