Anda di halaman 1dari 104

PERMASALAHAN KESEHATAN LINGKUNGAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan
yang dibina oleh Drs. Solichin, ST. M.Kes dan Septa Katmawati, S.Gz, M.Kes

Oleh:

Ahmad Alharis (130612607885)

Rahma Ismayanti (130612607891)

Salsabilla A. Putri (130612607899)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Oktober 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ...............................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .........................................................................2
1.3 Tujuan ...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengetian Kesehatan Lingkungan ..............................................3


2.2 Permasalahan Kesehatan Lingkungan di Indonesia ....................3
2.3 Illegal Logging, Illegal Mining, dan Illegal Fishing
2.3.1 Illegal Logging ................................................................... 5
2.3.1 Illegal Mining ..................................................................... 11
2.3.3 Illegal Fishing ..................................................................... 13
2.4 Deforestation ...............................................................................25
2.5 Rusak-Berkurangnya-Hilangnya Biodiversity ............................ 27
2.6 Kerusakan Sumber Daya Kelautan ..............................................29
2.7 Pengelolaan Daerah Pertambangan Vs. Area Konservasi Hutan
2.7.1 Pengelolaan Daerah Pertambangan .................................... 37
2.7.2 Pengelolaan Area Konservasi Hutan ..................................41
2.8 Penurunan Kualitas Lingkungan Urban (Perkotaan)
2.8.1 Kota, Perkotaan, dan Urbanisasi ........................................ 43
2.8.2 Permasalah Lingkungan Urban .......................................... 44
2.9 Persediaan Air dan Sanitasi
2.9.1 Penyediaan Air Bersih ........................................................51
2.9.2 Persyaratan dalam Penyediaan Air Bersih ......................... 52
2.9.3 Sistem Penyediaan Air Bersih ............................................53
2.9.4 Sanitasi Air ......................................................................... 58
2.10 Pengelolaan Limbah Padat
2.10.1 Pengertian dan Dampak Keberadaan Limbah Padat ........62
2.10.2 Pembagian Sampah Padat................................................ 63
2.10.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah ...... 64
2.10.4 Pengelolaan Sampah Padat .............................................. 65
2.10.5 Teknologi Pemanfaatan dan Pembuangan Akhir Sampah70
2.10.6 Kompos............................................................................ 70
2.10.7 Gas Bio ............................................................................ 71
2.10.8 Pengaruh Negatif ............................................................. 72
2.11 Emisi Kendaraan di Daerah Urbanisasi
2.11.1 Pengertian Polusi Udara ................................................... 73
2.11.2 Sumber Pencemar Udara .................................................. 77
2.11.3 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Manusia .............. 79
2.12 Polusi Industri
2.12.1 Pengertian Limbah Industri .............................................. 80
2.12.2Dampak-Dampak Berbagai Jenis Limbah Industri ........... 81
2.12.3 Dampak Limbah Terhadap Lingkungan ........................... 84
2.13 Pengembangan Wisata Kontra-Ekologi ......................................86
2.14 Kebijakan Hukum Kontra Ekologis ............................................ 88

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................92


3.2 Saran ...........................................................................................93

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................94


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semenjak umat manusia menghuni planet bumi ini, sebenarnya manusia sudah
seringkali menghadapi masalah-masalah kesehatan serta bahaya kematian yang
disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan hidup yang ada di sekeliling mereka
seperti benda mati, mahkluk hidup, adat istiadat, kebiasaan, dan lain-lain
(Budiman, 2007). Dalam suatu wilayah, kondisi lingkungan merupakan
determinan utama dan terpenting bagi derajat kesehatan masyarakat. Pencemaran
lingkungan akibat perkembangan teknologi dan pembangunan juga
mempengaruhi ragam dan kualitas pencemarnya, dari masalah sanitasi dasar,
pembuangan limbah rumah tangga, sampah domestik, dan penyediaan air bersih,
bergeser ke berbagai pencemaran partikel debu, bahan dan buangan kimia, sampai
radiasi dan gelombang elektro magnetik (FKM UI, 2013).
Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Masalah
kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan
dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan sendiri. Kesehatan lingkungan
pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal
pula (Notoatmodjo, 2011). Masalah lingkungan hidup di Indonesia saat ini yaitu
penebangan hutan secara liar/pembalakan hutan, polusi air dari limbah industri
dan pertambangan, polusi udara di daerah perkotaan, asap dan kabut dari
kebakaran hutan, kebakaran hutan permanen/tidak dapat dipadamkan, perambahan
suaka alam/suaka margasatwa, perburuan liar, perdagangan dan pembasmian
hewan liar yang dilindungi, penghancuran terumbu karang, pembuangan sampah
tanpa pemisahan/pengolahan, dan masih banyak lagi.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan kesehatan lingkungan?
b. Bagaimana permasalahan kesehatan lingkungan?
c. Apa saja permasalahan kesehatan lingkungan?
d. Faktor apa saja yang menyebabkan permasalahan kesehatan lingkungan?
e. Bagaimana upaya untuk mengatasi permasalahan kesehatan lingkungan?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui definisi dari kesehatan lingkugan
b. Mengetahui permasalahan kesehatan lingkungan yang terjadi
c. Mengetahui macam-macam permasalahan kesehatan lingkungan
d. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan kesehatan
lingkungan
e. Mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan
kesehatan lingkungan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesehatan Lingkungan

Menurut Notoatmodjo (1996), kesehatan lingkungan pada hakikatnya


adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga
berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum
pula. Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan
bahwa kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan
limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian
faktor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya.

Moeller (1992), menyatakan “In it broadsense, environmental health


is the segment of public health that is concerned with assessing,
understanding, and controlling the impacts of people on their environment
and the impacts of the environment in them.” Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa kesehatan lingkungan merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat yang memberi perhatian pada penilaian, pemahaman, dan
pengendalian dampak manusia pada lingkungan dan dampak lingkungan pada
manusia.

2.2Permasalahan Kesehatan Lingkungan di Indonesia

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang


mempelajari dinamika hubungan interaktif antara sekelompok umat manusia
atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup
manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
masyarakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan
pencegahannya. Pencemaran lingkungan merupakan permasalahan kesehatan
yang paling umum. Pencemaran lingkungan adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam
lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan akibat kegiatan manusia atau
akibat proses alam sehingga kualitas lingkungan menurun sampai ke

3
tingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Contohnya pembuangan
limbah industri ke sungai dan laut akan menyebabkan perubahan ekosistem
pada perairan (Chandra, 2007).

Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih


dari 200 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat
kompleks terutama di kota-kota besar. Hal tersebut disebabkan oleh, antara
lain:

1. Urbanisasi penduduk
Di Indonesia, terjadi perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari desa
ke kota. Lahan pertanian yang semakin berkurang terutama di pulau Jawa
dan terbatasnya lapangan pekerjaan mengakibatkan penduduk desa
berbondong-bondong datang ke kota besar mencari pekerjaan sebagai
pekerja kasar seperti pembantu rumah tangga, kuli bangunan dan
pelabuhan, pemulung bahkan menjadi pengemis dan pengamen jalanan
yang secara tidak langsung membawa dampak sosial dan dampak
kesehatan lingkungan, seperti munculnya pemukiman kumuh dimana-
mana.
2. Tempat pembuangan sampah
Di hampir setiap tempat di Indonesia, sistem pembuangan sampah
dilakukan secara dumping tanpa ada pengelolaan lebih lanjut. Sistem
pembuangan semacam itu selain memerlukan lahan yang cukup luas juga
menyebabkan pencemaran pada udara, tanah, dan air selain lahannya juga
juga dapat menjadi tempat berkembangbiaknya agen dan vector penyakit
menular.
3. Penyediaan sarana air bersih
Berdasarkan survei yang pernah dilakukan, hanya sekitar 60 % penduduk
Indonesia mendapatkan air bersih dari PDAM, terutama untuk penduduk
perkotaan, selebihnya mempergunakan sumur atau sumber air lain. Bila
datang musim kemarau, krisis air dapat terjadi dan penyakit gastroenteritis
mulai muncul dimana-mana.

4
4. Pencemaran udara
Tingkat pencemaran udara di Indonesia sudah melebihi ambang batas
normal terutama di kota-kota besar akibat gas buangan kendaraan
bermotor. Selain itu, hampir setiap tahun asap tebal meliputi wilayah
nusantara bahkan sampai ke negara tetangga akibat pembakaran hutan
untuk lahan pertanian dan perkebunan.
5. Pembuangan limbah industri dan rumah tangga
Hampir semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan
industri dibuang langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai
atau laut, ditambah lagi dengan kebiasaan penduduk melakukan kegiatan
MCK dibantaran sungai. Akibatnya, kualitas air sungai menurun dan
apabila digunakan untuk air baku memerlukan biaya yang tinggi.
6. Bencana alam/pengungsian
Gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, atau banjir yang sering
terjadi di Indonesia mengakibatkan penduduk mengungsi yang tentunya
menambah banyak permasalahan kesehatan lingkungan.
7. Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah
Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah seringkali menimbulkan
masalah baru bagi kesehatan lingkungan. Contoh, pemberian izin tempat
pemukiman, gudung atau tempat industry baru tanpa didahului dengan
studi kelayakan yang berwawasan lingkungan dapat menyebabkan
terjadinya banjir, pencemaran udara, air, dan tanah serta masalah sosial
lain.

2.3 Illegal Logging, Illegal Mining, dan Illegal Fishing


2.3.1 Illegal Logging (Penebangan Liar)
2.3.1.1 Pengertian ilegal logging
Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan cukup
luas. Hampir 90 persenhutan di dunia dimiliki secara kolektif
dimiliki oleh Indonesia dan 44 negaralain. Bahkan, negeri ini
juga disebut sebagai paru-paru dunia.Hutan-hutan Indonesia
memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di
dunia,meskipun luas daratannya hanya 1,3 persen dari luas

5
daratan di permukaan bumi. Kekayaan hayatinya mencapai 11
persen spesies tumbuhan yang terdapatdi permukaan bumi.
Selain itu, terdapat 10 persen spesies mamalia dari total binatang
mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia.Selain itu,
Pemerintah juga pernah mengklaim, sampai dengan tahun
2005,Indonesia memiliki kawasan hutan 126,8 juta hektare
dengan berbagaipembagian fungsi. Yaitu, fungsi konservasi
(23,2 juta hektare), kawasan lindung(32,4 juta hektare), hutan
produksi terbatas (21,6 juta hektare), hutan produksi (35,6 juta
hektare), dan hutan produksi konversi (14,0 juta
hektare).Sayangnya aset negara tersebut dirusak oknum-oknum
yang tidak bertanggungjawab melalui aksi pembalakan
liar.Pembalakan liar atau istilah dalam bahasa inggrisnya illegal
logging adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan
penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari
otoritas setempat.Illegal Logging menurut UU No 41/1999
tentang Kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh setiap orang/kelompok orang atau badanhukum
dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa;
menebang atau memungut hasil hutan kayu (HHK) dari kawasan
hutan tanpaizin, menerima atau membeli HHK yang diduga
dipungut secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK
yang tidak dilengkapi Surat Keterangan SahnyaSelama sepuluh
tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai
duajuta hektar per tahun. Penebangan liar (illegal loging) adalah
penyebab terbesar kerusakan hutan.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas
hutan yang rusak dantidak dapat berfungsi optimal telah
mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 jutahektar kawasan hutan
di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir
mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti
inidipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah

6
kehilangan hutannya,maka hutan di Sulawesi dan Papua akan
mengalami hal yang sama. Menurutanalisis World Bank, hutan
di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.

2.3.1.2 Faktor- faktor penyebab illegal logging


Adapun faktor penyebab pembalakan liar adalah
pembalakan untukmendapatkan kayu dan alih fungsi lahan
untuk kegunaan lain, sepertiperkebunan, pertanian dan
pemukiman. Seiring berjalannya waktupertambahan penduduk
dari hari ke hari semakin pesat sehingga menyebabkantekanan
kebutuhan akan tempat tinggal, pohon-pohon ditebang untuk
dijadikan tempat tinggal atau pun lahan pertanian.
Faktor lainnya yaitu faktor kemiskinan dan faktor
lapangan kerja. Umumnya halini terjadi kepada masyarakat
yang berdomisili dekat ataupun di dalam hutan.Ditengah
sulitnya persaingan di dunia kerja dan himpitan akan
ekonomi,masyarakat mau tidak mau berprofesi sebagai
pembalak liar dan dari sinimasyarakat dapat menopang
kehidupannya. Hal inilah yang terkadang sukadimanfaatkan oleh
cukong-cukong untuk mengeksploitasi hasil hutan tanpa
adaperizinan dari pihak yang berwenang. Padahal apabila dilihat
upah tersebutsangatlah tidak seberapa dibandingkan dengan
akibat yang akan dirasakannantinya.
Selain itu juga tentang aspek kinerja aparatur di lapangan,
kelestarian hutanmerupakan tanggung jawab bersama. Salah
satu caranya yaitu dengan dibentuksuatu aparatur yang tugasnya
bukan hanya menjaga namun juga mengawasi tindakan
penyalahgunaan fungsi hutan. Namun pada kenyataan kinerja
aparatur.
Di lapangan ini masih belum berjalan dengan baik
dikarenakan tidakseimbangnya jumlah personil aparatur
pengawas dengan jumlah luas hutan diIndonesia sehingga

7
tindakan illegal logging ini dapat mungkin terjadi karenaluput
dari pengawasan petugas tersebut. Tak jarang ada juga
petugaspengawas yang masih melakukan ”kompromi” dengan
pelaku illegal loggingsehinggaakan memperparah kondisi yang
ada.
Perkembangan teknologi yang pesat sehingga kemampuan
orang untuk mengeksploitasi hutan khususnya untuk illegal
logging semasa mudah dilakukan. Dengan semakin
berkembangnya teknologi untuk menebang pohondiperlukan
waktu yang tidak lama, karena alat-alatnya semakin
canggih.Kayu masih menjadi primadona Pendapatan Asli
Daerah. Produksi komersialmencakup produksi kayu dan
olahannya, produksi sawit, serta perkebunan lain.

2.3.1.3 Dampak dari ilegal logging


Kerusakan lingkungan dapat terjadi di mana-mana
termasuk di Indonesia, salah satu masalah kerusakan lingkungan
lingkungan yaitu Illegal logging. Illegallogging pun kian hari
kian marak terjadi, Penelitian Greenpeace mencatattingkat
kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar
pertahun,yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal
logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data
Badan Penelitian Departemen Kehutananmenunjukan angka Rp.
83 milyar perhari sebagai kerugian finansial penebangan liar.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak
mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber
daya hutan yang tidak ternilaiharganya, kehancuran kehidupan
masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5milyar,
diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4
milyarsetiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung
hilangnya nilaikeanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan
yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.

8
Illegal logging berdampak kepada gangguan/kerusakan
pada berbagai ekosistemyang menyebabkan komponen-
komponen yang menyusun ekosistem,yaitukeanekaragaman
jenis tumbuhan dan hewan menjadi terganggu.
Akibatnyaterjadilah kepunahan pada berbagai varietas hayati
tersebut.Dampak lainnya adalah bencana banjir. Pohon-pohon
ditebangi hinggajumlahnya semakin hari semakin berkurang
menyebabkan hutan tidak mampulagi menyerap air hujan yang
turun dalam jumlah yang besar,sehingga air tidakdapat meresap
ke dalam tanah sehingga bisa menyebabkan banjir,seperti
yangterjadi belum lama ini bencana banjir bandang di Wasior.
Masyarakat tetap hidup miskin dan menjadi korban atas
kecurangan perilaku cukong-cukong yang pada akhirnya
merekalah yang menikmati sebagian besarhasil usaha
masyarakat. Inilah yang menimbulkan ketidakadilan sosial
dalammasyarakat.Semakin berkurangnya jumlah cadangan
sumber air tanah atau mata air didaerah hutan. Karena jumlah
pohon-pohonnya semakin berkurang padahalpohon berfungsi
sebagai penyerap air. Hal ini mengakibatkan timbulnya
kekeringan, masyarakat kesulitan untuk mendapatkanair bersih
untuk irigasi.
Semakin berkurangnya lapisan tanah subur. Lapisan ini
hanyut terbawa karenatidak adanya penahan tanah apabila
hujan,disinilah fungsi pohon sebenarnya.Dampak yang paling
kompleks dari adanya Illegal Logging ini adalah globalwarming
yang sekarang sedang mengancam dunia. Global warming
terjadi oleh efek rumah kaca dan kurangnya daerah resapan CO2
seperti hutan sehinggamenyebabkan suhu bumi menjadi naik
dan mengakibatkan kenaikan volume air.

2.3.1.4 Solusi untuk mengatasi ilegal logging

9
1. Reboisasi atau penanaman hutan yang gundul
2. Menerapkan system tebang pilih dalam menebang pohon
3. Manipulasi lingkungan serta pengendalian hama dan
penyakit juga Bisa dilakukukan untuk memulihkanhutan
kembali di Indonesia.
4. Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik
karena bisadiprediksi. Sehingga, kebutuhan kayu bisa
diperhitungkan tanpa harus merusak Habitat hutan alam
yang baik
5. Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar
ketentuanmengenai pengelolaan hutan.
Misalkan dengan upaya pengawasan danpenindakan yang
dilakukan di TKP (tempat kejadian perkara), yaitu di
lokasikawasan hutan dimana tempat dilakukannya
penembangan kayu secara illegal. Mengingat kawasan
hutan yang ada cukup luas dan tidak sebanding
denganjumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit
dapat diandalkan, kecualimenjalin kerjasama dengan
masyarakat setempat. Ini pun akan mendapat kesulitan jika
anggota masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan
aterial dari illegal logging.
6. Upaya lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan
mengoptimalkan pos-pos tempat penarikan retribusi yang
banyak terdapat di pinggir-pinggir jalanluar kota. Petugas
pos retribusi hanya melakukan pekerjaan menarik uang
daritruk yang membawa kayu, hanya sekedar itu.
Seharusnya di samping melakukan penarikan uang
retribusi juga sekaligus melakukan pengecekan
terhadapdokumen yang melegalkan pengangkutan kayu.
Dengan tindakan pengecekanseperti ini, secara psikologis
diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shocktherapy
bagi para sopir truk dan pemodal. Selain dari itu, juga

10
harus dilakukanpatroli rutin di daerah aliran sungai yang
dijadikan jalur pengangkutan kayu.
7. Upaya ketiga adalah menelusuri terminal/tujuan akhir dari
pengangkutankayu illegal, dan biasanya tujuan itu adalah
perusahaan atau industri yangmembutuhkan bahan baku
dari kayu. Upaya ini dirasa cukup efektif
untukmenanggulangi perbuatan-perbuatan illegal logging.
Perusahaan atau industry seperti ini dapat dituding telah
melakukan “penadahan”.Perbuatanmenampung terhadap
kayu-kayu illegal oleh perusahaan yang dalam
bahasahukum konvensional KUHP disebut sebagai
penadahan tersebut, dapat dikategorikan sebagai kejahatan
korporasi (corporate crime).

2.3.2 Illegal Mining (Penambangan Liar)


Illegal mining adalah istilah lain dari pertambangan ilegal atau
pertambangan tanpa izin (PETI) atau pertambangan liar atau tindak
pidana pertambangan. Illegal Mining adalah semua aktivitas
pertambangan yang tidak taat hukum dapat dikategorikan sebagai
illegal mining. Jadi legal dan ilegal tidak hanya dikategorikan pada ada
tidak adanya izin, karena yang berizin pun berpotensi melakukan illegal
mining dalam bentuk lain yang dikriminalisasi dalam UU
Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Illegal mining tidak hanya terbatas pada pelanggaran regulasi
Peraturan pertambangan saja, tetapi juga pelanggaran terhadap regulasi
lain yang terkait pertambangan, seperti regulasi kehutanan dan
lingkungan hidup. Pertambangan yang melakukan aktivitasnya di areal
hutan larangan, seperti hutan lindung atau aktivitasnya merusak
lingkungan juga merupakan illegal mining. Dalam Petunjuk Lapangan
(Juklap) penanganan tindak pidana pertambangan (illegal mining)
POLRI bahkan disebutkan bahwa illegal mining meliputi pula

11
pelanggaran terhadap UU Perkebunan, UU Sumber Daya Air, UU
Minyak dan Gas dan UU Penataan Ruang.
Berdasarkan berbagai regulasi di atas, baik UU Pertambangan
Mineral dan Batu Bara maupun UU lain yang terkait, jenis-jenis illegal
mining dapat dikategorikan dalam 7 (tujuh) kelompok, diantaranya
adalah:
1. Pertama, melakukan usaha pertambangan tanpa izin (PETI).
Ancaman sanksi pidananya sangat berat, yakni penjara paling lama
10 tahun dan denda 10 milyar.
2. Kedua, memberikan laporan palsu usaha pertambangan. Misalnya
PT. A pemegang IUP menghasilkan timah 1000 MT, tetapi yang
dilaporkan hanya 500 MT. Ancaman sanksi pidananya sama
beratnya dengan PETI yang pertama tadi.
3. Ketiga, melakukan eksplorasi tanpa izin dipidana kurungan paling
lama 1 tahun atau denda maksimal 200 juta. Kemudian pemilik Izin
Usaha Perusahaan (IUP) eksplorasi tetapi melakukan kegiatan
operasi produksi diancam penjara maksimal 5 tahun dan denda
maksimal 10 milyar.
4. Keempat, kegiatan menampung, memanfaatkan, mengolah,
pemurnian, pengangkutan, penjualan yang bukan dari pemegang
IUP/IUPK diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan dengan
denda maksimal 10 milyar. Jenis kejahatan ini berpotensi terjadinya
mining laundering.
5. Kelima, upaya merintangi/mengganggu kegiatan usaha
pertambangan berizin juga dapat diancam dengan pidana kurungan
maksimal 1 tahun atau denda maksimal 100 juta.
6. Keenam, penyalahgunaan kewenangan pejabat pemberi izin, yang
ancamannya maksimal 2 tahun penjara dan denda 200 juta. Terakhir,
setiap usaha pertambangan yang melanggar perundang-undangan
lain, seperti UU Kehutanan, Lingkungan Hidup, Perkebunan, dan
lain-lain yang sanksinya diancam dalam ketentuan pidananya.

12
2.3.3 Illegal Fishing (Penangkapan Liar)
2.3.3.1 Pengertian
Pengertian Illegal Fishing secara harfiah yaitu dari bahasa
Inggris. Dalam The Contemporary English Indonesian
Dictionary, ”illegal” artinya tidak sah, dilarang atau
bertentangan dengan hukum. “Fish” artinya ikan atau daging
ikan dan ”fishing” artinya penangkapan ikan sebagai mata
pencaharian atau tempat menangkap ikan. Berdasarkan
pengertian secara harfiah tersebut dapat dikatakan bahwa
”illegal fishing” menurut bahasa berarti menangkap ikan atau
kegiatan perikanan yang dilakukan secara tidak sah. Menurut
Divera Wicaksono sebagaimana dikutip Lambok Silalahi bahwa
illegal fishing adalah memakai Surat Izin Penangkapan Ikan
(SIPI) palsu, tidak dilengkapi dengan SIPI, isi dokumen izin
tidak sesuai dengan kapal dan jenis alat tangkapnya, menangkap
ikan dengan jenis dan ukuran yang dilarang .
Penegakan hukum adalah merupakan usaha atau kegiatan
negara berdasarkan kedaulatan negara atau berdasarkan
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik aturan hukum
nasional itu sendiri maupun aturan hukum internasional dapat
diindahkan oleh setiap orang dan atau badan-badan hukum,
bahkan negara-negara lain untuk memenuhi kepentingannya
namun tidak sampai mengganggu kepentingan pihak lain.
Penegakan hukum dalam pengertian yustisial diartikan
sebagai suatu proses peradilan yang terdiri dari kegiatan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan serta pelaksanaan putusan hakim, hal ini bertujuan
untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum. Berdasarkan
pengertian yustisial maka yang dimaksud dengan penegakan
hukum di laut ialah suatu proses kegiatan dalam penyelesaian
suatu perkara yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran

13
dilaut atas ketentuan hukum yang berlaku baik ketentuan hukum
internasional maupun nasional.
Delik/ tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar
undang-undang pidana, dank arena itu bertentangan dengan
undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan
diperairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat
atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal
untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.
Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut
SIPI, adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal
perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
Surat Izin Usaha Perikanan, yang selanjutnya disebut
SIUP, adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan
perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan
menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin
tersebut.

2.3.3.2 Penegakan hukum IUU Fishing dalam Unclos 1982


Dalam hal penegakan hokum, termasuk penegakan hukum
bagi pelaku IUU Fishing, UNCLOS 1982 secara garis besar
membedakan wilayah laut dua kategori, yaitu wilayah laut di
bawah kedaulatan dan wilayah laut dimana suatu negara
memiliki yurisdiksi. Kawasan laut yang tunduk dibawah
kedaulatan suatu negara pantai/kepulauan adalah perairan
pedalaman dan laut teritorial atau perairan kepulauan dan laut
teritorial. Sedangkan kawasan laut dimana suatu negara
pantai/kepulauan memiliki hak berdaulat dan yurisdiksi adalah
ZEE dan Landas Kontinen.

14
Wilayah ZEE mempunyai status hukum yang sui generis
(unik/berbeda). Keunikan tersebut terletak pada eksistensi hak
dan kewajiban negara pantai dan negara lain atas ZEE. Berbeda
dengan di laut teritorial, dimana negara pantai mempunyai
kedaulatan, di ZEE negara pantai hanya mempunyai hak
berdaulat. Hak berdaulat tersebut terbatas pada eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya kelautan baik sumber daya hayati
maupun non-hayati.
Di dalam UNCLOS 1982 disebutkan hak dan yurisdiksi
negara pantai di ZEE meliputi: (1) eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya kelautan (hayati-non hayati); (2) membuat dan
memberlakukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan; (3)
pembangunan pulau buatan dan instalasi permanen lainnya; (4)
mengadakan penelitian ilmiah kelautan; dan (5) perlindungan
lingkungan laut. Sedangkan kewajiban negara pantai ZEE
meliputi: (1) menghormati eksistensi hak dan kewajiban negara
lain atas wilayah ZEE; (2) menentukan maximum allowable
catch untuk sumber daya hayati dalam hal ini perikanan; dan (3)
dalam hal negara pantai tidak mampu memanen keseluruhan
allowable catch, memberikan akses kepada negara lain atas
surplus allowable catch melalui perjanjian sebelumnya untuk
optimalisasi pemanfaatan sumber daya kelautan terutama
sumber daya perikanan dengan tujuan konservasi.
UNCLOS 1982 tidak mengatur tentang IUU Fishing.
Wacana tentang illegal fishing muncul bersama-sama dalam
kerangka IUU (Illegal, Unreporterd and Unregulated) fishing
practices pada saat diselenggarakannya forum CCAMLR
(Commision for Conservation of Artarctic Marine Living
Resources) pada 27 Oktober – 7 Nopember 1997. IUU Fishing
dapat dikategorikan dalam tiga kelompok:

15
1. Illegal fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan secara illegal
di perairan wilayah atau ZEE suatu negara, atau tidak
memiliki ijin dari negara tersebut;
2. Unregulated fishing yaitu kegiatan penangkapan di perairan
wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak mematuhi aturan
yang berlaku di negara tersebut; dan
3. Unreported fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan di
perairan wilayah atau ZEE suatu negara yang tidak
dilaporkan baik operasionalnya maupun data kapal dan hasil
tangkapannya.
Praktek IUU Fishing terjadi baik di kawasan laut yang
tunduk di bawah kedaulatan maupun di ZEE. Dilakukan oleh
kapal berbendera negara pantai yang bersangkutan itu sendiri
maupun oleh kapal berbendera asing. Walaupun tidak mengatur
IUU Fishing, tapi berkaitan dengan penegakan hukum di laut,
UNCLOS 1982 mengatur secara umum, baik di kawasan laut
yang tunduk di bawah kedaulatan dan ZEE suatu negara.
2.3.3.3 Penegakan hukum di laut yang tunduk di bawah kedaulatan
Jika pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
negara pantai terjadi di laut teritorial atau perairan pedalaman
atau perairan kepulauan suatu negara, maka sesuai dengan
kedaulatan yang diberikan oleh Pasal 2 UNCLOS 1982, negara
pantai dapat memberlakukan semua peraturan hukumnya
bahkan hukum pidananya terhadap kapal tersebut. Asalkan
pelanggaran tersebut membawa dampak bagi negara pantai atau
menganggu keamanan negara pantai sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 27 (1) UNCLOS 1982. Akan tetapi jika unsur-unsur
yang disebutkan dalam Pasal 27 (1) UNCLOS 1982 ini tidak
terpenuhi, maka negara pantai tidak dapat menerapkan
yurisdiksi pidananya terhadap kapal tersebut. Luasnya
kewenangan Negara pantai untuk menegakan hukumnya bagi
kapal asing yang melanggar hukum di laut territorial, perairan

16
pedalaman atau perairan kepulauan ini (memenuhi ketentuan
pasal 27 ayat 1), adalah perwujudan dari yurisdiksi teritorialitas.
2.3.3.4 Penegakan hukum di ZEE
Pasal 27 (5) UNCLOS 1982 selanjutnya merujuk kepada Bab IX
(Pelestarian dan Perlindungan Lingkungan Laut) dan Bab.V
tentang ZEE. Dalam hal pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan negara pantai yang berkaitan dengan
eksplorasi, eksploitasi, konsevasi dan pengelolaan sumber daya
perikanan Negara pantai dapat melakukan tindakan penegakan
hukum.
Bertalian dengan penegakan hukum negara pantai di ZEE diatur
dalam pasal 73 UNCLOS 1982 yang menentukan:
a. Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya
untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan
pengelolaan sumber daya hayati di zona ekonomi ekskluisf
mengambil tindakan sedemikian, termasuk menaiki kapal,
memeriksa, menangkap dan melakukan proses pengadilan,
sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan
perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan
ketentuan Konvensi ini.
b. Kapal-kapal yang ditangkap dan awaknya harus segera
dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak
atau bentuk jaminan lainnya.
c. Hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan perikanan di
zona ekonomi eksklusif tidak boleh mencakup pengurungan,
jika tidak ada perjanjian sebalik-nya antara negara-negara
yang bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan
lainnya.
d. Dalam hal penangkapan atau penahanan kapal asing negara
pantai harus segera memeberitahu kepada negara bendera,

17
melalui saluran yang tepat, mengenai tindakan yang diambil
dan mengenai setiap hukuman yang kemudian dijatuhkan”.
Jadi berdasarkan Pasal 73 UNCLOS 1982, jika kapal asing tidak
mematuhi peraturan perundang-undangan perikanan negara
pantai di ZEE, negara pantai dapat menaiki, memeriksa,
menangkap dan melakukan proses pengadilan atas kapal
tersebut dan memberitahu negara bendera kapal. Akan tetapi
kapal dan awak kapal yang ditangkap tersebut harus segera
dilepaskan dengan reasonable bond (uang jaminan yang layak)
yang diberikan kepada negara pantai. Hukuman yang dijatuhkan
tidak boleh dalam bentuk hukuman badan yaitu penjara.
2.3.3.5 Penegakkan Hukum IUU Fishing di Indonesia
Penegakan hukum terhadap tindak pidana di Indonesia
dilakukan melalui proses peradilan pidana sebagaimana
ditegaskan dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang KUHAP ( Kitab Undang - Undang Hukum Pidana )
dimana setiap bentuk tindak pidana yang terjadi ditangani
melalui tahapan Pre Ajudikasi, Ajudikasi dan Post Ajudikasi.
Pre Ajudikasi: Pada tahapan ini Lembaga atau Instansi
penegak hukum yang telibat secara langsung yaitu penyidik
(Polisi, Angkatan Laut dan Penyidik PNS) serta Jaksa
(Kejaksaan). Penegak hukum melakukan suatu tindakan
berdasarkan informasi maupun laporan mengenai adanya suatu
tindak pidana Illegal Fishing namun tidak jarang pula adanya
tindakan langsung oleh Kepolisian maupun Angkatan Laut atas
temuan dari Intelegen mereka sendiri, seperti sering
dilakukannya Gelar Patroli Keamanan Laut oleh kedua lembaga
tersebut. Namun demikian hasil dari Gelar Patroli Keamanan
Laut tersebut selanjutnya yang akan diproses pada tahapan
berikutnya, tidak akan berjalan atau dilakukan secara optimal
tanpa adanya koordinasi yang utuh dan menyeluruh dari

18
berbagai lembaga penegak hukum atau yang sering kita kenal
dengan istilah Integreted Criminal Justice System(ICSJ).
Berbagai upaya lain juga telah dilakukan oleh pemerintah
dalam upaya pengamanan laut, tetapi masih dipandang belum
memadai dalam menjawab tantangan keamanan laut yang ada.
Sampai pada akhirnya pemerintah merasa perlu melakukan
upaya-upaya koordinasi berbagai pihak dalam upaya
pengamanan laut Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh
pemerintah di bawah pemerintahan Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono adalah dengan melakukan revitalisasi Badan
Koordinasi Keamanan Laut yang sudah ada sebelumnya untuk
diatur kembali melalui instrument Peraturan Presiden.
Adanya perubahan tata pemerintahan dan perkembangan
lingkungan strategis saat ini perlu penataan kembali Bakorkamla
untuk meningkatkan koordinasi antar institusi/instansi
pemerintah di bidang keamanan laut. Pada tahun 2003, melalui
Kep. Menkopolkam, Nomor Kep.05/Menko/Polkam/2/2003,
dibentuk Kelompok Kerja Perencanaan Pembangunan
Keamanan dan Penegakan Hukum di Laut. Akhirnya pada
tanggal 29 Desember 2005, ditetapkan Peraturan Presiden
Nomor 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan
Laut (Bakorkamla) yang menjadi dasar hukum organisasi
tersebut.
Untuk menciptakan kondisi keamanan wilayah yang
kondusif, Lantamal I melaksanakan operasi kamla terbatas
dengan Alutsista KAL/Patkamla yang tergelar dijajaran, dalam
rangka penegakan kedaulatan dan hukum serta melindungi
sumber sumber daya alam untuk kepentingan nasional maupun
daerah.
Pelaksanaan tugas pokok Lantamal I Belawan tentu
mengacu pada tugas pokok TNI Angkatan Laut yang

19
diamanatkan dalam pasal 9 Undang-undang RI Nomor 34 tahun
2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yaitu :
a. Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
b. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut
yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional
dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
c. Melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka
mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan
oleh pemerintah;
d. Melaksanakan tugas dan pengembangan kekuatan matra laut;
e. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
Saat ini penyidik TNI AL secara konsisten telah
menerapkan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan dengan melaksanakan enforcement of law secara
cepat dan tuntas serta dapat menimbulkan efek jera bagi para
pelakunya. Dalam proses penyidikan di pangkalan TNI AL
sesuai amanat Undang-undang telah menetapkan owner, agen
dan operator kapal sebagai tersangka. Hal ini dilakukan agar
para pemilik tidak lagi berlindung dibalik badan dan
mengorbankan para Nakhoda dan ABK kapal ikan. Penyidik
TNI AL memang harus tunduk kepada otoritas yang mengatur
perijinan, meskipun selalu ditempatkan sebagai pemadam
kebakaran dan disalahkan bila ada penyelesaian kasus yang
belum tuntas. Komitmen TNI AL tetap tinggi untuk proaktif
memberantas praktek illegal fishing.
Prosedur dan tata cara pemeriksaan tindak pidana di laut
sebagai bagian dari penegakan hukum di laut mempunyai ciri-
ciri atau cara-cara yang khas dan mengandung beberapa
perbedaan dengan pemeriksaan tindak pidana di darat. Hal ini
disebabkan karena di laut terdapat bukan saja kepentingan
nasional, akan tetapi terdapat pula kepentingan-kepentingan

20
internasional yang harus dihormati, seperti hak lintas damai, hak
lintas alur laut kepulauan, hak lintas transit, pemasangan kabel
laut serta perikanan tradisional negara tetangga.
Adapun seperangkat aturan sebagai pendukung
penegakkan hukum terhadap tindak pidana illegal fishing di
Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya
Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan,
b. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau – Pulau Kecil serta aturan pelaksanaannya lainnya
seperti : Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang
Usaha Perikanan,
c. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan,
d. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan Perikanan,
e. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.13/MEN/2005 tentang Forum Koordinasi Penanganan
Tindak Pidana di Bidang Perikanan,
f. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.14/MEN/2005 tentang Komisi Nasional Pengkajian
Sumber Daya Ikan,
g. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.15/MEN/2005 tentang Penangkapan Ikan dan/atau
Pembudidaya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia Yang Bukan Untuk Tujuan Komersial,
h. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap,
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Pukat Hela di
Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara, Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2008 tentang

21
Penggunaan Alat Penangkap Ikan Jaring Ingsang (Gill Net)
di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

2.3.3.6 Penghambat Penegakkan Hukum Terhadap IUU Illegal Fishing


1. Obyek Penegak Hukum Sulit Ditembus Hukum
Obyek yang dimaksud disini adalah pelaku yang
terlibat dalam kejahatan Illegal Fishing yaitu pelaku yang
menjadi otak dari kegiatan tersebut. Terutama dalam hal ini
adalah oknum Pejabat Penyelenggara Negara, oknum Aparat
Penegak Hukum atau oknum Pegawai Negeri Sipil yang tidak
diatur secara khusus dalam Undang–Undang tentang
Perikanan tersebut.Penerapan Pasal 56 ayat (1) KUHP yang
mengkualifikasikan pelaku tindak pidana sebagai orang yang
melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta
melakukan perbuatan pidana dapat juga diterapkan dalam
kejahatan Illegal Fishingyang melibatkan banyak pihak.
Namun demikian beban pidana yang harus ditanggung secara
bersama dalamterjadinya tindak pidana Illegal Fishing juga
dapat mengurangi rasa keadilan masyarakat, karena dengan
kualitas dan akibat perbuatan yang tidak sama terhadap
pelaku turut serta, dapat dipidanakan maksimum sama
dengan si pembuat menurut ketentuan Pasal 56 ayat (1)
KUHP, sedangkan ternyata peranan pelaku utamanya sulit
ditemukan.
2. Lemahnya Koordinasi Antar Penegak Hukum
Lemahnya koordinasi antar Instansi Penegak Hukum
dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan dan
kebijakan masing – masing, sehingga sangat rawan
menimbulkan konflik kepentingan. Penegakan hukum yang
tidak terkoordinasi merupakan salah satu kendala dalam
penanggulangan kejahatan Illegal Fishing.

22
Proses peradilan mulai dari penyidikan hingga ke
persidangan membutuhkan biaya yang sangat besar, proses
hukum yang sangat panjang dan sarana / prasarana yang
sangat memadai membutuhkan keahlian khusus dalam
penanganan kasus tersebut. Dalam satu Instansi tentu tidak
memiliki semua komponen, data/informasi ataupun sarana
dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka penegakan
hukum.Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan kerjasama
yang sinergis antar Instansi yang terkait dalam upaya
penegakan hukum terhadap Illegal Fishing tersebut.
Dalam pemberantasan kejahatan Illegal Fishing yang
terjadi di Indonesia sering ditemui bahwa yang merupakan
salah satu kendala dalam pemberantasan Illegal Fishing ialah
disebabkan oleh kurangnya koordinasi yang efektif dan
efisien antara berbagai Instansi yang terkait, yang mana
sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor PER/11/MEN/2006 tentang Perubahan Peraturan
Menteri Nomor PER/13/MEN/2005 tentang Forum
Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Di Bidang Perikanan
yaitu dalam hal ini terdapat 10 (sepuluh) Instansi yang terkait
yang berada dalam satu mata rantai pemberantasanIllegal
Fishing yang sangat menentukan proses penegakan hukum
kejahatan perikanan yaitu : Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kepolisian Republik Indonesia, TNI - Angkatan
Laut, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan Ham
Ditjen Keimigrasian, Kemeterian Perhubungan Ditjen
Perhubungan Laut, Kementerian Keuangan Ditjen Bea dan
Cukai, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ditjen
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, Mahkamah Agung
dan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.Koordinasi
antar berbagai Instansi tersebut sangat menentukan
keberhasilan dalam penegakan hukum pidana terhadap

23
kejahatan Illegal Fishing yang merupakan kejahatan
terorganisir yang memiliki jaringan yang sangat luas mulai
dari penangkapan ikan secara ilegal, tanshipment ikan
ditengah laut hingga eksport ikan secara ilegal.
3. Rumusan Sanksi Pidana
Rumusan sanksi pidana dalam pasal Undang - Undang
Nomor 31 Tahun 2004 dan perubahannya Undang - Undang
Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikananyang memiliki
sanksi pidana denda yang sangat berat dibandingkan dengan
ketentuan pidana yang lain, ternyata belum memberikan efek
jera kepada pelaku kejahatan Illegal Fishing. Ancaman
hukuman penjara yang paling berat 6 (enam) tahun bagi
pelaku yang melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki
atau membawa SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan) dan paling
berat 7 (tujuh) tahun bagi yang melakukan pemalsuan dan
memakai ijin palsu berupa SIUP, SIPI, SIKPI. Pidana denda
yang paling banyak Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar
rupiah). Rumusan sanksi dalam Undang – Undang ini tidak
mengatur rumusan sanksi paling rendah atau minimum
sehingga seringkali sanksi pidana yang dijatuhkan tidak
memberi efek jera kepada pelaku. Demikian juga belum
diatur tentang sanksi pidana bagi Korporasi serta sanksi
pidana tambahan terutama kepada tindak pidana pembiaran.
Terlepas dari semua itu masyarakat sebagai pihak yang
awam terhadap hukum akan selalu mempertanyakan putusan
pengadilan dengan adanya praktek – praktek yang
unprofesional oleh aparat penegak hukum baik PPNS
Perikanan, TNI - Angkatan Laut, Penyidik Polri, Jaksa
maupun Hakim namun tentu saja hal tersebut harus
mempunyai dasar yang kuat agar Lembaga Penegak Hukum
sendiri tidak dirugikan dengan tudingan–tudingan yang tidak
berdasar. Sebaliknya jika tudingan tersebut terbukti, maka

24
oknum Penegak Hukum tersebut harus segera ditindakdengan
tegas berdasarkan aturan hukum dan hal ini berarti Lembaga
Penegak Hukum perlu melakukan pembaharuan.

2.4 Deforestation
Deforestasi adalah kegiatan penebangan hutan atau tegakan pohon
(stand of trees) sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan nir-
hutan (non-forest use) yakni pertanian, peternakan atau kawasan perkotaan.
Istilah deforestasi sering disalahartikan untuk menggambarkan kegiatan
penebangan yang semua pohonnya di suatu daerah ditebang habis. Namun, di
daerah beriklim ugahari yang cukup lengas (temperate mesic climate),
penebangan semua pohon—sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaan
kehutanan yang berkelanjutan (sustainable forestry)—tepatnya disebut
sebagai 'panen permudaan' (harvest regeneration). Di daerah tersebut,
permudaan alami oleh tegakan hutan biasanya tidak akan terjadi tanpa
gangguan, baik secara alami maupun akibat manusia. Selain itu, akibat dari
panen permudaan seringkali mirip dengan gangguan alami, termasuk
hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity) setelah perusakan hutan
hujan (rainforest) yang terjadi secara alami.
Deforestasi dapat terjadi karena berbagai alasan: pohon atau arang yang
diperoleh dari hutan dapat digunakan atau dijual untuk bahan bakar atau
sebagai kayu saja, sedangkan lahannya dapat dialihgunakan sebagai padang
rumput untuk ternak, perkebunan untuk barang dagangan (commodity), atau
untuk permukiman (settlement). Penebangan pohon tanpa penghutanan
kembali (reforestation) yang cukup dapat merusak lingkungan tinggal
(habitat), hilangnya keanekaragaman hayati dan kegersangan (aridity).
Penebangan juga berdampak buruk terhadap penyitaan hayati
(biosequestration) karbon dioksida dari udara. Daerah-daerah yang telah
ditebang habis biasanya mengalami pengikisan tanah yang parah dan sering
menjadi gurun.
Pengabaian atau ketidaktahuan nilai hakiki (intrinsic value), kurangnya
nilai yang terwariskan (ascribed value), kelengahan dalam pengelolaan hutan
dan hukum lingkungan yang kurang memadai merupakan beberapa alasan

25
yang memungkinkan terjadinya pengawahutanan secara besar-besaran.
Banyak negara di dunia mengalami pengawahutanan terus-menerus, baik
secara alami maupun akibat manusia. Pengawahutanan dapat menyebabkan
kepunahan, perubahan iklim, penggurunan (desertification), dan
ketersingkiran penduduk semula. Perubahan tersebut juga pernah terjadi pada
masa lalu dan dapat dibuktikan melalui penelitian rekaman sisa purba (fossil
record). Akan tetapi, angka pengawahutanan bersih sudah tidak lagi
meningkat di antara negara-negara dengan PDB per kapita yang sedikitnya
AS$4.600.
Banyaknya deforestasi pada masa kini terjadi karena penyelewengan
kuasa pemerintahan (political corruption) di kalangan lembaga pemerintah,
ketidakadilan dalam pembagian kekayaan (wealth) dan kekuasaan,
pertumbuhan penduduk dan ledakan penduduk (overpopulation), maupun
pengkotaan (urbanization). Kesejagatan (globalization) seringkali dipandang
sebagai akar penyebab lain yang mengakibatkan pengawahutanan, meskipun
ada pula dampak baik dari kesejagatan (datangnya tenaga kerja, modal,
barang dagangan dan gagasan baru) yang telah menggalakkan pemulihan
hutan setempat.
Pada tahun 2000, Perhimpunan Pangan dan Pertanian (FAO)
menemukan bahwa "peran keberubahan penduduk (population dynamics)
dalam keadaan setempat dapat berubah-ubah dari sangat berpengaruh hingga
tidak berpengaruh sama sekali," dan pengawahutanan dapat terjadi karena
"tekanan penduduk dan kemandekan keadaan ekonomi (stagnating economic
conditions), masyarakat maupun teknologi."
Terjadinya kemerosotan lingkungan alam hutan (forest ecosystem) juga
dapat berakar dari dorongan-dorongan ekonomi yang menonjolkan
keuntungan pengalihgunaan hutan daripada pelestarian hutan. Banyak
kegunaan hutan yang penting tidak ada pasaran, maka dari itu, tidak ada nilai
ekonomi yang bermanfaat bagi para pemilik hutan atau masyarakat yang
bergantung pada hutan untuk kesejahteraan mereka. Dari sudut pandang
negara berkembang, hilangnya manfaat hutan (sebagai penyerap karbon
(carbon sink) atau cagar keanekaragaman hayati (biodiversity reserve), ketika

26
sebagian besar sisa pohonnya dikirim ke negara-negara maju, merupakan hal
yang tidak adil karena tidak ada imbalan yang cukup untuk jasa tersebut.
Negara-negara berkembang merasa beberapa negara maju, seperti Amerika
Serikat, telah mendapatkan banyak manfaat dengan menebang hutannya
sendiri berabad-abad yang lalu, dan adalah hal yang munafik apabila negara-
negara maju tidak membiarkan negara-negara berkembang dengan
kesempatan yang sama: bahwa negara miskin tidak harus menanggung biaya
pelestarian karena negara kayalah yang telah menciptakan masalahnya.
Para pakar tidak sepakat bahwa pembalakan (logging) besar-besaran
bagi perdagangan memainkan peran penting bagi deforestasi sejagat (global
deforestation).Beberapa pakar berpendapat bahwa orang miskin lebih
cenderung menebangi hutan karena mereka tidak punya jalan keluar yang
lain. Ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat miskin tidak mampu
membayar bahan dan tenaga kerja yang diperlukan untuk menebang hutan.
Hasil dari salah satu pengkajian pengawahutanan menyatakan bahwa hanya
8% penebangan hutan beriklim panas terjadi karena peningkatan jumlah
penduduk oleh angka kesuburan yang tinggi (high fertility rate)

2.5Rusak-Berkurangnya-Hilangnya Biodiversity
2.5.1 Pengertian
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris:
biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua
bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut
skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan,
hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi
dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga
diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam
ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali
digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi;
wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan
jumla keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari
ekuator.

27
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari
miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui
secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu,
kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa, dan
organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul
dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat,
namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara
besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa.

2.5.2 Penyebab Hilangnya Keanekaragaman Hayati


1. Hilangnya Habitat dan Fragmentasi : hilangnya habitat adalah
menyusutnya materi pada tempat yang sesuai untuk hidup.
Fragmentasi habitat adalah pemisahan suatu habiat menjadi lebih
kecil lagi.
2. Spesies-spesies eksotik (pendatang) : spesies pendatang sering kali
menjadi penyebab terhadap rusaknya atau musnahnya spesies asli
suatu ekosistem.
3. Degradasi Habitat : kerusakan habitat oleh polusi dan polusi dapat
diartikan sebagai perubahan-perubahan lingkungan yang
menimbulkan pengaruh negative terhadap kehidupan dan kesehatan
bagi makhluk hidup.
4. Eksploitasi secara berlebihan : eksploitasi sumber daya alam dapat
dikataka berlebihan jika jumlah yang diambil lebih besar
dibandingkan dengan sumber daya alam tersebut untuk membarui
diri.

2.5.3 Usaha Pelestarian Keanekaragaman Hayati


1. Usaha perlindungan konversi
Cagar Alam : kawasan suaka alam yang memiliki tumbuhan,
hewan, ekosistem yang khas sehingga perlu dilindungi.
Suaka Margasatwa : kawasan suaka alam yang memiliki ciri
khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa yang

28
untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan
terhadap habitatnya.
Taman Nasional : kawasan pelestarian alam yang memiliki
ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi.
Taman Wisata Alam : taman pelestarian alam.
Taman Hutan Raya : kawasan pelestarian alam untuk tujuan
koleksi hewan dan tumbuhan yang alami atau bukan alami, jenis
asli atau bukan jenis asli.
Taman Buru : kawasan yang didalamnya terdapat potensi satwa
buru yang diperuntukkan untuk rekreasi berburu.
2. Usaha Perlindungan melalui Peraturan Perundangan
Tujuannya untuk melindungi beberapa jenis hewan yang terdapat di
Indonesia.
3. Usaha Perlindungan melalui Keppres
Misalnya melalui Keppres No.4 Tahun 1993 trelah menetapkan
beberapa tumbuhan dan hewan asli Indonesia sebagai tumbuhan dan
hewUpaya Internasional Melestarikan Keanekaragaman Hayati

2.6 Kerusakan Sumber Daya Kelautan


2.6.1 Bentuk-bentuk Kerusakan Laut
Berbagai macam kerusakan yang ada di lingkungan laut, banyak yang
menyebut bahwa laut kita sedang sakit. Laut yang pernah dianggap
begitu luas serta mempunyai kekayaan melimpah yang tidak akan habis
untuk selama-lamanya, ternyata mempunyai kemampuan terbatas pula.
Maka dari itu, keberadaan laut harus mendapat perhatian dari kita
semua agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara
berkesinambungan.
1. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak
Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan
cara yang sering digunakan oleh nelayan traditional didalam
memanfaatkan sumberdaya perikanan khususnya didalam melakukan
penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang
dengan menggunakan bahan peledak dapat memberikan akibat yang

29
kurang baik baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk
karang yang terdapat pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan
peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang
menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya
terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat
menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran
penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi
menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu
karang.
Penggunaan bahan peledak di daerah terumbu karang akan
menghancurkan struktur terumbu karang dan dapat meninggalkan
gunungan serpihan karang hingga beberapa meter lebarnya (Hamid,
2007). Selain memberi dampak yang buruk untuk karang, kegiatan
penangkapan dengan menggunkan bahan peledak juga berakibat
buruk untuk ikan-ikan yang ada. Ikan-ikan yang ditangkap dengan
menggunakan bahan meledak umumnya tidak memiliki kesegaran
yang sama dengan ikan-ikan yang ditangkap dengan menggunakan
alat tangkap ramah lingkungan. Walaupun demikian adanya, nelayan
masih tetap menggunakan bahan peledak didalam melakukan
kegiatan penangkapan karena hasil yang mereka peroleh cendrung
lebih besar dan cara yang dilakukan untuk melakukan proses
penangkapan tergolong mudah.
2. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan beracun
Selain penggunaan bahan peledak didalam penangkapan ikan
diderah karang, kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah
dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan
beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan
pembiusan seperti sodium atau potassium sianida. Seiring dengan
meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup
memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang
merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum
dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan hidup. Hasil yang

30
diperoleh dengan cara ini memang merupakan ikan yang masih
hidup kan tetapi penggunaannya pada daerah karang memberikan
dampak yang sangat besar bagi terumbu karang. Selain itu
penangkapan dengan cara ini dapat menyebabkan kepunahan jenis-
jenis ikan karang tertentu. Racun tersebut dapat menyebabkan ikan
besar dan kecil menjadi mabuk dan mati.
Disamping mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat
menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang
ditandai dengan perubahan warna karang yang berwarna warni
menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.
Indikatornya adalah karang mati.
3. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl
Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah
penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini
merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak
ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah
karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-
Api Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan alat tangkap
ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap
tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah
lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat
buruk. Nelayan di sulawesi Utara cendrung tidak memperdulikan
hukum yang ada. Mereka tetap melakukan proses penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap trawl. Alat yangumumnya
digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran yang sangat
besar, memilki lubang jaring yang sangat rapat sehingga berbagai
jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan yang
berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring
tersebut.

31
Akhirnya, sesungguhnya kualitas lingkungan laut itu sangat
berhubungan erat dengan kualitas manusia. Bukankah manusia itu
dianggap sebagai pemilik kekuasaan? Sayangnya, kekuasaan ini
seringkali membuat manusia bertindak serakah, sehingga kualitas
lingkungan laut menjadi rusak. Untuk itu, adanya kegiatan ekplorasi
dan ekploitasi sumberdaya laut yang tidak mempertimbangkan
kehidupan generasi saat ini dan akan datang harus segera dihindari
sedini mungkin, bila tidak siap-siap kita didera derita ekosistem laut
yang rusak.
Cara kerjanya alat tangkap ditarik oleh kapal yang mana menyapu ke
dasar perairan. Akibat memakai pukat harimau terus menerus
menyebabkan kepunahan terhadap berbagai jenis sumber daya
perikanan. Hal ini dikarenakan ikan-ikan kecil yang belum memijah
tertangkap oleh alat ini sehingga tidak memiliki kesempatan untuk
memijah dan memperbanyak spesiesnya. Selain hal tersebut, dampak
yang ditimbulkan oleh penggunaan alat tangkap ini pada daerah
karang adalah rusaknya terumbu karang akibat tersangkut ataupun
terbawa jarring. Jarring yang tersangkut akann menjadi patah dan
akhirnya menghambat pertumbuhan dari karang itu sendiri. Apabila
hal ini terus berlanjut maka ekosistem karang akan mengalami
kerusakan secara besar-besaran dan berakibat pada punahnya ikan-
ikan yang berhabitat pada daerah karang tersebut.

2.6.2 Kondisi Laut


Saat ini kondisi kelestarian hayati (biota) laut Indonesia
menghadapi ancaman serius. Bahkan sebagian diantaranya telah
mendekati ke punahan akibat pencemaran dan perusakan alam
lingkungan laut. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan, baik oleh
masyarakat, pemerintah maupun lembaga-lembaga internasional,
namun tetap tak mampu mencegah degradasi kualitas lingkungan
perairan laut. Secara normatif “Perusakan Lingkungan” diartikan
sebagai segala tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau

32
tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan atau hayati lingkungan,
yang mengakibatkan lingkungan itu kurang atau tidak berfungsi lagi
dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
Sedangkan “Pencemaran Lingkungan” adalah masuknya makhluk
hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan
atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses
alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Menurut konsultan Blue Planet BBC Profesor Callum Roberts,
mulai dari paus hingga plankton, vitalitas laut berada dalam bahaya
serius. Selama 30 tahun terakhir, tiga perempat megafauna laut dunia
hilang dan seperempat karang mati. Di Eropa utara, stok ikan berkurang
hingga 99%. European Commission juga memperingatkan, spesies ikan
cod, hake dan makarel akan menghilang dalam satu dekade mendatang.
“Laut berubah drastis 30 tahun terakhir di semua sejarah manusia.
Dalam 40-50 tahun lagi, laut akan menjadi zona mati yang tak ada
makhluk hidup di dalamnya,”.
Kapal pukat harimau, jaring listrik dan jaring yang lebih besar
menjadi sumber ancaman itu.“Untuk mencegah hal tersebut, kita bisa
mulai hanya memakan ikan yang bisa berkelanjutan. Mulai mendaur
plastik dan mengurangi penggunaan fosfat,” Sementara, menurut
National Research Council AS, peningkatan ketinggian air laut ini
meningkatkan risiko banjir dan kerusakan akibat badai, erosi serta
hancurnya lahan basah. Meningkatnya ketinggian laut telah lama
dianggap sebagai konsekuensi perubahan iklim. Seperti dikutip
StraitsTimes, laporan meramalkan, pada tahun 2100, pesisir barat AS
mulai dari batas Mexico hingga Cape Mendocino akan meningkat.
Parahnya peningkatan yang terjadi lebih tinggi dari proyeksi yang ada
sebelumnya diramalkan meningkat 50-140cm. Bisa ditebak, dampaknya
tidak hanya dirasakan di Amerika saja. Negara kita sebagai negara
kepulauan mengalami ancaman lebih besar lagi.

33
2.6.3 Dampak
Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan
kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang
berdampak negatif pada lingkungannya. Lingkungan alam padahal
merupakan tempat berbagai organisme hidup beserta segala keadaan
dan kondisinya untuk menunjang kehidupan manusia itu sendiri di bumi
yang menjadi tempat tinggalnya.
Setiap hari, 100 meter kubik sampah diangkut dari Teluk Jakarta.
Dengan banyaknya sampah dari laut itu, perairan Teluk Jakarta
dinyatakan sebagai perairan paling kotor se- Asia. Luas teluk Jakarta
sekitar 514 km persegi. Teluk Jakarta merupakan wilayah perairan
dangkal dengan kedalaman rata-rata mencapai 15 meter.
Kepulauan Seribu termasuk gugusan kepulauan yang berada di
Teluk Jakarta. Dulu teluk Jakarta merupakan wilayah yang indah dan
bersih. Sayang, kini kumuh, kotor dan berisi berbagai macam limbah.
Kondisi Teluk Jakarta yang kian kotor dan dipenuhi limbah menjadi
kegelisahan para nelayan, kondisi lingkungan perairan yang semakin
kotor menyebabkan para nelayan semakin sulit menjangkau ikan-ikan
dengan kapal kecilnya.

2.6.4 Cara Mengatasi


Cara mengatasi kerusakan di lingkungan laut, sebenarnya ada
dalam diri manusia itu sendiri tergantung dari kemauan mereka mau
atau tidaknya seseorang melakukan hal tersebut. Ini ada berbagai cara
yang mungkin sebagai masukan buat orang yang membaca makalah
yang saya buat ini:
Meningkatkan pendayagunaan potensi laut dan dasar laut
Peningkatan pendayagunaan potensi yang ada di lingkungan
laut,baik luar maupun dalam laut. Misalnya dalam pendayagunaan
lingkungan laut sebagai pariwisata,budidaya rumput laut, maupun
budidaya ikan. Dimana dalam peningkatan ini peran pemerintah juga

34
harus diikut sertakan dalam proses pendayagunan laut ini, seperti
yang sudah diatur dalam Undang-Undang Repubik Indonsia Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan yaitu dalam BAB
IV Pasal 8 Ayat 1 dan Pasal 9 Ayat 1 dan Ayat 2.
Meningkatkan harkat dan taraf hidup nelayan
Penangkapan ikan sebagai cara mencari nafkah para nelayan ataupun
untuk indutri perikanan dapat diperbolehkan. Asal cadangan ikan
yang mereka tangkap tidak dalam keadaan punah, sedangkan untuk
ikan yang belum mencapai besar tertentu, harus dilepaskan kembali
ke dalam laut, yang teah diatur dalam Undang-Undang Repubik
Indonsia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
yaitu dalam BAB III Pasal 5 dan Pasal 6.
Mengembangkan potensi industri kelautan
Pengendalian pencemaran oleh indutri, hendaknya bersifat bahwa
jumlah bahan yang mengakibatkan polusi tidak harus berbahaya dan
tidak mengganggu keberadaan biota laut. Oleh karena itu, buangan
limbah sebelum dialirkanke sungai ataupun perairan perlu teknik
pengolahan imbah seuai bata yang ditentukan. Hasil ampah yang
berasal dari kegiatan manusia harus di kurangi dan didorong untuk
mendaur ulang kotoran maupun limbah lain. Bahkan, kalau perlu
melarang pembuangan semua limbah ke lingkungan laut.
Mempertahankan daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan
laut.
Penanggulangan kerusakan tersebut,diharapkan warga yang ada di
daerah pesisir laut untuk dapat mempertahankan aset-aset yang
terdapat dalam lingkungan laut tersebut, menyadari akan
kepentingan laut dan ekosistemnya yaitu sebagai sumber hayati,
meletarikan kemampuan alam untuk menjadikan sumber mata
pencaharian penduduk sekitar laut sehingga menadikan suatu
kesejahteraan masyarakatnya.

2.6.5 Cara Mencegah

35
Dewasa ini tingkat ancaman terhadap hayati laut sudah sangat
serius. Apalagi banyak nelayan asing beroperasi tanpa ijin. Keberanian
nelayan asing melanggar batas-batas laut nusantara yang ditentukan
juga cukup tinggi. Bahkan berani melawan petugas dengan senjata api,
meski berada di perairan teritorial Indonesia. Mengatasi berbagai
gangguan dan ancaman di atas memang tidak gampang.
Wilayah perairan laut Indonesiayang sangat luas dengan
keragaman sifat dan karakternya memerlukan biaya pengamanan yang
tinggi. Tentu disamping ketersediaan sarana dan prasarana pendukung
yang memadai. Dari aspek hukum, pengamanan laut dari ancaman
perusakan dan pencemaran sesungguhnya sudah optimal. Setidaknya
sudah banyak produk perundangan-undangan yang mendukungnya.
Adapun cara-cara yang dapat dilakukan agar pencemaran dan
kerusakan ekosistem laut dapat dicegah dan dihindari yaitu:
Kegiatan berupa pelarangan dan pencegahan, yaitu melarang dan
mencegah semua kegiatan yang dapat mencemari ekosistem laut.
Kegiatan pengendalian dan pengarahan yang meliputi teknik
penangkapan biota, eksploitasi sumberdaya pasir dan batu,
pengurukan dan pengerukan perairan, penanggulan pantai,
pemanfaatan dan penataan ruang kawasan pesisir, konflik, dan
pembuangan limbah.
Kegiatan penyuluhan tentang keterbatasan sumberdaya, daya
dukung, kepekaan dan kelentingan pesisir, teknik penangkapan,
budidaya dan sebagainya yang berwawasan lingkungan laut kepada
pemuka masyarakat.
Melakukan kegiatan konservasi yang meliputi konservasi pada
kawasan ekosistem laut (karang, mangrove, lagun, dan rumput laut),
biota, kualitas perairan dan sebagainya.
Melakukan kegiatan pengembangan yang meliputi budidaya,
penelitian, pendidikan dan pembuatan buku-buku pedoman dan
Perda yang dijabarkan dari UU lingkungan hidup terkait lingkungan
laut.

36
Melakukan kegiatan berupa penerapan dalam kehidupan masyarakat
berupa penerapan peraturan-peraturan dan sanksi hukum yang terkait
dengan pencemaran lingkungan laut.

2.6.6 Solusi
Setelah membaca semua tentang rusaknya ekosistem laut mulai
dari bentuk kerusakan, kondisi, dampak, dan juga cara mencegah dan
mengatasi semua tentang rusaknya linkungan daerah laut Indonseia,
semua permasalahan terdapat juga solusi yang tidak mudah atau tidak
gampang memulihkan semua dengan waktu yang singkat.
Semua solusi seperti tadi saya bilang tergantung mau apa tidak
orang itu mau berubah untuk menjadi yang lebih baik untuk semua
yang ada di dunia ini, semua di lakukan dengan cara menanggulangi
adanya limbah yang berlebihan pada pantai atau laut.
Dengan di awali kesadaran manusia masing dengan cara tidak
membuang sampah sembarangan, gotong royong membersihkan
pinggiran pesisir pantai. Membuat tempat pelestarian biota-biota laut
yang sudh mulai terancam punah.
Dengan Terlaksananya semua hal di atas pasti akan memberikan
dampak nyata pada nelayan dan kelestarian terumbu karang walau
mungkin tidak dalam waktu singkat untuk menyelesaikan masalah ini
sepenuhnya. Mudah-mudahan itu semua dapat membuat pantai
Indonesia lebih baik lagi, jadi pusat tempat datangnya wisatawan
domestic. Menjadi

2.7 Pengelolaan Daerah Pertambangan Vs. Area Konservasi Hutan

2.7.1 Pengelolaan Daerah Pertambangan

Tahun 1970an di Indonesia, perkembangan industri pertambangan


meningkat untuk memenuhi kebutuhan dalam maupun luar negeri. Berbagai
komoditi diolah dari pertambangan minyak dan gas bumi, batu bara, timah, emas
dan perak, juga bahan galian seperti pasir, batu kali, batu gamping, yang juga

37
diikuti dengan pertumbuhan industri pengelolaan serta pembuatan barang jadi.
Dampak yang ditimbulkan dari industri pertambangan sangat beragam tergantung
dari jenis komoditi dan ciri penyebarannya. Selain dampak lingkungan, kegiatan
pertambangan juga dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan budaya yang
dalam eskalasinya dapat menimbulkan gejolak sosial dan kriminalitas, terkait
dengan masalah hukum khususnya penambangan liar.Kegiatan pertambangan
yang terjadi terutama di daerah yang berpotensi menghasilkan sumber daya yang
besar dibandingkan dengan daerah lain menimbulkan dampak bagi masyarakat
dan lingkungan sekitar.

Sumber daya alam berupa tambang merupakan salah satu


andalan negara Indonesia setelah pertanian. Menurut UU No. 4 tahun 2009
tentang pertambangan mineral dan batu bara, pertambangan adalah sebagian atau
seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Usaha pertambangan adalah kegiatan
dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan permurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

Di Indonesia, maraknya pertambangan terutama pertambangan batu bara


dan mineral, membuat pemerintah maupun masing-masing daerah membuat
peraturan mengenai kegiatan pertambangan. Dalam pasal 3 UU No. 4 tahun 2009
dijelaskan bahwa tujuan pengelolaan mineral dan batubara yaitu untuk:

- Menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha


pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna dan berdaya saing,
- Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan hidup
- Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau
sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri
- Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih
mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional.

38
- Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta
menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, dan
- Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara.

Belum lagi dengan banyaknya pertambangan liar yang kegiatan


pertambangannya tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Sebagai contoh pertambangan liar yang terjadi di gunung Botak Kabupaten Baru
di Maluku. Maluku terletak diantara pertemuan tiga lempeng utama pembentuk
kerak bumi yaitu lempeng Eurasia (utara), lempeng Indo Australia (selatan), dan
lempeng Pasifik (barat), merupakan daerah potensi bagi terbentuknya berbagai
cabakan bahan galian mineral, panas bumi, dan cekungan hidrokarbon. Potensi
bahan tambang dan energi yang potensial untuk dikembangkan secara komersil
yakni emas, tembaga, nikel, batu gamping, belerang, minyak bumi, dan energi
panas bumi, terdapat di berbagai daerah di Provinsi Maluku.

Penambangan emas yang dilakukan di Gunung Botak pulau Buru oleh


masyarakat setempat dan para pendatang masih menggunakan cara yang sangat
sederhana. Para penambang menggali lubang vertikal maupun horizontal, 5
sampai dengan 10 meter untuk mengambil batuan yang mengandung emas.
Kegiatan penambangan tersebut melalui beberapa tahap antara lain; pemilik lahan
atau lubang, penggali lubang terowongan, dan orang yang bertugas memikul atau
membawa hasil galian. Aktifitas pada proses ini dapat menghasilkan pendapatan
yang cukup bagi para penambang. Sehingga banyak masyarakat yang tergiur
untuk melakukan kegiatan penambangan dan meninggalkan pekerjaan mereka
yang lama.Besarnya penghasilan yang di dapat penambang dari kegiatan
penambangan emas di Gunung Botak diikuti pula dengan besarnya dampak yang
dapat terjadi akibat adanya penambangan emas tersebut.

Dari sisi kesehatan salah satunya, virus mematikan: HIV/AIDS teridentifikasi


di pulau Buru, empat pekerja seks komersial (PSK) diketahui positif mengidap
HIV. Kondisi ini mendapat perhatian serius pemerintah Kabupaten Buru yang
langsung melakukan berbagai sosialisasi pencegahan penularan virus tersebut.
Pemerintah bersama aparat kepolisian juga melakukan razia di hotel dan

39
penginapan yang ada di Pulau Buru.Limbah mercury yang sudah diluar ambang
batas toleransi akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan secara luas
terhadap masyarakat Kabupaten Buru, terlebih khusus lagi mereka yang terkon-
taminasi limbah tersebut.Kesulitan penambang memperoleh air bersih dan
penambangan dilakukan berhari-hari tanpa memperhatikan kesehatan, para
penambang banyak yang menderita penyakit kulit.

Dari sisi lingkungan, daerah Gunung Botak menjadi rawan longsor karena
adanya penggalian-penggalian lubang untuk pertambangan. Banyak pohon yang
ditebang/dirusak untuk keperluan para penambang membuat tenda dan membuat
lubang tambang, daerah yang mulanya merupakan ekosistem hutan berubah
menjadi lubang tambang yang ditinggalkan penambang tanpa dilakukan
rehabilitasi hal ini sangat merusak lingkungan.Hilangnya ekosistem hutan yang
berganti menjadi daerah pertambangan telah menghilangkan fungsi ekosistem
hutan sebagai pertukaran energy (energy circuits), siklus hidrologi, rantai
makanan mahluk hidup, mempertahankan keanekaragaman hayati, daur nutrient
dan pengendali ketika terjadi pencemaran. Kerusakan ekosistem hutan berdampak
pada ketidakseimbangan sistem alam.Sungai yang mulanya bersih menjadi kotor
dan tercemar mercury.

Pengelolaan Daerah Pertambangan

Dengan banyaknya dampak yang ditimbulkan, maka dibuat peraturan


mengenai pengelolaan daerah pertambangan. Sesuai dengan peraturan daerah
Kabupaten Buru nomor 03 tahun 2012 tentang pengelolaan usaha pertambangan,
dibahas mengenai upaya yang dilakukan untuk mengatasi dampak tersebut.
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan
dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukkannya.

Pada bab X pasal 52 mengenai reklamasi lahan bekas tambang dilakukan


(1) untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan akibat usaha pertambangan,
setiap pengusaha pertambangan wajib melakukan studi lingkungan. (2) Studi
linkungan wajib dilakukan oleh pengusaha pertambangan yang akan ataupun yang

40
sudah melakukan kegiatan usaha pertambangan. (3) Tata cara pelaksanaan studi
lingkungan dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

2.7.2 Konservasi Area Hutan

Konservasi adalah suatu upaya atau tindakan untuk menjaga keberadaan


sesuatu secaraterus menerus berkesinambungan baik mutu maupun jumlah.
Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan,
manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan
keberadaan setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan
(Belantera Indonesia, 2013).Tujuan dari kegiatan konservasi, antara lain :

a. Memelihara dan melindungi tempat - tempat yang indah dan berharga,


agar tidak hancur atau berubah sampai batas - batas yang wajar.
b. Menekankan pada penggunaan kembali bangunan lama, agar tidak
terlantar. Apakah dengan menghidupkan kembali fungsi lama, ataukah
dengan mengubah fungsi bangunan lama dengan fungsi baru yang
dibutuhkan.
c. Melindungi benda - benda cagar budaya yang dilakukan secara langsung
dengan cara membersihkan, memelihara, memperbaiki, baik secara fisik
maupun khemis secara langsung dari pengaruh berbagai faktor lingkungan
yangmerusak.

Menurut UU RI No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, konservasi hutanadalah


kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Khusus
untuk kawasan konservasi telah ditetapkan beberapa kawasan antara lain: Taman
Nasional Gunung Lauser, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Bukit
Barisan, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Bali, dan Taman Nasional
Komodo. Hutan yang berfungsi sebagai pelindung (hutan lindung) merupakan
kawasan yang keadaan alamnya diperuntukkan sebagai pengaturan tata air,
pencegahan banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.

41
Berbeda untuk pengertian hutan konservasi, dimana kawasan hutan dengan
ciri khas tertentu mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam peraturan pemerintah
No. 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, pengawetan
adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya baik didalam maupun diluar habitatnya tidak punah.
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa diluar habitatnya adalah upaya menjaga
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa agar tidak punah.

Tujuan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa (PP no. 7 tahun 1999) bertujuan
untuk:

a. Menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya kepunahan


b. Menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa
c. Memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada dapat
dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia secara berkelanjutan.

Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui kegiatan


pengelolaan didalam habitat (in situ) yang dilakukan dalam bentuk kegiatan
identifikasi (untuk penetapan golongan jenis tumbuhan dan satwa), inventarisasi
(mengetahui kondisi populasi jenis tumbuhan dan satwa yang dilakukan oleh
pelaksana survey dan dapat bekerja sama dengan masyarakat), pemantauan
(dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui kecenderungan perkembangan
populasi jenis tumbuhan dan satwa dari waktu ke waktu melalui survey dan
pengamatan secara berkala), pembinaan habitat dan populasi (untuk menjaga
keberadaan populasi jenis tumbuhan dan satwa dalam keadaan seimbang dengan
daya dukung habitatnya), penyelamatan jenis tumbuhan (terhadap jenis tumbuhan
yang terancam bahaya kepunahan yang masih berada dihabitatnya melalui
pengembangbiakan, pengobatan, dan pemeliharaan, atau pemindahan dari
habitatnya ke habitat di lokasi lain), pengkajian, penelitian, dan
pengembangannya (untuk menunjang tetap terjaganya keadaan genetik dan
ketersediaan sumber daya jenis tumbuhan dan satwa secara lestari melalui

42
pengkajian terhadap aspek-aspek biologis dan ekologis baik dalam bentuk
penelitian dasar, terapan dan ujicoba).

Pengelolaan dalam bentuk diluar habitat (ex situ) dilaksanakan untuk


menyelamatkan sumber daya genetik dan populasi jenis tumbuhan dan satwa.
Pemeliharaan meliputi koleksi jenis tumbuhan dan satwa di lembaga konservasi.
Pemeliharaan ex situ wajib memenuhi syarat:

a. Memenuhi standar kesehatan tumbuhan dan satwa


b. Menyediakan tempat yang cukup luas, aman dan nyaman
c. Mempunyai dan memperkerjakan tenaga ahli dalam bidang medis dan
pemeliharaan.

2.8 Penurunan Kualitas Lingkungan Urban (Perkotaan)

2.8.1 Kota, Perkotaan, dan Urbanisasi

Pengertian kota secara sosiologis didefinisikan sebagai tempat pemukiman


yang relatif besar, berpenduduk padat dan permanen terdiri dari individu-individu
yang secara sosial heterogen (De Goede, dalam Sarlito 1992: 40). Di sisi lain,
Bintarto (1989:34) menyatakan bahwa dari segi geografis, kota dapat diartikan
sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan
penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial-ekonomi yang heterogen
dan coraknya yang materialistis.Menurut ketentuan formal seperti yang tercantum
di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 tahun 1987, disebutkan bahwa
yang dimaksudkan dengan kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk
yang mempunyai batasan wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan, serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan
ciri kehidupan kota.Kota menurut hirarkhi besarannya menurut NUDS (National
Urban Development Strategy, 1985) dapat diamati melalui jumlah penduduk yang
tinggal dan beraktivitas dikawasan tersebut, yang menurut sumber tersebut bisa
dibagi dalam 5 tingkatan:

1. Kota Metropolitan, penduduk> 1.000.000


2. Kota Besar, penduduk 500.000 – 1.000.000

43
3. Kota Menengah, penduduk 100.000 – 500.000
4. Kota Kecil A, penduduk 50.000 – 100.000
5. Kota Kecil B, penduduk 20.000 – 50.000.

Urbanisasi merupakan salah satu faktor pemicu perkembangan kota.


Terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota disebabkan oleh berbagai
faktor, baik faktor penarik maupun pendorong. Perkembangan industri dan
perdagangan di kota merupakan faktor penarik yang menyebabkan banyak orang
untuk mendatanginya. Keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk
mencukupi kebutuhan hidup merupakan penyebab utama terjadinya urbanisasi.
Namun sering keinginan tersebut tidak diikuti dengan keterampilan yang
memadai, sehingga mereka tidak diterima di sektor formal yang menuntut
keahlian tertentu. Pendidikan yang mereka andalkan tidak cukup untuk memasuki
sektor formal yang menuntut keahlian tertentu di perkotaan.

Sebagai pusat komunitas sosial dan kultural, kota menempati kedudukan


penting dalam dinamika kebudayaan di Indonesia. Hubungan interaktif dan
dinamis antara keduanya pada dasarnya tidak bisa dipisahkan. Dinamika
kehidupan kota pada hakekatnya mempengaruhi dinamika kebudayaan dan begitu
pula sebaliknya. Perjalanan sejarah di Indonesia menunjukkan bahwa semenjak
awal kelahiran kota-kota maritim dan agraris atau kota-kota perdagangan pada
masa kolonial, sampai masa terbentuknya kota-kota modern pasca kemerdekaan,
kota-kota di Indonesia secara dinamis telah memainkan peranan penting dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, tidak saja sebagai pusat politik, ekonomi dan
pemerintahan, tetapi juga sebagai tempat berlangsungnya proses transformasi dan
konfigurasi berbagai unsur kebudayaan luar dan lokal di Indonesia.

2.8.2 Permasalahan Lingkungan Urban

Pertumbuhan penduduk yang pesat di wilayah-wilayah perkotaan, yang


oleh karenanya tidak dikelola secara efektif telah menimbulkan dampak negatif,
seperti degradasi kualitas lingkungan perkotaan (pembusukan kota),
polusi/pencemaran udara, kemacetan lalulintas, sampah perkotaan, hingga
meningkatnya gas rumah kaca (GRK) yang berpotensi terhadap pemanasan

44
global. Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi di kotajuga menimbulkan
berbagai masalah sosial. Persoalan yang sering muncul adalah banyaknya
perkampungan kumuh dan perumahan liar di pinggir-pinggir kota. Masalah
tersebut disebabkan antara lain oleh ketidakmampuan masyarakat miskin untuk
memiliki rumah yang layak huni. Penyebab lainnya adalah ketidakmampuan
pemerintah kota untuk menyediakan sarana bagi masyarakat miskin. Masalah lain
yang dihadapi oleh penduduk di kota adalah lapangan kerja yang semakin sempit.
Masalah ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang begitu cepat,
dibandingkan dengan peningkatan jumlah lapangan kerja. Dampak dari masalah
ini adalah peningkatan tindak kriminal. Lapangan kerja yang semakin sempit
menyebabkan persaingan kerja yang ketat. Bagi orang-orang yang tidak mampu
bersaing dalam pekerjaan di sektor formal, mereka akan mencari pekerjaan di
sektor informal, seperti berdagang kali lima atau pedagang asongan.

Kepesatan pertumbuhan kota dewasa ini menunjukkan tingkat


perkembangan yang sangat tinggi. Perkembangan kota merupakan tuntutan
sekaligus jawaban dari perkembangan penduduk maupun kegiatan masyarakat
perkotaan semakin sulit dikontrol sehingga sering menimbulkan persoalan-
persoalan yang menyangkut persoalan terhadap kota itu sendiri (fasilitas, sistem
dan area), maupun terhadap penduduk atau penghuninya.Selanjutnya Bintarto
(1989: 36) mengatakan bahwa kemunduran lingkungan kota yang juga dikenal
dengan istilah “Urban Environment Degradation” pada saat ini sudah meluas di
berbagai kota di dunia, sedangkan di beberapa kota di Indonesia sudah nampak
adanya gejala yang membahayakan. Kemunduran atau kerusakan lingkungan kota
tersebut dapat dilihat dari dua aspek:

1. Dari aspek fisis, (environmental degradation of physical nature), yaitu


gangguan yang ditimbulkan dari unsur-unsur alam, misalnya
pencemaran air, udara dan seterusnya.
2. Dari aspek sosial-masyarakat (environmental degradation of societal
nature), yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusianya sendiri
yang menimbulkan kehidupan yang tidak tenang, tidak nyaman dan
tidak tenteram.

45
Di samping kenyataan tersebut, kehidupan kota yang selalu dinamis
berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba gemerlapan, lengkap dan
menarik serta “menjanjikan” tetap saja menjadi suatu “pull factor” yang menarik
orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib
di kota harus mempunyai starategi, yaitu: bagaimana bisa memanfaatkan dan
menikmati segala fasilitas yang serba menjanjikan tersebut namun juga bisa
mengatasi tantangan dan permasalahan yang ada di dalamnya.

a. Permasalahan Sampah
Selain masalah sosial yang berpotensi sebagai permasalahan lingkungan
urban, hal yang tidak kalah pentingnya yaitu masalah kondisi fisik
lingkungan itu sendiri, seperti masalah sampah di perkotaan. Di daerah
perkotaan, sampah menjadi masalah yang cukup pelik. Dimanapun, sampah
akan menjadi masalah jika tidak dikelola dengan baik. Lingkungan perkotaan
sangat berpotensi menimbulkan permasalahan sampah. Penumpukan sampah
di beberapa tempat dengan mudah terjadi, penyebabnya antara lain faktor-
faktor berikut:
- Tempat penampungan sampah masih sangat kurang dan lokasinya jauh
diluar kota. Jarak yang relatif jauh ini menyebabkan waktu untuk
mengangkut sampah menjadi kurang efektif.
- Fasilitas pengangkutan sampah terbatas sehingga tidak semua sampah
di tempat penampungan sementara dapat terangkut. Sisa sampah yang
tidak terangkut ini berpotensi menjadi tumpukan sampah.
- Tidak semua lingkungan memiliki lokasi penampungan sampah.
Akibatnya, masyarakat mengalami kesulitan membuang sampah
rumah tangga. Sebagai jalan pintas, mereka sering kali menumpuk
sampah di tempat yang tidak semestinya.
- Penambahan volum sampah jauh lebih besar daripada kemampuan
angkut armada sampah. Kondisi yang tidak seimbang ini juga memicu
rumitnya penglolaan sampah.

Selain itu, jenis sampah yang terdapat di daerah perkotaan lebih


beragam dan umumnya terdiri dari sampah anorganik yang lebih sulit

46
diuraikan secara alami. Kaleng, botol, plastik, dan bekas kemasan
makanan mendominasi tumpukan sampah di daerah perkotaan. Sementara,
sampah organik lebih mudah ditangani karena lebih mudah terurai secara
alami dan lebih mudah dimanfaatkan. Sampah organik ini biasanya berupa
serasah daun di halaman, sisa makanan, dan sampah dapur lainnya.
Sayangnya, sampah organik ini sering kali bercampur menjadi satu dengan
sampah anorganik sehingga sampah perlu dipilah-pilah dahulu sebelum
diolah lebih lanjut. Berdasarkan kondisi itulah, pengelolaan sampah secara
bijaksana sudah sangat diperlukan. Tempat pembuangan sampah organik
sebaiknya dipisahkan dari sampah anorganik. Kebiasaan ini dapat dimulai
dari unit terkecil, yaitu rumah tangga.

b. Permasalahan Got
Got sebagai saluran pembuangan air lebih banyak ditemukan di daerah
perumahan. Masyarakat menjadikan got sebagai saluran pembuangan limbah
cair rumah tangga. Limbah cair rumah tangga yang banyak disalurkan ke got
adalah sisa air mandi, air bekas cucian, dan limbah dapur.Pembuatan saluran
got didaerah permukaan sering kali hanya memperhatikan kelancaran air di
daerah tersebut. Banyak daerah perumahan yang tidak memiliki saluran air
terutama yang dapat mengalirkan air dalam jumlah besar. Got terhubung
secara tidak beraturan.
Bahkan, terkadang pembuatan got tanpa memperhatikan tingkat
kemiringan tanah. Sering juga ditemukan kondisi tanah kiri dan kanan got
tidak dibuat kokoh sehingga mudah terkikis air. Mengingat vitalnya fungsi
got maka got harus dibuat dengan desain yang baik. Desain got hendaknya
memperhatikan semua aspek demi kelancaran aliran air, misalnya tingkat
kemiringan got, ada atau tidaknya saluran air utama, dan letak aliran sungai.
Didaerah yang tidak memiliki tata ruang yang baik, sistem pembuangan
air (drainase) biasanya terjadi secara alami. Air buangan disalurkan ke tempat
yang lebih rendah, tanpa peduli daerah rendah tersebut tersambung dengan
aliran sungai atau tidak. Akibatnya, daerah rendah menjadi muara air
pembuangan dari limbah rumah tangga maupun air hujan.

47
Permasalahan limbah got dan solusinya

Fungsi utama got yaitu untuk mengalirkan air hujan dari pemukiman ke
induk sungai yang kemudian meghubungkannya ke laut. Dengan demikian,
air hujan tidak akan menggenang dan menyebabkan bencana banjir.
Disamping air hujan terutama pada musim kemarau, got berfungsi untuk
mengalirkan limbah cair dari kegiatan rumah tangga. Air bekas mandi dan
cucian merupakan jenis limbah yang banyak dialirkan melalui got.

Namun kenyataannya, got didepan rumah tidak hanya berfungsi untuk


mengalirkan air hujan. Sampah-sampah rumah tangga juga sering dibuang
melalui got. Selain membuat got menjadi mampet, sampah-sampah tersebut
juga kerap menimbulkan bau yang tidak sedap. Jika saluran air sudah
tersedia, kelancaran airnya sebaiknya selalu dijaga. Kebiasaan membuang
sampah di daerah aliran sungai harus dihentikan karena akan memperparah
keadaan. Keberadaan pabrik atau industri juga harus dikontrol. Limbah
industri jangan sampai dibuang ke sungai. Limbah got yang tidak ditangani
dengan baik akan menimbulkan permasalahan berikut:

1. Aliran air terhambat


Sampah yang dibuang di got dapat menganggu kelancaran air.
Sampah yang terapung akan mudah tersangkut kemudian menumpuk dan
dihalangi aliran air. Sementara, lumpur atau tanah yang terbawa air dan
sampah yang lebih berat akan menjadi endapan. Endapan ini lama-
kelamaan mengakibatkan pendangkalan got. Jika di permukaan air
terdapat banyak sampah yang mengapung dan di bagian bawah terjadi
banyak endapan maka kapasitas got sebagai saluran drainase menjadi
tidak optimal. Akibatnya, air mudah menggenang dan pada saat aliran air
deras (misalnya pada saat hujan), air got akan mudah meluap. Luapan air
got ini akan mengotori lingkungan. Dalam skala besar, banjir tidak
mungkin dapat dicegah.
2. Timbul bau yang tidak sedap
Sampah organik, bangkai binatang, limbah rumah tangga, maupun
limbah industri rumah tangga berpotensi menimbulkan bau yang tidak

48
sedap, apalagi jika kondisi air tergenang. Selanjutnya, sampah ini
kemungkinan besar dapat menjadi sumber penyakit, misalnya malaria,
infeksi saluran pernapasan atas, dan demam berdarah.Dampak
pencemaran got tersebut perlu segera diatasi agar tidak menimbulkan
dampak negatif yang lebih parah. Alternatif solusinya antara lain sebagai
berikut:
- Got dibersihkan secara berkala. Sampah yang ada di dalam got
diambil, kemudian dibuang pada tempatnya. Endapan tanah atau
lumpu di dasar got digali, kemudian dikeluarkan dari dalam got.
Dengan demikian, got menjadi bersih dan mempunyai kapasitas
menampung air secara maksimal.
- Got ditata kembali agar air buangan dapat tertampung. Got yang rusak
diperbaiki. Lokasi yang belum mempunyai got sebaiknya dibuatkan
got dengan cara yang lebih baik.
- Kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan agar tidak membuang
sampah rumah tangganya di saluran air (got).

Upaya untuk mengatasi permasalah tersebut tidak hanya terbatas pada


pembuangan limbah got di tempat pembuangan akhir (TPA). Pengelolaan limbah
got merupakan salah satu solusi terbaik yang harus dilakukan untuk
menyelamatkan lingkungan dari dampak buruk menumpuknya limbah got.
Penanganan limbah tentu membutuhkan biaya yang cukup besar, terutama jika
dilakukan dalam skala besar. Hal ini yang kadang kala membuat masyarakat
enggan membersihkan lingkungannya sendiri. Waktu, tenaga, bahkan mungkin
biaya yang telah dikeluarkan, tetapi hasilnya tidak nyata secara ekonomis.

Untuk itu, masyarakat perlu dimotivasi bahwa kebersihan lingkungan bukan


hanya untuk kepentingan lingkungan sendiri, tetapi juga akan berdampak pada
lingkungan lain disekitarnya. Penyuluhan tentang manfaat sampah/limbah juga
perlu dilakukan karena sampah/limbah ternyata mengandung material yang dapat
diolah. Setelah diproses, hasilnya dijual dan dapat memberikan keuntungan secara
ekonomis. Jika masyarakat telah mengetahui bahwa mmbersihkan got dapat

49
memperoleh manfaat ganda yaitu manfaat bersih dan manfaat ekonomi, maka
mereka tentu dengan senang hati akan melakukannya.

Semua jenis limbah memang memiliki zat cemaran yang merugikan


lingkungan. Beberapa zat yang dapat mencemari lingkungan yaitu H2S
(menimbulkan bau yang tidak sedap) dan methan serta bakteri penyakit, E-Coli,
dan Salmonella. Namun, zat-zat tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan.
Limbah yang telah lama berada di dalam got tentunya sudah mengalami
pengendapan, pembusukan, dan pengerasan. Hal ini terutama terdapat di got-got
yang berada di perkotaan. Materi inilah yang memiliki potensi untuk dikeruk dan
dimanfaatkan menjadi produk olahan limbah.

Proses pengolahan limbah got menjadi produk baru dilakukan dengan metode
sederhana, yaitu sistem bioremediasi. Zat-zat yang terkandung dalam limbah got
ini dapat ditekan atau diurai menjadi senyawa sederhana dan tidak merugikan
lingkungan. Produk yang dapat dihasilkan dari limbah got antara lain bahan
baku/bahan sampingan, batako/paving blok, media tanam, dan pupuk cair.

Produk Hasil Pengolahan Limbah Got

Yayasan Semai Alam Lestari mengemukakan hasil temuannya di lapangan


bahwa limbah saluran got terdiri dari 70% pasir, 20% lumpur, serta 10% berupa
sampah yang menggenang diatas saluran dan bahan-bahan anorganik, seperti
plastic, kaleng, dan lain-lain. Hasil temuan ini sangat menggembirakan karena
berpotensi menjadi usaha baru, dengan memanfaatkan teknologi pengolahan
limbah, limbah got ini dapat diolah menjadi berbagai produk.

Material pasir yang terkandung didalam limbah got tersebut dapat


dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan batako, paving blok, dan lain-lain.
Abunya dapat dimanfaatkan untuk media persemaian tanaman, sedangkan
lumpurnya dapat dijadikan pupuk organik untuk semua jenis tanaman.
pengelolaan limbah got ini bukan hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi
juga dapat membantu menciptakan lingkungan yang bersih.

2.9 Persediaan Air dan Sanitasi

50
2.9.1 Penyediaan Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan
menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air
bersih adalah air yang memenuhi persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan
dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis dan radiologis,
sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Ketentuan Umum
Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990). Persyaratan tersebut juga
memperhatikan pengamanan terhadap sistem distribusi air bersih dari instalasi air
bersih sampai pada konsumen.

Sedangkan air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat


kesehatan yang dapat diminum. Alasan kesehatan dan teknis yang mendasari
penentuan standar kualitas air minum adalah efek-efek dari setiap parameter jika
melebihi dosis yang telah ditetapkan. Pengertian dari standar kualitas air minum
adalah batas operasional dari kriteria kualitas air dengan memasukkan
pertimbangan non teknis, misalnya kondisi sosial-ekonomi, target atau tingkat
kualitas produksi, tingkat kesehatan yang ada dan teknologi yang tersedia.
Sedangkan kriteria kualitas air merupakan putusan ilmiah yang mengekspresikan
hubungan dosis dan respon efek, yang diperkirakan terjadi kapan dan dimana saja
unsur-unsur pengotor mencapai atau melebihi batas maksimum yang ditetapkan,
dalam waktu tertentu. Dengan demikian, maka kriteria kualitas air merupakan
referensi dari standar kualitas air.

Berdasarkan Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990, yang membedakan


antara kualitas air bersih dan air minum adalah standar kualitas setiap parameter
fisik, kimia, biologis, dan radiologis maksimum yang diperbolehkan.Kebutuhan
manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi,
mencuci (bermacam-macam cucian), dan sebagainya. menurut perhitungan WHO
di negara-negara maju setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari.
Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia setiap orang
memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo, 2011).Manusia dan
makhluk hidup lain di alam memerlukan air untuk proses-proses psikologis yang
dibedakan antara lain:

51
a. Kebutuhan domestik, adalah kebutuhan air bersih untuk pemenuhan
kegiatan sehari-hari atau rumah tangga seperti untuk minum,
memasak, kesehatan individu (mandi, cuci dan sebagainya, menyiram
tanaman, halaman, pengangkutan air buangan (buangan dapur dan
toilet).
b. Kebutuhan non domestik, adalah kebutuhan air bersih yang digunakan
untuk beberapa kegiatan seperti:
- Kebutuhan institusional, adalah kebutuhan air bersih untuk
kegiatan perkantoran dan tempat pendidikan atau sekolah.
- Kebutuhan komersial dan industri, adalah kebutuhan air bersih
untuk kegiatan hotel, pasar, pertokoan, restoran. Sedangkan
kebutuhan air bersih untuk industri biasanya digunakan untuk air
pendingin, air pada boiler untuk pemanas, dan bahan baku proses.
- Kebutuhan fasilitas umum, adalah kebutuhan air bersih untuk
kegiatan tempat-tempat ibadah, rekreasi dan terminal.

2.9.2 Persyaratan Dalam Penyediaan Air Bersih

Ada beberapa persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam sistem


penyediaan air bersih. Persyaratan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Persyaratan kualitatif. Menggambarkan mutu atau kualitas dari air


baku air bersih.
b. Persyaratan kuantitatif. Dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau
dari banyaknya air baku yang tersedia. Artinya, air baku tersebut dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jumlah
penduduk yang akan dilayani. Selain itu jumlah air yang dibutuhkan
sangat tergantung pada tingkat kemajuan teknologi dan sosial ekonomi
masyarakat setempat. Sebagai contoh, negara-negara yang telah maju
memerlukan air bersih yang lebih banyak dibandingkan dengan
masyarakat di negara-negara berkembang.
c. Persyaratan Kontinuitas. Untuk penyediaan air bersih sangat erat
hubungannya dengan kuantitas air yang tersedia yaitu air baku yang
ada di alam. Arti kontinuitas disini adalah bahwa air baku untuk air

52
bersih tersebut dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit
yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim
hujan.

2.9.3 Sistem Penyediaan Air Bersih

a. Sumber/Asal Air Baku Utama

Dalam memilih sumber air baku air bersih, maka harus


diperhatikan persyaratan utamanya yang meliputi kualitas, kuantitas,
kontinuitas dan biaya yang murah dalam proses pengambilan sampai pada
proses pengolahannya. Beberapa sumber air baku yang dapat digunakan
untuk penyediaan air bersih dikelompokkan sebagai berikut:

• Air Hujan
Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas
dari air hujan adalah sebagai berikut:
- Bersifat lunak karena telah mengandung larutan garam dan zat-zat
mineral.
- Air hujan pada umumnya bersifat lebih bersih.
- Dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat kimia yang
terdapat di udara seperti NH3, CO2 agresif, ataupun SO2. Adanya
konsentrasi SO2 yang tinggi di udara yang bercampur dengan air
hujan akan menyebabkan terjadinya hujan asam (acid rain).

Dari segi kuantitas, air hujan tergantung pada besar kecilnya curah
hujan. Sehingga air hujan tidak mencukupi untuk persediaan air minum
karena jumlahnya berfluktuasi. Begitu pula bila dilihat dari segi
kontinuitasnya, air hujan tidak dapat diambil secara terus menerus karena
tergantung musim. Pada musim kemarau kemungkinan air akan menurun
karena tidak ada penambahan air hujan.

• Air Permukaan
Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber atau
bahan baku air bersih adalah:

53
- Air waduk (berasal dari air hujan)
- Air sungai (berasal dari air hujan dan mata air)
- Air danau (berasal dari air hujan, air sungai atau mata air).

Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi dengan


berbagai zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan
pengelolaan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat.
Kontaminan atau zat pencemar ini berasal dari buangan domestik, buangan
industri dan limbah pertanian. Zat-zat pencemar tersebut antara lain Total
Suspended Solid (TSS), yang berpengaruh pada kekeruhan, zat-zat
organik, logam berat dari air limbah industry misalnya industri baterai
yang menghasilkan Pb (timbal). Kontinuitas dan kuantitas dari air
permukaan dapat dianggap tidak menimbulkan masalah yang benar untuk
penyediaan air bersih yang memakai bahan baku air permukaan.

• Air Tanah
Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut pada
waktu air melalui lapisan-lapisan tanah. Secara praktis air tanah adalah
bebas dari polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang
mengganggu kesehatan seperti kandungan Fe, Mn, kesadahan yang
terbawa oleh aliran permukaan tanah. Bila ditinjau dari kedalaman air
tanah maka air tanah dibedakan menjadi air tanah dangkal dan air tanah
dalam. Air tanah dangkal mempunyai kualitas lebih rendah dibanding
kualitas air tanah dalam. Hal ini disebabkan air tanah dangkal lebih mudah
mendapat kontaminasi dari luar dan fungsi tanah sebagai penyaring lebih
sedikit.
Dari segi kuantitas, apabila air tanah dipakai sebagai sumber air baku
air bersih adalah relatif cukup. Tetapi bila dilihat dari segi komunitasnya
maka pengambilan air tanah harus dibatasi, karena dikhawatirkan dengan
pengambilan yang secara terus menerus akan menyebabkan penurunan
muka air tanah. Karena air di alam merupakan rantai yang panjang
menurut siklus hidrologi, maka bila terjadi penurunan maka air tanah

54
kemungkinan kekosongannya akan diisin oleh air laut. Peristiwa ini biasa
disebut instrusi air laut. Kondisi ini telah banyak dijumpai khususnya di
daerah-daerah dekat pantai atau laut seperi Jakarta dan Surabaya.
Keuntungan: air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak
perlu mengalami purifikasi atau penjernihan. Persediaan air cukup banyak
untuk sepanjang tahun walaupun ketika musim kemarau tiba.Kerugian: air
tanah mengandung zat-zat mineral dengan konsentrasi tinggi seperti
magnesium, kalsium, serta logam berat, seperti besi sehingga
menimbulkan kesadahan pada air, dan memerlukan alat pompa untuk
mengisap dan mengalirkan air ke atas permukaan tanah.
• Mata Air
Dari segi kualitas, mata air adalah sangat baik bila dipakai sebagai air
baku, karena berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah
akibat tekanan, sehingga belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar.
Biasanya lokasi mata air merupakan daerah terbuka, sehingga mudah
terkontaminasi oleh lingkungan sekitar. Contohnya banyak ditemui bakteri
E-Coli pada air mata air.
Dilihat dari segi kuantitasnya, jumlah dan kapasitas mata air sungai
sangat terbatas sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan sejumlah
penduduk tertentu. Begitu pula bila mata air tersebut secara terus menerus
kita ambil semakin lama akan habis dan terpaksa penduduk mencari
sumber mata air yang baru.
b. Sistem individual dan Komunal
Untuk menentukan sistem penyediaan air bersih pada masyarakat,
maka perlu dilakukan klarifikasi sistem pelayanan air bersih yang meliputi
sistem individual dan sistem komunal. Sistem individual dan sistem
komunal dalam penyediaan air bersih masih dapat dijumpai pada
masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan. Sistem individual
dititikberatkan pada pengusahaan pemenuhan kebutuhan air bersih secara
individu atau perorangan sedangkan sistm komunal, pemenuhannya
dilakukan secara teroragnisasi melalui sistem pipanisasi. Beberapa sarana
penyediaan air bersih secara individual adalah sebagai berikut:

55
- Sumur gali (Dug well)
Sumur ini dibuat dengan penggalian tanah sempai kedalaman
tertentu maksimum 20 meter, umumnya tidak terlalu dalam sehingga
hanya mencapai air tanah di lapisan atas. Oleh karena itu air yang
diperoleh sering berkurang airnya pada musim kemarau, sehingga
secara kantitatif sulit untuk menjamin kontinuitasnya.
- Sumur Pompa Tangan Dalam (Drilled Well)
Adalah sumur yang dibuat dengan kedalaman pipa 30 meter,
kedalaman muka air lebih dari 7 meter dan dapat dipergunakan untuk
melayani kebutuhan beberapa keluarga. Kontaminasi air sumur dapat
berasal dari sumber pencemaran di sekitarnya dan dari permukaan
tanah dimana batang pompa ditanam.
- Sumur Bor (Bored Well)
Sumur bor adalah sumur yang dibuat dengan bantuan auger.
Kedalaman minimum 100 meter.
- Sumur Pompa Tangan Dangkal
Adalah sumur yang dibuat dengan kedalaman pipa maksimum 18
meter dan sesuai untuk kedalaman muka air lebih kecil dari 7 meter.
- Bak Penampungan Air Hujan
Pada daerah-daerah terteuntu yang tidak atau sedikit memiliki
sumber air, air hujan dimanfaatkan untuk persediaan air bersih untuk
keperluan air minum dan keperluan sehari-hari yang lain terutama
pada musim hujan, di samping juga untuk persediaan air pada waktu
musim kemarau. Untuk menyimpannya air hujan ditampung dalam
suatu bejana atau bak Penampungan Air Bersih (PAH). Bak
penampungan iar hujan ini juga dapat digunakan untuk penyediaan air
bersih secara komunal. Beberapa sistem penyediaan air bersih secara
komunal adalah sebagai berikut:
o Melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
PDAM adalah merupakan organisasi pengelola air pada
daerah tingkat II yang melayani air melalui sistem perpipaan yang

56
telah mengalami pengolahan dan didistribusikan pada masyarakat
yang berminat dan mampu membayar sambungan.
o HIPPAM (Himpunan Petani Pemakai Air)
HIPPAM merupakan organisasi pengelola air di daerah
pedesaan dimana HIPPAM biasanya akan memanfaatkan sumber
mata air yang ada di wilayah masing-masing melalui pembinaan
dari Departemen Pekerjaan Umum Cipta Karya Sub Teknik
Penyehatan dan Lingkungan, terutama untuk masalah teknis
pembuatan bangunan pengolahan. Sehingga dengan demikian,
maka pengelolaan selanjutnya merupakan tanggung jawab
masyarakat desa dan aparat pengelola telah ditetapkan oleh Kepala
Daerah Tingkat II masing-masing.
Bagi masyarakat yan ingin mendapatkan pelayanan melalui
HIPPAM akan dikenakan iuran bulanan sesuai dengan ketentuan
masing-masing pengelola HIPPAM. HIPPAM ini nantinya dapat
menjadi embrio dari PDAM setelah melalui serangkaian studi
kelayakan terutama kelayakan sumber air baku dan kelayakan dari
segi ekonomisnya.
o Pembangunan Hidran Umum, Kran Umum dan Terminal Air.
Program pembangunan ini terutama ditujukan untuk
mengantisipasi semakin mahalnya harga air relatif terhadap tingkat
penghasilan masyarakat dan juga untuk daerah-daerah kumuh dan
terpencil yang rawan air.
o Perlindungan Mata Air (PMA).
Perlindungan mata air merupakan sistem penyediaan air
bersih dengan memanfaatkan sumber mata air. Cakupan pelayanan
maksimum PMA adalah 500 jiwa. Umumnya PMA digunakan
untuk wilayah atau daerah pedesaan dimana masih dijumpai
adanya sumber mata air.

2.9.4 Sanitasi Air

57
Sanitasi adalah cara dan usaha individu atau masyarakat untuk memantau
dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan
serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Usaha-usaha yang
dapat dilakukan untuk penyehatan lingkungan fisik antara lain penyediaan air
bersih, mencegah terjadinya pencemaran udara, air dan tanah serta memutuskan
rantai penularan penyakit infeksi dan lain-lain yang dapat membahayakan serta
menimbulkan kesakitan pada manusia atau masyarakat.

Penyakit-penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan


disebabkan melalui air sehingga menimbulkan wabah penyakit dimana-mana
(Chandra, 2009). Penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat kerena persediaan air bersih yang terbatas akan memudahkan
timbulnya berbagai penyakit di masyarakat. Kebutuhan volume air rata-rata yang
diperlukan setiap orang setiap hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon.
Kebutuhan air bervariasi dan tergantung dengan keadaan iklim, standar kehidupan
dan kebiasaan masyarakat. Sumur sanitasi adalah jenis sumur yang telah
memenuhi persyaratan sanitasi dan terlindung dari kontaminasi air kotor. Adapun
hal-hal yang harus diperhatikan dalam membangun sumur antara lain:

Lokasi. Langkah pertama adalah menentukan tempat untuk mendirikan


sumur. Jarak dari sumber pencemaran, seperti kakus, kandang ternak,
sampah dan lain-lainnya, minimal 15 meter dan terletak lebih tinggi
dari sumber pencemaran.
Dinding sumur. Harus dilapisi dengan batu yang disemen dan paling
tidak sedalam 6 meter dari permukaan tanah.
Dinding parapet. Merupakan dinding yang berbatasan dengan dinding
sumur dan harus dibuat setinggi 70-75 cm dari permukaan tanah serta
merupakan satu kesatuan dengan dinding sumur.
Lantai kaki lima. Harus terbuat dari semen dan lebih kurang 1 meter ke
seluruh jurusan melingkari badan sumur dengan kemiringan sekitar 10
derajat ke arah tempat pembuangan air (drainage).

58
Drainage. Adalah saluran tempat pembuangan air harus dibuat
berhubungan dengan parit supaya tidak terjadi genangan air di sekitar
sumur.
Tutup sumur. Sumur sebaiknya ditutup dengan penutup terbuat dari
batu terutama pada sumur umum agar dapat mencegah kontaminasi
langsung pada sumur.
Pompa tangan/listrik. Sumur harus dilengkapi dengan pompa
tangan/listrik karena bila memakai ember/timba kemungkinan
terjadinya kontaminasi cukup besar.
Tanggung jawab pemakai. Pada sumur umum harus dijaga
kebersihannya bersama-sama oleh masyarakat karena kontaminasi
dapat terjadi setiap saat.
Kualitas air. Kualitas sumur perlu terus dijaga dengan pemeriksaan
fisik, kimia dan bakteriologis secara teratur terutama pada saat
terjadinya wabah muntaber atau penyakit saluran pencernaan lainnya.

Kesadahan pada air (Hardness of Water)

Kesadahan pada air dapat disebabkan oleh adanya garam-garam anorganik


atau persenyawaan antara lain kalsium dan magnesium dengan bikarbonat,
kalsium dan magnesium dengan sulfat, nitrat dan klorida, dan garam-garam besi,
seng dan silika. Kesadaha pada air dapat bersifat sementara (temporary), dan
menetap (permanent). Kesadahan pada air yang bersifat sementara disebabkan
oleh adanya persenyawaan kalsium dan mangnesium dengan bikarbonat dan
kesadahan air bersifat permanen bila terdapat persenyawaa kalsium dan
magnesium dengan sulfat, nitrat dan klorida.Cara mengurangi kesadahan antara
lain:

- Memasak. Air dimasak untuk mengeluarkan CO2 dan mengendapkan


CaCO3 yang teidak terlarut. Cara ini sangat mahal bila dipergunakan
untuk skala yang besar.
- Penambahan kapur (Metode Clark). Penambahan kapur pada air
dengan kesedahan sementara akan mengabsorbsi CO2 dan
mengendapkan CaCO3 yang tidak terlarut. Caranya kapur (quick lime)

59
seberat 1 ons dimasukkan pada setiap 700 galon air untuk setiap
derajat kesadahan air (14,25 ppm).
- Penambahan Natrium Bikarbonat. Efektif digunakan untuk
menghilangkan kesadahan air sementara atau permanen.
- Proses Base Exchange. Dalam melakukan pelunakan terhadap suplai
air yang besar digunakan proses permutit. Natrium permutit adalah
ersenyawaan komplek dari sodium aluminium dan silica (Na2,Al, SiO,
xH2O). Pada proses permutit akan terjadi pertukaran kation Na
dengan ion Ca dan Mg didalam air. Seluruh ion Ca dan Mg akan
dilepas dengan base exchange dan natrium permutit sehingga menjadi
kalsium dan magnesium permutit, dengan demikian air dapat
dilunakkan sampai kesadahan nol (zero hardness). Air dengan
kesadahan nol (zero hardness) bersifat korosif, untuk itu hanya perlu
dilakukan pelunakan air sampai dengan batasan agak keras yaitu 1-3
mEq/l.

Purifikasi Air

Merupakan salah satu cara penjernihan atau purifikasi sumber air baku
untuk mendapat air bersih dan dapat dilakukan dalam skala besar maupun kecil
sesuai dengan kebutuhan. Purifikasi air dapat dibagi menjadi purifikasi air dalam
skala besar dan skala kecil.

- Purifikasi Air dalam Skala Besar. Dilakukan di daerah perkotaan


seperti instalasi penjernihan air bersih (PAM) melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Penyimpanan (storage). Air baku diisap atau dialirkan dari sumber
seperti sungai, kali dan lainnya ke dalam bak penampung alamiah
atau buatan yang terlindung dari pencemaran. Air yang telah
disimpan dalam wadah penampungan ini akan mengalami proses
purifikasi secara ilmiah yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fisik. Kualitas air sudah dapat diperbaiki sekitar 90% dari
benda yang terlarut dalam air akan mengendap dalam waktu 24

60
jam, air akan bertambah jernih dan proses filtrasi selanjutnya
makin mudah dilakukan.
2. Kimiawi. Pada saat penampungan, terjadi proses kimiawi, yaitu
bakter-bakteri aerobik akan mengoksidasi bahan-bahan organik
yang terdapat didalam air dengan bantuan oksigen bebas yang
menyebabkan berkurangnya amoniak bebas dan bertambahnya
nitrat.
3. Biologis. Organisme pathogen berangsur-angsur akan mati.
Keadaan ini dapat dilihat bila air disimpan 5-7 hari, maka
jumlah bakterinya akan berkurang sampai 90%.

Batas waktu optimum untuk penampungan berkisar antara 10-


14 hari, bila lebih lama akan tumbuh tanaman air seperti alga, yang
dapat menimbulkan rasa dan bau tidak enak serta perubahan warna
pada air.

b. Penyaringan (filtration). Merupakan tahap kedua proses purifikasi


air dan merupaakan proses yang sangat penting. Dalam proses
filtrasi ini, sekitar 98-99% bakteri didalam air akan berkurang atau
disaring. Proses filtrasi dapat dilakukan dengan cara slow sand
filter (biological filter). Slow sand filter dipakai untuk proses
purifikasi air dalam skala kecil. Pada tahun 1804, Skotlandia dan
London di Inggris, pertama kali mempergunakan slow sand filter
untuk proses purifikasi air. Pada abad ke-19, slow sand filter ini
telah dipergunakan luas di seluruh penjuru dunia dan sampai saat
ini masih dipergunakan sebagai metode standar untuk proses
purifikasi air.
Pembersihan filter dalam keadaan normal, slow sand filter
dapat dipakai terus berminggu-minggu sampai berbulan-bulan
tanpa perlu dibersihkan. Pada keadaan terjadinya peningkatan
resistensi kotak filter secara terus-meneurus walaupun katup
regulasi dibuka penuh tetapi resistensi tetap meningkat dan
kecepatan filtrasi menurun, maka bagian atas lapisan sand filter

61
perlu dibersihkan dan dikeruk sampai 1-2 cm dengan cara
membuang airnya terlebih dahulu. Setelah dioperasikan sampai
beberapa tahun atau lebih, perlu dilakukan pengerukan yang akan
menyebabkan berkurangnya ketebalan sand bed sekitar 0,5-0,8 m,
maka lapisan pasir yang ada perlu diganti dengan lapisan pasir
yang baru.

Keuntungan slow sand filter adalah mudah dibuat dan


dioperasikan, biaya pembuatannya lebih murah dibangdingkan
denga rapid sand filter, dan proses filtrasi baik fisik, kimiawi
maupun bakteriologis yang terjadi cukup tinggi, sehingga reduksi
bakteri setelah proses filtrasi mencapai 99,9-99.999% dan reduksi
E-Coli mencapai 99-99.9%.

2.10 Pengelolaan Limbah Padat

2.10.1 Pengertian dan Dampak Keberadaan Limbah Padat

Menurut definisi WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan,


tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Berbagai aktivitas
dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan
memproduksi makanan minuman dan barang lain dari sumber daya alam. Selain
memproduksi makanan minuman dan barang lain dari sumber tersebut juga
menghasilkan bahan buangan yang sudah tidak dibutuhkan oleh manusia. Bahan
buangan makin hari makin bertambah banyak. Hal ini erat hubungannya dengan
makin bertambahnya jumlah penduduk di satu pihak, dan di pihak lain dengan
kesetaraan ruang hidup manusia yang relatif tetap.

Limbah padat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tidak terpakai dan
berbentuk padatan atau semi padatan. Limbah padat merupakan campuran dari
berbagai bahan baik yang tidak berbahaya seperti sisa makanan maupun yang
berbahaya seperti limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berasal dari
industri. Limbah padat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, terutama bila di
dalam limbah padat tersebut terdapat mikroorganisme pathogen maupu Bahan

62
Berbahaya dan Beracun. Disamping itu, proses pembusukan, pembakaran dan
pembuangan limbah padat biasanya menghasilkan gas-gas yang dapat
mengganggu kesehatan maupun mengganggu estetika.

Penguraian limbah padat organik akan menghasilkan cairan yang disebut


“leachate” (lindi). Lindi ini dapat menyerap zat-zat pencemar disekitarnya,
sehingga didalam lindi bisa terdapat mikroba pathogen, logam berat dan zat
lainnya yang berbahaya. Lindi ini juga dapat menembus lapisan tanah dan
mengakibatkan kontaminasi pada air tanah. Sebagai akibatnya akan terjadi
gangguan kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsi air tersebut. Limbah
padat yang tidak disimpan dengan baik dapat menjadi tempat bersarangnya vektor
penyakit seperti tikus dan lalat. Vektor ini dapat menyebarkan penyakit kepada
manusia. Disamping itu, limbah padat yang tidak disimpan dengan baik tidak
menarik untuk dilihat.

2.10.2 Pembagian Sampah Padat

Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa kategori, seperti berikut:

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya.


• Organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur, dan buah.
• Anorganik, misalnya logam, pecah-belah, abu, dan lain-lain.
2. Berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar
• Mudah terbakar, misalnya kertas plastic, daun kering, kayu.
• Tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, besi, gelas, dan lain-lain.
3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk.
• Mudah membusuk, misalnya sisa makanan, potongan daging, dan
sebagainya.
• Sulit membusuk, misalnya plastik, karet, kaleng, dan sebagainya.
4. Berdasarkan ciri atau karakteristik sampah
a. Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat
terurai dengan cepat, khususnya jika cuaca panas. Proses
pembusukan seringkali menimbulkan bau busuk. Sampah jenis ini

63
dapat ditemukan di tempat pemukiman, rumah makan, rumah sakit,
pasar, dan sebagainya.
b. Rubbish, terbagi menjadi dua:
• Rubbish mudah terbakar terdiri atas zat-zat organik, misalnya
kertas, kayu, karet, daun kering, dan sebagainya.
• Rubbish tidak mudah terbakar terdiri atas zat-zat anorganik,
misalnya kaca, kaleng, dan sebagainya.
c. Ashes, semua sisa pembakaran dari industri.
d. Street sweeping, sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas
mesin atau manusia.
e. Dead animal, bangkai binatang besar (anjing, kucing, dan
sebagainya) yang mati akibat kecelakaan atau secara alami.
f. House hold refuse, atau sampah campuran, (misalnya garbage,
ashes, rubbish) yang berasal dari perumahan.
g. Abandoned vehicle, berasal dari bangkai kendaraan
h. Demolision waste, berasal dari hasil sisa-sisa pembangunan
gedung.Construction waste, berasal dari hasil sisa-sisa
pembangunan gedung, seperti tanah, batu, dan kayu.
i. Sampah industri, berasal dari pertanian, perkebunan, dan industri.
j. Santage solid, terdiri atas benda-benda solid atau kasar yang
biasanya berupa zat organik, pada pintu masuk pusat pengolahan
limbah cair.
k. Sampah khusus, atau sampah yang memerlukan penanganan
khusus seperti kaleng dan zat radioaktif.

2.10.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Jumlah Sampah

Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah sampah.

1. Jumlah penduduk.
Jumlah penduduk bergantung pada aktivitas dan kepadatan
penduduk. Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk
karena tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang. Semakin

64
meningkat aktivitas penduduk, sampah yang dihasilkan semakin
banyak, misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industry,
dan sebagainya.
Jenis sampah yang dihasilkan biasanya berupa sisa makanan dan
bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage),
sampah kering (rubbish), abu, atau sampah sisa tumbuhan.
2. Tempat umum dan tempat perdagangan.
Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang
berkumpul dan melakukan kegiatan, termasuk juga tempat
perdagangan. Jenis sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu
dapat berupa sisa-sisa makanan (garbage), sampah kering abu, sisa-
sisa bahan bangunan, sampah khusus, dan terkadang sampah
berbahaya.
3. Industri berat dan ringan
Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman,
industri kayu, industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air
kotor dan air minum, dan kegiatan industri lainnya, baik yang bersifat
distributif atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang
dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering, sisa-
sisa bangunan, sampah khusus, dan sampah berbahaya.
4. Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang. Lokasi pertanian
seperti kebun, ladang, ataupun sawah menghasilkan sampah berupa
bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian,
pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman.

2.10.4 Pengelolaan Sampah Padat

Ada beberapa tahapan didalam pengelolaan sampah padat yang


baik, diantaranya, tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber,
tahap pengangkutan dan tahap pemusnahan.

65
a. Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan di Tempat Sumber
Sampah yang ada di lokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel,
dan sebagainya) ditempatkan dalam tempat penyimpanan sementara,
dalam hal ini tempat sampah. Sampah basah dan sampah kering
sebaiknya dikumpulkan dalam tempat yang terpisah untuk
memudahkan pemusnahannya. Adapun tempat penyimpaan sementara
(tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi persayaratan
berikut ini.
- Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor
- Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan.
- Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian


dimasukkan ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak
besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga.
Pengelolaannya dapat diserahkan pada pihak pemerintah. Untuk
membangun suatu dipo, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi,
diantaranya:

- Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan


setinggi kendaraan pengangkut sampah.
- Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil
sampah.
- Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk
mencegah lalat dan binatang lain masuk ke dalam dipo.
- Ada kran air untuk membersihkan.
- Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat dan tikus.
- Mudah dijangkau masyarakat.

Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode:

- Sistem duet: tempat sampah kering dan tempat sampah basah.


- Sistem trio: tempat sampah basah, sampah kering, dan sampah
tidak mudah terbakar.

66
b. Tahap Pengangkutan
Dari dipo (rumah sampah), sampah diangkut ke tempat
pembuangan akhir atau pemusnahan sampah dengan mempergunakan
truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota.
c. Tahap Pemusnahan
Didalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan, antara lain:
a. Sanitary landfill
Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik.
Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara
menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis.
Dengan dmeikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya
tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat.
Sanitary landfill yang baik harus memenuhi persyaratan berikut.
- Tersedianya tempat yang luas.
- Tersedia tanah untuk menimbunnya.
- Tersedia alat-alat besar.

Lokasi sanitary landfill yang lama dan sudah tidak dipakai lagi
dapat dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman, perkantoran, dan
sebagainya.

b. Incineration
Incineration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan
sampah dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengan
menggunakan fasilitas pabrik. Manfaat sistem ini, antara lain:
- Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.
- Tidak memerlukan ruang yang luas
- Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.
- Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam
kerja yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

67
Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat penerapan metode ini:

- Biaya besar.
- Lokalisasi pembuangan pabrik sukar didapat karena kepadatan
penduduk.

Peralatan yang digunakan dalam insinerasi, antara lain:

• Changing apparatus
Changing apparatus adalah tempat penampungan sampah yang
berasal dari kendaraan pengangkut sampah. Di tempat ini sampah
yang terkumpul ditumpuk dan diaduk.
• Furnace
Furnace atau tungku merupakan alat pembakar yang dilengkapi
dengan jeruji besi yang berguna untuk mengatur jumlah masuk
sampah dan untuk memisahkan abu dengan sampah yang belum
terbakar. Dengan demikian tungku tidak terlalu penuh.
• Combustion
Combustion atau tungku pembakar kedua, memiliki nyala api yang
lebih panas dan berfungsi untuk membakar benda-benda yang tidak
terbakar pada tungku pertama.
• Chimney atau stalk
Chimney atau stalk adalah cerobong asap untuk mengalirkan asap
keluar dan mengalirkan udara ke dalam.
• Miscellaneous features
Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara dari
debu yang terbentuk, yang kemudian diambil dan dibuang.
• Composting
Pemusnahan sampah dengan cara memanfaatkan proses
dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman pembusuk pada
kondisi tertentu. Proses ini mnghasilkan bahan berupa kompos atau
pupuk. Berikut tahap-tahap pembuatan kompos:
1. Pemisahan benda-benda yang tidak dapat dipakai sebagai
pupuk seperti gelas, kaleng, besi, dan sebagainya.

68
2. Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih
kecil minimal berukuran 5 cm).
3. Penyampuran sampah dengan memperhatikan kadar karbon
dan nitrogen yang paling baik (C:N = 1:30).
4. Penempatan sampah dalan galian tanah yang tidak begitu
dalam. Sampah dibiarkan terbuka agar terjadi proses aerobik.
5. Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar
pupuk dapat terbentuk dengan baik. Perlu diingat bahwa galian
tersebut jangan sampai menjadi tempat bersarang hewan
pengerat atau serangga.
• Hot feeding
Pemberian sejenis garbage kepada hewan ternak (misalnya babi).
Perlu diingat bahwa sampah basah tersebut harus diolah lebih dahulu
(dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing dan
trichinosis ke hewan ternak.
• Discharge to sewers
Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem
pembuangan air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem
pembangan air limbah memang baik.
• Dumping
Sampah dibuang atau diletakkan begitu saa di tanah lapangan, jurang,
atau tempat sampah.
• Dumping in water
Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi
pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan
bahaya banjir.
• Individual inceneration
Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh
penduduk terutama didaerah pedesaan.

69
• Recycling
Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat
dipakai atau daur ulang contoh bagian sampah yang dapat di daur
ulang, antara lain, plastik, gelas, kaleng, besi, dan sebagainya.
• Reduction
Metode ini diterapkan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya
dari jenis garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian
diolah untuk menghasilkan lemak.
• Salvaging
Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali misalnya kertas
bekas. Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan
penyakit.

2.10.5 Teknologi Pemanfaatan dan Pembuangan Akhir Sampah

Pembuangan sampah akhir merupakan suatu upaya yang tidak


mungkin dicarikan alternatifnya, kecuali harus dimusnahkan atau
dimanfaatkan. Hal ini mengingat pengaruh yang dapat ditimbulkan jika
perencanaan pemusnahan dan pemanfaatan sampah tidak dilakukan
dengan baik. Teknologi pemanfaatan dan pembuangan akhir sampah dapat
dibagi seperti berikut:

a. Pemanfaatan sampah dengan teknik pengolahan yang dapat


menjadikan sampah sebagai bahan yang berguna, misalnya pembuatan
kompos dan biogas.
b. Pemusahan atau reduksi sampah dengan incinerator dan metode
sanitary landfill.

2.10.6 Kompos

Pengolahan sampah garbage dilakukan secara biologis dan


berlangsung dalam keadaan aerobik dan anaerobik. Proses dekomposisi
sampah dengan bantuan bakteri akan menghasilkan kompos atau humus.
Proses dekomposisi yang sifatnya anaerobik berlangsung dengan sangat

70
lambat dan menghasilkan bau, tetapi dekomposisi aerobik berlansung
relatif lebih cepat dari dekomposisi anaerobik dan kurang menimbulkan
bau. Ada beberapa metode pembuatan kompos, antara lain:

1. Secara alami
Proses pembuatan kompos secara alami dapat dilakukan baik
secara tradisional (anaerobik) maupun secara sederhana (aerobic).
Metode tradisional banyak digunakan oleh petani. Pada metode ini,
bahan organik dihancurkan tanpa bantuan udara, yaitu dengan
meletakkan tumpukan sampah didalam lubang tanpa udara di tanah
dan dibiarkan beberapa saat. Pembuatan kompos dengan metode ini
memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan kompos selain
dapat menimbulkan bau akibat pembentukan gas H2S dan NH3.
Pembuatan kompos dengan metode sederhana dilakukan dengan cara
mengaduk atau membolak-balikan sampah atau dengan menambahkan
nutrien yang berupa lumpur atau kotoran binatang kedalam sampah.
2. Secara mekanis
Pembuatan kompos secara mekanis dilakukan di pabrik untuk
menghasilkan kompos dalam waktu yang singkat. Sampah organik
yang telah dipisahkan dari sampah anorganik (karet, plastik, logam)
dipotong kecil-kecil dengan alat pemotong. Potongan sampah tersebut
kemudian dimasukkan kedalam digester stabilisator agar terjadi
dekoposisi. Dalam digerster ini perlu dilakukan pengaturan suhu,
udara, dan pengadukan sampah. Setelah 3-5 hari, kompos sudah dapat
dihasilkan dan kedalamnya dapat pula ditambahkan zat kimia tertentu
untuk keperluan tanaman (misalnya karbon, nitrogen, fosfor, sulfur,
dan sebagainya).

2.10.7 Gas Bio

Gas bio merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari proses


fermentasi dan proses pembusukan oleh bakteri anaerobik terhadap bahan-
bahan organik, termasuk kotoran maunusia, kotoran hewan, sisa-sisa

71
pertanian, ataupun campurannya pada alat yang dinamakan penghasil gas
bio. Agar efektif, proses tersebut harus berlangsung dalam kondisi yang
baik, misalnya pada tingkat kelembaban yang sesuai, suhu yang tetap, dan
pada pH yang netral. Karena temasuk bahan bakar, gas bio memiliki nilai
ekonomis tinggi sebagai sumber energi alternatif, disamping dapat
mengurangi dampak akibat pembuangan kotoran yang tidak diolah.

Komposisi gas bio terdiri dari gas metan, karbon dioksida,


nitrogen, karbon monoksida, oksigen, dan hidrogen sulfida. Konsentrasi
gas metana cukup tinggi dan bila bercampur dengan udara akan
menghasilkan gas bakar. Karakteristik gas metan murni, antara lain tidak
berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

2.10.8 Pengaruh Negatif

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif


bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan
budaya masyarakat, seperti berikut.

Pengaruh terhadap kesehatan:

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah


sebagai tempat perkembangbiakan vector penyakit, seperti lalat
atau tikus.
b. Insidensi penyakit demam berdarah dengue akan meningkat karena
vektor penyakit hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng
ataupun ban bekas yang berisi air hujan.
c. Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara
sembarangan, misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca,
dan sebagainya.
d. Gangguan psikosomatis, misalnya sesak napas, insomnia, stress,
dan lain-lain.

Pengaruh terhadap lingkungan

a. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.

72
b. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan
menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
c. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan
bahaya kebakaran yang lebih luas.
d. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan
menyebabkan aliran air terganggudan saluran air menjadi dangkal.
e. Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat
menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber
air permukaan atau sumur dangkal.
f. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas
masyarakat, seperti jalan, jembatan, dan saluran air.

2.11 Emisi Kendaraan di Daerah Urbanisasi

2.11.1 Pengertian Polusi Udara

Polusi adalah sejenis gas yang dapat membahayakan yang berasal


atau dihasilkan oleh asap-asap baik dari asap kendaraan bermotor maupun
asap-asap sisa pembakaran dari pabrik-pabrik tertentu atau sejenis yang
lainnya yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Jarang sekali kita
temui keadaan dijalan yang bersih tanpa adanya polusi dari asap kendaraan
bermotor. Polusi juga dapat menimbulkan penyakit, karena didalam polusi
itu terkandung virus-virus penyakit yang dapat membahayakan kesehatan
kita. Banyak warga yang mengeluh akibat adanya polusi, sampai
sekarangpun belum ada cara yang ampuh untuk menangani polusi, karena
semakin hari semakin banyak orang yang mengendarai kendaraan berotor
sehingga makin banyak pula asap-asap yang dihasilkan dan hal itu akan
menyebabkan polusi udara.

73
Tabel 1. Standar polutan udara menurut EPA

Polutan Waktu
PM10 (µg/m3) 150 (/24jam) 50 (/tahun)
PM2,5 (µg/m3) 65 (/24 jam) 15 (/tahun)
Ozone (ppm) 0.12 (/1jam) 0.08 (/8 jam)
NO2 (ppm) 0.053(/tahun)
SO2 (ppm) 0.14 (/24 jam) 0.03 (/tahun)

a) Efek Negatif Pencemaran Udara Bagi Kesehatan Tubuh


Tabel 2. menjelaskan tentang pengaruh pencemaran udara terhadap
makhluk hidup. Rentang nilai menunjukkan batasan kategori daerah sesuai
tingkat kesehatan untuk dihuni oleh manusia. Karbon monoksida, nitrogen,
ozon, sulfur dioksida dan partikulat matter adalah beberapa parameter polusi
udara yang dominan dihasilkan oleh sumber pencemar. Dari pantauan lain
diketahui bahwa dari beberapa kota yang diketahui masuk dalam kategori tidak
sehat berdasarkan ISPU (Indeks Standar Pencemar Udara) adalah Jakarta (26
titik), Semarang (1 titik), Surabaya (3 titik), Bandung (1 titik), Medan (6 titik),
Pontianak (16 titik), Palangkaraya (4 titik), dan Pekan Baru (14 titik). Satu
lokasi di Jakarta yang diketahui merupakan daerah kategori sangat tidak sehat
berdasarkan pantauan lapangan.

Tabel 2. Pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)

Karbon monoksida Sulfur dioksida


Kategori Rentang Nitrogen (NO2) Ozon (O3) Partikulat
(CO) (SO3)

Luka pada Luka pada


Beberapa spesies Beberapa spesies
tumbuhan akibat tumbuhan akibat
Baik 0-50 Tidak ada efek Sedikit berbau Tidak ada efek
kombinasi dengan kombinasi dengan
SO2 (Selama 4 O3 (Selama 4
Jam) Jam)

74
Terjadi
Perubahan kimi Luka pada
Lukaada Beberapa penurunan pada
Sedang 51– 100 Darah Tapi tidak Berbau Beberapa spesies
spesies tumbuhan
terdeteksi tumbuhan
jarak pandang
Baudan
kehilangan warna.
Peningkatan pada Penurunan Bau, Jarak pandang
Peningkatan
Tidak 101– kardiovaskularpada kemampuan pada Meningkatnya turun dan terjadi
reaktivitas
Sehat 199 perokok yang sakit atlit yang berlatih kerusakan pengotoran debu
pembuluh
jantung keras tanaman di mana-mana
tenggorokan pada
penderita asma
Meningkatnya
kardiovaskular pada OlahRaga
orang bukan perokok
ringan
yang berpenyakit mengakibatkan
Meningkatnya Meningkatnya Meningkatnya
Jantung, dan akan
Sangat sensitivitas pasien sensitivitas pada sensitivitas pada
tampak beberapa pengaruh
Tidak 200-299 yang berpenyakit pasien pasien
kelemahan parnafasan pada
Sehat asma dan berpenyakit asma berpenyakit asma
bronchitis dan bronchitis dan bronchitis
yang paien

terlihat yang berpenyaklt


paru-paru kronis
secara nyata

300 –
Berbahaya Tingkat yang berbahaya bagi semua populasi yang terpapar
lebih

75
Tabel 3. Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang

Pencemar Sumber Keterangan


Buangan kendaraan
Karbon monoksida
bermotor; beberapa proses Standar kesehatan: 10 mg/m3 (9 ppm)
(CO)
industri
Panas dan fasilitas
Sulfur dioksida (S02) Standar kesehatan: 80 ug/m3 (0.03 ppm)
pembangkit listrik
Buangan kendaraan
Standar kesehatan: 50 ug/m3 selama 1 tahun; 150
Partikulat Matter bermotor; beberapa proses
ug/m3
industry
Buangan kendaraan
Nitrogen dioksida Standar kesehatan: 100 pg/m3 (0.05 ppm) selama 1
bermotor; panas dan
(N02) jam
fasilitas
Standar kesehatan: 235 ug/m3 (0.12 ppm) selama 1
Ozon (03) Terbentuk di atmosfir
jam

b) Mekanisme terjadinya gangguan kesehatan akibat polusi udara secara


umum
Efek yang ditimbulkan oleh polutan tergantung dari besarnya
pajanan (terkait dosis/kadarnya di udara dan lama/waktu pajanan) dan juga
faktor kerentanan host(individu) yang bersangkutan (misal: efek buruk
lebih mudah terjadi pada anak, individu pengidap penyakit jantung-
pembuluh darah dan pernapasan, serta penderita diabetes melitus).
Pajanan polutan udara dapat mengenai bagian tubuh manapun, dan tidak
terbatas pada inhalasi ke saluran pernapasan saja. Sebagai contoh,
pengaruh polutan udara juga dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan
mata.
Namun demikian, sebagian besar penelitian polusi udara terfokus
pada efek akibat inhalasi/terhirup melalui saluran pernapasan mengingat
saluran napas merupakan pintu utama masuknya polutan udara kedalam
tubuh. Selain faktor zat aktif yang dibawa oleh polutan tersebut, ukuran
polutan juga menentukan lokasi anatomis terjadinya deposit polutan dan

76
juga efeknya terhadap jaringan sekitar. Fine PM (<1 µm) dapat dengan
mudah terserap masuk ke pembuluh darah sistemik. Berikut ini beberapa
mekanisme biologis bagaimana polutan udara mencetuskan gejala
penyakit:

1. Timbulnya reaksi radang/inflamasi pada paru, misalnya akibat PM atau


ozon.
2. Terbentuknya radikal bebas/stress oksidatif, misalnya PAH(polyaromatic
hydrocarbons).
3. Modifikasi ikatan kovalen terhadap protein penting intraselular seperti
enzim-enzim yang bekerja dalam tubuh.
4. Komponen biologis yang menginduksi inflamasi/peradangan dan
gangguan system imunitas tubuh, misalnya golongan glukan dan
endotoksin.
5. Stimulasi sistem saraf otonom dan nosioreseptor yang mengatur kerja
jantung dan saluran napas.
6. Efek adjuvant (tidak secara langsung mengaktifkan sistem imun) terhadap
sistem imunitas tubuh, misalnya logam golongan transisi dan DEP/diesel
exhaust particulate.
7. Efek procoagulant yang dapat menggangu sirkulasi darah dan
memudahkan penyebaran polutan ke seluruh tubuh,
misalnya ultrafine PM.
8. Menurunkan sistem pertahanan tubuh normal (misal: dengan menekan
fungsi alveolar makrofag pada paru).

2.11.2 Sumber Pencemar Udara


Banyak faktor yang dapat menyebabkan pencemaran udara, diantaranya
pencemaran yang ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan
manusia atau kombinasi keduanya. Pencemaran udara dapat mengakibatkan
dampak pencemaran udara bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global
atau tidak langsung dalam kurun waktu lama.
Pencemar udara dibedakan menjadi pencemar primer dan pencemar
sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung

77
dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari
pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar
sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-
pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalamsmog fotokimia adalah
sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
Atmosfer merupakan sebuah sistem yang kompleks, dinamik, dan rapuh.
Belakangan ini pertumbuhan keprihatinan akan efek dari emisi polusi udara dalam
konteks global dan hubungannya dengan pemanasan global, perubahan
iklim dan deplesi ozon di stratosfer semakin meningkat.

Kegiatan manusia

Transportasi
Industri
Pembangkit listrik
Pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis
bahan bakar)
Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti (CFC)

Sumber alami

Gunung berapi
Rawa-rawa
Kebakaran hutan
Nitrifikasi dan denitrifikasi biologi

Sumber-sumber lain

Transportasi amonia
Kebocoran tangki klor
Timbulan gas metana dari lahan uruk/tempat pembuangan akhirsampah
Uap pelarut organic

Jenis-jenis pencemar udara


Karbon Monoksida CO

78
Sulfur Oksida (SOx)
Ozon (O3)
Hidrokarbon (HC)
Khlorin (Cl2)
Partikulat Debu (TSP)
Timah Hitam (Pb)
Nitrogen Dioksida (CO2)

2.11.3 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Manusia


1. Mengakibatkan stroke
Salah satu penelitian di Amerika menyebutkan bahwa udara yang kotor
turut memicu serangan stroke.Penelitian yang dipublikasikan dalam Archives
of Internal Medicine menyebutkan, tinggal dalam waktu yang lama dengan
lingkungan yang tidak sehat seperti polusi udara menyebabkan kemungkinan
penyakit stroke yang lebih tinggi.Penelitian tersebut mengkaji catatan medis
dari sekitar 1.700 pasien stroke yang dirawat di Deaconess Beth Israel
Medical Center di Boston antara 1999-2008.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar pasien tinggal di
tempat dengan udara kotor melalui data dari stasiun pemantauan polusi udara
lokal, sehingga lambat laun akan memicu penurunan fungsi kognitif dan pada
akhirnya memicu serangan stroke.Dalampenelitian disebutkan bahwa
peningkatan risiko terbesar dari efek terburuk polusi yaitu pada siang hari
pukul 12 sampai pukul 2 siang.
2. Mengakibatkan serangan jantung
Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa udara terkait dengan
kenaikan resiko serangan jantung.Seperti yang di kutip dari ST,bernapas di
udara kotor/yang banyak tercemar oleh zat-zat kimia dapat mengakibatkan
serangan jantung terhadap manusia,beberapa hari sesudahnya, ungkap sebuah
penelitian yang di lakukan di Paris, Prancis.Penelitian yang di pimpin
Dr.Hajrije Mustafic dari Paris Cardiovascular Researcha Center,menemukan
bahwa serangan jantung didapatkan dari semua tingkat polutan yang ada

79
kecuali Ozon,ungkap laporan yang dipublikasikan di Journal of the American
Medical Association.
Para peneliti di studi ini melihat pada 34 studi yang diabandingkan dengan
risiko menderita serangan jantung,di berbagai tingkatan,yang tercampur polusi
udara,selain itu laporan ini juga termasuk hasil survey dari sekitar 400 sampai
300 ribu orang dengan serangan jantung.

2.12 Polusi Industri


2.12.1 Pengertian Limbah Industri

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi


baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada
suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak
memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri
dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan
kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan
penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Karakteristik limbah:

1. Berukuran mikro.
2. Dinamis.
3. Berdampak luas (penyebarannya).
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi).

Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:

1. Volume limbah.
2. Kandungan bahan pencemar.
3. Frekuensi pembuangan limbah.

80
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan
menjadi:

1. Limbah cair.
2. Limbah padat.
3. Limbah gas dan partikel.
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan


limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan.
2. Pengolahan menurut karakteristik limbah.

2.12.2 Dampak-Dampak Berbagai Jenis Limbah Industri


1. Limbah Industri Pangan
Sektor Industri/usaha kecil pangan yang mencemari lingkungan
antara lain; tahu, tempe, tapioka dan pengolahan ikan (industri hasil
laut). Limbah usaha kecil pangan dapat menimbulkan masalah dalam
penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat,
protein, lemak , garam-garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang
digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Sebagai contohnya
limbah industri tahu, tempe, tapioka industri hasil laut dan industri
pangan lainnya, dapat menimbulkan bau yang menyengat dan polusi
berat pada air bila pembuangannya tidak diberi perlakuan yang tepat.
Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan
dengan Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi dan mengandung
polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila
efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu
seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan
kematian ikan dan biota perairan lainnya.
2. Limbah Industri Kimia & Bahan Bangunan
Industri kimia seperti alkohol dalam proses pembuatannya
membutuhkan air sangat besar, mengeakibatkan pula besarnya limbah

81
cair yang dikeluarkan kelingkungan sekitarnya. Air limbahnya bersifat
mencemari karena didalamnya terkandung mikroorganisme, senyawa
organik dan anorganik baik terlarut maupun tersuspensi serta senyawa
tambahan yang terbentuk selama proses permentasi berlangsung.
Industri ini mempunyai limbah cair selain dari proses produksinya
juga, air sisa pencucian peralatan, limbah padat berupa onggokan hasil
perasan, endapan Ca SO4, gas berupa uap alkohol. kategori limbah
industri ini adalah llimbah bahan beracun berbahayan (B3) yang
mencemari air dan udara. Gangguan terhadap kesehatan yang dapat
ditimbulkan efek bahan kimia toksik :
a. Keracunan yang akut, yakni keracunan akibat masuknya dosis
tertentu kedalam tubu melalui mulut, kulit, pernafasan dan
akibatnya dapat dilihat dengan segera, misalnya keracunan
H2S, Co dalan dosis tinggi. Dapat menimbulkan lemas dan
kematian. Keracunan Fenal dapat menimbulkan sakit perut dan
sebagainya.
b. Keracunan kronis, sebagai akibat masuknya zat-zat toksis
kedalam tubuh dalam dosis yang kecil tetapi terus menerus dan
berakumulasi dalam tubuh, sehingga efeknya baru terasa
dalam jangka panjang misalnya keracunan timbal, arsen, raksa,
asbes dan sebagainya. Industri fermentasi seperti alkohol
disamping bisa membahayakan pekerja apabila menghirup zat
dalam udara selama bekerja apabila tidak sesuai dengan
Threshol Limit Valued (TLV) gas atau uap beracun dari
industri juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat
sekitar. Kegiatan lain sektor ini yang mencemari lingkungan
adalah industri yang menggunakan bahan baku dari barang
galian seperti batako putih, genteng, batu kapur/gamping dan
kerajinan batu bata. Pencemaran timbul sebagai akibat dari
penggalian yang dilakukan terus-menerus sehingga
meninggalkan kubah-kubah yang sudah tidak mengandung hara

82
sehingga apabila tidak dikreklamasi tidak dapat ditanami untuk
ladang pertanian.
3. Limbah Industri Sandang Kulit & Aneka
Sektor sandang dan kulit seperti pencucian batik, batik printing,
penyamakan kuit dapat mengakibatkan pencemaran karena dalam
proses pencucian memerlukanair sebagai mediumnya dalam jumlah
yang besar. Proses ini menimbulkan air buangan (bekas proses) yang
besar pula, dimana air buangan mengandung sisa- sisa warna, BOD
tinggi, kadar minyak tinggi dan beracun (mengandung limbah B3 yang
tinggi).
4. Limbah Industri Logam & Ekektronika
Bahan buangan yang dihasilkan dari industri besi baja seperti
mesin bubut, cor logam dapat menimbulkan pemcemaran lingkungan.
Sebagian besar bahan pencemarannya berupa debu, asap dan gas yang
mengotori udarasekitarnya. Selain pencemaran udara oleh bahan
buangan, kebisingan yang ditimbulkan mesin dalam industri baja
(logam) mengganggu ketenangan sekitarnya. kadar bahan pencemar
yang tinggi dan tingkat kebisingan yang berlebihan dapat mengganggu
kesehatan manusia baik yang bekerja dalam pabrik maupun
masyarakat sekitar. Walaupun industri baja/logam tidak menggunakan
larutan kimia, tetapi industri ini memcemari air karena buanganya
dapat mengandung minyak pelumas dan asam-asam yang berasal dari
proses pickling untukmembersihkan bahan plat, sedangkan bahan
buangan padat dapat dimanfaatkan kembali.
Bahaya dari bahan-bahan pencemar yang mungkin dihaslkan dari
proses-prosesdalam industri besi-baja/logam terhadap kesehatan yaitu:
a. Debu, dapat menyebabkan iritasi, sesak nafas.
b. Kebisingan, mengganggu pendengaran, menyempitkan
pembuluh darah, ketegangan otot, menurunya kewaspadaan,
kosentrasi pemikiran dan efisiensi kerja.
c. Karbon Monoksida (CO), dapat menyebabkan gangguan
serius, yang diawali dengan napas pendek dan sakit kepala,

83
berat, pusing-pusing pikiran kacau dan melemahkan
penglihatan dan pendengaran. Bila keracunan berat, dapat
mengakibatkan pingsan yang bisa diikuti dengan kematian.
d. Karbon Dioksida (CO2), dapat mengakibatkan sesak nafas,
kemudian sakit kepala, pusing-pusing, nafas pendek, otot
lemah, mengantuk dan telinganya berdenging.
e. Belerang Dioksida (SO2), pada konsentrasi 6-12 ppm dapat
menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorokan,
peradangan lensa mata (pada konsentrasi 20 ppm),
pembengkakan paru-paru/celah suara.
f. Minyak pelumas, buangan dapat menghambat proses oksidasi
biologi dari sistem lingkungan, bila bahan pencemar dialirkan
keseungai, kolam atau sawah dan sebagainya.
g. Asap, dapat mengganggu pernafasan, menghalangi
pandangan, dan bila tercampur dengan gas CO2, SO2, maka
akan memberikan pengaruh yang nenbahayakan seperti yang
telah diuraikan diatas.
Berbagai industri rumah tangga banyak menghasilkan
limbah-limbah yang bisa mencemari lingkungan,misalnya saja
industri pengolahan ikan, penolahan tepung tapioca, industri tahu
tempe, industri pengolahan aren seperti uraian di bawah ini.
diharapkan dapat menjadi produk andalan industri kecil.

2.12.3 Dampak Limbah Terhadap Lingkungan


Limbah cair yang dihasilkan jika tidak diproses terlebih dahulu
maka akanmenyebabkan timbulnya bau disekitar lingkungan dan air
sungai menjadi keruh kecoklatan yang disebabkan oleh proses pemarutan
dan pengendapan.Penanganan limbah cair dapat dilakukan mulai dari
proses pemarutan hinggaperendaman, dimana limbah yang dihasilkan
diproses terlebih dahulu padainstalasi pengolahan air limbah (IPAL)
sederhana dan tidak langsung dibuang kesungai.

84
Limbah dari industri terutama yang mengandung bahan-bahan
kimia, sebelum dibuang harus diolah terlebih dahulu. Hal tersebut akan
mengurangi bahan pencemar di perairan. Denan demikian, bahan dari
limbah pencemar yang mengandung bahan-bahan yang bersifat racun
dapat dihilangkan sehingga tidak mengganggu ekosistem.Menempatkan
pabrik atau kawasan industri di daerah yang jauh dari keramaian
penduduk. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengaruh buruk dari
limbah pabrik dan asap pabrik terhadap kehidupan masyarakat.

Gejala umum pencemaran lingkungan akibat limbah industri


(jangkapendek)
1. Air sungai atau air sumur sekitar lokasi industri pencemar, yang semula
berwarna jernih, berubah menjadi keruh berbuih dan terbau busuk,
sehingga tidak layak dipergunakan lagi oleh warga masyarakat sekitar
untuk mandi, mencuci, apalagi untuk bahan baku air minum.
2. Ditinjau dari segi kesehatan. kesehatan warga masyarakat sekitar dapat
timbul penyakit dari yang ringan seperti gatal-gatal pada kulit sampai yang
berat berupa cacat genetic pada anak cucu dan generasi berikut.
3. Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah
industri.
4. Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau,
sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda
banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya
yang telah rusak.
5. Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan
temperatur tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37
derajat celcius.
6. Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2 SO2,
dan debu.

85
Gejala umum pencemaran lingkungan akibat limbah industri (jangka
panjang)
Penyakit akibat pencemaran ada yang baru muncul sekian tahun
kemudian setelah cukup lama bahan pencemar terkontaminasi dalam
bahan makanan menurut daur ulang ekologik, seperti yang terjadi pada
kasus penyakit minaimata sekitar 1956 di Jepang. terdapat lebih dari 100
orang meninggal atau cacat karena mengkonsumsi ikan yang berasal dari
Teluk Minamata. Teluk ini tercemar merkuri yang berasal dari sebuah
pabrik plastik. Bila merkuri masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pencernaan, dapat menyebabkan kerusakan akut pada ginjal
sedangkan pada anak-anak dapat menyebabkan Pink Disease/ acrodynia,
alergi kulit dan kawasaki disease/mucocutaneous lymph node syndrome.

2.13 Pengembangan Wisata Kontra-Ekologis

2.13.1 Ekologi Pariwisata

Pariwisata telah menjadi salah satu kegiatan ekonomi global


terbesar dan menjadi industri sipil yang terpenting di dunia. Hampir 10%
jumlah pekerja dunia, bekerja di sektor pariwisata dan tidak kurang dari
11% GDP seluruh dunia juga berasal dari sektor ini. Di Indonesia,
pariwisata juga telah memberikan kontribusi yang besar terhadap devisa
negara. Namun seiring dengan perkembangannya, pariwisata yang
dikembangkan di negara-negara berkembang telah menjadi sorotan para
pemerhati lingkungan karena dampak yang ditimbulkan dari kegiatan
tersebut cukup memprihatinkan. Meskipun pariwisata merupakan usaha
yang sangat menguntungkan namun jika dilakukan secara masal (mass
tourism) dapat menimbulkan dampak negatif sebagai akibat kunjungan
yang berlebihan.

86
Wisata Ekologis sebagai alternatif pengelolaan pariwisata "ramah
lingkungan"

Dalam model ecotourism atau wisata ekologis, kegiatan pariwisata


dikembangkan sebagai sebuah perjalanan (wisata) bertanggung jawab ke
wilayah-wilayah alam, yang melindungi lingkungan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat (Western dalam Lindberg & Hawkins,
1993).Sedangkan menurut World Tourism Organization (WTO)
dan United Nation Ecotourism Program(UNEP), wisata ekologis
setidaknya harus melingkupi, tidak hanya memberi perhatian pada alam,
tetapi juga pada penduduk asli dan kultur umumnya di wilayah itu sebagai
bagian dari pengalaman menarik para pengunjung (wisatawan). Wisata
Ekologis memiliki muatan pendidikan dan interpretasi sebagai bagian
yang ditawarkan pada wisatawan.Wisata ekologis setidaknya harus
melingkupi, tidak hanya memberi perhatian pada alam, tetapi juga pada
penduduk asli dan kultur umumnya di wilayah itu sebagai bagian dari
pengalaman menarik para pengunjung (wisatawan).

Secara umum, wisata ekologis harus dikembangkan


secara partisipatif misalnya dikelola oleh kelompok kecil, dengan usaha
kecil yang di kelola masyarakat setempat. Dengan demikian wisata
ekologis sebenarnya berupaya mengembangkan sumber-sumber lokal dan
peluang kerja lokal menjadi potensi-potensi wisata dan peningkatan
pendapatan masyarakat setempat serta sekaligus meningkatkan perhatian
penduduk lokal dan pengunjung pada pelestarian alam. Selain itu, wisata
ekologis ditujukan untuk mengurangi pengaruh negatif pada alam dan
sosial budaya masyarakat setempat serta mendukung perlindungan dan
pelestarian alam dengan memberikan manfaat (benefit) dari pengelolaan
alam tersebut.Saat ini, perubahan pola pengelolaan wisata massal menuju
pengelolaan wisata ekologis mendesak untuk segera didorong. Namun
perubahan dan pengembangnya masih memerlukan proses dan waktu.
Dukungan kebijakan pariwisata, peningkatan kapasitas teknis masyarakat

87
untuk mengelola wisata, memperkuat jaringan ekowisata, dan pemasaran
produk wisata menjadi hal penting yang perlu dipersiapkan.

2.14 Kebijakan Hukum Kontra Ekologis

Sejalan dengan terjadinya pergantian pemerintahan di Indonesia, pada tahun


2004 yang lalu telah diadakan pemilihan umum untuk pertama kalinya memilih
langsung Presiden RI, dan terpilihlah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden. Dalam pemerintahannya,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-
2009. Dalam ketentuan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 pada poin 8 tentang
Pemenuhan Hak Atas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, dinyatakan
bahwa peningkatan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan
lingkungan hidup dan sumber daya alam dilakukan melalui berbagai program.
Program-program tersebut antara lain (Supriadi, 2008: 174-175):
1. Program Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. Di dalam program sumber daya
hutan ini tercakup 2 (dua) hal:
a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam yang berpihak pada
masyarakat dan memperhatikan pelestarian hutan;
b) Pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat.
2. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam. Di dalam
program ini tercakup 8 (delapan) hal, yakni:
a) Restrukturisasi peraturan tentang pemberian Hak Pengelolaan Sumber
Daya Alam;
b) Penguatan organisasi masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup;
c) Pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan tentang pengelolaan
sumber daya alam yang berkelanjutan, termasuk kearifan lokal;
d) Pengembangan sistem insentif bagi masyarakat miskin yang menjaga
lingkungan;

88
e) Pengembangan kerja sama kemitraan dengan lembaga masyarakat
setempat dan dunia usaha dalam pelestarian dan perlindungan sumber
daya alam;
f) Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam meningkatkan
kemampuan konservasi sumber daya alam;
g) Rehabilitasi ekosistem (lahan kritis, lahan marginal, hutan bakau, terumbu
karang, dan lain-lain) berbasis masyarakat;
h) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam
mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara
ilegal dan merusak alam.
3. Program pengembangan Kapasitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup. Di dalam program ini terdapat 5 (lima) hal yang menjadi sorotan,
yaitu:
a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat;
b) Pengembangan sistem pengelolaan sumber daya alam yang memberikan
hak kepada masyarakat secara langsung;
c) Berorientasi kerja sama dengan perusahaan multinasional yang
memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup agar lebih
berpihak pada masyarakat miskin;
d) Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam meningkatkan
pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan;
e) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam
mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara
ilegal dan merusak alam.
4. Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Di dalam program ini
mencakup: Peningkatan peran sektor informal khususnya pemulung dan
lapak dalam upaya pemisahan sampah;
5. Penegakan hukum bagi pihak yang merusak sumber daya alam dan
lingkungan hidup;Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dan
lembaga internasional dalam mengatasi dan mencegah pencemaran
lingkungan hidup dan mengembangkan kode etik global bagi perusahaan
multinasional.

89
Saat ini kebijakan lingkungan hidup Indonesia untuk jangka panjang
mengacu pada Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) dalam 20 tahun ke depan dalam
berbagai aspek/sektor pembangunan sebagai upaya menyebarkan dan mencapai
tujuan nasional sebagaimana tersebut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Adapun misi jangka panjang Indonesia yang berkaitan dengan lingkungan
hidup ada pada Visi dan Misi Pembangunan Nasional 2005-2025, pada butir ke 6,
yaitu: “Mewujudkan Indonesia asri dan lestari”.
Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran dan
arah pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP 2005-2025
sesuai Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang RPJP telah ditetapkan oleh
pemerintah. Sasaran RPJP 2005-2025 tentang lingkungan hidup menurut Undang-
Undang No. 27 Tahun 2007, sebagai berikut (Presiden RI, 2007)
Sasaran RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup:
1. Membaiknya pengelolaan dan penggunaan SDA dan pelestarian fungsi LH
yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi daya dukung dan kemampuan
pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi
secara serasi, seimbang dan lestari.
2. Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan SDA untuk
mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan.
3. Meningkatnya kesadaran, sikap mental dan perilaku masyarakat dalam
pengelolaan SDA dan pelestarian fungsi LH untuk menjaga kenyamanan dan
kualitas kehidupan.
Arah kebijakan RPJP 2005-2025 tentang lingkungan hidup menurut
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 yaitu (Presiden RI, 2007)
Arah RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup:
1. Mendayagunakan SDA yang terbarukan. SDA terbarukan dimanfaatkan secara
rasional, optimal, efisien dan bertanggung jawab dengan menggunakan
seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang.
2. Mengelola SDA yang tidak terbarukan. Pengelolaan SDA tak terbarukan,
seperti bahan tambang, mineral, dan sumber energi diarahkan untuk tidak
dikonsumsi secara langsung, melainkan diperlakukan sebagai masukan, baik

90
bahan baku maupun bahan bakar, untuk proses produksi yang dapat
menghasilkan nilai tambah optimal di dalam negeri.
3. Menjaga keamanan ketersediaan energi. Menjaga keamanan ketersediaan
energi diarahkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur antara
tingkat ketersediaan sumber-sumber energi dan tingkat kebutuhan masyarakat.
4. Menjaga dan melestarikan sumber daya air. Pengelolaan diarahkan menjamin
keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian fungsi daerah
tangkapan air dan keberadaan air tanah.
5. Mengembangkan sumber daya kelautan. Pembangunan ke depan perlu
memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat
luas. Pemanfaatan sumber daya tersebut melalui pendekatan multisektor,
integratif dan komprehensif untuk meminimalkan konflik dan tetap menjaga
kelestariannya.
6. Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan SDA tropis yang unik dan khas.
Deversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil SDA terus dikembangkan
agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai tambah tinggi.
7. Memperhatikan dan mengelola keragaman jenis SDA yang ada di setiap
wilayah. Pengelolaan SDA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh serta memperkuat
daerah dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
8. Mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia.
Mengembangkan kemampuan sistem deteksi dini, sosialisasi dan desiminasi
informasi terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat.
9. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pembangunan
ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah
lingkungan. Pemulihan kondisi lingkungan untuk meningkatkan daya dukung
lingkungan.
10. Meningkatkan kapasitas pengelolaan SDA dan LH. Meliputi: peningkatan
kelembagaan, penegakan hukum, SDM yang berkualitas, penerapan etika
lingkungan, internalisasi etika lingkungan dalam kegiatan produksi, konsumsi,
pendidikan formal dan kehidupan sehari-hari.
11. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.

91
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.1.1 Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status
kesehatan yang optimum pula.
3.1.2 Permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia antara lain:
1. Illegal logging, illegal mining, illegal fishing
2. Deforestation
3. Rusak-berkurangnya-hilangnya biodiversity
4. Kerusakan sumbaer daya kelautan
5. Pengelolaan daerah pertambangan Vs. Area konservasi hutan
6. Penurunan kualitas lingkungan urban
7. Persediaan air dan sanitasi
8. Pengelolaan limbah padat
9. Emisi kendaraan di daerah urban
10.Polusi industri
11.Pengembangan wisata kontra-ekologi
12.Kebijakan hukum kontra-ekologis
3.1.3 Faktor yang mempengaruhi permasalahan kesehatan lingkungan di
Indonesia adalah antara lain:
1. Urbanisasi penduduk
2. Tempat pembuangan sampah
3. Penyediaan air bersih
4. Pencemaran udara
5. Pembuangan industri dan rumah tangga
6. Bencana alam/pengungsian

92
7. Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah

3.2 Saran

1. Makalah ini diharapkan dapat membatu pembaca untuk memahami


permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia
2. Perlu diadakan diskusi, penelitian dan penulisan lebih lanjut mengenai
permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia

93
DAFTAR RUJUKAN
Adiprawito, 2011. SistemPenyediaan Air Bersih. (Online),
http://adiprawito.dosen.narotama.ac.id/files/2011/10/BAB_VII_sistem_pe
nyedian_air_bersih.pdf, diakses 12 Oktober 2014

Alfian, Magdalia. 2007.Kota danPermasalahannya. (Online),


http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/UrbanMatters/Jogyakarta-
Meli.pdf, diakses 14 Oktober 2014

Arief, Arifin. 2001. HutandanKehutanan. Yogyakarta: Kanisius

Belantera Indonesia. 2013. PengertianKonservasi. (Online).


http://www.belantaraindonesia.org/2013/06/pengertian-konservasi.html,
diakses 18 Oktober 2014

Bintarto. 1989. InteraksiDesa-Kota. Jakarta: Ghalia Indonesia

Chandra, Budiman. 2009. IlmuKedokteranPencegahandanKomunitas. Jakarta:


BukuKedokteran EGC

Chandra, Budiman. 2007. PengantarKesehatanLingkungan. Jakarta:


BukuKedokteran EGC

FKM UI, 2013. PendahuluanKesehatanLingkungan. (Online),


http://www.fkm.ui.ac.id/content/kesehatan-lingkungan, diakses 11
Oktober 2014

Hanafi, Irma. 2014. Kebijakan Daerah TerhadapPengelolaanPenambangan Liar


di GunungBotakKabupaten Buru.(Online).
http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/lingkungan-hidup-pengelolaan-sda-
dan-perlindungan-hak-hak-adat/262-kebijakan-daerah-terhadap-
pengelolaan-penambangan-liar-di-gunung-botak-kabupaten-buru, diakses
18 Oktober 2014

Mulia, Ricki. M. 2005. KesehatanLingkungan. Yogyakarta: GrahaIlmu

94
Mutawakil, 2006. PengolahanLimbah Got sebagaiPeluang Usaha. Jakarta:
Swadaya

Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. KesehatanMasyarakat: IlmudanSeni. Jakarta:


RinekaCipta

PeraturanPemerintahNomor 7 Tahun 1999


tentangPengawetanJenisTumbuhandanSatwa. (Online).
http://ditjenphka.dephut.go.id/wp-content/uploads/2013/08/PP_7_Tahun-
1999_pengawetan-jenis-ts.pdf, diakses 18 Oktober 2014

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005. Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan


Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup

Presiden RI. 2007. UU No 27 Tahun 2007 tentang RPJP 2005-2025. Setneg RI

Ranan, ApraeVico. 2010. PengelolaanPertambangan Mineral dan Batubara di


Indonesia. (Online). http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/129249-
T%2026736-Upaya%20pemerintah-Literatur.pdf. Diakses 18 Oktober
2014

Sarlito, WS. 1992. PsikologiLingkungan.Jakarta: PT. GramediaWidiasarana


Indonesia

Supriadi. 2008. Hukum Lingkungan di Indonesia, Sebuah Pengantar. Jakarta:


Sinar Grafika

Undang-UndangNomor 4 Tahun 2009 tentangpertambangan mineral danbatubara.


(Online). http://prokum.esdm.go.id/uu/2009/UU%204%202009.pdf,
diakses 18 Oktober 2014

Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan.


(Online). http://prokum.esdm.go.id/uu/1999/uu-41-1999.pdf, diakses 18
Oktober 2014

95
Western D. 1993. Memberikan Batasan tentang Ekoturisme. Di dalam: Lindberg
K dan Hawkins DE (editor). Ekotu-risme: Petunjuk untuk Perencana dan
Pengelola (terjemahan). Jakarta

WTO, 2004. Pengertian Pengunjung menurut World Tourism Organization.

96
LAPORAN DISKUSI

PERMASALAHAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI INDONESIA

A. Waktu Pelaksanaan
Hari, tanggal : Senin, 20 Oktober 2014
Pukul : 13.10-14.45
Tempat : T5.205/FIK 12

B. Tujuan
1. Mengetahui permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia
2. Mengetahui apa saja permasalahan kesehatan lingkungan di Indonesia
3. Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan permasalahan
kesehatan lingkungan di Indonesia
4. Mengetahui upaya yang dapat memperbaiki permasalahan kesehatan
lingkungan di Indonesia

C. Penyampaian Materi
Materi disampaikan oleh kelompok 8 yang dimulai pada pukul 13.10-
14.45 WIB. Penyampaian materi dipimpin oleh moderator yang membagi
diskusi menjadi 2 sesi. Diantaranya sesi penyampaian materi dan sesi
tanya-jawab. Penyampaian materi dilakukan oleh 3 anggota kelompok
yang disampaikan secara bergantian. Tiga anggota tersebut diantaranya:
1) Ahmad Alharis (130612607885)
2) Rahma Ismayanti (130612607891)
3) Salsabilla A. Putri (130612607899)

Setelah penyampaian materi, dibuka sesi tanya-jawab dilakukan dengan


satu sesi yang berjumlah tiga pertanyaan.
D. Tanya-Jawab
1. Dwi Rahkmatun Laili
Bagaimana kriteria nelayan yang baik agar mendapat izin untuk
menangkap ikan sehingga terhindar dari illegal fishing dan sesuai
dengan peraturan!
Jawab : Ahmad Alharis
Surat Izin Penangkapan Ikan ( SIPI ) adalah surat izin yang harus
dimiliki setiap kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan
kegiatan penangkapan ikan diperairan Indonesia dan atau Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia ( ZEEI ) yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari IUP yang selanjutnya disebut SPI.

Surat Izin Penangkapan Ikan ( SIPI ) tidak diperlukan bagi :

1. Penangkapan ikan dengan mempergunakan kapal perikanan tidak


bermotor.
2. Penangkapan ikan dengan mempergunakan kapal perikanan bermotor
dalam ( inboard ) dan motor luar (outboard) yang berbobot kurang dari
5 GT dan atau dengan kekuatan mesin tidak lebih dari 10 PK dan
berbobot lebih dari 10 GT dan atau dengan berkekuatan lebih dari 30
PK.

Persyaratan:
Mengajukan permohonan dengan mengisi formulir ;

1. Permohonan Surat Izin Penangkapan Ikan ( SIPI )


2. Daftar Isian SIPI
3. Surat Pernyataan Tunduk dan Patuh pada Undang-undang dan
Peraturan yang berlaku
2. Bima Pramana Jati
Bagaimana tentang persoalan illegal mining yang banyak terjadi?
Jawab: Rahma Ismayanti
Seberapa besar manfaat yang di dapat dari penambangan ilegal, tetap
saja hal tersebut dinilai melanggar aturan karena dalam memperoleh
manfaat tersebut menggunakan cara yang ilegal. Dalam kasus ini,
pelaku (perusahaan pertambangan) tetap dikenakan sanksi yang diatur
dalam UU Pertambangan sebagai berikut:
1) Pertama, melakukan usaha pertambangan tanpa izin (PETI).
Ancaman sanksi pidananya sangat berat, yakni penjara paling lama
10 tahun dan denda 10 milyar.
2) Kedua, memberikan laporan palsu usaha pertambangan. Misalnya
PT. A pemegang IUP menghasilkan timah 1000 MT, tetapi yang
dilaporkan hanya 500 MT. Ancaman sanksi pidananya sama
beratnya dengan PETI yang pertama tadi.
3) Ketiga, melakukan eksplorasi tanpa izin dipidana kurungan paling
lama 1 tahun atau denda maksimal 200 juta. Kemudian pemilik Izin
Usaha Perusahaan (IUP) eksplorasi tetapi melakukan kegiatan
operasi produksi diancam penjara maksimal 5 tahun dan denda
maksimal 10 milyar.
4) Keempat, kegiatan menampung, memanfaatkan, mengolah,
pemurnian, pengangkutan, penjualan yang bukan dari pemegang
IUP/IUPK diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan dengan
denda maksimal 10 milyar. Jenis kejahatan ini berpotensi terjadinya
mining laundering.
5) Kelima, upaya merintangi/mengganggu kegiatan usaha
pertambangan berizin juga dapat diancam dengan pidana kurungan
maksimal 1 tahun atau denda maksimal 100 juta.
6) Keenam, penyalahgunaan kewenangan pejabat pemberi izin, yang
ancamannya maksimal 2 tahun penjara dan denda 200 juta.
7) Terakhir, setiap usaha pertambangan yang melanggar perundang-
undangan lain, seperti UU Kehutanan, Lingkungan Hidup,
Perkebunan, dan lain-lain yang sanksinya diancam dalam ketentuan
pidananya.

3. Putri Ines Anggraeni


Apakah pengelolaan sampah padat sudah baik/belum? Pada
penampungan sampah banyak dijumpai para pemulung yang
mengambil sampah yang sekiranya dapat dipakai/dimanfaatkan dan
banyak yang mengambil sisa-sisa makanan yang diolah kembali untuk
dijual, bagaimana pencegahan dan solusi terhadap persoalan itu?
Apakah ada pengawasan?
Jawab: Salsabilla A. Putri
Pengelolaan sampah saat ini memang masih menjadi persoalan karena
dalam pengelolaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya yaitu jarak antara tempat penampungan sampah dan tempat
pembuangan akhir atau pemusnahan. Untuk tahap pemusnahan setelah
sampai ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling
baik. Dalam metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara
menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis.
Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya
tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Yang
kedua yaitu Incineration atau insinerasi merupakan suatu metode
pemusnahan sampah dengan cara membakar sampah secara besar-
besaran dengan menggunakan fasilitas pabrik.
Untuk pengawasan terhadap para pemulung, salah satu contohnya
yaitu berdasarkan Perda Kabupaten Luwu Timur No. 03 Tahun 2007
mengenai pengelolaan limbah padat, pada pasal 3 yang melakukan
adalah badan usaha yang mendapat persetujuan bupati dan wajib
mendapat izin. Badan usaha disini adalah yang melakukan kegiatan
pengelolaan limbah padat.
Tambahan : Hazrina Annisafitri
Salah satu contoh di daerah Sukun terdapat kampung pemulung yang
mayoritas penduduk bekerja sebagai pemulung, dan itu sebagai contoh
bahwa mereka memulung untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk
mengurangi kegiatan pemulung tersebut dapat dilakukan dimulai dari
sendiri yaitu dengan cara merusak kemasan yang sekira nya dapat
didaur ulang karena untuk menghindari daur ulang secara illegal. Sisa
makanan yang diolah kembali dapat diliat dari masing-masing
individu, sebelum mengkonsumsi harusnya bisa melihat mana yang
baik atau yang buruk sehingga kita tidak tertipu dengan makanan yang
ternyata merupakan bahan dari sisa-sisa makanan di tempat
pembuangan sampah.

Anda mungkin juga menyukai