Salah satu dari Program PPI adalah kegiatan surveilans. Kegiatan surveilans
merupakan aktifitas yang penting dan luas dalam program PPI. Kegiatan surveilans
harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan program PPI. Surveilans digunakan
untuk Mencari masalah yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan Keselamatan
Pasien / Patient Safety.
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
Yang di survei dalam PPI adalah kejadian IDO, IADP, ISK. Survei ini
dilakukan setiap hari oleh IPCLN kemudian direkap oleh IPCN dan dihitung setiap
bulannya untuk dilaporkan dan dibuat grafik bulanan, triwulan, semester dan
tahunan.
2. Surveilans IDO adalah Pengumpulan data infeksi area insisi akibat suatu
tindakan pembedahan dan faktor resiko terjadinya infeksi, analisis dan interpretasi
yang terus menerus, untuk digunakan dalam perencanaan dan evaluasi suatu
tindakan yang didesiminasikan secara berkala, kepada pihak-pihak yang
memerlukan.
]
4
Setiap hari IPCN dibantu IPCLN menghitung dan mencatat kejadian IDO,
IADP, ISK, IADP, dan Infeksi RS lainnya baik jumlah hari pemasangan maupun
jumlah pasien yang terkena kemudian data direkap. Setiap infeksi mempunyai
kriteria tersendiri dan rumus yang digunakan. Jadi surveilans aktif adalah :
Cara perhitungannya:
Jumlah Kasus ISK
Angka Kejadian ISK = X 1000 = ‰
Hari pemakaian kateter
IDO adalah Infeksi pada luka insisi (kulit dan subcutan) akibat suatu tindakan
pembedahan. Surveilans IDO dilakukan selama 30-90 hari atau sampai 1 tahun
untuk pasien dengan implant. Dari penentuan komite mutu RS, target angka
kejadian IDO minimal < 1,5 %. Kriteria IDO :
a. Keluar cairan purulen dari luka insisi
b. Kultur positif dari cairan yang keluar atau jaringan yang diambil secara
aseptik
c. Ditemukan paling tidak satu tanda infeksi : nyeri, bengkak lokal,
kemerahan, kecuali bila hasil kultur negatif
a) Bersih
b) Bersih tercemar
c) Tercemar
d) Kotor
2) Klasifikasi kondisi pasien
3) Durasi operasi
Flebitis adalah peradangan vena disebabkan oleh kateter atau iritasi kimiawi
zat dan obat-obatan yang diberikan secara intra vena. Dari penentuan komite mutu
RS, target angka kejadian flebitis < 20 ‰.
Secara klinis :
Ada nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan,eritema dan hangat pada vena
Jika infeksi
Kemerahan, demam, sakit, bengkak, adanya pus atau kerusakan pada kulit ,
hasil kultur positip
Jenis Flebitis:
a. Flebitis Kimiawi
Terjadi karena :
b. Flebitis Bakterial
3) Teknik aseptik tidak baik saat akan pemberian obat atau cairan
c. Flebitis Kimiawi
Cara Perhitungan:
BAB III
4 2
1
3 2
1
2 2
1 1
1 0 2 0
1 1 1 1 1
0 0
0
igd vk kasturi cendrawasih kasuari kenari
Selama Tahun 2021 (Januari-Maret), tampak kejadian ISK tertinggi bulan Maret
(2.74‰) yaitu ruangan VK,Kasturi dan Cendrawasih angka ISK semakin menurun s.d.
bulan Juni (1,56‰) dan meningkat lagi di bulan Agustus (1,16‰). Penurunan angka ISK
dapat dilakukan dengan penerapan bundles ISK (kajian kebutuhan, hand hygiene, teknik
insersi, maintenance catheter, care catheter dan removal catheter) / ketepatan
pelaksanaan kerja sesuai SPO dan tenaga kesehatan yang terlatih.
Angka ISK tampak tinggi terjadi di ruang Elang (6,84‰), hal ini karena jumlah pasien
yang kecil dengan rata-rata kejadian ISK perbulan satu pasien.
Beberapa faktor penyebab ISK (APIC, 2008; Gould et al, 2009) antara lain:
a. Faktor alat : teknik insersi yang salah, lamanya waktu pemasangan,
kurangnya perawatan kateter.
Hal ini menunjukkan pasien yang terkena ini kemungkinan berisiko ISK karena
pasien luka bakar immunocompromised hari rawatnya lama lebih dari seminggu dan usia
lansia.
vk
2. Surveilans IDO
Dari grafik di atas terlihat bahwa selama tahun 2017 (Januari s.d. Oktober) angka
IDO 0‰. Hal ini disebabkan karena prosedur tindakan aseptik yang selalu dijaga dan
perawatan luka operasi yang selalu memperhatikan tehnik aseptik serta bekerja sesuai
prosedur.
3. Surveilans Decubitus
Tampak pada grafik di atas selama tahun 2017 (Januari s.d. Oktober) tampak dalam
grafik angka kejadian decubitus (0,50‰) pada bulan Oktober, peningkatan ini disebabkan
petugas perawat kurang dalam melakukan mobilisasi/gerakan mika miki bagi pasien
(sesuai prosedur harus dilakukan 2-4 jam sekali), penyebab lainnya adalah keterbatasan
jumlah kasur decubitus. Angka decubitus tinggi terjadi di ruang Elang (1,04‰), angka ini
menjadi besar karena jumlah pasien yang sedikit dengan kejadian 1 pasien, mobilisasi
pasien decubitus menjadi kurang maksimal karena pasien terpasang ventilator dan ruang
Elang belum memiliki kasur decubitus. Kemudian kejadian decubitus juga ditemukan di
ruang Kutilang (0,33‰), ruang Kutilang hanya memiliki satu Kasur decubitus, perawat
kurang dalam melakukan kegiatan mika miki terhadap pasien dimaksud.
4. Surveilans Flebitis
Dari grafik di atas, menunjukkan angka flebitis terjadi peningkatan di bulan Februari
(10,97‰) dan hampir pada semua ruangan rawat inap terjadi flebitis kecuali Camar dan
Nuri, ruang Camar tidak digunakan karena sedang dalam proses renovasi dan ruang Nuri
digunakan untuk pasien yang kemoterapi. Flebitis terjadi disebabkan pelaksanaan
pemasangan infus tidak sesuai SPO, perawatan infus yang kurang memperhatikan
tindakan aseptik, tidak menerapkan lima saat cuci tangan dalam hal ini saat sebelum
melakukan tidakan aseptis, juga tidak menggunakan APD. Kejadian flebitis tertinggi di
ruang Elang (9,38‰) dapat disebabkan karena kosentrasi asupan cairan yang melewati
infus cukup kental dapat menyebabkan aliran cairan menjadi lambat. Tingginya angka
kejadian flebitis di ruang Merak (8,52‰) disebabkan perawat ruangan belum memahami
betul tentang definisi HAIs, termasuk di dalamnya flebitis. Hal ini akan berdampak
meningkatnya angka kejadian HAIs ( contohnya hari pemasangan infus baru satu hari ada
tanda-tanda kemerahan sudah dinyatakan flebitis padahal menurut standar PPI belum bisa
dinyatakan sebagai flebitis). Angka flebitis di ruang Parkit mencapai 6,18‰, mengingat
ruang Parkit adalah ruang perawatan anak, ada kemungkinan kejadian flebitis disebabkan
aktivitas yang berlebih khususnya pada anggota gerak yang terpasang infus
Angka flebitis menurun terus sampai dengan bulan Mei (0,94‰) namun meningkat
lagi di bulan Juni (2,94‰) dan Oktober (3,96‰). Untuk mengatasi hal ini agar angka
kejadian tidak meningkat terus perlu sosialisasi kontinyu petugas dalam melaksanakan
hand hygiene dan teknik aseptik sebelum melakukan tindakan, dan harus dilaksanakan
secara kontinyu.
Kesimpulan:
-
Dari grafik data di atas terlihat bahwa selama tahun 2017 (Januari – Oktober),
proporsi angka kejadian flebitis lebih tinggi (3,12‰), dibandingkan ISK (1,03‰) dan
Decubitus (0,05‰). Untuk menurunkan angka HAIs di tahun mendatang sampai angka
zero infection, perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :
TINDAK LANJUT
a. PLAN
1) IPCLN mendata kembali angka kejadian Infeksi.
2) Meningkatkan kegiatan sosialisasi cuci tangan dan penggunaan APD.
3) Menyiapkan SDM yang mengikuti pelatihan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi baik internal maupun eksternal.
4) Perawat di ruangan membaca kembali prosedur tentang pelaksanaan
dan pemasangan kateter, Infus dan penanganan pasien decubitus.
b. DO
1) IPCLN di semua ruangan mencatat pasien decubitus, pasien yang
terpasang infus dan yang mengalami flebitis serta pasien yang terpasang
kateter dan mengalami ISK
2) IPCN melaksanakan sosialisasi cuci tangan dan penggunaan APD ke
setiap ruangan serta sosialisasi penanganan pasien decubitus.
3) IPCN melaksanakan audit tentang kepatuhan perawat dalam
melakukan kebersihan tangan dan penggunaan APD yang benar.
4) Pengajuan rengiat dan peserta pelatihan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
c. STUDY
1) INPUT
a) Melaporkan dan mencatat pasien decubitus, pasien yang
terpasang infus dan kejadian flebitis serta pasien terpasang kateter
dan kejadian ISK.
b) Membaca SPO tentang pemasangan dan perawatan Infus dan
kateter.
c) Membaca SPO tentang pelaksanaan cuci tangan dan
pemakaian APD dalam melakukan tindakan infus dan kateter.
2) OUTPUT
a) Melaksanakan pemasangan dan perawatan infus dan kateter
sesuai dengan SPO.
b) Memantau angka kejadian Decubitus, Flebitis dan ISK
c) Melaksanakan cuci tangan dan lima saat cuci tangan dengan
benar
d) Melaksanakan audit tentang kepatuhan pelaksanaan cuci
tangan.
d. ACTION
1) Mendata kejadian infeksi
2) Melakukan Audit kepatuhan perawat dalam melakukan kebersihan
tangan dan penggunaan APD yang benar.
3) Melakukan sosialisasi cuci tangan dan penggunaan APD di setiap
ruangan.
4) Melakukan tindakan pemasangan dan perawatan infus dan kateter
sesuai dengan SPO.
5) Melakukan inhouse training PPI untuk semua perawat secara
bertahap.
18
BAB IV
PENUTUP
Dr. M. Daradjat,
Sp.An. Marsekal dr. M. Azhari, Sp.P. FISR.
Pertama TNI Letkol Kes NRP 517545
19