Anda di halaman 1dari 10

NASIKH DAN MANSUKH

Dosen Pengampuh : Faozan, M.A.

Disusun Oleh : Kelompok 6

1. Danda Gunawan Pardede : 2020100142


2. Windi Dwi Cahyadi : 2020100309

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas segala limpahan rahmat hidayah dan
karunia-Nya ,sehingga dengan segenap kemampuan yang ada ,penulis dapat menyelesaikan
makalahnya yang berjudul “PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN” penulis berharap semoga
makalah ini dapat memberikan informasi ,pelajaran dan ilmu yang bermanfaat bagi pembacanya .

Shalawat beriringkan salam salam semoga tetap senantiasa dilimpahkan kepada junjungan
kita nabi besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya dimana syafaat nya
yang kita harapkan dihari kelak .

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat adanya kekurangan dan
kesalahan ,hal itu disebabkan karena keterbatasan kami , baik dalam pemahamannya , maupun
dalam referensi yang dijadikan rujukan dan sumber penysunan makalah . Maka dari itu,diharapkan
kepada semua pihak agar memberikan sran dan kritiknya yang kostruksif terhadap makalah ini,
untuk perbaikan makalah dimasa yang akan datang .

Mudah-mudahan penyusunan makalah ini mendapat ridho allah SWT , serta kita semua
dapat mengambil manfaat keilmuan yang terdapat didalamnya .

Padangsidimpuan,16 september 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................................ i


Daftar Isi ........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1
C. . Tujuan ................................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh ....................................................................................... 2

B. Syarat-syarat Nasikh dan Mansukh ................................................................................... 2

C. Pembagian Naiskh dan Mansukh ....................................................................................... 3


D. Dasar-dasar Pendapat Nasikh dan Mansukh ...................................................................... 4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 6

Daftar Pustaka ................................................................................................................................ 7

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menurunkan syari’at di dalam al-qur’an kepada Nabi Muhammad SAW untuk
memperbaiki umat islam dibidang akidah , ibadah dan muamalah . Tentang bidang ibadah dan
muamalah memiliki prinsip yang sama yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara
keselamatan manusia . Maka dalam pembentukan kemaslahatan manusia tidak dapat dielakkan ,
adanya Nasikh dan Mansukh terhadap beberapa hukum terdahulu dan diganti dengan hukum yang
sesuai dengan tuntutan realistas zaman , waktu , dan kemaslahatan .

Dengan demikian dapat dipahami bahwa nasikh dan mansukh terjadi karena al-qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang mengiringinya . Oleh karena itu
untuk mengetahui al-qur’an dengan baik harus mengetahui ilmu nasikh dan mansukh dalam al-
qr’an .

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Nasikh dan Mansukh


2. Apa saja dasar-dasar naskh dan mansukh
3. Apa saja pembagian dan macam-macam naskh dan mansukh
4. Bagaimana pendapat mengenai nasik dan mansukh

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Nasikh dan Mansukh


2. Untuk mengetahui dasar-dasar penetapan Nasikh dan Mansukh
3. Untuk mengetahui bentuk dan jenis Nasikh dan Mansukh
4. Untuk mengetahui pendapat mengenai Nasikh dan Mansukh

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh


Naskh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan). Kata naskh
dipergunakan untuk memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lainnya . Menurut istilah
Naskh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (khitab)syara’ yang
lain . Dengan perkatan “hukum” , maka tidak termasuk dalam pengertian naskh menghapuskan
“Kebolehan “ yang bersifat asal (al-bara’ ah al-asliyah) . Dengan kata-kata “dengan kitab
syara’”mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum disebabkan mati atau gila , atau
penghapusan dengan ijma’ atau qiyas .

Mansukh adalah hukumyang diangkat dan dihapuskan . Maka ayat mawaris atau hukum
yang tergantung didalamnya , adalah menghapus (nasikh ) hukum wasiat kepada orang tua atau
kerabat (mansukh) sebagaimana kana dijelaskan .

B . Syarat-syarat Nasikh dan Mansukh

Sesuai dengan sistematisasi interpretasi dalam ilmu hukum , hubungan antara ketentuan
hukum satu dengan hukum yang lainnya harus benar-benar diperhatikan suapaya tidak ada
kontradiksi antara satu ayat dengan ayat yang lainnya . Sejalan dengan hal tersebut ,ada beberapa
rukun dan syarat yang harus diterapkan .

1. Adat Naskh , adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hukum yang telah
ada .
2. Naskh ,yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada . Pada hakikatnya
naskh itu berasal dari Allah karena Dialah yang membuat hukum dan menghapusnya .
3. Mansukh ,yaitu hukum yang dibatalkan , yang dihapuskan atau yang dipindahkan
4. Mnasukh yaitu orang yang dibebani hukum .

Adapun syarat-syarat Naskh adalah :

1. Yang dibatalkan adalah hukum syara’


2
2. Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’
3. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuanhukum , seperti
perintah allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti dinasikh kan setelah selesai
melaksanakan puasa tersebut .
4. Tuntutan yang mengandung naskh harus datang kemudian .

C . Pembagian Naskh

Naskh ada empat bagian ,yaitu :

Pertama ,Naskh Qur’an dengan Qur’an . Bagian ini disepakati kebolehannya dan telah
terjadi dalam pandangan mereka yang mengatakan adanya naskh . Misalnya , ayat tentang idah
empat bukan sepuluh hari .

Kedua , Naskh Qur’an dengan Sunnah . naskh ini terbagi lagi dalam dua macam :

• Naskh Qur’an dengan hadist ahad Jumhur berpendapat tidak boleh dinasakh kan
oleh hadist ahad ,sebab Qur’an adalah mutawatir dan menunjukkan keyakinan
,sedang hadist ahad zanni ,bersifat dugaan ,disamping itu tidak sah pula
menghapuskan sesuatu yang ma’lum (jelas diketahui)dengan yang maznun
(diduga).
• Naskh Qur’an dengan Mutawatir .Naskh demikian dibolehkan oleh malik ,abu
hanifah dan ahmad dalam satu riwayat ,sebab-masing-masing keduanya dalah
wahyu .Allah berfirman :
‫ع ِن ْال َه َوى‬
َ ‫َو َما َي ْنطِ ُق‬

ٌ ‫ِإ ْن ه َُو ِإ اَّل َو ْح‬


‫ي يُو َحى‬

“ Dan tidaklah yang diucapkannya itu Qur’an menurut keinginannya . Tdak lain
Qur’an itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya “ (an-Najm /53:4-5.

Ketiga , Nask sunnah dengan Qur’an .ini dibolehkan oleh jumhur . Sebagai contoh ialah
masalah menghadap ke Baitul Makdis yang ditetapkan dengan sunah dan didalam al-qu’an tidak
terdapat dalil yang menunjukkannya . Ketetapan itu dinasakh kan oleh Qur’an dengan firmannya
:
3
ْ َ ُ َ ُّ َ
‫ف َول ْوا ُو ُج ْوهك ْم شط َره‬

“Maka hadapkanlah wajahmu kea rah Masjidil Haram” (Al-Baqarah/2:144)

Keempat , Naskh sunnah dengan sunnah . Dalam kategori ini terdapat empat bentuk : 1)
nask mutawatir dengan mutawatir ,2)naskh ahad dengan ahad ,3) naskh ahad dengan mutawatir
dan 4)naskh mutawatir dengan ahad . Tiga bentuk pertama dibolehkan sedangkan pada bentuk
keempat terjadi silang pendapat seperti hal nya naskh al-qur’an dengan hadist ahad , yang tidak
dibolehkan untuk jumhur .

Adapun manasakh kan ijma’ dengan ijma’ dan qiyas dengan qiyas atau menasakhkan
dengan keduanya , maka pendapat yang shahih tidak membolehkannya .

Macam-macam Naskh dalam Al-Qur’an

• Naskh dalam al-qur’an ada tiga macam


Pertama , Naskh tilawah dan hukum .
Kedua , Naskh hukum sedang tilawahnya tetap .
Ketiga , Naskh tilawah sedang hukumnya tetap .

D . Pendapat Mengeai Naskh dan Mansukh


Banyak pendapat-pendapat Ulama tentang nasikh mansukh ini . disni ada sekitar 3
pendapat mengenai nasikh mansukh yaitu :

A. Bahwa Naskh secara akal akan bisa terjadi dan secara sam’I / syar’I itu telah terjadi

Pendapat ini merupakan ijma’ kaum muslimin , sebab kemunculan abu muslim Al-Asfahani
beserta yang sepaham dengan beliau .Mereka mengemukakan dalil-dalil kebolehan Nasakh
tersebut secara ,aqli maupun syar’i : Menurut dalil aqli , Nasakh itu dilarang atau akal tidak
menganggap mustahil terjadinya naskh itu .

Sebab nasakh itu didasarkan atas kebijaksanaan allah swt yang mengetahui kemaslahatan
hamba-Nya pada sewaktu-waktu .Sehingga allah menyuruh suatu perbuatan pada waktu tersebut .
Tetapi allah mengetahui mudharatnya yang mengancam seseorang pada waktu yang lain .

4
B. Bahwa Naskh tidak mungkin terjadi secara syar’I atau pun aqli .

Pendapat ini adalah dai seluruh kaum nasrani masa sekarang ini , mereka veranggapan
bahwa naskh adalah Bada’ . Mereka beralasan terkadang tanpa hikmah dan kadang pula ada
hikmahnya . tetapi baru diketahui setelah sebelumnya tidak diketahui .;asan mereka yang tidaklah
benar ,sebab hikmah naskh (yang menghapus )atau hikmah yang mansukh (yang dihapus )tentu
sangat diketahui oleh allah swt .

C. Nasakh itu menurut akal mungki terjadi tetapi menurt syaraa’ dialarang

Pendapat ini merupakan pendirian dari golongan inaniyah , dan abu muslim al-safhani .
Mereka mengatakan dilarang secara syara’ . Abu muslim serta yang sependapat dengan nya
berdalil al-qur’an yaitu : surah al-fussilat ayat : 42

“yang tidak datang kepadanya (al-qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya ,
yang diturunkan dari tuhan yang maha bijaksana lagi maha terpuji “

Mereka menafsirkan ayat ini , bahw ahukum-hukum al-qur’an itu tidak batal atau tidak
dihapus selamanya . Padahal menurut al-qurthuby , maksud dari ayat diatas adalah hukum-hukum
al-qur’an itu, tidak kana da kitab selainnya yang akan menghapuskan atau mebatalkan hukum-
hukumnya ,baik kitab sebelumnya aupun kitab setelahnya .

5
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Nasikh menurut Bahasa yaitu mengaitkan kepada arti yang hilang . Naksh mengandung

beberapa makna yaitu, menghilangkan, mengganti , memalingkan , dan menukilkan . Sedangkan

menurut istilah ,ialah membuang hukum syari’ dengan kitab syari’ . Ulama mutaqoddim memberi

batasan naskh sebagai dalil syari’ yang ditetapkan kemudian, tidak hanya ketentuan-ketentuan

hukum , tetapi juga mencakup pengertian pembatasan bagi suatu pengertian bebas . Sebaliknya

ulama mutaakhir memperciut batasan-batasan pengertian tersebut untuk mempertajam perbedaan

Antara nasikh, mukhosim, dan muqoyyad sehingga pengertian naskh terbatas hanya untuk

ketentuan .

Hukum yang mansukh (dihapus) adalah hukum syara’ ,dalil naskh harus adatang lebih dulu

dari pada mansukh , kitab yang mansukh hukumnya tidak terikat dengan waktu . Dalam

cakupannya naskh dibagi menjadi 3 antara lain ,: naskh qur’an dengan qura’an , naskh sunah

dengan sunah , dan naskh sunnah dengan qur’an . Terdapat beberapa pendapat mengenai ayat yang

mansukh .Diantaranya , pendapat mengenai jumlah ayat-ayat tersebut . al-nahas berpendapat

jumlah ayat yang dimansukh berjumlah 100 ayat . Suyuty berpendapat terdapat 20 ayat sedangkan

al-shaukaniy berpendapat 8 ayat .

6
DAFTAR PUSTAKA

Manna’Khalil al-Qattan . Studi Ilmu-ilmu Al-qur’an .Jakarta:PT.Pustaka Litera AntarNusa,2014

Anda mungkin juga menyukai