Shalawat beriringkan salam salam semoga tetap senantiasa dilimpahkan kepada junjungan
kita nabi besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya dimana syafaat nya
yang kita harapkan dihari kelak .
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat adanya kekurangan dan
kesalahan ,hal itu disebabkan karena keterbatasan kami , baik dalam pemahamannya , maupun
dalam referensi yang dijadikan rujukan dan sumber penysunan makalah . Maka dari itu,diharapkan
kepada semua pihak agar memberikan sran dan kritiknya yang kostruksif terhadap makalah ini,
untuk perbaikan makalah dimasa yang akan datang .
Mudah-mudahan penyusunan makalah ini mendapat ridho allah SWT , serta kita semua
dapat mengambil manfaat keilmuan yang terdapat didalamnya .
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menurunkan syari’at di dalam al-qur’an kepada Nabi Muhammad SAW untuk
memperbaiki umat islam dibidang akidah , ibadah dan muamalah . Tentang bidang ibadah dan
muamalah memiliki prinsip yang sama yaitu bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara
keselamatan manusia . Maka dalam pembentukan kemaslahatan manusia tidak dapat dielakkan ,
adanya Nasikh dan Mansukh terhadap beberapa hukum terdahulu dan diganti dengan hukum yang
sesuai dengan tuntutan realistas zaman , waktu , dan kemaslahatan .
Dengan demikian dapat dipahami bahwa nasikh dan mansukh terjadi karena al-qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yang mengiringinya . Oleh karena itu
untuk mengetahui al-qur’an dengan baik harus mengetahui ilmu nasikh dan mansukh dalam al-
qr’an .
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Mansukh adalah hukumyang diangkat dan dihapuskan . Maka ayat mawaris atau hukum
yang tergantung didalamnya , adalah menghapus (nasikh ) hukum wasiat kepada orang tua atau
kerabat (mansukh) sebagaimana kana dijelaskan .
Sesuai dengan sistematisasi interpretasi dalam ilmu hukum , hubungan antara ketentuan
hukum satu dengan hukum yang lainnya harus benar-benar diperhatikan suapaya tidak ada
kontradiksi antara satu ayat dengan ayat yang lainnya . Sejalan dengan hal tersebut ,ada beberapa
rukun dan syarat yang harus diterapkan .
1. Adat Naskh , adalah pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hukum yang telah
ada .
2. Naskh ,yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada . Pada hakikatnya
naskh itu berasal dari Allah karena Dialah yang membuat hukum dan menghapusnya .
3. Mansukh ,yaitu hukum yang dibatalkan , yang dihapuskan atau yang dipindahkan
4. Mnasukh yaitu orang yang dibebani hukum .
C . Pembagian Naskh
Pertama ,Naskh Qur’an dengan Qur’an . Bagian ini disepakati kebolehannya dan telah
terjadi dalam pandangan mereka yang mengatakan adanya naskh . Misalnya , ayat tentang idah
empat bukan sepuluh hari .
Kedua , Naskh Qur’an dengan Sunnah . naskh ini terbagi lagi dalam dua macam :
• Naskh Qur’an dengan hadist ahad Jumhur berpendapat tidak boleh dinasakh kan
oleh hadist ahad ,sebab Qur’an adalah mutawatir dan menunjukkan keyakinan
,sedang hadist ahad zanni ,bersifat dugaan ,disamping itu tidak sah pula
menghapuskan sesuatu yang ma’lum (jelas diketahui)dengan yang maznun
(diduga).
• Naskh Qur’an dengan Mutawatir .Naskh demikian dibolehkan oleh malik ,abu
hanifah dan ahmad dalam satu riwayat ,sebab-masing-masing keduanya dalah
wahyu .Allah berfirman :
ع ِن ْال َه َوى
َ َو َما َي ْنطِ ُق
“ Dan tidaklah yang diucapkannya itu Qur’an menurut keinginannya . Tdak lain
Qur’an itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya “ (an-Najm /53:4-5.
Ketiga , Nask sunnah dengan Qur’an .ini dibolehkan oleh jumhur . Sebagai contoh ialah
masalah menghadap ke Baitul Makdis yang ditetapkan dengan sunah dan didalam al-qu’an tidak
terdapat dalil yang menunjukkannya . Ketetapan itu dinasakh kan oleh Qur’an dengan firmannya
:
3
ْ َ ُ َ ُّ َ
ف َول ْوا ُو ُج ْوهك ْم شط َره
Keempat , Naskh sunnah dengan sunnah . Dalam kategori ini terdapat empat bentuk : 1)
nask mutawatir dengan mutawatir ,2)naskh ahad dengan ahad ,3) naskh ahad dengan mutawatir
dan 4)naskh mutawatir dengan ahad . Tiga bentuk pertama dibolehkan sedangkan pada bentuk
keempat terjadi silang pendapat seperti hal nya naskh al-qur’an dengan hadist ahad , yang tidak
dibolehkan untuk jumhur .
Adapun manasakh kan ijma’ dengan ijma’ dan qiyas dengan qiyas atau menasakhkan
dengan keduanya , maka pendapat yang shahih tidak membolehkannya .
A. Bahwa Naskh secara akal akan bisa terjadi dan secara sam’I / syar’I itu telah terjadi
Pendapat ini merupakan ijma’ kaum muslimin , sebab kemunculan abu muslim Al-Asfahani
beserta yang sepaham dengan beliau .Mereka mengemukakan dalil-dalil kebolehan Nasakh
tersebut secara ,aqli maupun syar’i : Menurut dalil aqli , Nasakh itu dilarang atau akal tidak
menganggap mustahil terjadinya naskh itu .
Sebab nasakh itu didasarkan atas kebijaksanaan allah swt yang mengetahui kemaslahatan
hamba-Nya pada sewaktu-waktu .Sehingga allah menyuruh suatu perbuatan pada waktu tersebut .
Tetapi allah mengetahui mudharatnya yang mengancam seseorang pada waktu yang lain .
4
B. Bahwa Naskh tidak mungkin terjadi secara syar’I atau pun aqli .
Pendapat ini adalah dai seluruh kaum nasrani masa sekarang ini , mereka veranggapan
bahwa naskh adalah Bada’ . Mereka beralasan terkadang tanpa hikmah dan kadang pula ada
hikmahnya . tetapi baru diketahui setelah sebelumnya tidak diketahui .;asan mereka yang tidaklah
benar ,sebab hikmah naskh (yang menghapus )atau hikmah yang mansukh (yang dihapus )tentu
sangat diketahui oleh allah swt .
C. Nasakh itu menurut akal mungki terjadi tetapi menurt syaraa’ dialarang
Pendapat ini merupakan pendirian dari golongan inaniyah , dan abu muslim al-safhani .
Mereka mengatakan dilarang secara syara’ . Abu muslim serta yang sependapat dengan nya
berdalil al-qur’an yaitu : surah al-fussilat ayat : 42
“yang tidak datang kepadanya (al-qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya ,
yang diturunkan dari tuhan yang maha bijaksana lagi maha terpuji “
Mereka menafsirkan ayat ini , bahw ahukum-hukum al-qur’an itu tidak batal atau tidak
dihapus selamanya . Padahal menurut al-qurthuby , maksud dari ayat diatas adalah hukum-hukum
al-qur’an itu, tidak kana da kitab selainnya yang akan menghapuskan atau mebatalkan hukum-
hukumnya ,baik kitab sebelumnya aupun kitab setelahnya .
5
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Nasikh menurut Bahasa yaitu mengaitkan kepada arti yang hilang . Naksh mengandung
menurut istilah ,ialah membuang hukum syari’ dengan kitab syari’ . Ulama mutaqoddim memberi
batasan naskh sebagai dalil syari’ yang ditetapkan kemudian, tidak hanya ketentuan-ketentuan
hukum , tetapi juga mencakup pengertian pembatasan bagi suatu pengertian bebas . Sebaliknya
Antara nasikh, mukhosim, dan muqoyyad sehingga pengertian naskh terbatas hanya untuk
ketentuan .
Hukum yang mansukh (dihapus) adalah hukum syara’ ,dalil naskh harus adatang lebih dulu
dari pada mansukh , kitab yang mansukh hukumnya tidak terikat dengan waktu . Dalam
cakupannya naskh dibagi menjadi 3 antara lain ,: naskh qur’an dengan qura’an , naskh sunah
dengan sunah , dan naskh sunnah dengan qur’an . Terdapat beberapa pendapat mengenai ayat yang
jumlah ayat yang dimansukh berjumlah 100 ayat . Suyuty berpendapat terdapat 20 ayat sedangkan
6
DAFTAR PUSTAKA