Anda di halaman 1dari 69

ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES

PRODUKSI PEMINDANGAN IKAN DI UMKM CINDY


GROUP

FER-IK TALUTU WATUMLAWAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Analisis Pengendalian


Mutu pada Proses Produksi Pemindangan Ikan di UMKM Cindy Group” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2017

Fer-ik Talutu Watumlawar


NIM H251130211
RINGKASAN

FER-IK TALUTU WATUMLAWAR. Analisis Pengendalian Mutu pada Proses


Produksi Pemindangan Ikan di UMKM Cindy Group. Dibimbing oleh
MUHAMMAD SYAMSUN dan ABDUL BASITH.

UMKM Cindy Group memiliki kapasitas produksi ikan pindang biasa


dengan metode tradisional dan ikan pindang higienis dengan metode presto yang
cukup besar. Produksi ikan pindang mempunyai citarasa yang lebih lezat dan
tidak terlalu asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang banyak, termasuk
produk yang siap untuk dimakan karena telah mengalami pemasakan dan mudah
dipasarkan, namun permasalahan yang sering hadapi adalah pengontrolan pada
proses produksi ikan pindang, sehingga terjadi penurunan kualitas yang sangat
mempengaruhi keuntungan. Pengendalian mutu pada proses produksi yang tepat
dapat menghilangkan penurunan kualitas ikan pindang biasa maupun ikan pindang
higienis, dengan demikian diperlukan pengendalian mutu yang tepat yang
meliputi serangkaian prosedur yang mencangkup semua proses penting dalam
UMKM Cindy Group, maka tujuan penelitian (1) Mengidentifikasi kerusakan-
kerusakan yang terjadi dalam satu kali produksi (2) Mengkaji pengendalian mutu
pada proses produksi di UMKM Cindy Group apakah terkendali atau tidak. (3)
Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebakan kerusakan. (4) Mengatasi
kerusakan-kerusakan dengan menentukan prioritas perbaikan.
Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh secara
langsung dari sumber datanya melalui metode pengumpulan data tertentu
(wawancara dan observasi), dan data sekunder adalah data yang diperoleh dan
dikumpulkan berdasarkan hasil studi pustaka atau sumber yang telah ada.
Sedangkan alat analisis yang digunakan adalah diagram alir (process flow chard),
lembar pengumpulan data (check sheet), diagram pareto (pareto analysis),
Histogram, peta kontrol (control chard), diagram sebab-akibat (cause and effect
diagram), dan failure model and effect analysis (FMEA).
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut, tahapan pada proses produksi
pindang biasa adalah penerimaan bahan baku, penyortiran dan pencucian,
penyusunan, perebusan dan pengepakan. Sedangkan tahapan produksi untuk
pindang higienis adalah penerimaan bahan baku, pencucian dan pembersihan,
penggaraman, penyusunan dan pengukusan, pencitarasaan dan pengovenan,
pengemasan, pengepakan, penyimpanan dan pembekuan. Jenis-jenis kerusakan
pada pindang biasa yaitu kepala patah, ekor putus, perubahan warna, dan
perubahan bau.Sedangkan untuk pindang higienis jenis-jenis kerusakan yaitu
kepala patah, ekor putus, badan patah, perubahan warna dan perubahan
bau.Pengendalian mutu pada proses produksi pindang higienis dan pindang biasa
masih berada pada batas kendali. Faktor yang paling dominan berpengaruh pada
kerusakan pindang biasa yaitu faktor tenaga kerja, bahan baku, metode,
lingkungan dan peralatan. Sedangkan untuk pindang higienis faktor yang paling
berpengaruh adalah faktor tenaga kerja, lingkungan, metode, bahan baku, dan
peralatan.

Kata kunci : Pengolahan Ikan Pindang, Analisa Statistik.


SUMMARY

FER-IK TALUTU WATUMLAWAR. Quality Control Analysis on the


Production Process of Fish Boiling in UMKM Cindy Group. Supervised by
MUHAMMAD SYAMSUN and ABDUL BASITH.

UMKM Cindy Group has a large production capacity of traditional boiled


fish with traditional method and hygienic boiled fish with presto method. The
production of boiled fishes makes fishes tastes more delicious and not too salty so
that it can be consumed in large quantities. It can also be included as a ready to eat
product because it has been cooked and can be marketed quite easily. Despite all
of that, the problem that is often occurred in the industry is controlling the
production process that may result in decreasing quality of boiled fishes which
can greatly affects business profits. A proper quality control in the production
process can eliminate the decrease of quality of both regular boiled fish and
hygienic boiled fish, thus it requires appropriate quality control which includes a
series of procedures that covers all important processes in UMKM Cindy Group.
Therefore, the purpose of the study is to (1) Identify the damages which occurs in
one production cycle (2) Assess the quality control in production process at
UMKM Cindy Group to see if it is properly controlled or not. (3) Identify all
factors that may result damages in the production (4) Resolve damages by
determining corrective priorities.
The data used for this study are primary data that was collected from the
data source through a certain data gathering method (interview and observation),
and secondary data that was collected based on the result of literature review or
existing sources. For the analysis tools, this study used process flow chart, check
sheet, pareto analysis, histogram, control chart, cause and effect diagram, and
failure model and effect analysis (FMEA) and PDCA (plan, do, check, act) data
for its data processing method.
The results of this study are as followed, the production stages of the regular
boiling are raw materials reception, sorting and washing, stacking, boiling, and
packing. Meanwhile, the production stages of the hygienic boiling are raw
materials reception, sorting and washing, salting, stacking and steaming, flavoring
and roasting, packaging, packing, storing and freezing. The types of damages
founded in regular boiling process are broken head, broken tails, change of color,
and change of scent. As for the hygienic boiling, types of damages such as broken
head, broken tails, broken body, change of color, and change of scent are also
founded in the process. The quality control of both regular and hygienic boiling
process is still within reasonable limits. The most dominant factor which influence
the damages in regular boiling process are labors, raw materials, boiling method,
environment and equipment. While the most dominant factor which influence the
damages in hygienic boiling are labors, raw materials, boiling method,
environment and equipment.

Keywords: Boiled Fish Processing, Statistical Analysis Tools.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES
PRODUKSI PEMINDANGAN IKAN DI UMKM CINDY
GROUP

FER-IK TALUTU WATUMLAWAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Scanned by CamScanner
2

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia-
Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2016 ini ialah pengendalian mutu,
dengan judul Analisis Pengendalian Mutu pada Proses Produksi Pemindangan
Ikan di UMKM Cindy Group.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Syamsun,
M.Sc dan Bapak Dr Ir Abdul Basith MS selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Solihin selaku pemilik dan ketua
dari UMKM Cindy Group, Bapak Olim Selaku QC di UMKM Cindy Group dan
Bapak Tony S, SE selaku Koordinator Operasional, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2017

Fer-ik Talutu Watumlawar


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii


DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 4
Konsep Mutu 6
Pengendalian Mutu Pangan 7
Alat-Alat Statistik dalam Mutu 8
Penelitian Terdahulu 11
3 METODE PENELITIAN 13
Kerangka Pemikiran Penelitian 13
Lokasi dan Waktu Penelitian 14
Jenis dan Sumber Data 14
Metode Pengumpulan Data 14
Metode Pengolahan dan Analisa Data 15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22
Gambaran Umum UMKM Cindy Group 22
Sarana dan Prasarana 23
Proses Produksi Pemindangan Ikan 25
Identifikasi Kerusakan Ikan Pindang 26
Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi Pengolahan Ikan Pindang 30
Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan 33
Penentuan Prioritas Perbaikan 37
Implikasi Manajerial 42
5 SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43
Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 44
LAMPIRAN 47
LAMPIRAN 48
RIWAYAT HIDUP 53
vii

DAFTAR TABEL
1 Pengelompokan pemindangan ikan 1
2 Parameter dalam pengujian sensori ikan pindang 2
3 Efek, kriteria, dan rating severity 18
4 Peluang terjadinya kegagalan, tingkat kemungkinan kegagalan dan
rangking occurance 20
5 Kemungkinan kesalahan terdeteksi, kriteria, dan rankingdetection 21
6 Peralatan pengolahan pindang UMKM Cindy Group 23
7 Ciri-ciri ikan segar dan ikan tidak segar 25
8 FMEA pindang higienis kerusakan kepala patah 38
9 FMEA pindang higienis kerusakan ekor putus 38
10 FMEA pindang higienis kerusakan perubahan warna dan bau 39
11 FMEA pindang higienis kerusakan badan patah 39
12 FMEA pindang biasa kerusakan kepala patah 39
13 FMEA pindang biasa kerusakan ekor putus 40
14 FMEA pindang biasa kerusakan perubahan warna dan bau 40
15 Nilai rata-rata tertinggi berdasarkan penyebab kerusakan pada pindang
higienis 41
16 Nilai rata-rata tertinggi berdasarkan penyebab kerusakan pada pindang
biasa 41
17 Prioritas perbaikan hasil produksi ikan pindang higienis 42
18 Prioritas perbaikan hasil produksi ikan pindang biasa 42

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 14


2 Struktur organisasi UMKM Cindy Group 23
3 Diagram alir proses produksi pindang biasa 26
4 Diagram alir proses produksi pindang higienis 28
5 Histogram jumlah kerusakan ikan pindang biasa 30
6 Histogram jumlah kerusakan ikan pindang higienis 31
7 Diagram pareto jenis kerusakan pada pindang biasa 32
8 Diagram pareto jenis kerusakan pada pindang higienis 32
9 Diagram p-chart jenis kerusakan pada pindang biasa 33
10 Diagram P-chart jenis kerusakan pada pindang higienis 33
11 Diagram sebab akibat kerusakan kepala patah pada pindang biasa 34
12 Diagram sebab akibat kerusakan ekor putus pada pindang biasa 34
13 Diagram sebab akibat perubahan warna dan bau pada pindang biasa 35
14 Diagram sebab akibat kerusakan kepala patah pada pindang higienis 35
15 Diagram sebab akibat kerusakan ekor putus pada pindang higienis 36
16 Diagram sebab akibat perubahan warna dan bau pada pindang higienis 36
17 Diagram sebab akibat kerusakan badan patah pada pindang higienis 37
viii

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar pengecekan (check sheet) ikan pindang biasa 48


2 Lembar pengecekan (check sheet) ikan pindang higienis 50
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan merupakan sumber makanan utama protein hewani dan mata


pencaharian pokok bagi nelayan. Konsumsi ikan pada tahun 2015 mencapai 41.11
kg/kapita/tahun meningkat sebesar 7.7% dari tahun 2014 yaitu 38.14
kg/kapita/tahun (Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan
Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan 2016). Hal ini menuntut nelayan
untuk tetap menjaga kesegaran ikan yang diperolehnya dengan teknik-teknik yang
semakin diperbaiki.
Ikan sebagai produk makanan yang mudah rusak diperlukan upaya untuk
mempertahankan kesegarannya melalui penerapan sistem rantai dinginagar dapat
dikonsumsi dalam kondisi yang baik. Selain dikonsumsi dalam kondisi segar,
permintaan ikan kering juga meningkat karena ikan dapat dikonsumsi dalam
waktu yang cukup lama dan dapat terdistribusi secara merata serta untuk
memberikan nilai tambah pada ikan. Salah satu upaya pengawetan ikan yang
dapat dilakukan adalah pemindangan.
Pemindangan merupakan pengolahan sekaligus pengawetan ikan yang
menggunakan metode penggaraman dan pemanasan.Pengolahan tersebut
dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram
selama waktu tertentu di dalam suatu wadah (Adawyah 2007). Pemindangan dapat
dikelompokkan berdasarkan proses, wadah yang digunakan, jenis ikan, perlakuan
atau bumbu yang di tambahkan, dan daerah asalnya (Adawyah 2007).
Pengelompokan pemindangan ikan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pengelompokan pemindangan ikan
Dasar
Nama Dalam Perdagangan
Pengelompokan
Pindang cue (perebusan di dalam air garam), pindang garam
Proses (pemanasan dengan garam dan sedikit air), pindang presto
(pemindangan dengan tekanan tinggi, pindang duri lunak).
Pindang naya (pindang cue dengan wadah naya), pindang
besek (pindang cue dengan wadah besek), pindang badeng
Wadah (pindang garam dalam wadah badeng), pindang paso (pindang
garam dalam paso), pindang kendil (pindang garam dalam
kendil).
Pindang bandeng, pindang tongkol, pindang layang, pindang
Jenis Ikan
cakalang, pindang tawes, pindang gurami, dan sebagainya.
Bumbu Pindang bumbu (memakai bumbu tambahan, misalnya kunyit).
Pindang pekalongan, pindang kudus, pindang juwono, pindang
Asal
tuban, pindang muncar, dan sebagainya
Sumber : Adawyah(2007)
Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pindang ikan
memiliki potensi besar dalam meningkatkan taraf hidup orang banyak, terutama
para nelayan. Hal ini telah ditunjukkan oleh banyaknya UMKM pemindangan
ikan yang mencapai 65 766 kepala keluarga (KK) dengan kapasitas 82 207
ton/bulan di tingkat nasional. Jumlah UMKM pemindangan ikan di Propinsi Jawa
2

Barat adalah 24 108 KK dengan kapasitas 30135 ton/bulan menurutAsosiasi


Pengusaha Pindang Ikan Indonesia (APPIKANDO)tahun 2012.
Kabupaten Bogor memiliki UMKM pemindangan ikan sebanyak 43 KK,
dengan jumlah produksi 3 677.16 ton/tahun, tersebar di 16 Kecamatan yaitu
Cibinong, Ciampea, Tenjolaya, Parung, Ciawi, Caringin, Cigudeg, Parung
Panjang, Jasinga, Leuwiliang, Cibungbulang, Pamijahan, Citereup, Jonggol, Cariu
dan Tanjungsari. Industri pengolahan pindang ikan di Kabupaten Bogor memiliki
jumlah produksi yang berbeda-beda mulai dari 40 kg/hari sampai 2 000 kg/hari.
Jenis ikan yang digunakan untuk pindang di Kabupaten Bogor meliputi : ikan
cakalang, baby tuna, semar, salem, layang, bandeng, cucut, lemuru, tembang,
cendro, deho, como, selar, bentrong, lisong, kembung, etem, singkalang dan mas
(Dinas Perikanan dan Petrnakan Kabupaten Bogor 2016).
UMKM Cindy Group adalah salah satu UMKM yang telah lama bergerak di
usaha pengolahan pindang di Kabupaten Bogor. Pada saat ini, produksi pindang
tradisional UMKM Cindy Group telah mencapai 5 ton per hari dengan jangkauan
pasar yang luas, mencakup wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Depok,
Ciputat, Sukabumi, Pasar Minggu, Tangerang, Cianjur dan Rangkas
Bitung,Bayah. UMKM Cindy Group juga melakukan pengolahan ikan pindang
secara higienis dengan metode pemasakan teknik presto dan pengemasan vakum.
UMKM Cindy Group adalah usahapengolahan hasil perikanan skala
menengah, yang pada umumnya lemah dalam berbagai aspek, baik dalam aspek
permodalan, teknologi, informasi, manajemen, mutu maupun pemasaran. Menurut
Heruwati (2002), produk olahan tradisional masih mempunyai citra buruk di mata
konsumen, karena rendahnya mutu dan nilai nutrisi, tidak konsistennyanilai
fungsional serta tidak adanya jaminan mutu dan keamanan bagi konsumen.
Adanya tingkat kerusakan (cacat)yang besar pada proses pemindangan
yang dilakukan masyarakat menyebabkan tidak terpenuhinya kualitas produk
untuk dipasarkan. Kerusakan ini meliputi kerusakan produk atau ikan hasil olahan
mengalami kerusakan seperti ekor patah, terlalu masak (lunak), kepala ikan patah
sehingga biasanya ikan dianggap tidak layak untuk dipasarkan.Ikan pindang yang
baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling mudah untuk menilai mutu
ikan pindang dengan menilai mutu sensorinya, seperti tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Parameter dalam pengujian sensori ikan pindang
No Parameter Deskripsi
1 Kenampakan Ikan utuh tidak patah, rapih, bersih, tidak terdapat
benda asing, tidak ada endapan lemak, garam atau
kotoran lain. Warna spesifik untuk tiap jenis,
cemerlang, tidak berjamur, dan tidak berlendir.
2 Bau Bau spesifik ikan pindang atau seperti bau ikan rebus,
segar, harum atau tanpa bau tengik, masam, basi, atau
busuk.
3 Rasa Gurih spesifik ikan pindang, enak tidak terlalu asin
4 Tekstur Daging pindang padat, kompak lentur.
5 Lendir Tidak berlendir.
Sumber : Badan Standarisasi Nasional(2009)
3

Kerusakan pada proses pemindangan dapat terjadi pada setiap tahapan


proses yang dilakukan, mulai dari seleksi bahan yang akan diproses sampai
tahapan penirisan dan pemindahan pada wadah atau pengepakan. Pengendalian
mutu yang tepat menggunakan metode dan alat analisa statistik diharapkan dapat
mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.

Perumusan Masalah

UMKM Cindy Group memiliki produksi yang cukup besar dalam satu kali
produksinya, namun tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh,
meskipun hampir semua produk habis terjual karena jika terdapat produk cacat
pada ikan pindang higienis maka produk cacat tersebut akan dijual bersama ikan
pindang biasa, begitu juga jika terdapat produk cacat pada ikan pindang biasa
maka akan dijual dengan harga yang lebih rendah. Permasalahan ini dapat terjadi
karena kurangnya pengendalian mutu pada proses produksi kedua produk tersebut
seperti kurangnya dokumentasi pada proses produksi, berapa banyak produk yang
dihasilkan dalam satu kali produksi, berapa banyak kerusakan yang terjadi dan
apa saja kerusakannya kurang terdokumentasikan dengan baik, sehingga sulit
untuk melakukan perbaikan pada kerusakan yang terjadi, dengan demikian
perumusan masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut (1) Apa saja
kerusakan (cacat) yang terjadi pada satu kali produksi di UMKM Cindy Group.?
(2) Apakah pengendalian mutu pada proses produksi di pengolahan ikan pindang
UMKM Cindy Group terkendali atau tidak.? (3) Apa saja faktor-faktor yang
menyebabkan kerusakan (cacat) pada pengolahan ikan pindang.? (4) Strategi apa
yang dilakukan dalam mengatasi kerusakan (cacat) yang ada.?

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menguji serta menganalisis


pengendalian mutu yang dilakukan pada UMKM pengolahan ikan pindang (Cindy
Group). Secara rinci penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Mengidentifikasi
kerusakan-kerusakan (cacat) yang terjadi dalam satu kali produksi, (2) Mengkaji
pengendalian mutu pada proses produksi di UMKM pengolahan ikan pindang
(Cindy Group), (3)Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan
(cacat) dan (4) Mengatasi kerusakan-kerusakan (cacat) dengan menentukan
prioritas perbaikan.

Manfaat Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak


yang memerlukan informasi mengenai sistem pengendalian mutu pada UMKM
pengolahan ikan pindang seperti pada Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian,
begitu juga untuk para pengusaha UMKM pengolahan ikan pindang sehingga
dapat bermanfaat dalam meningkatkan daya saing atau setidaknya dapat bertahan
terhadap pasar global, atau bagi para pembaca yang diharapkan penelitian ini
dapat menambah pengetahuan dan dapat dijadikan sumber informasi dalam
melakukan penelitian selanjutnya yang relevan.
4

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini berfokus pada pengendalian


mutu pada proses produksi pemindangan ikan pindang biasa dengan metode
tradisional dan ikan pindang higienis dengan metode presto di UMKM Cindy
Group.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Pada dasarnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki


banyak pengertian. Menurut Hubeis (2009),UKM didefinisikan dengan berbagai
cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya misalnya
spesifikasi teknologi. Oleh karena itu perlu dilakukan tinjauan khusus terhadap
definisi-definisi tersebut agar diperoleh pengertian yang sesuai tentang UKMyaitu
menganut ukuran kuantitatif yang sesuai dengan kemajuan ekonomi.
Menurut Nikijuluw (2012), terdapat beberapa sifat yang biasanya dimiliki
oleh UKM, dilihat dari beberapa dimensi yaitu
1. UKM memiliki modal yangkecil,sulit mendapatkan modal, sehingga biasanya
modal diperoleh darikeluarga. UKM memiliki keterbatasan pada akses
perbankan, sehinggasering berhubungan rentenir.
2. Sumber Daya Manusia (SDM) pada UKM memiliki ketrampilan yang
rendahatau terbatas, kurang berpendidikan. SDM pada UKM juga kurang
mendapatkan atau mengikuti pelatihan yang sesuai dengan bidangnya, begitu
juga dengan kurangnya pengalaman dalam berusaha dan kurangnya relasiatau
jaringan untuk membangun atau mengembangkan usaha.
3. UKM memiliki keterbatasan pada akses sumber daya alam sehingga hanya
menggunakan sumber daya alam yang pada daerahnya saja.
4. UKM memiliki produk yangtidak sesuaistandar karena mutu yang rendah
sehingga batas waktu penggunaan produk terbatas,begitu juga tidak adanya
jaminan produk pada UKM.
5. UKM tidak menciptkan pasar numun mengikuti atau didorong oleh
pasar(totally driven by the market). UKM memiliki pasar yang terbatas hanya
berada di sekitar daerah UKM tersebut.
6. UKM memiliki akumulasi modal yang rendah atau bahkan tidak ada.
Menurut Pramiyanti (2008), UKM mempunyai karakteristik hampir
seragam yaitu:
1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan
operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap
sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga
kerja dari keluarga dan kerabat dekat.
2. Rendahnya akses terhadap lembaga-lembaga kredit formal, sehingga cenderung
menggantungkan pembiayaan dari modal sendiri, atau dari sumber-sumber lain
seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara bahkan rentenir.
3. Sebagian usaha kecil ditandai belum memiliki status badan hukum.
5

4. Hampir sepertiga dari seluruh UKM bergerak pada kelompok usaha industri
makanan, minuman, diikuti kelompok industri tekstil dan kayu.
Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) didefinisikan sebagai
berikut:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud
dalam UU ini.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Kriteria UMKM adalah sebagai berikut :
1. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 000 000.00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 000 000.00 (tiga
ratus juta rupiah).
2. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50 000 000.00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500 000 000.00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300 000000.00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2 500 000 000.00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500 000 000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10 000 000 000.00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 500 000 000.00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50 000 000
000.00 (lima puluh milyar rupiah).
Definisi UMKM menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012
berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk usaha mikro memiliki jumlah
tenaga kerja maksimal 5 (lima) orang sedangkan usaha kecil memiliki jumlah
tenaga kerja 5 (lima) sampai dengan 19 orang, dan usaha menengah memiliki
tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.
6

Konsep Mutu

Mutu berasal dari bahasa latin ‘qualis’yang berarti ‘sebagaimana


kenyataannya’. Definisi mutu menurut Badan Standarisasi Nasional-International
Organization for Standarization (BSN - ISO 90012001) adalah tingkat yang
menunjukkan serangkaian karakteristik yang melekat dan memenuhi ukuran
tertentu.Sedangkan menurut Heizer dan Render (2005) mutu adalah totalitas
bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya
untuk memuaskan kebutuhan yang tampak jelas maupun tersembunyi.
Beberapa pakar mutu mendefinisikan mutu dengan beragam interpretasi.
Juran (1995) mendefinisikan mutu secara sederhana sebagai ‘kesesuaian untuk
digunakan’. Definisi ini mencakup keistimewaan produk yang memenuhi
kebutuhan konsumen dan bebas dari defisiensi. Menurut Kotler (2002) “ mutu
adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang
berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan/tersirat”. Deming berpendapat mutu adalah ‘mempertemukan
kebutuhan dan harapan konsumen secara berkelanjutan atas harga yang telah
mereka bayarkan’. Filosofi Deming membangun mutu sebagai suatu sistem.
Pengertian mutu menurut Bina Produktivitas Tenaga Kerja (1998) adalah:
1. Derajat yang sempurna (degree of exelence): mengandung pengertian
komperatif terhadap tingkat produk (grade) tertentu.
2. Tingkat mutu (quality level): mengandung pengertian mutu untuk
mengevaluasi teknikal.
3. Kesesuaian untuk digunakan (fitness for purpose user satisfaction):
kemampuan produk atau jasa dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Menurut Kotler (2002) ada 8 (delapan) dimensi mutu yaitu:
1. Kinerja (performance) karakteristik pokok dari produk inti.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yang merupakan karakteristik
sekunder atau tambahan.
3. Kehandalan (reliability), seberapa besar kemungkinan produk akan mengalami
kerusakan atau gagal.
4. Conformance to specification, sejauh mana karakteristik desain dan operasi
memenuhi standar – standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Daya tahan (durability)berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat
dipergunakan.
6. Pelayanan meliputi kecepatan, kompetisi, mudah diperbaiki, penanganan
keluhan yang memuaskan.
7. Estetika adalah daya tarik produk terhadap panca indera.
8. Mutu yang dipersiapkan (perceived quality), citra dan reputasi produk serta
tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Heizer dan Render (2005) berpendapat bahwa mutu terutama
mempengaruhi perusahaan dalam 4 (empat) hal, yaitu:
1. Biaya dan pangsa pasar, mutu yang ditingkatkan dapat mengarah kepada
peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya, keduanya juga dapat
mempengaruhi profitabilitas.
2. Reputasi perusahaan, reputasi perusahaan mengikuti reputasi mutu yang
dihasilkan. Mutu akan muncul bersamaan dengan persepsi mengenai
7

produk baru perusahaan, praktik-praktik penanganan pegawai, dan


hubungannya dengan pemasok.
3. Pertanggungjawaban produk pada organisasi memiliki tanggung jawab
yang besar atas segala akibat pemakaian barang maupun jasa.
4. Implikasi internasional, dalam era teknologi, mutu merupakan perhatian
operasional dan internasional. Agar perusahaan dapat bersaing secara
efektif dalam perekonomian global, produknya harus memenuhi mutu dan
harga yang diinginkan.

Pengendalian Mutu Pangan

Menurut Hubeis (2009), pengendalian mutu pangan bukan suatu kegiatan


tersendiri yang dapat dilakukan oleh bagian inspeksi, tetapi mencakup
keseluruhan bagian (kegiatan terencana) meliputi desain, pemasaran, rekayasa,
pembeli produksi pengemasan dan pengangkutan serta pemasok, bahan baku, dan
pelanggan. Menurut Hubeis (2009), kegiatan pengendalian mutu dapat
dikelompokan atas kegiatan berikut:
1. Pengendalian perencanaan
Pengendalian ini mencakup rancangan produk baru yang ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan mutu produk melalui serangkaian
kegiatan, seperti analisis pasar, penentuan parameter rancangan dan
keandalan produk, penentuan spesifikasi produk, membuat dan menguji
prototype produk, penentuan standar proses pembuatan dan perhitungan
biaya produk, melakukan uji produksi dan uji pemasaran. Kegiatan ini akan
berakhir apabila produk yang diteliti menghasilkan suatu prestasi.
2. Pengendalian Pasokan Bahan
Pengendalian ini mencakup prosedur-prosedur penerimaan untuk bahan
mentah, bahan penolong, bahan bakar, peralatan dan suku cadang yang
didapat dari pemasok. Dalam operasionalnya dilakukan serangkaian kegiatan
seperti penentuan spefikasi dan standar bahan mentah dan bahan penolong,
evaluasi pemasok, penerapan sistem sertifikasi, penyiapan prosedur petugas
dan peralatan uji, serta pembinaan pemasok.
3. Pengendalian Produk
Pengendalian ini mencakup kegiatan pencegahan terjadinya penyimpangan
terhadap spesifikasi mutu melalui serangkaian tahap kerja, seperti penyiapan
peralatan untuk menguji mutu produk, penyiapan prosedur pengujian,
pelatihan petugas, evaluasi kemampuan peralatan dan proses produksi,
analisis biaya mutu, dan analisis keluhan konsumen terhadap mutu produk.
4. Kegiatan Khusus
Kegiatan ini mencakup penyelidikan dan pengujian penyebab terjadinya
produk kerusakan dan tidak sesuai dengan spesifikasi mutu, dalam rangka
meningkatkan efisiensi, produktivitas, mutu dan penekanan biaya produksi
selama siklus hidup suatu produk.
8

Alat-Alat Statistik dalam Mutu

Seven tools atau tujuh alat analisastatistik merupakan proses pengendalian


statistik dari metode yang paling sederhana untuk penyelesaian masalah, yang
dikenalkan oleh Walter A. Shewhart (Gazpersz 2007). Seven tools tersebut
meliputi check sheet atau lembar periksa, run chart/stratifikasi, histogram,
diagram pareto, ishikawa chart/diagram sebab akibat, scatter diagram/diagram
sebar, dan control chart/grafik kontrol. Alat-alat statistik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:

1. Diagram alir (process flow chart)


Menurut Heizer dan Render (2005), diagram alir secara grafis
menunjukkan sebuah proses atau sistem dengan menggunakan kotak dan garis
yang saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat
yang sangat baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan
langkah-langkah sebuah proses. Diagram alir digunakan untuk membuat proses
menjadi lebih mudah dilihat berdasarkan urutan-urutan atau langkah-langkah
dari proses itu, sehingga bermanfaat bagi analisis dari proses terus-menerus
(Gasperz2003). Diagram alir digunakan apabila berkaitan dengan hal-hal
berikut:
a. terdapat masalah dalam proses yang ditunjukkan melalui tingkat
performasi proses yang rendah.
b. memberikan pelatihan kepada karyawan baru.
c. mengembangkan sistem pengukuran.
d. menganalisis ketidaksinkronan, kesenjangan, dan lainnya yang
berkaitan dengan proses.
e. landasan untuk perbaikan proses secara terus-menerus.

2. Lembar pengumpulan data (check sheet)


Menurut Gasperz (2003) check sheet atau lembar periksa adalah suatu
formulir dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu,
dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan ringkas. Dengan
demikian, lembar periksa adalah catatan yang sederhana dan teratur dalam
pengumpulan dan pencatatan data sehingga memudahkan dalam mengontrol
proses dan pengambilan keputusan. Penggunaan lembar periksa bertujuan untuk
:
a. memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui
bagaimana sesuatu masalah sering terjadi.
b. mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi.
c. menyusun data secara otomatis, sehingga data itu dapat dipergunakan
dengan mudah.
d. memisahkan antara opini dan fakta.

3. Histogram
Histogram adalah perangkat grafis yang menunjukkan distribusi, sebaran,
dan bentuk pola data dari proses. Jika data yang terkumpul menunjukkan
bahwa proses tersebut stabil dan dapat diprediksi, kemudian histogram dapat
pula digunakan untuk menunjukkan kemampuan batasan proses. Dikenal juga
sebagai grafik distribusi frekuensi, salah satu jenis grafik batang yang
9

digunakan untuk menganalisa mutu dari sekelompok data (hasil produksi),


dengan menampilkan nilai tengah sebagai standar mutu produk dan distribusi
atau penyebaran datanya. Meski sekelompok data memiliki standar mutu yang
sama, tetapi bila penyebaran data semakin melebar ke kiri atau ke kanan,
maka dapat dikatakan bahwa mutu hasil produksi pada kelompok tersebut
kurang bermutu. Sebaliknya, semakin sempit sebaran data pada kiri dan kanan
nilai tengah, maka hasil produksi dapat dikatakan lebih bermutu, karena
mendekati spesifikasi yang telah ditetapkan.

4. Diagram pareto (pareto analysis)


Diagram pareto merupakan sebuah metode untuk mengelola kesalahan,
masalah, atau kerusakan untuk membantu memusatkan perhatian pada usaha
penyelesaian masalah. Fungsi diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi
atau menyeleksi masalah utama untuk peningkatan kualitas dari yang paling
besar ke yang paling kecil (Heizer dan Render 2005).Kegunaan diagram pareto
adalah untuk :
a. menunjukkan masalah utama yang dominan dan perlu segera diatasi.
b. menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan
kumulatif secara keseluruhan.
c. menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan (koreksi)
dilakukan pada daerah yang terbatas.
d. menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan
setelah perbaikan.

5. Peta kontrol (control chart)


Peta kontrol adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk
memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/proses berada dalam
pengendalian mutu secara statistika atau tidak sehingga dapat
memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali
menunjukkan adanya perubahan data dari waktu ke waktu, tetapi tidak
menunjukkan penyebab penyimpangan meskipun penyimpangan itu akan
terlihat pada peta kendali.Peta-peta kontrol untuk data atribut adalah peta
kontrol p, peta kontrol np, peta kontrol c, dan peta kontrol u.Peta Kontrol
digunakan untuk:
a. mencapai suatu keadaan terkendali secara statistikal.
b. memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses
tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi
penyebab umum.
c. menentukan kemampuan proses (process capability).
Manfaat dari peta kendali adalah :
a. memberikan informasi apakah suatu proses produksi masih
berada didalam batas-batas kendali kualitas atau tidak terkendali.
b. memantau proses produksi secara terus-menerus agar tetap stabil.
c. menentukan kemampuan proses (capability process).
d. mengevaluasi kinerja pelaksanaan dan kebijaksanaan pelaksanaan
proses produksi.
e. membantu menentukan kriteria batas penerimaan kualitas produk
sebelum dipasarkan.
10

Batas kontrol pada peta kontrol dapat dihitung dengan menggunakan


rumus:

UCL = (Nilai rata-rata) + 3 (Simpangan baku) …………………… 1)


UCL = (Nilai rata-rata) - 3 (Simpangan baku) ………………......... 2)

Simpangan baku adalah variasi yang disebabkan oleh penyebab umum.

6. Diagram sebab-akibat (cause and effect diagram)


Menurut Heizer dan Render (2005) diagram ini disebut juga diagram
tulang ikan (fishbone diagram) dan berguna untuk memperlihatkan faktor-
faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada
masalah yang dipelajari. Selain itu, dapat juga melihat faktor-faktor yang
lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada faktor
utama tersebut yang dapat dilihat pada tanda panah-panah yang berbentuk
tulang ikan. Pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi dan
menjadi penyebab antaralain, man, material, machine, method,dan
environment.
Diagram sebab-akibat ini pertama kali dikembangkan pada tahun
1950 oleh seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu Dr. Kaoru Ishikawa
yang menggunakan uraian grafis dari unsur-unsur proses untuk
menganalisa sumber-sumber potensial dari penyimpangan proses. Diagram
sebab-akibat dapat dipergunakan untuk:
a. membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
b. membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
c. membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

7. Failure model and effect analysis (FMEA)


Failure model and effect analysis (FMEA) adalah suatu prosedur
terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode
kegagalan (failure mode).FMEA digunakan untuk mengidentifikasi
sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu
mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam
kerusakan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang
telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang menyebabkan
terganggunya fungsi dari produk itu. Menurut Chrysler (1995), FMEA
dapat dilakukan dengan mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi
suatu produk dan efeknya, mengidentifikasi tindakan yang bisa
menghilangkan atau mengurangi kesempatan dari kegagalan potensi
terjadi, pencatatan proses (document the process).
Elemen-elemen FMEA dibangun berdasarkan informasi yang mendukung
analisa. Beberapa elemen-elemen FMEA adalah sebagai berikut:
a. fungsi proses merupakan deskripsi singkat mengenai proses pembuatan
produk dimana sistem akan dianalisa.
b. mode kegagalan merupakan suatu kemungkinan kerusakan terhadap setiap
proses
11

c. efek potensial dari kegagalan merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan
terhadap pelanggan.
d. tingkat keparahan (Severity - S) penilaian keseriusan efek dari bentuk
kegagalan potensial.
e. penyebab potensial (Potential cause - S) adalah bagaimana kegagalan
tersebut bisa terjadi. dideskripsikan sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki.
f. keterjadian (Occurance - O) adalah sesering apa penyebab kegagalan
spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi.
g. deteksi (Detection- D) merupakan penilaian dari kemungkinan alat
tersebur dapat mendeteksi penyebab potensial terjadinya suatu bentuk
angka kegagalan.
h. nomor prioritas resiko (Risk Priority Number- RPN)) merupakan angka
prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian severity, occurance, dan
detection.
RPN = S x O x D………………………………. (3)

Tindakan yang direkomendasikan setelah bentuk kegagalan diatur sesuai


peringkat RPN, maka tindakan perbaikan harus segera dilakukan terhadap bentuk
kegagalan dengan nilai RPN tertinggi.

Penelitian Terdahulu

Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan bagian
tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang
sedang dibahas dalam penelitian ini. Winarto (2013)menjelaskan tentang
pengembangan pindang ikan di Kabupaten Bogor terkait keterbatasan modal,
sarana produksi, pengetahun tentang sanitasi dan higienis, teknik pengemasan,
manajemen dan pemasaran. Hasil penelitian menyatakan bahwa, pengolahan
pindang ikan skala mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Bogor layak untuk
dikembangkan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah mempelajari
dan menganalisis pengembangan usaha pemindangan ikan skala mikro, kecil dan
menengah di kabupaten Bogor. Sedangkan perbedaan dalam penelitian tersebut
adalah tidak dilakukan analisis pengendalian mutu secara spesifik.
Parwati et al .(2012) melakukan penelitian pengendalian kualitas produk
cacat sarung tangan di PT Adi Satria Abadi (PT ASA) dengan pendekatan
Kaizendan analisis masalah dengan Seven Tools yaitu menggunakan alat-alat
analisis diagram sebabakibat, diagram pareto, histogram, control chart.Hasil
penelitian menjelaskan bahwa jenis cacat terbanyak terdapat pada benang
(meleset, loncat, kendor). Jenis cacat ini disebabkan karena pada proses
pembuatan sarung tangan dan nat mempunyai ketentuan harus kecil atau tipis
atau halus. Hal inilah yang membuat para pekerja banyak mengalami kesalahan.
Namun setelah diberikan pelatihan maka jumlah cacat mengalami penurunan.
Persamaan dari penelitian ini adalah melakukan penelitian tentang pengendalian
mutu dengan menggunakan alat-alat statistik. Perbedaannya terdapat pada
penggunaan alat-alat statistik, misalanya pada penelitian ini histogram dan pareto
digunakan setelah diagram sebab akibat sehingga tidak memberikan penjelasan
yang jelas tentang kerusakan mana yang paling dominan terjadi, apa penyebab
12

utama penyebab kerusakan, seberapa sering kerusakan itu terjadi dan


kemungkinan terjadinya kerusakan.
Aulawi et al. (2016) melakukan penelitian tentang analisis pengendalian
kualitas roti di industry rumah tangga Mahabah Garut. Pada pelaksanaan
perbaikan yang dilakukan mengacu pada 8 (delapan) langkah perbaikan
(brainstorming), diagram alir cause and effect diagram,check sheet,pareto chart,
histogram,scatter diagram dan control chart) dan penggunaan seven tools untuk
mempermudah pada setiap langkah yang dilakukan. Persamaan dengan penelitian
adalah melakukan penelitian tentang pengendalian mutu dengan menggunakan
alat-alat statistik. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tahapan dan penggunaan
alat-alat penelitian, serta dasar teori dalam menentukan prioritas perbaikan.
Lumbanet al. (2012) menjelaskan tentang pengembangan usaha
pemindangan ikan di kecamatan Bekasi Barat dengan melihat faktor internal dan
eksternal pengembangan usaha pemindangan ikan tersebut. Penelitian ini juga
merumuskan prioritas strategi pada pengusaha pemindangan ikan. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif serta perumusan
strategi menggunakan perangkatStrengths, Weaknesses, Opportunities, dan
Threats (SWOT) menunjukkan bahwa perusahaan pemindangan ikan di Bekasi
Barat untuk kondisi saat ini cocok menerapkan strategi agresif yaitu
mempertahankan dan meningkatkan kualitas ikan pindang serta pengawasan dan
pelayanan, meningkatkan jumlah produksi, mengoptimalkan kegiatan produksi
dan kesejahteraan, menghasilkan jenis ikan pindang yang baru, meningkatkan
teknologi produksi dan pendekatan dengan konsumen dan membuat penganggaran
produksi.
Susviarto et al. (2009) dalam penelitiannya menggunakan metode
pendekatan kualitatif terhadap suatu studi kasus mengenai penerapan tingkat
manajemen mutu di PD Anugerah Hero dengan acuan 6 (enam) tahap
perkembangan sistem jaminan mutu yaitu: operator quality control, foreman
quality control, inspection quality control, statistic quality control, quality
assurance, dan Total Quality Management(TQM). Berdasarkan hasil pengamatan,
penyusunan pedoman dan prosedur perancangan tertulis serta percobaan-
percobaan pembuatan model sepatu (perencanaan mutu) belum dilakukan. Pada
sisi pengendalian, belum ada standar dan spesifikasi bahan baku secara tertulis.
Dengan hasil penelitian menyatakan bahwa PD Anugerah Hero dalam
menerapkan sistem jaminan mutunya masih sangat sederhana. Persamaan dengan
penelitian yang dilakukan adalah mepelajari tentang manajemen mutu pada
UMKM. Namun perbedaannya, penelitian yang dilakukan melihat pada tingkatan
manajemen mutu yang ada PD Anugerah Hero, bukan pada cara melakukan
manajemen mutu.
Tarihoran et al. (2013) dalam penilitannya dilakukan pada proses perebusan
yang merupakan proses utama dalam mengolah Crude Palm Oil (CPO). Penelitian
ini juga melihat tingginya kehilangan minyak yang terdapat pada proses
perebusan yang merupakan salah satu penyebab kurangnya mutu CPO yang
dihasilkan. Hasil penelitian ini menemukan penyebab kehilangan minyak sawit
dan melakukan rekomendasi untuk meminimalkan kehilangan minyak. Persamaan
dengan penelitian adalah melakukan pengendalian mutu pada proses produksi dan
menggunakan siklus PDCA serta alat analisis statistik dalam melakukan
pengolahan data. Perbedaan dengan penelitian ini adalah objek penelitian pada
13

minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada perusahaan besar dengan hanya pada
satu tahapan proses produksi yang dominan terjadi kerusakan.
Meirilyn (2012) melakukan penelitian tentang pengendalian kualitas dengan
metode statistik, yaitu dengan checksheet, diagram pareto, histogram, scatter
diagram, control chart, dan diagram sebab-akibat, juga menggunakan Failure
Mode Effect Analysis(FMEA).Penelitian ini juga membahas tentang implementasi
pengendalian kualitas yang dilakukan oleh PT Industri Marmer Indonesia
Tulungagung (IMIT) pada proses pemotongan menggunakan mesincross cutting,
proses tambal manual dan proses pengangkutan ke gudang untuk menanggulangi
kecacatan produk pada saat proses produksi, serta pengukuran dan pembahasan
penelitian dengan tahapanPlan, Do, Check, Action(PDCA) diterapkan oleh
perusahaan dalam melakukan seluruh aktivitas produksinya. Persamaan dengan
penelitian ini adalah pengendalian mutu terhadap kerusakan yang terjadi pada
proses produksi, serta mengunakan metode dan alat statistik berupa FMEA dan
siklus PDCA. Perbedaan dengan penelitian ini adalah objek penelitian pada bahan
galian non logam pada PT IMIT (perusahaan besar) dan hanya pada satu satu
bidang proses produksi.
Penelitian-penelitian lain yang mengkaji upaya peningkatan kualitas part
upper cover dengan metode PDCA yakni di PT Astra Komponen Indonesia yang
dilakukan oleh Yonatan et al. (2015). Penelitian juga dilakukan oleh Tanjong
(2013) tentang implementasi pengendalian kualitas dengan metode statistik pada
pabrik spareparts CV Victory Metallurgy Sidoarjo, penelitian Polomartoet al.
(2013) tentang implementasi pengendalian kualitas pada proses produksi karton
kotak makan duplex 22x22x8 cm UD Wing On Surabaya dan penelitian Sonalia et
al (2013) yaitu tentang pengendalian mutu pada proses produksi di tiga usaha
kecil menengah tahu Kabupaten Bogor.

3 METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran Penelitian

UMKM Cindy Group memiliki kapasitas produksi ikan pindang biasa


dengan metode tradisional dan ikan pindang higienis dengan metode presto yang
cukup besar. Produksi ikan pindang mempunyai citarasa yang lebih lezat dan
tidak terlalu asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang banyak, termasuk
produk yang siap untuk dimakan karena telah mengalami pemasakan dan mudah
dipasarkan, namun permasalahan yang sering hadapi adalah pengontrolan pada
proses produksi ikan pindang, sehingga terjadi penurunan kualitas yang sangat
mempengaruhi keuntungan. Pengendalian mutu pada proses produksi yang tepat
dapat menghilangkan penurunan kualitas ikan pindang biasa maupun ikan pindang
higienis. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
14

UMKM Cindy Group

Proses Produksi

Pindang Higienis Pindang Biasa

Proses Pengendalian Mutu

Pengumpulan Proses Identifikasi Prioritas


1
data pengolahan dan penyebab Perbaikan
analisa data kerusakan
Check Sheet dan Histogram,
Process Flow Diagram Pareto, Fish FMEA
Chart Peta Kendali BoneDiagram

Rekomendasi dan Implikasi Manajerial

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian


Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di UMKM Cindy Group terletak di Kp. Tulang


Kuning RT 02 RW 02 Desa Waru Kecamatan Parung Kabupaten Bogor pada
bulan Maret- Juni 2016.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data primer. Dataprimer


diperoleh dari pengumpulan data menggunakan check sheetdan diagram alir di
lokasi penelitian. Data primer juga diperoleh dari pemilik usaha UMKM Cindy
Group tentang sejarah dan perkembangan usaha, sarana dan prasarana yang
dimiliki.Data sekunderdiperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan (DPP)
Kabupaten Bogor yaitu jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM),
jumlah produksi ikan pindang per-hari dan jenis-jenis ikan yang dipindang di
Kabupaten Bogor, dan studi literatur dari sumber-sumber terkait yang berasal dari
buku, jurnal, karya ilmiah, internet, dan sumber lainnya yang mendukung.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancaradengan


pemilik usaha dan karyawan atau tenaga kerja UMKM Cindy Group untuk
mengetahui gambaran umum dan kondisi terkini di UMKM. Selain itu, dilakukan
observasiuntuk mengamati proses produksi ikan pindang biasa maupun ikan
pindang higienis di UMKM Cindy Group. Data lainnya didapatkan dari dokumen
UMKM Cindy Group terkait sejarah dan perkembangan usaha, sarana dan
15

prasarana UMKM Cindy Group. Instrumen yang digunakan adalah dengan


menggunaka daftar check sheet dan diagram alir.

Metode Pengolahan dan Analisa Data

Pada penelitian ini menggunakan lima alat statistik dari seven


toolsyangdigunakan, dikarenakan terdapat keterbatasan data dan fungsi dari kedua
alat statistik yang tidak digunakan tersebut.
Metode pengolahan dan analisa data dilakukan dalam 4 (empat) tahap
meliputi:
1. Pengumpulan data menggunakan process flow chartdan check sheet.
Diagram alir (process flow chart)
Langkah –langkah yang dilakukan dalam membuat diagram alir adalah:
a) buat suatu diagram alir awal dengan menggunakan dokumen definisi
proses untuk mendefinisikan input, proses, output.
b) memperbaiki diagram alir proses dengan cara pemeriksaan kembali
apakah diagram alir itu telah sesuai dengan proses sekarang.
c) validasi diagram alir berkaitan dengan apakah diagram alir proses terlalu
spesifik ataukah terlalu global.
d) interpretasi diagram alir proses melalui menghitung total waktu kerja.
Lembar pengumpulan data (check sheet)
Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a) menjelaskan tujuan pengumpulan data.
b) identifikasi apa variabel atau atribut karakteristik kualitas yang sedang
diukur.
c) menentukan waktu atau tempat pengukuran.
d) mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur.
e) menjumlahkan data yang telah dikumpulkan.
2. Proses pengolahan dan analisa data yang bertujuan untuk melihat
penyebaran data, jenis kerusakan yang sering terjadi dalam satu kali
produksi dan melihat apakah pengendalian mutu pada proses produksi di
UMKM Cindy Group terkendali atau tidak.
a. Histogram.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan menggunakan diagram
alir dan lembar pengumpulan data (check sheet) maka selanjutnya akan
dilakukan pengolahan data. Pengolahan data menggunakan histogram
menggunakan minitab 14 yang bertujuan untuk memberikan gambaran yang
akurat tentang kondisi hasil produksi, terutama dalam menentukan besaran
nilai tengah (standar) dan seberapa banyak kelas-kelas data yangakan
menggambarkan penyebaran data yang tercipta.
Seberapa banyak kelas-kelas data yang dibuat untuk menggambarkan
penyebaran data, ditentukan dengan cara: pertama, menentukan batas-batas
observasi (rentang). Rentang (r) adalah data tertinggi dikurangi data terkecil.
Kedua, menghitung banyaknya kelas atau sel-sel. Banyak kelas (b) = 1 + 3,3
log n. Selanjutnya, menentukan lebar/panjang kelas dengan menggunakan
rumus panjang kelas (p) merupakan hasil pembagian nilai rentang dengan
banyaknya kelas. Keempat, menentukan ujung kelas.Ujung kelas pertama
diambil dari terkecil. Kelas berikutnya dihitung dengan cara menjumlahkan
16

ujung bawah kelas. Kelima, menghitung nilai frekuensi histogram masing-


masing kelas.Keenam, menggambarkan diagram batangnya. Ketujuh
menghitung tingkat kemiriangan(skewness).
b. Diagram Pareto.
Diagram pareto diolah menggunakan Minitab 14, namun secara manual
dapat dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menggambar 2 buah garis yaitu sebuah garis vertikal dan sebuah garis
horisontal.Garis vertikal - Garis vertikal sebelah kiri: skala pada garis ini
merupakan skala dari nol sampai total keseluruhan dari variabel masalah
yang terjadi (misalnya total kerusakan produk). - Garis vertikal sebelah
kanan: skala pada garis ini adalah skala dari 0% sampai 100%. Garis
Horizontal. Garis ini dibagi ke dalam banyaknya interval sesuai dengan
banyaknya item masalah yang diklasifikasikan.
b) Kurva kumulatif digambarkan serta dicantumkan nilai-nilai kumulatif
(total kumulatif atau persen kumulatif) di sebelah kanan atas dari interval
setiap item masalah.
c) Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama
dari masalah yang sedang terjadi.
c. Peta kendali.
Peta kendali menganalisis apakah proses produksi pada UMKM
Cindy Group terkendali atau tidak dengan menggunakan control chartatau
peta kontrol, peta kontrol yang digunakan adalah peta kontrol p yang
digunakan untuk mengendalikan bagian produk kerusakan dari hasil
produksi.Peta kendali diolah menggunakan minitab 14, namun secara
manual dapat dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menentukan ukuran contoh yang cukup besar (n > 30).
b) Menghitung nilai proporsi kerusakan yaitu dengan rumus:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝐶𝑎𝑐𝑎𝑡


𝑝= .............................................. 4)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

c) Menghitung nilai simpangan baku dengan rumus:

p (1− p )
𝑆𝑝 = √ ……………………………………. 5)
𝑛

Rumus di atas jika p-bar ( p ) dalam fraksi, namun jika ( p ) dinyatakan


dalam persentase maka Sp dihitung sebagai berikut:

p (100− p )
𝑆𝑝 = √ ..................................................... 6)
𝑛

d) Hitung batas-batas kontrol 3-sigma dari :


CL = p .........................................7)
UCL = p + 3Sp .............................. 8)
LCL = p - 3Sp ............................... 9)
17

e) Tebarkan data proporsi kerusakan dan lakukan pengamatan apakah data


itu berada dalam pengendalian statistikal.
f) Apabiladata pengamatan menunjukkan proses berada dalam pengendalian
statistikal, tentukan kapabilitas proses untuk menghasilkan produk yang
sesuai sebesar: (1 – p )atau (100% - p , %), hal ini serupa dengan proses
menghasilkanproduk kerusakan sebesar p .
g) Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses
terus-menerus. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses
tidak berada dalam pengendalian statistikal, proses tersebut harus
diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol p untuk
pengendalian proses terus-menerus.
3. Identifikasi penyebab kerusakan dilakukan dengan menggunakanfishbone
diagramyang dikerjakan bersama-sama dengan pihak UMKM Cindy
Group,untuk menganalisis akar penyebab kerusakan proses produksi.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi variabel atau atribut karakteristik kualitas yang sedang
diukur.
b. Mengumpulkan data untuk item yang sedang diukur. Teknik yang
digunakan adalah observasi dan survei.
c. Menjumlahkan data yang telah dikumpulkan.
4. Prioritas perbaikan dengan menggunakanFailure Mode Effect
Analysis(FMEA)yaitu melakukan penilaian terhadap penyebab
kerusakan(severity), keseringan terjadinya kerusakan (occurance), dan
seberapa sering terdeteksi kerusakan yang terjadi (detection)untuk
menentukan prioritas perbaikan pada kerusakan yang terjadi.

Langkah-langkah dalam pembuatan FMEA mengikuti sepuluh tahapan


berikut ini (McDermott et al. 2009):
1. Melakukan peninjauan terhadap proses.
2. Mengidentifikasi potential failure mode (mode kegagalan potensial) pada
proses.
3. Membuat daftar potential effect (akibat potensial) dari masing-masing
mode kegagalan.
4. Menentukan peringkat severity untuk masing-masing kerusakan yang
terjadi.
5. Menentukan peringkat occurance untuk masing-masing mode kegagalan.
6. Menentukan peringkat detection untuk masing-masing mode kegagalan
dan/atau akibat yang terjadi.
7. Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) untuk masing-masing
kerusakan.
8. Membuat prioritas mode kegagalan berdasarkan nilai RPN untuk
dilakukan tindakan perbaikan.
9. Melakukan tindakan untuk mengeliminasi atau mengurangi kegagalan
yang paling banyak terjadi.
10. Menjumlahkan hasil RPN sebagai mode kegagalan yang dikurangi atau
dieliminasi.
18

Hal - hal yang diidentifikasi dalam process FMEA yaitu (Besterfield 2003):
a. Process function requirement. Mendeskripsikan proses yang dianalisa.
Tujuan proses harus diberikan selengkap dan sejelas mungkin. Jika proses
yang dianalisa melibatkan lebih dari satu operasi, masing - masing operasi
harus disebutkan secara terpisah disertai deskripsinya.
b. Potential failure mode. Dalam process FMEA, salah satu dari tiga tipe
kesalahan harus disebutkan disini. Pertama dan paling penting adalah cara
dimana kemungkinan proses dapat gagal. Dua bentuk lainnyatermasuk
bentuk kesalahan potensial dalam operasi berikutnya dan pengaruh yang
terkait dengan kesalahan potensial dalam operasi sebelumnya.
c. Potential effect of failure. Sama dengan desain FMEA, pengaruh potensial
dari kesalahan adalah pengaruh yang diterima oleh konsumen. Pengaruh
kesalahan harus digambarkan dalam kaitannya dengan apa yang dialami
konsumen. Pada potential effect of failure juga harus dinyatakan apakah
keselamatan akan mempengaruhi keselamatan seseorang atau melanggar
beberapa peraturan produk.
d. Severity. Nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap
konsumen maupun terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara
tidak langsung juga merugikan. Nilai severity terdiri dari rating 1-10. Tabel
3memperlihatkan kriteria dari setiap nilai ratingseverity.
Tabel 3 Efek, kriteria, dan rating severity
Efek Kriteria Rangking
Berbahaya tanpa ada peringatan  Tenaga kerja bekerja dengan tidak
bertanggung jawab
 Ruangan kotor dan tidak higienis
 Wadah penyimpanan dan bahan baku
tidak sesuai standar 10
 Metode yang digunakan tidak sesuai
dengan pekerjaan
 Peralatan sesuai dengan standar yang
berlaku
Berbahaya dan ada peringatan  Tenaga kerja bekerja tidak sesuai dengan
instruksi yang diberikan
 Ruangan kotor
 Bahan baku yang tidak sesuai standar 9
 Tidak adanya SOP dalam bekerja
 Peralatan tidak tersedia
Sangat tinggi  Tenaga kerja ceroboh dan dan terburu-
buru dalam bekerja
 Ruangan berantakan
8
 Bahan baku tidak bagus
 Tidak adanya prosedur
 Ketersediaan peralatan
Tinggi  Tenaga kerja yang terburu-buru dalam
bekerja 7
 Ruangan tidak tertata sesuai dengan
19

Lanjutan Tabel 3 Efek, kriteria, dan rating severityKriteria


Efek Rangking
fungsinya
 Wadah penyimpanan tidak sesuai standar
 Kurangnya SOP dalam bekerja
 Peralatan pada proses produksi kurang
steril
 Tenaga kerja yang ceroboh dalam bekerja
 Jarak yang jauh dalam mengambil bahan
baku
Sedang 6
 Wadah penyimpanan tidak bagus
 Kurangnya prosedur pencucian
 Wadah pembungkus tidak bersih
Rendah  Tenaga kerja yang tidak terburu-buru
dalam bekerja
 Jarak yang dekat dalam mengambil bahan
baku 5
 Wadah penyimpanan bagus
 Adanya prosedur pencucian
 Wadah pembungkus kurang bersih
Sangat rendah  Tenaga kerja yang tidak ceroboh dalam
bekerja
 Ruangan tertata sesuai dengan fungsinya
4
 Wadah penyimpanan sesuai standar
 Adanya SOP dalam bekerja
 Kebersihan wadah pembungkus
 Tenaga kerja tidak ceroboh dan tidak
terburu-buru dalam bekerja
 Ruangan rapi
Kecil 3
 Bahan baku bagus
 Adanya prosedur pencucian yang memadai
 Kesterilan peralatan pada proses produksi
Sangat kecil  Tenaga kerja bekerja sesuai dengan
instruksi yang diberikan
 Ruangan bersih
2
 Bahan baku sesuai standar
 Adanya SOP yang memadai dalam bekerja
 Ketersediaan peralatan
Tidak berbahaya  Tenaga kerja bekerja dengan penuh
tanggung jawab
 Ruangan bersih dan higienis
 Wadah penyimpanan dan bahan baku sesuai
1
standar
 Metode yang digunakan sesuai dengan
pekerjaan
 Peralatan sesuai dengan standar yang
20

Efek Kriteria Rangking


berlaku
Sumber: Besterfield (2003)
e. Klasifikasi (class). Kolom ini digunakan untuk mengklasifikasikan beberapa
karakteristik produk khusus untuk komponen, sub sistem atau sistem-sistem
yang mungkin memerlukan kontrol proses tambahan
f. Potential cause. Penyebab potensial kesalahan diartikan bagaimana
kesalahan dapat terjadi,digambarkan darisegala sesuatu yang dapat
diperbaiki atau dikendalikan. Setiap penyebab kesalahan yang
memungkinkan untuk masing-masing kesalahan yang dibuat harus
selengkapnya dan sejelas mungkin.
g. Occurance. Seberapa sering kemungkinan penyebab kegagalan terjadi. Nilai
occurance ini diberikan untuk setiap penyebab kegagalan yang terdiri dari
rating 1-10. Tabel 5 memperlihatkan kriteria dari setiap nilai rating
occurance. Semakin sering penyebab kegagalan terjadi, semakin tinggi nilai
ranking yang diberikan.

Tabel 4 Peluang terjadinya kegagalan, tingkat kemungkinan kegagalan dan


rangking occurance
Peluang terjadinya penyebab Tingkat kemungkinan
Ranking
kegagalan kegagalan
Sangat tinggi: kegagalan hampir tak 1 dalam 2 10
terhindarkan. 1 dalam 3 9
Tinggi: berhubungan dengan proses 1 dalam 8 8
serupa ke proses sebelumnya yang
1 dalam 20 7
sudah sering gagal
Sedang: berhubungan dengan proses 1 dalam 80 6
serupa ke proses sebelumnya yang 1 dalam 400 5
sudah mengalami kegagalan sekali-
1 dalam 2000 4
sekali
Rendah: kegagalan yang terisolasi 1 dalam 15000 3
berhubungan dengan proses serupa 1 dalam 150000 2
Sangat kecil: kegagalan tidak
mungkin, tidak terjadi kegagalan
1 dalam 1500000 1
yang berhubungan dengan proses
serupa
Sumber: Besterfield (2003)
h. Current process control merupakan deskripsi kontrol yang dapat mencegah
sejauh memungkinkan bentuk kesalahan dari kejadian atau mendeteksi
bentuk kesalahan yang terjadi.
i. Detection merupakan seberapa jauh penyebab kegagalan dapat terjadi
yang terdiri dari rating 1-10 yang tersaji pada Tabel 6.
21

Tabel 5 Kemungkinan kesalahan terdeteksi, kriteria, dan rankingdetection


Deteksi Kriteria Ranking
Absolutely Tidak ada kendali untuk mendeteksi kegagalan
10
impossible
Very Remote Sangat sedikit kendali untuk mendeteksi kegagalan 9
Sedikit terdapat kendali untuk mendeteksi
Remote 8
kegagalan
Sangat rendah terdapat kendali untuk mendeteksi
Very Low 7
kegagalan
Rendah terdapat kendali untuk mendeteksi
Low 6
kegagalan
Sedang terdapat kendali untuk mendeteksi
Moderate 5
kegagalan
Sedang tinggi terdapat kendali untuk
Moderate High 4
mendeteksi kegagalan
High Tinggi terdapat kendali untuk mendeteksi kegagalan 3
Sangat tinggi terdapat kendali untuk
Very High 2
mendeteksi kegagalan
Almost Certain Kendali hampir pasti dapat mendeteksi kegagalan 1
Sumber:Besterfield(2003)

j. RPN Risk Priority Number (RPN) adalah suatu sistem matematis yang
menerjemahkan sekumpulan dari efek dengan tingkat keparahan (severity)
yang serius, sehingga dapat menciptakan suatu kegagalan yang berkaitan
dengan efek-efek tersebut (occurance), dan mempunyai kemampuan untuk
mendeteksi kegagalan-kegagalan (detection) tersebut sebelum sampai ke
konsumen. RPN merupakan perkalian dari rating occurance (O), severity(S)
dan detection (D).
RPN = O x S x D ............................................. 10)

Nilai RPN berkisar dari 1-1000, dengan 1 sebagai kemungkinan risiko


desain terkecil.Nilai RPN dapat digunakan sebagai panduan untuk
mengetahui masalah yang paling serius, dengan indikasi angka yang paling
tinggi memerlukan prioritas penanganan yang serius.Tindakan yang
direkomendasikanbertujuan untuk mengurangi satu atau lebih kriteria yang
menyusun RPN. Peringkat dalam tingkat design validationakan
menghasilkan pengurangan di tingkat detection. Hanya memindahkan atau
mengontrol satu atau lebih dari penyebab/modus kerusakan melaluirevisi
desain bisa berefek pada penurunan peringkat occurance.Danhanya revisi
desain yang bisa membawa pengurangan peringkat severity.
22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum UMKM Cindy Group

UMKM Cindy Group adalah usaha perorangan yang bergerak di bidang


perikanan yaitu pengelolaan ikan pindang yang berlokasi di Kp. Tulang Kuning
RT 02 RW 06 Desa Waru, Kecamatan Parung. Usaha ini dirintis pada tahun 2003
dengan kepemilikan Bapak Solihin dan dua rekannya yang membantu untuk
mengelola usaha tersebut. Pemindangan ikan dimaksud dilakukan secara
tradisional dengan teknik penggaraman.Pada awalnya kapasitas produksi rata-rata
500 kg per hari, karena keterbatasan sumber daya maka Bapak Solihin bersama
ke-dua rekannya melakukan pengolahan sekaligus memasarkan produk mereka
(ikan pindang tradisional). Permintaan terhadap ikan pindang makin meningkat
sehingga diperlukan tempat penampungan yang besar sebelum didistribusikan ke
pembeli. Hal ini diwujudkan dengan membangun coldstoragedengan kapasitas
100 ton dengan pemasaran di lingkup Bogor dan sekitarnya, meskipun kapasitas
produksi masih terbatas, maka pada tahun 2009 dilakukan peningkatan kapasitas
produksi, yaitu mencapai 5 ton per hari dengan jangkauan pasar yang semakin
luas, mencakup wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Depok, Ciputat,
Sukabumi, Pasar Minggu, Tangerang, Cianjur dan Rangkas Bitung serta Bayah.
Pada tahun 2013 usaha pemindangan ini diberi nama UMKM Cindy
Group. Demikian juga keinginan untuk mengembangkan usaha dan memproduksi
hasil olahan yang layak konsumsi serta memperluaspemasaranmaka UMKM
Cindy Group melakukan terobosan pengolahan ikan pindang secara higienis.
Usaha ini akhirnya terealisasi pada tahun 2014, dengan dibangunnya Unit
Pengolahan Ikan yang berusaha mengacu pada standar teknis yang berlaku, serta
melakukan inovasi pindang berbumbu siap saji, dengan metode pemasakan teknik
presto dan pengemasan vakum, dengan demikian produk olahan UMKM Cindy
Group kini sudah menjangkau pemasaran yang lebih luas, dan mulai menjajaki
kerjasama dengan pasar retail modern.
Pada awal tahun 2015, UMKM Cindy Group melakukan inovasi pindang
bumbu melalui teknik pengasapan dengan media pengemas bambu, untuk
memberikan cita rasa yang khas pada olahan pindang. Inovasi yang dilakukan
tidak hanya pada jenis kemasan dan proses produksi, tetapi inovasi olahan juga
dilakukan pada variasi rasa pindang.Saat ini, UMKM Cindy Group masih terus
melakukan eksplorasi bentuk olahan pindang, sehingga lebih dapat dinikmati
masyarakat luas dengan tampilan estetika yang lebih menarik dan rasa yang lebih
variatif serta dapat diterima oleh masyarakat di berbagai kalangan.Berbagai
terobosan pasar untuk produk ini juga sudah mulai dijajaki sebelum benar-benar
diproduksi secara massal.Secara garis besar UMKM Cindy Group memiliki dua
produk yaitu ikan pindang higienis dengan metode presto sekitar 350-500 kg per
hari dan ikan pindang biasa dengan metode tradisional sebesar 5 ton per hari.
UMKM Cindy Group memiliki struktur organisasi yang berfungsi sebagai
kontrol pekerjaan, tujuannya adalah untuk menghasilkan sistem kerja yang solid,
dengan demikian sistem kerja tersebut sangat tergantung pada kualitas dari
sumber daya manusia di bidang pengolahan ikan yang dimiliki oleh UMKM
Cindy Group sehingga berbagai pelatihan dan bimbingan teknis seperti pelatihan
23

Program Manajemen Mutu Terpadu (PPMT), pelatihan Good Manufacturing


Practices (GMP), Sanitation Standar Operating Procedures (SSOP), serta
berbagai pelatihan pengolahan. Struktur organisasi dari UMKM Cindy Group.
Ketua

Bagian Legal

Koordinator Quality Bagian Teknologi Kepala Kepala


Operasional Control Informatika Administrasi Divisi
dan Keuangan Pemasaran

Kepala Kepala Kepala Kepala Kepala Bagian


Gudang Gudang Gudang Divisi Divisi Pengolahan
Bahan Peralatan Produk Pengolahan Pengemasan Limbah
Baku Jadi

Gambar 2 Struktur organisasi UMKM Cindy Group

Sarana dan Prasarana

Faktor-faktor produksi (input) yangdiperlukan untuk melakukan proses


produksi. Input dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yakni :
1. Input tetap, input yang tidak dapat diubah jumlahnya dalam jangka panjang
yaitu luas bangunan untuk pengolahan sebesar 100 m2 yang terletak di
lokasi pengolahan dengan luasan sebesar 1000 m2.
2. Input variable, input yang dapat diubah-ubah jumlahnya dalam jangka
pendek yaitu peralatan pengolahan dengan berbagai jenis yang bersifat
manual maupun menggunakan bantuan tenaga listrik. Adapun jenis, jumlah
dan status kepemilikan peralatan-peralatan tersebut dapat dilihat pada Tabel
7.
Tabel 6 Peralatan pengolahan pindang UMKM Cindy Group
No Jenis Jumlah Status Kepemilikan
(Milik sendiri/sewa)
1. Presto (kap 50 kg) 10 Milik sendiri
buah
2. 10 6 Milik sendiri, 4 bantuan
Meja Stainless steel
buah P2HP-KKP
3. Rak Stainless Steel 5 buah Milik sendiri
4. Oven 1 buah Milik sendiri
5. 3 buah 2 Milik sendiri, 1 bantuan
Pengemas Vacuum
P2HP KKP
24

Lanjutan Tabel 6 Peralatan pengolahan pindang UMKM Cindy Group


No Jenis Jumlah Status Kepemilikan
(Milik sendiri/sewa)
6. Freezer 3 buah Milik sendiri
7. Show case 25 Milik sendiri
buah
8. Cold Storage 1 buah Milik sendiri
(kap 100 ton)
9. Presto (kap 300 kg) 1 buah Bantuan P2HP-KKP
10. Mobil Truck double cabin 1 buah Milik sendiri

11. Mobil truck engkel 1 buah Milik sendiri


12. Motor Roda Tiga 1 buah Bantuan P2HP-KKP
Berpendingin
13. Blower 5 buah Milik sendiri
14. Hot Code 1 buah Milik sendiri
15. Hand Sealer 1 buah Milik sendiri
16. Badeng 18 4 milik sendiri, 14 Bantuan
buah P2HP-KKP
17. Timbangan Digital 1 buah Milik sendiri
Bumbu
18. Timbangan Bahan Baku 1 buah Milik sendiri
19. Troly 1 buah Milik sendiri
20. Bak Perebusan 3 buah Bantuan P2HP-KKP
21. Chiller Room 1 buah Bantuan P2HP-KKP
22. Genset 1 Unit Bantuan P2HP-KKP
23. Bone Saw 1 Unit Bantuan P2HP-KKP
24. Kompor Gas Smawar dan 1 Bantuan P2HP-KKP
Tabung paket
25. Keranjang 4 buah Bantuan P2HP-KKP
26. Palet plastic 8 buah Bantuan P2HP-KKP

Teknologi produksi yang digunakan merupakan perpaduan antar teknologi


sederhana dan teknologi semimodern.Pada pengolahan pindang tradisional
teknologi masih sangat sederhanaterlihat dari penggunaan peralatan yang sangat
minim dan dilakukan secaramanual dengan tenaga manusia. Berbeda halnya
denganpengolahan pindang higienis yang telah menggunakan teknologi semi
modernkarena menggunakan peralatan berupa pengukus presto dan ditunjang
denganperalatan lainnya seperti meja stainless steel, rak stainless steel, oven,
pengemasvacuum dan freezer, hot code, hand sealer dan lain-lain. Pekerjaan di
pengolahanpindang higienis merupakan gabungan antara keterampilan tenaga
pekerja baik penggunaan peralatan manual maupun pengoperasian peralatan semi
modern.
25

Proses Produksi Pemindangan Ikan

Pada usaha pemindangan ikan terdapat beberapa faktor produksi


(input)yang mempengaruhi produksi (output ), antara lain:
1. Ikan mentah merupakan faktor produksi yang utama dalam melakukan usaha
pemindangan ikan. Ikan mentah sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang
ada beberapa macam, antara lain ikan bandeng, cakalang, tongkol, layang.
Ukuran untuk bahan baku ikan mentah yang dipakai dalam penelitian ini
adalah kilogram (kg), bukan berdasarkan jumlah banyaknya ekor ikan
ataupun besar kecilnya masing-masing ekor ikan, karena ikan mentah yang
akan dipindang berbeda untuk setiap kilogramnya tergantung besar kecilnya
ikan.Produksi ikan pindang biasa dan higienis menggunakan bahan baku ikan
segar yaitu ikan yang masih mempunyai sifat yang sama seperti ikan hidup,
baik rupa, bau, rasa maupun teksturnya (Adawyah 2007). Cara mudah untuk
menilai ikan segar dan tidak segar dengan melihat kenampakannya, seperti
tersaji pada Tabel 9.
Tabel 7 Ciri-ciri ikan segar dan ikan tidak segar
Kenampakan Ikan Segar Ikan Tidak Segar
Sisik  Sisik menempel kuat pada  Sisik mudah terlepas dari
tubuh sehingga sulit lepas. tubuh

Mata  Mata tampak terang, jernih,  Tampak suram, tenggelam dan


menonjol dan cembung mengkerut

Insang  Insang berwarna merah  Insang berwarna cokelat suram


sampai merah tua, terang dan atau abu-abu dan lamella
lamella insang terpisah insang berdempetan.
 Insang tertutup oleh lender  Lendir insang keruh dan
berwarna terang dan berbau berbau asam, menusuk hidung
segar seperti bau ikan
Daging  Daging kenyal, menandakan  Daging lunak, menandakan
rigormortis masih rigormortis telah selesai
berlangsung  Daging dan bagian tubuh lain
 Daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk
berbau segar  Bila ditekan dengan jari
 Bila daging ditekan dengan tampak bekas lekukan
jari tidak tampak bekas  Daging mudah lepas dari
lekukan tulang
 Daging melekat pada tulang

Sumber: Hadiwiyoto (1993)

2. Garam, salah satu bahan pokok yang digunakan dalam pembuatan ikan
pindangyaitu garam. Untuk ukuran garam yang dipakai adalah kilogram (kg).
3. Kompor dan gas,kompor merupakan alat yang digunakan sebagai sarana
pemindangan dalam ikan mentah menjadi ikan pindang. Dalam penelitian ini
yang menjadi ukuran adalah banyaknya kompor yang dimiliki oleh
pengusaha industri pemindangan ikan yang dihitung dengan jumlah biji/buah.
Dalam proses produksipemindangan ikan memerlukan bahan bakar yang
26

menghasilkan api. Tabung gasmerupakan bahan bakar yang dapat digunakan


dalam proses pemindangan ikan.
4. Tenaga kerjamerupakan faktor produksi yang perlu diperhitungkan dalam
proses produksi dalam jumlah yang cukup.
5. Produksi hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output.
Untuk usaha pemindangan ikan produk yang dihasilkan adalah berupa ikan
pindang yang siap jual, siap dimasak dan siap untuk dimakan.

Identifikasi Kerusakan Ikan Pindang

Pada penelitian ini cakupan pembahasan terbatas hanya pada produksi


pindang tradisional dan pindang higienis saja.kedua pengolahan tersebut terdapat
perbedaan aktivitas sehingga menghasilkan produk yang berbeda. Adapun
prosesproduksi masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Produksi Pindang Biasa


Pada produksi pindang tradisional atau pindang biasa proses pemindangan
dilakukan secarasederhana karena menggunakan peralatan yang sederhana dan
masih bersifat manual. Penerapan aspek sanitasi dan higienis dalam setiap tahapan
proses produksimasih sangat minim dan belum menjadi perhatian utama sehingga
produk yang dihasilkan belum memiliki penampilan yang menarik. Proses
produski pindang biasa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir proses produksi pindang biasa


Tahapan-tahapan dalam proses produksi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Input, tahapan ini adalah tahapan penerimaan bahan bahan baku ikan
pindang biasa yang dibagi menjadi dua :
a) Bahan baku diperoleh dari pemasok dari lima daerah yaitu dari Tuban,
Bitung, Makasar dan Sibolga. Proses pengiriman sampai penerimaan
bahan baku selama 3 (tiga) hari.
b) Bahan bakuyang telah diperoleh disimpan di gudang dan
pemakaiannya selama 1-3 hari.
27

2. Process, tahapan ini adalah tahapan proses pengolahan bahan baku ikan
pindang biasa, yang dibagi menjadi empat tahapan :
a) Penyortiran, tahapan ini adalah memilah ikan sesuai dengan ukuran
ikan dan jenis ikan yaitu,ukuran kecil (5-6 ekor /kg ), sedang (3-4 ekor
/kg), dan besar (2 ekor /kg).sedangkan jenis ikan yaitu ikan cakalang,
bandeng, baby tuna dan layang. Penyortiran ini membutuhkan waktu 2
(dua) jam.
b) Bahan baku yang telah disortir selanjutnya dibuang isi perutnya karena
bagian tersebut merupakan sumber bakteri pada ikan. Tahapan
pencucian in membutuhkan waktu 2 (dua) jam.
c) Ikan-ikan yang telah dicuci kemudian disusun dalam keranjang yang
terbuat dari bambu, membutuhkan waktu selama 2 (dua) jam
penyusunan. Ukuran keranjang disesuaikan dengan ukuran ikan. Jenis
keranjang antara lain BK atau besek kecil, BB atau besek besar dan
Jumbo. Selanjutnya setelah disusun, keranjang berisi ikan tersebut
disusun keatas dan diikat dengan tali rafia, masing-masing ikatan
terdiri dari 10 keranjang. Tujuan pengikatan keranjang tersebut agar
ikan tidak tumpah pada saat dilakukan perebusan.
d) Perebusan dilakukan selama kurang lebih 15-30 menit tergantung dari
jenis dan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka semakin lama
waktu yang diperlukan untuk melakukan perebusan. Dalam air rebusan
dimasukkan garam dengan tujuan untuk menghambat aktivitas bakteri
pada ikan dan menciptakan rasa gurih pada ikan. Perebusan dilakukan
dengan cara memasukkan ikatan keranjang ke dalam bandeng yang
telah berisi air garam, sambil dicelup-celupkan sampai diperkirakan
ikan sudah cukup matang.
3. Tahap terakhir adalah tahap output yaitu:
a) Setelah ikan matang, ikatan keranjang diangkat dan ditiriskan,
kemudian dilepaskan dari ikatan tali rafia. Setelah ikan ditiriskan dan
sudah dingin, selanjutnya dilakukan pengepakan dengan meletakkan
keranjang-keranjang yang berisi pindang kedalam keranjang besar
dengan tujuan untuk memudahkan pengangkutan.
b) Pendistribusian dilakukan di pasar tradisional di wilaya Kabupaten
Bogor, Kota Bogor, Depok, Ciputat, Sukabumi, Pasar Minggu,
Tangerang, Cianjur dan Rangkas Bitung serta Bayah.

b. Proses Produksi Pindang Higienis


Proses produksi pindang higienis lebih bersifat semi modern karena telah
menggunakan sebagian peralatan yang memang memanfaatkan tenaga listrik.
Disamping itu, dalam setiap tahapan proses pengolahannya telah dilakukan
penerapan sanitasi dan higienis baik peralatan, personel maupun ruang produksi.
Hal ini berpengaruh pula terhadap produk yang dihasilkan yaitu lebih
higienis,menarik dan aman dikonsumsi. Proses produksi pindang higienis dapat
diuraikan pada Gambar 4.
28

Gambar 4 Diagram alir proses produksi pindang higienis


Tahapan-tahapan dalam proses produksi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Input, tahapan ini adalah tahapan penerimaan bahan bahan baku ikan
pindang higienis yang dibagi menjadi dua :
a) Bahan baku diperoleh dari supplier dari lima daerah yaitu dari Tuban,
Bitung, Makasar dan Sibolga. Proses pengiriman sampai penerimaan
bahan baku selama 3 (tiga) hari.
b) Bahan baku yang telah diperoleh disimpan di gudang dan
pemakaiannya selama 1-3 hari.
2. Process, tahapan ini adalah tahapan proses pengolahan bahan baku ikan
pindang higienis, yang dibagi menjadi delapan tahapan:
a) Penyortiran, tahapan ini adalah memilah ikan sesuai dengan ukuran
ikan dan jenis ikan yaitu, ukuran kecil (5-6 ekor /kg ), sedang (3-4 ekor
/kg), dan besar (2 ekor /kg). sedangkan jenis ikan yaitu ikan cakalang,
bandeng, baby tuna dan layang. Penyortiran ini membutuhkan waktu
selama 30 menit.
b) Bahan baku yang akan diproses menjadi pindang higienis kemudian
dilakukan pembersihan dari isi perut dan insang dengan tujuan untuk
menghilangkan sumber bakteri selanjutnya ikan dicuci bersih sehingga
produk tetap dijaga kebersihannya. Kemudian dilakukan pengecekan
ulang untuk mendapatkan ikan yang berkualitas berdasarkan warna
dasar dan aroma ikan.
c) Garam merupakan bahan penolong pada pengolahan ikan karena
berfungsi untuk menghambat mikroorganisme seperti bakteri pada
ikan. Pada pindang higienis penggunaan garam yaitu dengan cara
merendam ikan di larutan garam untuk mendapatkan hasil dengan
mutu yang lebih baik. Perendaman dilakukan selama 25 – 30 menit
dengan kadar garam 15% - 25% berdasarkan ukuran ikan.
d) Setelah ikan ditiriskan dari larutan garam, selanjutnya ikan disusun
pada keranjang.Keranjang yang telah berisi ikan dimasukkan ke dalam
alat pengukusan. Alat tersebut berkapasitas 50 kg untuk satu kali
29

proses pengukusan. Saat ini terdapat dua alat pengukusan dengan


kapasitas yang sama. Proses penyusunan membutuhkan waktu selama
10 menit.
e) Proses pengukusan membutuhkan waktu sekitar 4-6 jam. Disamping
berfungsi sebagai pengukusan, alat tersebut juga untuk mengepres
(presto) sehingga menyebabkan tulang dan duri ikan menjadi lunak.
f) Setelah ikan melalui tahapan pengukusan, selanjutnya proses
penciptarasaan yaitu penambahan bumbu masakan untuk memberi rasa
pada ikan. Bumbu masakan tersebut diolah secara manual dengan cara
mencampurkan beberapa jenis rempah-rempahan yang sudahdiulek.
Pembumbuan dilakukan dengan mencelupkan ikan ke dalam campuran
beberapa rempah-rempah selama lebih kurang 2 (dua) jam.Setelah
diperoleh bumbu penyedap alami, ikan-ikan yang telah dikukus
kemudian diolesi bumbu tersebut.
g) Agar ikan tidak terlalu basah karena mendapatkan tambahan bumbu,
maka ikan dioven untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada ikan.
Pengovenan dilakukan selama kurang lebih 15 menit untuk ikan yang
berukuran kecil dan 30 menit untuk yang berukuran besar.
h) Sebelum ikan dikemas ikan didiamkan selama 10 menit, tujuannya
agar ikan menjadi dingin dan lebih mudah dan cepat dalam melakukan
pengemasan.
3. Tahapan terakhir adalah output yang dibagi menjadi tiga tahapan:
a) Pengemasan. Sebelum dilakukan pengemasan, ikan yang telah dioven
selanjutnya didinginkan terlebih dahulu selama 5 – 10 menit.Setelah
cukup dingin selanjutnya ikan mulai dimasukkan ke dalam kemasan.
Untuk kemasan plastik dengan label berisi informasi antara lain
komposisi produk, isi (jumlah) ikan dalam kemasan dan masa
kadaluarsa. Masa kadaluarsa produk yang tercantum di kemasan
sekitar 5 bulan dari waktu produksi.Penggunaan kemasan biasanya
tergantung dari permintaan konsumen.Kemasan ada dua macam yaitu
plastik biasa dan plastik dengan label.Kemasan berupa plastik biasa
biasanya digunakan untuk konsumen di pasar tradisional sedangkan
kemasan berlabel digunakan untuk katering, kelompok pengajian dan
konsumen di perumahan-perumahan.
b) Pengepakan.Setelah produk dikemas, selanjutnya dilakukan
pengepakan pada keranjang-keranjang.Pengepakan dikelompokkan
sesuai dengan ukuran dan isi ikan dalam kemasan serta dipisahkan
antara produk yang dikemas dengan menggunakan plastik biasa dan
plastik dengan label. Pengepakan dilakukan secara hati-hati dengan
menyusun produk dengan jumlah yang tidak terlalu banyak serta
menjaga agar produk tidak rusak.
c) Pembekuan. Pindang higienis yang telah disusun dan dikemas dalam
keranjang plastik selanjutnya disimpan dalam freezer. Penyimpanan
produk pada kondisi beku akan meningkatkan daya simpan pindang
selama 6-8 bulan.
Berdasarkan alur proses produksi pada pengolahan pindang tradisional dan
pindang higienis, terdapat beberapa perbedaan dalam tahapan produksinya. Pada
pindang tradisonal tahapan produksi relatif sedikit, teknologi pengolahan masih
30

bersifat manual dan sedikit menggunakan penambahan bahan lainnya


(garam).Pada pindang higienis memiliki tahapan produksi yang lebih banyak,
penggunaan teknologi pengolahan semi modern, penambahan bumbu masakan
dan garam serta penggunaan kemasankedap udara sehingga menghasilkan produk
yang lebih berkualitas dibandingkan dengan pindang tradisional.

Check Sheet
Setelah diketahui proses proses produksi berdasarkan diagram alur di atas
maka selanjutnya dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan check sheet
untuk mengetahui kerusakan-kerusakan yang terjadi dalam satu kali produksi.
Check sheet meliputi tanggal produksi, jumlah produksi, jenis kerusakan dan total
produksi. Check sheet untuk ikan pindang biasa dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada check sheet untuk ikan pindang biasa, terdapat empat jenis kerusakan
yang masing-masing adalah kerusakan ekor putus, kerusakan kepala patah,
kerusakan perubahan warna dan kerusakan perubahan bau. Empat kerusakan
tersebut terjadi pada proses produksi yang berbeda-beda.
Check sheet pada Lampiran 2, menggambarkan jumlah produksi,
kerusakan yang terjadi dan total produksi pada ikan pindang higienis. Jika dilihat
terdapat lima kerusakan pada proses produksi ikan pindang higienis yaitu
kerusakan kepala patah, kerusakan ekor putus, kerusakan badan patah, kerusakan
perubahan bau, dan kerusakan perubahan warna. Pada kerusakan kepala patah dan
kerusakan ekor putus jika dilihat memiliki jumlah yang lebih besar dari kerusakan
lainnya, hal ini terjadi karena terdapat dua bagian dalam proses produksi yang
memiliki jenis kerusakan yang sama sehingga kerusakan-kerusakan yang sama
tersebut dijumlahkan menjadi satu kerusakan.

Pengendalian MutuPada Proses Produksi Pengolahan Ikan Pindang

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan diolah menggunakan check


sheet,selanjutnya melihat pengendalian mutu pada proses produksi di UMKM
Cindy Group terkendali atau tidak melalui 3 (tiga) proses.

1. Histogram
Histogram jumlah kerusakan ikan pada pindang biasa disajikan pada
Gambar 5.
HISTOGRAM KERUSAKAN IKAN PINDANG BIASA
Normal

Mean 248.4
20 StDev 5.577
N 85

15
Frequency

10

0
225 230 235 240 245 250 255 260
Jumlah Kerusakan

Gambar 5 Histogram jumlah kerusakan ikan pindang biasa


31

Histogram pada Gambar 5 menunjukkan jumlah produksi (n) sebesar 85,


dengan kerusakan terbesar 261 kg dan kerusakan terkecil 222 kg. Nilai rata-rata
kerusakan ikan sebesar 248.4 kg dengan standar deviasi5.577, sedangkan
frekuensi paling tinggi terjadi pada interval 245 – 250. Histogram ini memiliki
batas normal jumlah kerusakan yaitu 242.823 – 253.977, dan memperlihatkan
kurva yang miring ke kiri dengan penyebaran data yang ekstrim. Kejadian ekstrim
ini terjadi pada hari ke-tiga yaitu sebesar 222 kg, namun dalam penelitian ini data
yang digunakan adalah jumlah kerusakan sehingga kejadian ekstrim tersebut dapat
dikatakan sebagai kejadian ekstrim yang bagus karena merupakan kerusakan
terkecil selama 85 hari produksi.
HISTOGRAM KERUSAKAN IKAN PINDANG HIGIENIS
Normal
12 Mean 48.73
StDev 3.321
N 85
10

8
Frequency

0
42 45 48 51 54 57
Jumlah Kerusakan

Gambar 6 Histogram jumlah kerusakan ikan pindang higienis

Jumlah produksi (n) sebesar 85, dengan kerusakan terbesar 59.3 kg dan
kerusakan terkecil 42.9 kg, nilai rata-rata adalah 48.73 kg. Histogram pada
Gambar 6, diolah menggunakan Minitab 14, gambar ini menunjukkan standar
deviasi 3.321, sedangkan frekuensi paling tinggi terjadi pada interval 48 – 51.
Histogram ini memiliki batas normal jumlah kerusakan yaitu 45.409 – 52.051, dan
memperlihatkan kurva yang miring ke kanan dengan penyebaran data yang tidak
simetris yaitu terdapat pencilan pada hari ke-4 sebesar 59 kg dari jumlah produksi
sebesar 350 kg dan hari ke-65 sebesar 59 kg dari jumlah produksi sebesar 290 kg.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa dalam penelitian ini data yang
digunakan adalah jumlah kerusakan sehingga pencilan tersebut dapat dikatakan
sebagai pencilan yang tidak baik karena merupakan kerusakan-kerusakan terbesar
selama 85 hari produksi.

2. Diagram Pareto
Diagram Pareto menjelaskan jenis kerusakan yang paling sering terjadi
pada proses pemindangan ikan(Gambar 7). Diagram Pareto menunjukkan bahwa
persentase kerusakan tertinggi pada proses pindang biasa ialah kerusakan kepala
patah sebesar 34.6% dan tertinggi kedua ialah kerusakan ekor putus sebesar
30.6%. Hal ini terjadi juga pada proses pindang higienis yaitu kerusakan kepala
patah sebesar 44.6% dan 41.3% untuk jenis kerusakan ekor putus, ketiga adalah
32

badan patah yaitu sebesar 7.1%, keempat adalah perubahan warna sebesar 3.9%
dan kerusakan perubahan bau merupakan kerusakan terendah yaitu sebesar 3.1%.
Hal tersebut dapat dilihat pada diagram pareto (Gambar 8).

Gambar 7 Diagram pareto jenis kerusakan pada pindang biasa

Pareto Chart of Jenis Kerusakan

4000 100

80
3000
60 Percent
Count

2000
40
1000
20

0 0
Jenis Kerusakan g) g) g) g) r
(k (k (k (k the
h s h na O
ta tu ta ar
Pa Pu Pa W
la or n n
pa Ek a da ha
Ke B a
b
ru
Pe
Count 1847 1711 295 162 128
Percent 44.6 41.3 7.1 3.9 3.1
Cum % 44.6 85.9 93.0 96.9 100.0

Gambar 8 Diagram pareto jenis kerusakan pada pindang higienis


3. Peta Kontrol (Control Chart)
Diagram p-chart pada Gambar 9 menunjukkan nilai garis pusat (P) sebesar
0.14183, nilai batas kendali bawah (LCL) sebesar 0.11677 dan nilai batas kendali
atas sebesar 0.16689.Gambar tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah
kerusakan masih dalam batas kendali.Artinya dalam produksi ikan pindang biasa
kerusakan-kerusakan yang terjadi masih berada pada batas normal meskipun pada
33

histogram menjelaskan ada satu kerusakan yang merupakan data paling


rendahselama 85 hari produksi.
P Chart of Jumlah Kerusakan
0.17
UCL=0.16689

0.16

0.15
Proportion

_
P=0.14183
0.14

0.13

0.12
LCL=0.11677

0.11
1 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80
Sample
Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 9 Diagram p-chart jenis kerusakan pada pindang biasa

P Chart of Jumlah Kerusakan


0.26 1

0.24 UCL=0.2437

0.22

0.20
Proportion

_
0.18
P=0.1759
0.16

0.14

0.12
LCL=0.1081
0.10

1 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80
Sample
Tests performed with unequal sample sizes

Gambar 10 Diagram p-chart jenis kerusakan pada pindang higienis


Diagram p-chart pindang higienis pada Gambar 10 mempunyai nilai garis
pusat (P) sebesar 0.1759, dengan nilai batas kendali bawah sebesar 0.1081 (LCL)
dan nilai batas kendali atas sebesar 0.2437 (UCL). Namun terdapat satu titik yang
berada diluar batas kendali atas yaitu pada hari ke-65. Hal ini memperjelas hasil
dari histogram bahwa pada hari ke-65 terdapat kerusakan yang melebihi batas
normal yaitu sebesar 59 kg dari 290 kg produksi dan untuk hari ke-4 masih berada
dalam batas normal, sedangkan pada hari ke-82 terdapat kerusakan yang tidak
terdeteksi pada histogram yang hampir melebihi batas normal.

Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan

Faktor-faktor penyebab kerusakan diolah menggunakan fishbone diagram.


Berdasarkan pada hasil brainstorming maka diagram sebab akibat dikelompokkan
ke dalam 5 penyebab kerusakan yaitu tenaga kerja, metode, bahan baku,
lingkungan dan peralatan. Tujuannya adalah mengetahui penyebab-penyebab
kerusakan pada ikan pindang biasa maupun ikan pindang higienis. Diagram sebab
akibat pada Gambar 11 dibuat berdasarkan hasil brainstorming sesuai dengan
penyebab kerusakan itu sendiri pada ikan pindang biasa.
34

Gambar 11 Diagram sebab akibat kerusakan kepala patah pada pindang biasa
Kerusakan kepala patah disebabkan oleh bahan baku, lingkungan, metode
dan tenaga kerja. Kerusakan ini terjadi pada proses penerimaan bahan baku,proses
pencucian, proses penyusunan dan proses pengepakan.

Gambar 12 Diagram sebab akibat kerusakan ekor putus pada pindang biasa
35

Kerusakan ekor putus disebabkan oleh bahan baku, lingkungan, metode


dan tenaga kerja. Kerusakan ini terjadi pada proses penerimaan bahan baku dan
proses pencucian.

Gambar 13 Diagram sebab akibat perubahan warna dan bau pada pindang biasa
Kerusakan perubahan warna dan bau disebabkan oleh bahan baku,
lingkungan, metode dan tenaga kerja serta peralatan yang digunakan. Kerusakan
ini terjadi pada proses penerimaan bahan baku, proses pencucian dan proses
perebusan.
Diagram sebab akibat di bawah ini yang terjadi pada ikan pindang higienis
dibuat berdasarkan hasil brainstorming sesuai dengan penyebab kerusakan itu
sendiri.

Gambar 14 Diagram sebab akibat kerusakan kepala patah pada pindang higienis
36

Kerusakan kepala patah disebabkan oleh bahan baku, lingkungan, tenaga


kerja dan metode. Kerusakan ini terjadi pada proses penerimaan bahan baku,
proses pencucian dan proses penyusunan.

Gambar 15 Diagram sebab akibat kerusakan ekor putus pada pindang higienis
Kerusakan ekor putus disebabkan oleh bahan baku, lingkungan, tenaga
kerja dan metode. Kerusakan ini terjadi pada proses penerimaan bahan baku,
proses pencucian dan proses penyusunan.

Gambar 16 Diagram sebab akibat perubahan warna dan bau pada pindang higienis
37

Kerusakan perubahan warna dan bau disebabkan oleh bahan baku,


lingkungan, tenaga kerja, metode dan peralatan. Kerusakan ini terjadi pada proses
penerimaan bahan baku, proses pencucian, proses penyusunan dan proses
pengukusan.

Gambar 17 Diagram sebab akibat kerusakan badan patah pada pindang higienis
Kerusakan badan patah disebabkan oleh tenaga kerja dan metode.
Kerusakan ini terjadi pada proses pencucian, dan proses penyusunan.

Penentuan Prioritas Perbaikan

Tahapan ini adalah tahapan terakhir yaitu menentukan faktor yang menjadi
penyebab utama kerusakan pada proses produksi pindang, kemudian memberikan
rekomendasi dengan menentukan prioritas perbaikan dengan menggunakan
analisis tabel FMEA.
Tabel FMEA disusun untuk memberikan nilai severity,occurance dan
detection berdasarkan diagram sebab-akibat. Penilaian ketiga faktor tersebut
diperoleh dari brainstorming dengan pihak UMKM Cindy Group. Risk Priority
Number (RPN) diperoleh dari perkalian nilai severity, occurance dan detection.
FMEA kerusakan pindang higienis dapat dilihat pada Tabel 8, Tabel 9,
Tabel 10 dan Tabel 11.
38

Tabel 8 FMEA pindang higienis kerusakan kepala patah

Jenis Severity Occurance Detection


Penyebab Kerusakan Penyebab Keseringan Deteksi RPN
Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kegagalan
Tenaga kerja yang
ceroboh dan terburu- 8 6 5 240
buru dalam bekerja
Bahan baku yang
kurang bagus serta
wadah penyimpanan 6 5 3 90
(pengiriman) yang
kurang bagus
Kepala
Kurangnya SOP
Patah
dalam prosedur dan
lembar pengecekan 5 8 3 120
serta teknik
pencuciannya
Perjalanan yang
ditempuh untuk
4 7 8 196
mengambil bahan
baku
Tabel 9 FMEA pindang higienis kerusakan ekor putus
Severity Occurance Detection
Jenis
Penyebab Kerusakan Penyebab Keseringan Deteksi RPN
Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kegagalan
Tenaga kerja yang
ceroboh dan terburu- 8 8 5 320
buru dalam bekerja
Bahan baku yang
kurang bagus serta
wadah penyimpanan 6 7 3 126
(pengiriman) yang
kurang bagus
Ekor Putus Kurangnya SOP
dalam prosedur dan
lembar pengecekan 5 8 3 120
serta teknik
pencuciannya
Perjalanan yang
ditempuh untuk
4 6 7 168
mengambil bahan
baku
39

Tabel 10 FMEA pindang higienis kerusakan perubahan warna dan bau


Severity Occurance Detection
Jenis
Penyebab Kerusakan Penyebab Keseringan Deteksi RPN
Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kegagalan
Tenaga kerja ceroboh
dan dan terburu-buru 7 6 6 252
dalam bekerja
Wadah penyimpanan
tidak sesuai standar dan
6 6 4 144
bahan baku yang
Perubahan kualitas tidak bagus
warna Ruangan tidak steril 6 5 4 120
dan bau Kurang adanya prosedur
penyimpanan dan SOP 5 6 8 240
dalam bekerja
Wadah pembungkus
tidak bersih dan
3 4 6 72
peralatan pada proses
produksi kurang steril

Tabel 11 FMEA pindang higienis kerusakan badan patah


Severity Occurance Detection
Jenis
Penyebab Kerusakan Penyebab Keseringan Deteksi RPN
Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kegagalan
Tenaga kerja yang
ceroboh dan terburu- 7 7 5 245
Badan Patah buru dalam pemindahan
Kurangnya SOP dalam
6 7 3 126
pengepakan

FMEA kerusakan pindang biasa dapat dilihat pada Tabel 12, Tabel 13 dan
Tabel 14.

Tabel 12 FMEA pindang biasa kerusakan kepala patah


Severity Occurance Detection
Jenis
Penyebab Kerusakan Penyebab Keseringan Deteksi RPN
Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kegagalan
Tenaga kerja yang
ceroboh dan terburu- 8 7 6 336
buru dalam bekerja
Bahan baku yang kurang
bagus serta wadah
penyimpanan 6 6 3 108
Kepala Patah
(pengiriman) yang
kurang bagus
Kurangnya SOP dalam
prosedur dan lembar
6 7 3 126
pengecekan serta teknik
pencuciannya
40

Lanjutan Tabel 12 FMEA pindang biasa kerusakan kepala patah


Severity Occurance Detection
Jenis
Penyebab Kerusakan Penyebab Keseringan Deteksi RPN
Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kegagalan
Perjalanan yang
ditempuh untuk 4 7 7 196
mengambil bahan baku

Tabel 13 FMEA pindang biasa kerusakan ekor putus


Severity Occurance Detection
Jenis
Penyebab Kerusakan Penyebab Keseringan Deteksi RPN
Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kegagalan
Tenaga kerja yang
ceroboh dan terburu- 8 7 6 336
buru dalam bekerja
Bahan baku yang kurang
bagus serta wadah
penyimpanan 8 7 4 224
(pengiriman) yang
Ekor Putus kurang bagus
Kurangnya SOP dalam
prosedur dan lembar
6 8 4 192
pengecekan serta teknik
pencuciannya
Perjalanan yang
ditempuh untuk 4 6 7 168
mengambil bahan baku

Tabel 14 FMEA pindang biasa kerusakan perubahan warna dan bau


Severity Occurance Detection
Jenis
Penyebab Kerusakan Penyebab Keseringan Deteksi RPN
Kerusakan
Kerusakan Kerusakan Kegagalan
Tenaga kerja ceroboh
dan terburu-buru dalam 7 7 6 294
bekerja
Wadah penyimpanan
tidak sesuai standar dan
7 7 4 196
bahan baku yang
kualitas tidak bagus
Perubahan Ruangan tidak tertata
warna sesuai dengan fungsinya 4 8 4 128
dan bau
Kurang adanya prosedur
penyimpanan dan SOP 5 6 8 240
dalam bekerja
Wadah pembungkus
tidak bersih dan
4 4 6 96
peralatan pada proses
produksi kurang steril
41

Setelah diketahui nilai RPN dari masing-masing kerusakan maka


selanjutnya disusun nilai tertinggi berdasarkan penyebab kerusakannya.
Tabel 15 Nilai rata-rata tertinggi berdasarkan penyebab kerusakan pada pindang
higienis
Pindang Higienis
Penyebab Kerusakan Jenis Kerusakan RPN RPN Rata-rata
Ekor putus 320
Kepala patah 240
Tenaga Kerja Perubahan warna dan bau 252
Badan Patah 245
1057 264

Ekor putus 168


Kepala patah 196
Lingkungan
Perubahan warna dan bau 120
512 161

Ekor putus 120


Kepala patah 120
Metode Perubahan warna dan bau 240
Badan Patah 126
606 152

Ekor putus 126


Kepala patah 90
Bahan baku
Perubahan warna dan bau 144
360 120

Peralatan Perubahan warna dan bau 72 72

Tabel 16 Nilai rata-rata tertinggi berdasarkan penyebab kerusakan pada pindang


biasa
Pindang Biasa
Penyebab Kerusakan Jenis Kerusakan RPN RPN Rata-rata
Perubahan warna dan bau 294
Ekor putus 336
Tenaga Kerja
Kepala patah 336
966 322

Perubahan warna dan bau 196


Bahan baku Ekor putus 212
Kepala patah 224
632 211

Perubahan warna dan bau 240


Metode Ekor putus 192
Kepala patah 126 186
42
Lanjutan Tabel 16 Nilai rata-rata tertinggi berdasarkan penyebab kerusakan pada pindang
biasa
Pindang Biasa
Penyebab Kerusakan Jenis Kerusakan RPN RPN Rata-rata
558

Perubahan warna dan bau 128


Ekor putus 168
Lingkungan
Kepala patah 196
492 164

Peralatan Perubahan warna dan bau 96 96

Langkah terakhir dari FMEA adalah memberikan usulan prioritas


perbaikan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan di atas. Berikut adalah
prioritas perbaikan pada pindang higienis :
Tabel 17 Prioritas perbaikan hasil produksi ikan pindang higienis
Prioritas Usulan Perbaikan RPN
Pertama Memberikan pengawasan yang lebih pada saat produksi dan 264
memberikan pengertian pada tenaga kerja akan kualitas produksi serta
memberikan sanksi yang tegas
Kedua Memperhatikan kondisi lingkungan yang sesuai dengan standar operasi 161
Ketiga Membuat standar operasi yang lebih detil pada setiap tahapan proses 152
produksi yang berlangsung
Keempat Melakukan pengontrolan kualitas bahan baku ketika pengambilan dan 120
ketika bahan baku mulai masuk tahap produksi
Kelima Pemeliharaan dan standarisasi alat-alat yang digunakan 72

Tabel 18 Prioritas perbaikan hasil produksi ikan pindang biasa


Prioritas Usulan Perbaikan RPN
Pertama Melakukan pengawasan yang lebih ketat pada saat produksi 322
berlangsung, serta memberikan standar operasi bekerja yang lebih baik
pada tenaga kerja
Kedua Melakukan pengontrolan kualitas bahan baku ketika pengambilan bahan 211
baku dan ketika bahan baku mulai masuk tahap produksi
Ketiga Membuat standar operasi yang lebih detil pada setiap tahapan proses 186
produksi yang berlangsung
Keempat Memperhatikan standar kebersihan pada lingkungan produksi 164
Kelima Menjaga kebersihan pada peralatan yang digunakan 96

Implikasi Manajerial

Implikasi manajerial pada produksi pindang higienis maupun pindang


biasa pada UMKM Cindy Group adalah upaya pengendalian mutu yang
disebabkan oleh adanya kerusakan-kerusakan (cacat) pada hasil pindang pada
setiap proses produksi. Penyusunan standar spesifikasi dan melakukan sortasi
secara kualitatif dengan pemeriksaan visual dapat menjadi salah satu aspek
pengendalian mutu. Informasi pengendalian mutu dan standar operasi terhadap
produksi pindang juga dapat digunakan khususnya pengolahan dan pengendalian
43

mutu pindang higienis, serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu


pindang, seperti tenaga kerja dan kualitas bahan baku. Skala prioritas perbaikan
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi UMKM Cindy Group maupun
pengusaha ikan pindang lain untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi
maupun mengurangi produk yang rusak atau cacat pada pindang higienis maupun
biasa.
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi UMKM Cindy Group untuk
membuat kebijakan yang tepat dalam merekrut tenaga kerja, pembelian bahan
baku, metode yang digunakan serta strategi penataan layout ruangan. Hasil
penelitian juga dapat menjadi referensi untuk UMKM pengolahan ikan pindang
sejenis dan menjadi rujukan bagi dinas-dinas terkait dalam rangka peningkatan
mutu produksi ikan pindang.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Pengendalian mutu pada proses produksi pemindangan ikan di UMKM Cindy
Group terbagi menjadi dua yaitu pindang higienis dan pindang biasa atau
pindang tradisional. Berdasarkan hasil analisis terdapat 4 (empat) jenis
kerusakan pada pindang biasa yaitu kepala patah, ekor putus, perubahan
warna, dan perubahan bau. Sedangkan untuk pindang higienis terdapat lima
jenis kerusakan yaitu kepala patah, ekor putus, badan patah, perubahan warna
dan perubahan bau.
2. Tahapan pada proses produksi pindang biasa adalah penerimaan bahan baku,
penyortiran dan pencucian, penyusunan, perebusan dan pengepakan.
Sedangkan tahapan produksi untuk pindang higienis adalah penerimaan bahan
baku, pencucian dan pembersihan, penggaraman, penyusunan dan
pengukusan, pencitarasaan dan pengovenan, pengemasan, pengepakan,
penyimpanan dan pembekuan.
3. Pengendalian pada proses produksi baik pindang higienis maupun pindang
biasa masih berada pada batas kendali. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis
peta kendali.
4. Faktor-faktor penyebab kerusakan yang terjadi adalah tenaga kerja,
lingkungan, bahan baku, metode dan peralatan. Faktor yang paling dominan
berpengaruh pada kerusakan-kerusakan pindang biasa yaitu faktor tenaga
kerja dengan nilai rata-rata RPN sebesar 322, faktor bahan baku dengan nilai
rata-rata RPN sebesar 211, faktor metode dengan nilai rata-rata RPN sebesar
186, faktor lingkungan dengan nilai rata-rata RPN sebesar 164 dan faktor
peralatan dengan nilai rata-rata RPN sebesar 96. Sedangkan untuk pindang
higienis faktor yang paling berpengaruh adalah faktor tenaga kerja dengan
nilai rata-rata RPN sebesar 264, faktor lingkungan dengan nilai rata-rata RPN
sebesar 161, faktor metode dengan nilai rata-rata RPN sebesar 152, faktor
bahan baku dengan nilai rata-rata RPN sebesar 120, dan faktor peralatan
dengan nilai rata-rata RPN sebesar 72.
44

Saran

Saran yang dapat penulis berikan dalam penelitian ini adalah:


1. Penyebab kerusakan terbesar terdapat pada faktor tenaga kerja sehingga
penelitian ini dapat dikembangkan pada pengembangan sumber daya manusia
dan motivasi kerja, misalanya pengaruh motivasi terhadap produktivitas kerja
tenaga kerja.
2. Pada proses produksi ikan pindang higienis kerusakan juga terjadi karena
jumlah produksi yang tidak sama setiap hari. Sehingga disarankan untuk
jumlah produksi pada setiap hari harus sama agar dapat memperkecil
kemungkinan terjadinya kerusakan.
3. Penelitian juga dapat berlanjut pada rancangan prosedur kerja (SOP) yang
tepat untuk meningkatkan daya saing UMKM Cindy Group dengan
memperhatikan metode kerja dengan produk yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Aulawi H, Faisal M. 2016 Analisis pengendalian kualitas roti di Home Industri
Mahabah Garut. Jurnal kalibrasi. ISSN ; 2302-7320 Vol. 14 No. X 2016.
[APPIKANDO] Asosiasi Pengusaha Pemindangan Ikan Indonesia. 2012.
Industri Pengolahan Pindang Kekurangan Bahan Baku.Jakarta (ID):
Kompas.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. Kabupaten Bogor
Dalam Angka 2011.Bogor (ID): BPS Kabupaten Bogor.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional 2001. Modul SNI 19-9000:2001 dan
9001:2001. Badan Standarisasi Nasional (BSN), Jakarta.
____________. 2009.Ikan Pindang Bagian I Spesifikasi. SNI 2712.1:2009.
Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Bina Produktivitas Tenaga Kerja. 1998. Manajemen Mutu Terpadu.Jakarta (ID):
Departemen Tenaga Kerja.
Besterfield DH. 2003.Total Quality Management, 3rd ed. New Jersey (US):
Prentice Hall.
Chrysler. 1995. Potential Failure Mode and Effect Analysis. Michigan (US):
Chrysler LLC, Ford Motor Company, General Motor.
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor. 2016. Bogor (ID): Buku
Data Perikanan.
Gaspersz V. 2003. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta (ID): PT
Gramedia Pustaka Utama.
____________ 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries.
Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.Yogyakarta (ID):
Penerbit Liberty.
Heizer J, Render B. 2005. Operations Management-Manajemen Operasi. Edisi 7
Buku 1. Jakarta (ID): Salemba Empat.
45

Heruwati ES. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: Prospek dan peluang
pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian 21 (3).
Heruwati, ES. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan
Peluang Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian, 21(3): 92-99.
Hubeis M. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis.
Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Juran JM. 1995. Juran on Quality By Design. Penerjamah, Hartono B.Jakarta
(ID): Pustaka Binaman Pressindo.
Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium. Jakarta (ID): PT.
Prehallindo.
Lumban RM, Maulina I, Gumilar I. 2012. Analisis pengembangan usaha
pemindangan ikan di Kecamatan Bekasi Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan,
Vol. 3 No. 1. ISSN : 2088-3137.
McDermott RE, Mikulak RJ, Beauregard MR. 2009. The Basics of FMEA.
2ndEdition. New York (ID): Productivity Press.
Meirilyn N. 2012.Implementasi pengendalian kualitas dengan menggunakan
metode statistika pada PT Industri Marmer Indonesia Tulungagung. Surabaya
(ID): Universitas Surabaya.
Nikijuluw. 2012. Prospek UMKM bidang perikanan. Disampaikan pada
Kuliah Umum Program Magister Profesional Industri Kecil dan
Menengah IPB, Bogor.
Parwati CP, Sakti RM. 2012. Pengendalian kualitas produk cacat dengan
pendekatan kaizen dan analisis masalah dengan seven tools. Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
ISSN: 1979-911X.
Polomarto DH, Setyawan AB, Widjaja SB. 2013. Implementasi pengendalian
mutupada proses produksi karton kotak makan duplex 22x22x8Cm UD
Wing On Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2.
No. 1.
Pramiyanti A. 2008. Studi Kelayakan Bisnis Untuk UKM. Yogyakarta
(ID): Med Press.
Sonalia D, Hubeis M. 2013. Pengendalian mutu pada proses produksi di tiga
usaha kecil menengah tahu Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen dan
Organisasi Vol IV, No.2.
Susviarto, Suryahadi, Kadarisman D. 2009. Kajian Manajemen Mutu Usaha
Kecil Menengah Sepatu di PD. Anugerah Hero - Ciomas Analyze of Shoes
Small Middle Enterprises Quality Management on PD. Anugerah Hero –
Ciomas. Manajemen IKM. Februari 2012 (pp 20-27) Vol. 7 No. 1
Tanjong SD. 2013. Implementasi pengendalian mutudengan Metode Statistika
pada Pabrik Spareparts CV. Victory Metallurgy Sidoarjo. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol 2. No. 1.
Tarihoran N, Siregar K, Ishak A. 2013. Analisis Pengendalian mutuPada Proses
Perebusan dengan Menerapkan QCC (Quality Control Circle) di PT. XYZ.
e- Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No . 1.
[UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah.
Jakarta (ID): Kementerian Koperasi dan UKM.
46

Winarto. 2013. Analisis kelayakan dan strategi pengembangan usaha pengolahan


pindang ikan skala mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Bogor. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Yonatan JF, Palit HC. 2015. Upaya peningkatan kualitas part upper cover dengan
metode PDCAdi PT Astra Komponen Indonesia. Jurnal Tirta. Vol. 3, No.2,
Juli 2015, pp. 283-288.
47

LAMPIRAN
48

LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar pengecekan (check sheet) ikan pindang biasa

UMKM CINDY GROUP


TANGGAL JUMLAH JENIS KERUSAKAN TOTAL
PRODUKSI Kepala Ekor Perubahan Perubahan PRODUKSI
(kg) Jumlah (kg) (kg)
Patah (kg) Putus (kg) Warna Bau
10-Mar-16 2000 74 67 49 47 237 1763
12-Mar-16 2000 76 67 48 45 236 1764
13-Mar-16 2000 75 67 41 39 222 1778
14-Mar-16 2000 86 75 48 45 254 1746
15-Mar-16 2000 85 74 48 44 251 1749
16-Mar-16 2000 87 77 50 37 251 1749
17-Mar-16 2000 88 79 52 39 258 1742
19-Mar-16 2000 87 77 49 37 250 1750
20-Mar-16 2000 87 67 50 35 239 1761
21-Mar-16 2000 89 73 53 33 248 1752
22-Mar-16 2000 84 76 49 36 245 1755
23-Mar-16 2000 84 78 46 38 246 1754
24-Mar-16 2000 87 74 53 34 248 1752
26-Mar-16 2000 89 77 50 37 253 1747
27-Mar-16 2000 87 76 47 36 246 1754
28-Mar-16 2000 87 77 51 34 249 1751
29-Mar-16 2000 83 75 48 35 241 1759
30-Mar-16 2000 86 78 49 38 251 1749
31-Mar-16 2000 85 79 50 44 258 1742
2-Apr-16 2000 83 78 47 33 241 1759
3-Apr-16 2000 84 78 55 38 255 1745
4-Apr-16 2000 87 76 48 36 247 1753
5-Apr-16 2000 85 79 44 46 254 1746
6-Apr-16 2000 86 75 51 37 249 1751
7-Apr-16 2000 86 77 48 38 249 1751
9-Apr-16 2000 88 78 50 32 248 1752
10-Apr-16 2000 89 77 49 29 244 1756
11-Apr-16 2000 84 77 48 46 255 1745
12-Apr-16 2000 86 76 55 35 252 1748
13-Apr-16 2000 84 77 57 43 261 1739
14-Apr-16 2000 88 75 49 38 250 1750
16-Apr-16 2000 86 76 46 45 253 1747
17-Apr-16 2000 87 79 50 32 248 1752
18-Apr-16 2000 88 75 49 38 250 1750
49

Lanjutan Lampiran 1 Lembar pengecekan (check sheet) ikan pindang biasa


UMKM CINDY GROUP
TANGGAL JUMLAH JENIS KERUSAKAN TOTAL
PRODUKSI Kepala Ekor Perubahan Perubahan PRODUKSI
(kg) Jumlah (kg) (kg)
Patah (kg) Putus (kg) Warna Bau
19-Apr-16 2000 84 76 46 35 241 1759
20-Apr-16 2000 87 78 49 36 250 1750
21-Apr-16 2000 84 76 48 38 246 1754
23-Apr-16 2000 85 75 52 36 248 1752
24-Apr-16 2000 86 76 48 38 248 1752
25-Apr-16 2000 88 78 51 34 251 1749
26-Apr-16 2000 84 76 50 37 247 1753
27-Apr-16 2000 87 78 48 35 248 1752
28-Apr-16 2000 86 74 49 33 242 1758
30-Apr-16 2000 87 78 47 34 246 1754
1-May-16 2000 85 77 52 37 251 1749
2-May-16 2000 86 75 50 34 245 1755
3-May-16 2000 89 76 51 35 251 1749
4-May-16 2000 85 74 48 38 245 1755
5-May-16 2000 87 77 49 39 252 1748
7-May-16 2000 86 76 48 32 242 1758
8-May-16 2000 90 71 54 33 248 1752
9-May-16 2000 86 75 49 37 247 1753
10-May-16 2000 88 78 45 39 250 1750
11-May-16 2000 84 79 49 41 253 1747
12-May-16 2000 86 79 48 36 249 1751
14-May-16 2000 87 73 52 34 246 1754
15-May-16 2000 87 77 48 40 252 1748
16-May-16 2000 90 75 49 36 250 1750
17-May-16 2000 88 79 53 38 258 1742
18-May-16 2000 85 78 50 34 247 1753
19-May-16 2000 89 76 49 37 251 1749
21-May-16 2000 85 74 48 31 238 1762
22-May-16 2000 88 78 45 35 246 1754
23-May-16 2000 87 76 50 45 258 1742
24-May-16 2000 86 79 48 34 247 1753
25-May-16 2000 84 78 53 37 252 1748
26-May-16 2000 86 74 51 42 253 1747
28-May-16 2000 88 77 50 32 247 1753
29-May-16 2000 85 76 47 40 248 1752
30-May-16 2000 86 75 49 37 247 1753
31-May-16 2000 88 78 46 38 250 1750
1-Jun-16 2000 85 75 54 34 248 1752
50
Lanjutan Lampiran 1 Lembar pengecekan (check sheet) ikan pindang biasa

UMKM CINDY GROUP


TANGGAL JUMLAH JENIS KERUSAKAN TOTAL
PRODUKSI Kepala Ekor Perubahan Perubahan PRODUKSI
(kg) Jumlah (kg) (kg)
Patah (kg) Putus (kg) Warna Bau
2-Jun-16 2000 86 74 49 39 248 1752
4-Jun-16 2000 84 77 50 37 248 1752
5-Jun-16 2000 88 78 46 32 244 1756
6-Jun-16 2000 87 76 50 38 251 1749
7-Jun-16 2000 83 75 49 37 244 1756
8-Jun-16 2000 87 77 45 39 248 1752
9-Jun-16 2000 87 77 49 41 254 1746
11-Jun-16 2000 89 78 48 36 251 1749
12-Jun-16 2000 83 74 52 34 243 1757
13-Jun-16 2000 87 76 55 32 250 1750
14-Jun-16 2000 89 77 48 40 254 1746
15-Jun-16 2000 86 77 49 36 248 1752
16-Jun-16 2000 87 78 53 38 256 1744
Total 170000 7304 6460 4193 3159 21116 148884

Lampiran 2 Lembar pengecekan (check sheet) ikan pindang higienis

UMKM CINDY GROUP


JENIS KERUSAKAN TOTAL
JUMLAH
TANGGAL PRODUKSI Kepala Ekor
Badan Perubahan Perubahan Jumlah PRODUKSI
(kg) Patah Putus
Patah Warna Bau (kg) (kg)
(kg) (kg)
10-Mar-16 290 19 19 3 2 1 45 245
12-Mar-16 300 21 21 4 1 3 50 250
13-Mar-16 350 24 20 3 2 2 51 300
14-Mar-16 350 28 21 6 2 3 59 291
15-Mar-16 330 20 19 3 2 1 44 286
16-Mar-16 350 24 21 4 1 1 51 299
17-Mar-16 290 23 21 4 2 1 51 239
19-Mar-16 320 22 21 6 2 1 52 268
20-Mar-16 350 24 17 3 3 2 49 302
21-Mar-16 350 20 21 2 2 2 46 304
22-Mar-16 290 23 20 3 2 1 49 241
23-Mar-16 350 20 24 2 2 1 50 300
24-Mar-16 350 22 18 3 1 1 45 305
26-Mar-16 350 23 19 4 2 2 50 300
27-Mar-16 300 20 18 3 2 2 44 256
28-Mar-16 340 21 21 4 2 1 49 291
51

Lanjutan Lampiran 2 Lembar pengecekan (check sheet) ikan pindang higienis

UMKM CINDY GROUP


JENIS KERUSAKAN TOTAL
JUMLAH
TANGGAL PRODUKSI Kepala Ekor
Badan Perubahan Perubahan Jumlah PRODUKSI
(kg) Patah Putus
Patah Warna Bau (kg) (kg)
(kg) (kg)
29-Mar-16 330 18 21 5 2 2 48 283
30-Mar-16 290 25 20 3 2 2 51 239
31-Mar-16 300 21 21 2 1 1 47 254
2-Apr-16 350 23 18 2 1 1 46 304
3-Apr-16 350 23 22 3 2 1 51 300
4-Apr-16 290 20 26 3 2 2 53 238
5-Apr-16 320 22 23 5 3 1 53 267
6-Apr-16 350 24 19 6 2 3 54 297
7-Apr-16 350 20 21 4 2 1 48 302
9-Apr-16 290 18 17 5 2 1 43 247
10-Apr-16 350 23 21 4 3 1 52 298
11-Apr-16 350 23 19 5 2 2 50 300
12-Apr-16 350 24 19 3 2 2 50 301
13-Apr-16 300 20 21 3 2 3 48 252
14-Apr-16 330 22 27 4 2 1 56 274
16-Apr-16 350 23 19 3 3 1 49 302
17-Apr-16 290 24 21 3 2 3 52 238
18-Apr-16 290 20 20 4 1 2 47 243
19-Apr-16 320 23 17 3 3 1 48 273
20-Apr-16 310 22 16 3 2 4 46 264
21-Apr-16 340 21 20 3 2 3 48 292
23-Apr-16 350 22 21 2 2 2 48 302
24-Apr-16 290 23 21 3 2 2 50 240
25-Apr-16 350 20 18 4 1 5 48 302
26-Apr-16 290 22 20 3 2 1 48 242
27-Apr-16 320 23 20 3 1 1 49 271
28-Apr-16 350 21 22 5 3 2 53 298
30-Apr-16 350 24 18 4 2 1 49 301
1-May-16 290 20 20 3 2 2 46 244
2-May-16 350 20 20 4 2 1 47 303
3-May-16 350 24 21 5 3 2 55 296
4-May-16 350 23 16 2 2 1 45 305
5-May-16 300 19 23 5 2 1 50 251
7-May-16 330 23 22 2 3 1 52 278
8-May-16 290 20 21 4 2 1 48 242
9-May-16 290 20 25 4 2 2 52 238
10-May-16 350 22 19 3 2 3 49 301
52

Lanjutan Lampiran 2 Lembar pengecekan (check sheet) ikan pindang higienis

UMKM CINDY GROUP


JENIS KERUSAKAN TOTAL
JUMLAH
TANGGAL PRODUKSI Kepala Ekor
Badan Perubahan Perubahan Jumlah PRODUKSI
(kg) Patah Putus
Patah Warna Bau (kg) (kg)
(kg) (kg)
11-May-16 350 19 20 2 3 3 47 303
12-May-16 350 22 21 3 1 2 49 301
14-May-16 300 20 18 4 2 2 46 254
15-May-16 320 23 16 3 1 1 45 275
16-May-16 350 20 18 3 2 1 44 306
17-May-16 350 23 20 3 2 1 49 301
18-May-16 290 22 21 4 2 1 50 240
19-May-16 310 21 20 3 2 1 46 264
21-May-16 340 20 18 4 1 2 45 295
22-May-16 320 23 22 3 2 2 52 269
23-May-16 290 20 16 4 2 3 44 246
24-May-16 290 26 27 2 2 2 59 231
25-May-16 290 25 20 5 3 2 55 236
26-May-16 350 20 19 4 1 1 45 305
28-May-16 350 19 20 3 1 1 44 306
29-May-16 350 18 20 5 2 3 47 303
30-May-16 330 21 18 3 2 2 46 285
31-May-16 320 23 18 3 1 1 46 274
1-Jun-16 350 20 21 3 2 2 47 303
2-Jun-16 290 23 18 3 2 2 48 243
4-Jun-16 350 20 18 2 2 1 44 306
5-Jun-16 350 22 22 3 2 1 50 300
6-Jun-16 330 22 18 4 1 2 47 283
7-Jun-16 320 20 18 3 2 2 45 275
8-Jun-16 350 23 18 3 2 3 48 302
9-Jun-16 310 23 21 3 2 2 50 260
11-Jun-16 340 21 19 4 3 2 49 292
12-Jun-16 320 20 20 4 1 1 46 274
13-Jun-16 290 24 26 2 1 1 55 235
14-Jun-16 350 23 18 5 2 3 51 300
15-Jun-16 340 23 21 4 2 2 52 289
16-Jun-16 330 19 22 3 1 1 46 284
Total 27730 1847 1711 295 162 128 4142 23588
53

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Saumlaki (Maluku) pada tanggal 23 April 1989, putra ke-
empat dari empat bersaudara. Ayah penulis bernama Steven Watumlawar dan Ibu
penulis bernama Flora Talutu. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah
Dasar (SD) Kristen Satu Latdalam, Maluku dan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) Urlatu dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Urlatu di Latdalam,
Maluku. Pada tahun 2006, penulis menempuh pendidikan Ahli Madya Jurusan
Keuangan dan Perbankan serta strata-1 jurusan Manajemen Keuangan di Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Kesatuan, Bogor. Pada tahun 2013, penulis
melanjutkan pendidikan strata-2 di Sekolah Pascasarjana Institur Pertanian Bogor
(IPB) pada Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Anda mungkin juga menyukai