SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES
PRODUKSI PEMINDANGAN IKAN DI UMKM CINDY
GROUP
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Scanned by CamScanner
2
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia-
Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2016 ini ialah pengendalian mutu,
dengan judul Analisis Pengendalian Mutu pada Proses Produksi Pemindangan
Ikan di UMKM Cindy Group.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Syamsun,
M.Sc dan Bapak Dr Ir Abdul Basith MS selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Solihin selaku pemilik dan ketua
dari UMKM Cindy Group, Bapak Olim Selaku QC di UMKM Cindy Group dan
Bapak Tony S, SE selaku Koordinator Operasional, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL
1 Pengelompokan pemindangan ikan 1
2 Parameter dalam pengujian sensori ikan pindang 2
3 Efek, kriteria, dan rating severity 18
4 Peluang terjadinya kegagalan, tingkat kemungkinan kegagalan dan
rangking occurance 20
5 Kemungkinan kesalahan terdeteksi, kriteria, dan rankingdetection 21
6 Peralatan pengolahan pindang UMKM Cindy Group 23
7 Ciri-ciri ikan segar dan ikan tidak segar 25
8 FMEA pindang higienis kerusakan kepala patah 38
9 FMEA pindang higienis kerusakan ekor putus 38
10 FMEA pindang higienis kerusakan perubahan warna dan bau 39
11 FMEA pindang higienis kerusakan badan patah 39
12 FMEA pindang biasa kerusakan kepala patah 39
13 FMEA pindang biasa kerusakan ekor putus 40
14 FMEA pindang biasa kerusakan perubahan warna dan bau 40
15 Nilai rata-rata tertinggi berdasarkan penyebab kerusakan pada pindang
higienis 41
16 Nilai rata-rata tertinggi berdasarkan penyebab kerusakan pada pindang
biasa 41
17 Prioritas perbaikan hasil produksi ikan pindang higienis 42
18 Prioritas perbaikan hasil produksi ikan pindang biasa 42
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
UMKM Cindy Group memiliki produksi yang cukup besar dalam satu kali
produksinya, namun tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh,
meskipun hampir semua produk habis terjual karena jika terdapat produk cacat
pada ikan pindang higienis maka produk cacat tersebut akan dijual bersama ikan
pindang biasa, begitu juga jika terdapat produk cacat pada ikan pindang biasa
maka akan dijual dengan harga yang lebih rendah. Permasalahan ini dapat terjadi
karena kurangnya pengendalian mutu pada proses produksi kedua produk tersebut
seperti kurangnya dokumentasi pada proses produksi, berapa banyak produk yang
dihasilkan dalam satu kali produksi, berapa banyak kerusakan yang terjadi dan
apa saja kerusakannya kurang terdokumentasikan dengan baik, sehingga sulit
untuk melakukan perbaikan pada kerusakan yang terjadi, dengan demikian
perumusan masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut (1) Apa saja
kerusakan (cacat) yang terjadi pada satu kali produksi di UMKM Cindy Group.?
(2) Apakah pengendalian mutu pada proses produksi di pengolahan ikan pindang
UMKM Cindy Group terkendali atau tidak.? (3) Apa saja faktor-faktor yang
menyebabkan kerusakan (cacat) pada pengolahan ikan pindang.? (4) Strategi apa
yang dilakukan dalam mengatasi kerusakan (cacat) yang ada.?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
4. Hampir sepertiga dari seluruh UKM bergerak pada kelompok usaha industri
makanan, minuman, diikuti kelompok industri tekstil dan kayu.
Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) didefinisikan sebagai
berikut:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam undang-undang ini.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud
dalam UU ini.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Kriteria UMKM adalah sebagai berikut :
1. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 000 000.00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 000 000.00 (tiga
ratus juta rupiah).
2. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50 000 000.00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500 000 000.00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300 000000.00 (tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2 500 000 000.00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500 000 000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10 000 000 000.00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 500 000 000.00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50 000 000
000.00 (lima puluh milyar rupiah).
Definisi UMKM menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012
berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk usaha mikro memiliki jumlah
tenaga kerja maksimal 5 (lima) orang sedangkan usaha kecil memiliki jumlah
tenaga kerja 5 (lima) sampai dengan 19 orang, dan usaha menengah memiliki
tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.
6
Konsep Mutu
3. Histogram
Histogram adalah perangkat grafis yang menunjukkan distribusi, sebaran,
dan bentuk pola data dari proses. Jika data yang terkumpul menunjukkan
bahwa proses tersebut stabil dan dapat diprediksi, kemudian histogram dapat
pula digunakan untuk menunjukkan kemampuan batasan proses. Dikenal juga
sebagai grafik distribusi frekuensi, salah satu jenis grafik batang yang
9
c. efek potensial dari kegagalan merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan
terhadap pelanggan.
d. tingkat keparahan (Severity - S) penilaian keseriusan efek dari bentuk
kegagalan potensial.
e. penyebab potensial (Potential cause - S) adalah bagaimana kegagalan
tersebut bisa terjadi. dideskripsikan sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki.
f. keterjadian (Occurance - O) adalah sesering apa penyebab kegagalan
spesifik dari suatu proyek tersebut terjadi.
g. deteksi (Detection- D) merupakan penilaian dari kemungkinan alat
tersebur dapat mendeteksi penyebab potensial terjadinya suatu bentuk
angka kegagalan.
h. nomor prioritas resiko (Risk Priority Number- RPN)) merupakan angka
prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian severity, occurance, dan
detection.
RPN = S x O x D………………………………. (3)
Penelitian Terdahulu
Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan bagian
tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang
sedang dibahas dalam penelitian ini. Winarto (2013)menjelaskan tentang
pengembangan pindang ikan di Kabupaten Bogor terkait keterbatasan modal,
sarana produksi, pengetahun tentang sanitasi dan higienis, teknik pengemasan,
manajemen dan pemasaran. Hasil penelitian menyatakan bahwa, pengolahan
pindang ikan skala mikro, kecil dan menengah di Kabupaten Bogor layak untuk
dikembangkan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah mempelajari
dan menganalisis pengembangan usaha pemindangan ikan skala mikro, kecil dan
menengah di kabupaten Bogor. Sedangkan perbedaan dalam penelitian tersebut
adalah tidak dilakukan analisis pengendalian mutu secara spesifik.
Parwati et al .(2012) melakukan penelitian pengendalian kualitas produk
cacat sarung tangan di PT Adi Satria Abadi (PT ASA) dengan pendekatan
Kaizendan analisis masalah dengan Seven Tools yaitu menggunakan alat-alat
analisis diagram sebabakibat, diagram pareto, histogram, control chart.Hasil
penelitian menjelaskan bahwa jenis cacat terbanyak terdapat pada benang
(meleset, loncat, kendor). Jenis cacat ini disebabkan karena pada proses
pembuatan sarung tangan dan nat mempunyai ketentuan harus kecil atau tipis
atau halus. Hal inilah yang membuat para pekerja banyak mengalami kesalahan.
Namun setelah diberikan pelatihan maka jumlah cacat mengalami penurunan.
Persamaan dari penelitian ini adalah melakukan penelitian tentang pengendalian
mutu dengan menggunakan alat-alat statistik. Perbedaannya terdapat pada
penggunaan alat-alat statistik, misalanya pada penelitian ini histogram dan pareto
digunakan setelah diagram sebab akibat sehingga tidak memberikan penjelasan
yang jelas tentang kerusakan mana yang paling dominan terjadi, apa penyebab
12
minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada perusahaan besar dengan hanya pada
satu tahapan proses produksi yang dominan terjadi kerusakan.
Meirilyn (2012) melakukan penelitian tentang pengendalian kualitas dengan
metode statistik, yaitu dengan checksheet, diagram pareto, histogram, scatter
diagram, control chart, dan diagram sebab-akibat, juga menggunakan Failure
Mode Effect Analysis(FMEA).Penelitian ini juga membahas tentang implementasi
pengendalian kualitas yang dilakukan oleh PT Industri Marmer Indonesia
Tulungagung (IMIT) pada proses pemotongan menggunakan mesincross cutting,
proses tambal manual dan proses pengangkutan ke gudang untuk menanggulangi
kecacatan produk pada saat proses produksi, serta pengukuran dan pembahasan
penelitian dengan tahapanPlan, Do, Check, Action(PDCA) diterapkan oleh
perusahaan dalam melakukan seluruh aktivitas produksinya. Persamaan dengan
penelitian ini adalah pengendalian mutu terhadap kerusakan yang terjadi pada
proses produksi, serta mengunakan metode dan alat statistik berupa FMEA dan
siklus PDCA. Perbedaan dengan penelitian ini adalah objek penelitian pada bahan
galian non logam pada PT IMIT (perusahaan besar) dan hanya pada satu satu
bidang proses produksi.
Penelitian-penelitian lain yang mengkaji upaya peningkatan kualitas part
upper cover dengan metode PDCA yakni di PT Astra Komponen Indonesia yang
dilakukan oleh Yonatan et al. (2015). Penelitian juga dilakukan oleh Tanjong
(2013) tentang implementasi pengendalian kualitas dengan metode statistik pada
pabrik spareparts CV Victory Metallurgy Sidoarjo, penelitian Polomartoet al.
(2013) tentang implementasi pengendalian kualitas pada proses produksi karton
kotak makan duplex 22x22x8 cm UD Wing On Surabaya dan penelitian Sonalia et
al (2013) yaitu tentang pengendalian mutu pada proses produksi di tiga usaha
kecil menengah tahu Kabupaten Bogor.
3 METODE PENELITIAN
Proses Produksi
p (1− p )
𝑆𝑝 = √ ……………………………………. 5)
𝑛
p (100− p )
𝑆𝑝 = √ ..................................................... 6)
𝑛
Hal - hal yang diidentifikasi dalam process FMEA yaitu (Besterfield 2003):
a. Process function requirement. Mendeskripsikan proses yang dianalisa.
Tujuan proses harus diberikan selengkap dan sejelas mungkin. Jika proses
yang dianalisa melibatkan lebih dari satu operasi, masing - masing operasi
harus disebutkan secara terpisah disertai deskripsinya.
b. Potential failure mode. Dalam process FMEA, salah satu dari tiga tipe
kesalahan harus disebutkan disini. Pertama dan paling penting adalah cara
dimana kemungkinan proses dapat gagal. Dua bentuk lainnyatermasuk
bentuk kesalahan potensial dalam operasi berikutnya dan pengaruh yang
terkait dengan kesalahan potensial dalam operasi sebelumnya.
c. Potential effect of failure. Sama dengan desain FMEA, pengaruh potensial
dari kesalahan adalah pengaruh yang diterima oleh konsumen. Pengaruh
kesalahan harus digambarkan dalam kaitannya dengan apa yang dialami
konsumen. Pada potential effect of failure juga harus dinyatakan apakah
keselamatan akan mempengaruhi keselamatan seseorang atau melanggar
beberapa peraturan produk.
d. Severity. Nilai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan terhadap
konsumen maupun terhadap kelangsungan proses selanjutnya yang secara
tidak langsung juga merugikan. Nilai severity terdiri dari rating 1-10. Tabel
3memperlihatkan kriteria dari setiap nilai ratingseverity.
Tabel 3 Efek, kriteria, dan rating severity
Efek Kriteria Rangking
Berbahaya tanpa ada peringatan Tenaga kerja bekerja dengan tidak
bertanggung jawab
Ruangan kotor dan tidak higienis
Wadah penyimpanan dan bahan baku
tidak sesuai standar 10
Metode yang digunakan tidak sesuai
dengan pekerjaan
Peralatan sesuai dengan standar yang
berlaku
Berbahaya dan ada peringatan Tenaga kerja bekerja tidak sesuai dengan
instruksi yang diberikan
Ruangan kotor
Bahan baku yang tidak sesuai standar 9
Tidak adanya SOP dalam bekerja
Peralatan tidak tersedia
Sangat tinggi Tenaga kerja ceroboh dan dan terburu-
buru dalam bekerja
Ruangan berantakan
8
Bahan baku tidak bagus
Tidak adanya prosedur
Ketersediaan peralatan
Tinggi Tenaga kerja yang terburu-buru dalam
bekerja 7
Ruangan tidak tertata sesuai dengan
19
j. RPN Risk Priority Number (RPN) adalah suatu sistem matematis yang
menerjemahkan sekumpulan dari efek dengan tingkat keparahan (severity)
yang serius, sehingga dapat menciptakan suatu kegagalan yang berkaitan
dengan efek-efek tersebut (occurance), dan mempunyai kemampuan untuk
mendeteksi kegagalan-kegagalan (detection) tersebut sebelum sampai ke
konsumen. RPN merupakan perkalian dari rating occurance (O), severity(S)
dan detection (D).
RPN = O x S x D ............................................. 10)
Bagian Legal
2. Garam, salah satu bahan pokok yang digunakan dalam pembuatan ikan
pindangyaitu garam. Untuk ukuran garam yang dipakai adalah kilogram (kg).
3. Kompor dan gas,kompor merupakan alat yang digunakan sebagai sarana
pemindangan dalam ikan mentah menjadi ikan pindang. Dalam penelitian ini
yang menjadi ukuran adalah banyaknya kompor yang dimiliki oleh
pengusaha industri pemindangan ikan yang dihitung dengan jumlah biji/buah.
Dalam proses produksipemindangan ikan memerlukan bahan bakar yang
26
2. Process, tahapan ini adalah tahapan proses pengolahan bahan baku ikan
pindang biasa, yang dibagi menjadi empat tahapan :
a) Penyortiran, tahapan ini adalah memilah ikan sesuai dengan ukuran
ikan dan jenis ikan yaitu,ukuran kecil (5-6 ekor /kg ), sedang (3-4 ekor
/kg), dan besar (2 ekor /kg).sedangkan jenis ikan yaitu ikan cakalang,
bandeng, baby tuna dan layang. Penyortiran ini membutuhkan waktu 2
(dua) jam.
b) Bahan baku yang telah disortir selanjutnya dibuang isi perutnya karena
bagian tersebut merupakan sumber bakteri pada ikan. Tahapan
pencucian in membutuhkan waktu 2 (dua) jam.
c) Ikan-ikan yang telah dicuci kemudian disusun dalam keranjang yang
terbuat dari bambu, membutuhkan waktu selama 2 (dua) jam
penyusunan. Ukuran keranjang disesuaikan dengan ukuran ikan. Jenis
keranjang antara lain BK atau besek kecil, BB atau besek besar dan
Jumbo. Selanjutnya setelah disusun, keranjang berisi ikan tersebut
disusun keatas dan diikat dengan tali rafia, masing-masing ikatan
terdiri dari 10 keranjang. Tujuan pengikatan keranjang tersebut agar
ikan tidak tumpah pada saat dilakukan perebusan.
d) Perebusan dilakukan selama kurang lebih 15-30 menit tergantung dari
jenis dan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka semakin lama
waktu yang diperlukan untuk melakukan perebusan. Dalam air rebusan
dimasukkan garam dengan tujuan untuk menghambat aktivitas bakteri
pada ikan dan menciptakan rasa gurih pada ikan. Perebusan dilakukan
dengan cara memasukkan ikatan keranjang ke dalam bandeng yang
telah berisi air garam, sambil dicelup-celupkan sampai diperkirakan
ikan sudah cukup matang.
3. Tahap terakhir adalah tahap output yaitu:
a) Setelah ikan matang, ikatan keranjang diangkat dan ditiriskan,
kemudian dilepaskan dari ikatan tali rafia. Setelah ikan ditiriskan dan
sudah dingin, selanjutnya dilakukan pengepakan dengan meletakkan
keranjang-keranjang yang berisi pindang kedalam keranjang besar
dengan tujuan untuk memudahkan pengangkutan.
b) Pendistribusian dilakukan di pasar tradisional di wilaya Kabupaten
Bogor, Kota Bogor, Depok, Ciputat, Sukabumi, Pasar Minggu,
Tangerang, Cianjur dan Rangkas Bitung serta Bayah.
Check Sheet
Setelah diketahui proses proses produksi berdasarkan diagram alur di atas
maka selanjutnya dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan check sheet
untuk mengetahui kerusakan-kerusakan yang terjadi dalam satu kali produksi.
Check sheet meliputi tanggal produksi, jumlah produksi, jenis kerusakan dan total
produksi. Check sheet untuk ikan pindang biasa dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada check sheet untuk ikan pindang biasa, terdapat empat jenis kerusakan
yang masing-masing adalah kerusakan ekor putus, kerusakan kepala patah,
kerusakan perubahan warna dan kerusakan perubahan bau. Empat kerusakan
tersebut terjadi pada proses produksi yang berbeda-beda.
Check sheet pada Lampiran 2, menggambarkan jumlah produksi,
kerusakan yang terjadi dan total produksi pada ikan pindang higienis. Jika dilihat
terdapat lima kerusakan pada proses produksi ikan pindang higienis yaitu
kerusakan kepala patah, kerusakan ekor putus, kerusakan badan patah, kerusakan
perubahan bau, dan kerusakan perubahan warna. Pada kerusakan kepala patah dan
kerusakan ekor putus jika dilihat memiliki jumlah yang lebih besar dari kerusakan
lainnya, hal ini terjadi karena terdapat dua bagian dalam proses produksi yang
memiliki jenis kerusakan yang sama sehingga kerusakan-kerusakan yang sama
tersebut dijumlahkan menjadi satu kerusakan.
1. Histogram
Histogram jumlah kerusakan ikan pada pindang biasa disajikan pada
Gambar 5.
HISTOGRAM KERUSAKAN IKAN PINDANG BIASA
Normal
Mean 248.4
20 StDev 5.577
N 85
15
Frequency
10
0
225 230 235 240 245 250 255 260
Jumlah Kerusakan
8
Frequency
0
42 45 48 51 54 57
Jumlah Kerusakan
Jumlah produksi (n) sebesar 85, dengan kerusakan terbesar 59.3 kg dan
kerusakan terkecil 42.9 kg, nilai rata-rata adalah 48.73 kg. Histogram pada
Gambar 6, diolah menggunakan Minitab 14, gambar ini menunjukkan standar
deviasi 3.321, sedangkan frekuensi paling tinggi terjadi pada interval 48 – 51.
Histogram ini memiliki batas normal jumlah kerusakan yaitu 45.409 – 52.051, dan
memperlihatkan kurva yang miring ke kanan dengan penyebaran data yang tidak
simetris yaitu terdapat pencilan pada hari ke-4 sebesar 59 kg dari jumlah produksi
sebesar 350 kg dan hari ke-65 sebesar 59 kg dari jumlah produksi sebesar 290 kg.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa dalam penelitian ini data yang
digunakan adalah jumlah kerusakan sehingga pencilan tersebut dapat dikatakan
sebagai pencilan yang tidak baik karena merupakan kerusakan-kerusakan terbesar
selama 85 hari produksi.
2. Diagram Pareto
Diagram Pareto menjelaskan jenis kerusakan yang paling sering terjadi
pada proses pemindangan ikan(Gambar 7). Diagram Pareto menunjukkan bahwa
persentase kerusakan tertinggi pada proses pindang biasa ialah kerusakan kepala
patah sebesar 34.6% dan tertinggi kedua ialah kerusakan ekor putus sebesar
30.6%. Hal ini terjadi juga pada proses pindang higienis yaitu kerusakan kepala
patah sebesar 44.6% dan 41.3% untuk jenis kerusakan ekor putus, ketiga adalah
32
badan patah yaitu sebesar 7.1%, keempat adalah perubahan warna sebesar 3.9%
dan kerusakan perubahan bau merupakan kerusakan terendah yaitu sebesar 3.1%.
Hal tersebut dapat dilihat pada diagram pareto (Gambar 8).
4000 100
80
3000
60 Percent
Count
2000
40
1000
20
0 0
Jenis Kerusakan g) g) g) g) r
(k (k (k (k the
h s h na O
ta tu ta ar
Pa Pu Pa W
la or n n
pa Ek a da ha
Ke B a
b
ru
Pe
Count 1847 1711 295 162 128
Percent 44.6 41.3 7.1 3.9 3.1
Cum % 44.6 85.9 93.0 96.9 100.0
0.16
0.15
Proportion
_
P=0.14183
0.14
0.13
0.12
LCL=0.11677
0.11
1 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80
Sample
Tests performed with unequal sample sizes
0.24 UCL=0.2437
0.22
0.20
Proportion
_
0.18
P=0.1759
0.16
0.14
0.12
LCL=0.1081
0.10
1 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80
Sample
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 11 Diagram sebab akibat kerusakan kepala patah pada pindang biasa
Kerusakan kepala patah disebabkan oleh bahan baku, lingkungan, metode
dan tenaga kerja. Kerusakan ini terjadi pada proses penerimaan bahan baku,proses
pencucian, proses penyusunan dan proses pengepakan.
Gambar 12 Diagram sebab akibat kerusakan ekor putus pada pindang biasa
35
Gambar 13 Diagram sebab akibat perubahan warna dan bau pada pindang biasa
Kerusakan perubahan warna dan bau disebabkan oleh bahan baku,
lingkungan, metode dan tenaga kerja serta peralatan yang digunakan. Kerusakan
ini terjadi pada proses penerimaan bahan baku, proses pencucian dan proses
perebusan.
Diagram sebab akibat di bawah ini yang terjadi pada ikan pindang higienis
dibuat berdasarkan hasil brainstorming sesuai dengan penyebab kerusakan itu
sendiri.
Gambar 14 Diagram sebab akibat kerusakan kepala patah pada pindang higienis
36
Gambar 15 Diagram sebab akibat kerusakan ekor putus pada pindang higienis
Kerusakan ekor putus disebabkan oleh bahan baku, lingkungan, tenaga
kerja dan metode. Kerusakan ini terjadi pada proses penerimaan bahan baku,
proses pencucian dan proses penyusunan.
Gambar 16 Diagram sebab akibat perubahan warna dan bau pada pindang higienis
37
Gambar 17 Diagram sebab akibat kerusakan badan patah pada pindang higienis
Kerusakan badan patah disebabkan oleh tenaga kerja dan metode.
Kerusakan ini terjadi pada proses pencucian, dan proses penyusunan.
Tahapan ini adalah tahapan terakhir yaitu menentukan faktor yang menjadi
penyebab utama kerusakan pada proses produksi pindang, kemudian memberikan
rekomendasi dengan menentukan prioritas perbaikan dengan menggunakan
analisis tabel FMEA.
Tabel FMEA disusun untuk memberikan nilai severity,occurance dan
detection berdasarkan diagram sebab-akibat. Penilaian ketiga faktor tersebut
diperoleh dari brainstorming dengan pihak UMKM Cindy Group. Risk Priority
Number (RPN) diperoleh dari perkalian nilai severity, occurance dan detection.
FMEA kerusakan pindang higienis dapat dilihat pada Tabel 8, Tabel 9,
Tabel 10 dan Tabel 11.
38
FMEA kerusakan pindang biasa dapat dilihat pada Tabel 12, Tabel 13 dan
Tabel 14.
Implikasi Manajerial
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Aulawi H, Faisal M. 2016 Analisis pengendalian kualitas roti di Home Industri
Mahabah Garut. Jurnal kalibrasi. ISSN ; 2302-7320 Vol. 14 No. X 2016.
[APPIKANDO] Asosiasi Pengusaha Pemindangan Ikan Indonesia. 2012.
Industri Pengolahan Pindang Kekurangan Bahan Baku.Jakarta (ID):
Kompas.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2012. Kabupaten Bogor
Dalam Angka 2011.Bogor (ID): BPS Kabupaten Bogor.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional 2001. Modul SNI 19-9000:2001 dan
9001:2001. Badan Standarisasi Nasional (BSN), Jakarta.
____________. 2009.Ikan Pindang Bagian I Spesifikasi. SNI 2712.1:2009.
Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Bina Produktivitas Tenaga Kerja. 1998. Manajemen Mutu Terpadu.Jakarta (ID):
Departemen Tenaga Kerja.
Besterfield DH. 2003.Total Quality Management, 3rd ed. New Jersey (US):
Prentice Hall.
Chrysler. 1995. Potential Failure Mode and Effect Analysis. Michigan (US):
Chrysler LLC, Ford Motor Company, General Motor.
Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor. 2016. Bogor (ID): Buku
Data Perikanan.
Gaspersz V. 2003. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta (ID): PT
Gramedia Pustaka Utama.
____________ 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries.
Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.Yogyakarta (ID):
Penerbit Liberty.
Heizer J, Render B. 2005. Operations Management-Manajemen Operasi. Edisi 7
Buku 1. Jakarta (ID): Salemba Empat.
45
Heruwati ES. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: Prospek dan peluang
pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian 21 (3).
Heruwati, ES. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan
Peluang Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian, 21(3): 92-99.
Hubeis M. 2009. Prospek Usaha Kecil dalam Wadah Inkubator Bisnis.
Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Juran JM. 1995. Juran on Quality By Design. Penerjamah, Hartono B.Jakarta
(ID): Pustaka Binaman Pressindo.
Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium. Jakarta (ID): PT.
Prehallindo.
Lumban RM, Maulina I, Gumilar I. 2012. Analisis pengembangan usaha
pemindangan ikan di Kecamatan Bekasi Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan,
Vol. 3 No. 1. ISSN : 2088-3137.
McDermott RE, Mikulak RJ, Beauregard MR. 2009. The Basics of FMEA.
2ndEdition. New York (ID): Productivity Press.
Meirilyn N. 2012.Implementasi pengendalian kualitas dengan menggunakan
metode statistika pada PT Industri Marmer Indonesia Tulungagung. Surabaya
(ID): Universitas Surabaya.
Nikijuluw. 2012. Prospek UMKM bidang perikanan. Disampaikan pada
Kuliah Umum Program Magister Profesional Industri Kecil dan
Menengah IPB, Bogor.
Parwati CP, Sakti RM. 2012. Pengendalian kualitas produk cacat dengan
pendekatan kaizen dan analisis masalah dengan seven tools. Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III
ISSN: 1979-911X.
Polomarto DH, Setyawan AB, Widjaja SB. 2013. Implementasi pengendalian
mutupada proses produksi karton kotak makan duplex 22x22x8Cm UD
Wing On Surabaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2.
No. 1.
Pramiyanti A. 2008. Studi Kelayakan Bisnis Untuk UKM. Yogyakarta
(ID): Med Press.
Sonalia D, Hubeis M. 2013. Pengendalian mutu pada proses produksi di tiga
usaha kecil menengah tahu Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen dan
Organisasi Vol IV, No.2.
Susviarto, Suryahadi, Kadarisman D. 2009. Kajian Manajemen Mutu Usaha
Kecil Menengah Sepatu di PD. Anugerah Hero - Ciomas Analyze of Shoes
Small Middle Enterprises Quality Management on PD. Anugerah Hero –
Ciomas. Manajemen IKM. Februari 2012 (pp 20-27) Vol. 7 No. 1
Tanjong SD. 2013. Implementasi pengendalian mutudengan Metode Statistika
pada Pabrik Spareparts CV. Victory Metallurgy Sidoarjo. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol 2. No. 1.
Tarihoran N, Siregar K, Ishak A. 2013. Analisis Pengendalian mutuPada Proses
Perebusan dengan Menerapkan QCC (Quality Control Circle) di PT. XYZ.
e- Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No . 1.
[UU RI] Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah.
Jakarta (ID): Kementerian Koperasi dan UKM.
46
LAMPIRAN
48
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Saumlaki (Maluku) pada tanggal 23 April 1989, putra ke-
empat dari empat bersaudara. Ayah penulis bernama Steven Watumlawar dan Ibu
penulis bernama Flora Talutu. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah
Dasar (SD) Kristen Satu Latdalam, Maluku dan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) Urlatu dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Urlatu di Latdalam,
Maluku. Pada tahun 2006, penulis menempuh pendidikan Ahli Madya Jurusan
Keuangan dan Perbankan serta strata-1 jurusan Manajemen Keuangan di Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Kesatuan, Bogor. Pada tahun 2013, penulis
melanjutkan pendidikan strata-2 di Sekolah Pascasarjana Institur Pertanian Bogor
(IPB) pada Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.