Anda di halaman 1dari 5

Proyek PLTU bakal disetop mulai 2025, energi terbarukan digenjot

Oleh: Filemon Agung

Sabtu, 12 Juni 2021 14:45 WIB

Proyek PLTU Bakal Disetop Mulai 2025, Energi Terbarukan Digenjot

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah mendorong pembangkit energi baru


terbarukan (EBT) dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 dinilai
tak lagi menemui kendala soal harga jual listrik yang ditawarkan. Apalagi, per 2025 nanti,
pemerintah tak lagi mengizinkan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Merujuk draft RUPTL 2021-2030 yang diperoleh Kontan.co.id, PLTU yang statusnya masih
rencana setelah 2025 akan diganti menjadi PLTBase.

Pembangkit ini akan diupayakan menggunakan mix EBT (Hidro, PLTP, PLTS, Bio dll) dan gas
setempat yang ada dengan nilai keekonomian yang dapat bersaing dengan PLTU dan dengan
syarat bahwa pembangkit tersebut dapat dioperasikan secara kontinyu selama 24 jam sebagai
pemikul beban dasar (dapat juga dilengkapi dengan energy storage)," demikian dikutip dari draf
RUPTL 2021-2030, Jumat (11/6).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyebutkan porsi
pembangkit EBT pada RUPTL yang tengah disusun ini akan meningkat menjadi 48% dan sisa
52% masih berasal dari pembangkit fosil.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana
mengatakan, upaya memangkas hambatan harga jual listrik dengan semakin meningkatnya
pembangkit EBT bakal diselesaikan lewat Perpres harga listrik yang kini masih berproses.

Adapun, rancangan perpres harga listrik EBT ini ditargetkan akan rampung jika RUPTL 2021-
2030 telah dituntaskan.

"RUPTL-nya diselesaikan, kemudian digunakan sebagai referensi dalam pembahasan rancangan


perpres di Kemenkeu," kata Dadan kepada Kontan.co.id, Jumat (11/6).

Dadan mengungkapkan, tujuan penyusunan Perpres EBT juga untuk meningkatkan kepastian
dari sisi harga listrik EBT baik untuk pengembang maupun PLN selaku off taker. Dadan
melanjutkan, penggantian PLTU dengan pembangkit EBT base load dimungkinkan untuk
dilakukan dengan jenis pembangkit tenaga hidro, geothermal maupun biomassa.
Bahkan, untuk saat ini telah ada sejumlah pembangkit EBT base load yang beroperasi. "Sudah,
ada PLTA dan PLTP (base load) yang sudah beroperasi, sudah lama. Jadi secara teknologi dan
keandalannya sudah teruji," kata Dadan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa
menyebut, untuk harga listrik PLTS saat ini sudah di bawah US$ 6 cent per kWh dan lebih
murah ketimbang harga yang ditawarkan PLTU.

Bahkan, harga listrik PLTS yang dilengkapi battery storage pun diklaim juga lebih murah
ketimbang pembangkit peaker. "Untuk sistem-sistem kecil dan isolated pembangkit EBT lebih
murah dari PLTD bahkan PLTU skala kecil," kata Fabby kepada Kontan.co.id, Jumat (11/6).

Fabby melanjutkan, PLN harus membangun lebih banyak pembangkit EBT serta membeli lebih
banyak listrik EBT. Adapun, demi mendapat harga listrik yang kompetitif maka bisa diperoleh
dengan mekanisme lelang skala besar yang kompetitif serta Power Purchase Agreement (PPA)
yang terstandarisasi.

"Pemerintah perlu mendukung dengan regulasi yang dapat mengurangi resiko investasi dan
meningkatkan bankability proyek EBT. Kalau tidak, susah pendanaannya," terang Fabby.

Perubahan dalam RUPTL 2021-2030

Merujuk draft RUPTL 2021-2030 yang diperoleh Kontan.co.id, terdapat sejumlah perubahan
pada RUPTL kali ini terhadap RUPTL 2019-2028.

Dari sisi pertumbuhan listrik yang sebelumnya 6,4% disesuaikan menjadi 4,9%. Dengan
turunnya proyeksi permintaan ini, maka beberapa COD pembangkit juga mengalami
penyesuaian dari semula mencapai 56.395 MW menjadi sebesar 40.901 MW.

Transmisi menjadi 46.962 kms dari sebelumnya 57.293 kms dan gardu induk sebesar 74.512
MVA dari sebelumnya mencapai 124.341 MVA. Adapun, penambahan pelanngan diprediksi
mencapai 25,8 juta pelanggan dari yang sebelumnya 16,9 juta pelanggan.

Selain itu, terdapat sejumlah proyek PLTU yang mengalami penyesuaian dengan kebutuhan
sistem disejumlah wilayah. Untuk wilayah Sumatera antara lain, PLTU Sumut-2 (600 MW),
PLTU Mulut Tambang (MT) Riau-1 (600 MW), PLTU Sumsel MT (350 MW), PLTU MT
Banyuasin (240 MW), PLTU MT Sumsel-6 (300 MW) dan PLTU Lampung Ekstension (300
MW).

Untuk PLTU di Jawa, Madura dan Bali yang mengalami penyesuaian yakni ditunda karena
menyesuaikan dengan kebutuhan sistem antara lain, PLTU Banten (660 MW) dan PLTU Jawa-5
(1000 MW).
Untuk wilayah Kalimantan, terjadi perubahan lingkup dan kapasitas untuk dua proyek yakni,
PLTU Kalbar 3 yang pada RUPTL 2019-2028 direncanakan berkapasitas 2X100 MW dan COD
pada 2025 atau 2026 bakal diganti menjadi PLTBase Kalbar dengan kapasitas 100 MW dengan
target COD pada 2027 mendatang. Selain itu, PLTU Kalbar 2 dengan kapasitas 2X100 MW
dengan target COD pada 2022/2023 akan diganti menjadi PLTG/GU Kalbar atau Pontianak
Peaker berkapasitas 2X100 MW dengan target COD pada 2024/2025.

Sementara pada wilayah Sulawesi juga mengalami perubahan lingkup dan kapasitas untuk PLTU
Sulbagut 3 yang semula berkapasitas 100 MW dengan target COD pada 2027/2028 berubah
menjadi PLT Base Sulbagut 3 dengan kapasitas 200 MW dan COD pada 2027/2028. Kemudian,
PLTU Bau-Bau 2 akan diganti dengan PLT Base Bau-Bau 2 dengan kapasitas yang masih sama
sebesar 30 MW dengan target COD pada 2027/2028.Selain itu, terdapat sejumlah proyek yang
dimundurkan sesuai kebutuhan sistem yakni PLTU Sulbagut 2 (200 MW), PLTU Sulbagsel 2
(400 MW) dan PLTU Tolitoli (50 MW).

Sementara pada wilayah Maluku, Papua dan Nusa Tenggara untuk perubahan lingkup dan
kapasitas terjadi pada PLTU Ambon/Waai yang meningkat kapasitasnya dari 30 MW menjadi 40
MW dengan target COD semula pada 2021 menjadi 2023, PLTU Ambon dengan kapasitas 50
MW bakal diganti dengan PLT Base Ambon dengan target COD pada 2030.

Selain itu, untuk PLTU Lombok 3 dengan kapasitas 2X50 MW bakal diganti dengan PLT Base
Lombok 3 dengan kapasitas yang sama dengan target COD mengalami penyesuaian pada 2026
dan 2027. Kemudian, PLTU Lombok 4 (2X50 MW) bakal diganti menjadi PLT Base Lombok 4
(2X50 MW) dengan target COD 2028 dan 2029, serta PLTU Timor 2 berkapasitas 50 MW
dengan target COD 2027 diganti dengan PLT Base Timor 2 dengan kapasitas 50 MW dan COD
pada 2026.

Sementara itu, satu proyek PLTU mengalami penyesuaian yakni PLTU Jayapura 3 berkapasitas
50 MW yang dimundurkan sesuai kebutuhan sistem.

Lalu, akan ada tambahan proyek PLTU dengan hadirnya PLTU Haltim berkapasitas 200 MW
dengan target COD 2024 guna memenuhi kebutuhan pelanggan smelter di Maluku Utara serta
PLTU Sorong (Ex Timika) berkapasitas 28 MW dengan target COD pada 2030 yang merupakan
relokasi PLTU (ex Timika) dari Kalimantan ke Sorong.
Kementerian ESDM Ingin PLTU Pensiun Secara Alami

Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida


Mulyana mengatakan pemerintah ingin program pensiun alias penghentian penggunaan
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara dilakukan sesuai usia
produktivitas pembangkit. Tujuannya, agar penggunaannya tetap optimal. Saat ini, Rida
mengatakan pemerintah sudah mulai mendata PLTU mana saja yang sudah memasuki usia
pensiun. "Kami sudah data mana yang sudah mendekati umur pensiun, termasuk secara nilai aset
yang sudah nol saat berakhir nanti. Sampai saat ini kami masih ambil opsi pensiun alami, jadi
tidak dipaksa pensiun," ungkap Rida dalam konferensi pers virtual, Jumat (4/6).

Kendati begitu, ia belum bisa membeberkan berapa banyak PLTU dan di mana saja pembangkit
yang akan masuk masa pensiun. Begitu juga dengan daftar tahun pensiun masing-masing.

"Simulasi kami saat ini ingin saat Indonesia memasuki usia emas 100 tahun, tidak ada lagi PLTU
misalkan," imbuhnya.

Di sisi lain, Rida mengatakan pemerintah telah mengkalkulasi seperti apa dampak dari kebijakan
pensiun PLTU ini. Misalnya, berapa banyak PLTU yang akan dipensiunkan, bagaimana suplai
produksi listrik ke depan, dan lainnya.

"Berapa ongkosnya, angkanya ini sudah bisa kami perkirakan dengan kontrak saat ini," ucapnya.

Begitu pula dengan langkah lanjutan berupa pengelola bentuk fisik dari PLTU yang tidak
digunakan nanti. "Misalnya asetnya mau di kemanain? Ini belum ada keputusannya, tapi itu
sudah jadi agenda pembahasan kita nanti, apa mau dibongkar, diserahkan ke Krakatau Steel atau
bagaimana, semuanya ada, tapi kami tunggu program menyeluruhnya tuntas," jelasnya.

Sebelumnya, wacana PLTU pensiun disuarakan oleh PT PLN (Persero). Perusahaan setrum
raksasa itu ingin PLTU dan PLTMG pensiun pada 2025, lalu fungsinya digantikan oleh
pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).

"Pada 2025-2030 sesuai arahan, itu sudah mengharamkan PLTU baru. Bahkan diharapkan di
2025, ada replacement PLTU dan PLMTG dengan pembangkit listrik EBT," ungkap Wakil
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, beberapa waktu lalu.

Daya 450 VA Terancam Dicabut Berdasarkan rencana perusahaan, PLN berencana


menghentikan operasional PLTU dengan kapasitas mencapai 50,1 GW. Namun, masa pensiun ini
akan berjalan bertahap.

Rencananya, PLN akan menghentikan operasional PLTU subscritical tahap pertama dengan
kapasitas 1 GW pada 2030.

Lalu, PLN menghentikan PLTU subscritical tahap kedua berdaya 9 GW pada 2035. Kemudian
pada 2040,
dilanjutkan untuk masa pensiun PLTU subscritical tahap ketiga dengan kapasitas mencapai 10
GW.

Selanjutnya, tahap keempat dengan daya mencapai 24 GW pada 2045 dan penghentian PLTU
ultra supercritical berdaya 5 GW pada 2055.

Darmawan mengatakan kebijakan ini dikeluarkan untuk mencapai target karbon netral pada
2060. Tujuannya, agar emisi di lingkungan berkurang secara drastis dan udara lebih bersih.
"Kami ingin capai carbon neutral di 2060, makanya harus ada EBT," pungkasnya.

Anda mungkin juga menyukai