File 359449
File 359449
LAPORAN KASUS
ABSTRAK
Telah dilakukan General anestesi pada anak usia 6 tahun dengan diagnosis Tonsilitis kronis dan hipertropi
adenoid dilakukan adenotonsilektomi.penilaian status fisik ASA 1 dengan berat badan 18 Kg. Durante operasi
dilakukan intubasi orotracheal tanpa pelumpuh otot dan ekstubasi dengan sleep ekstubasi. Hemodinamik
selama operasi HR 92 -102 x/menit. Saturasi 98 – 99%. Analgesia paska operasi dengan Paracetamol 300mg.
pasien kembali ke bangsal perawatan, setelah dilakukan observasi di recovery room selama 45 menit dengan
aldrette score 10. Pasien tidak terjadi perdarahan paska operasi.
ABSTRACT
General anesthesia has been performed in children 6 years of age with a diagnosis of chronic tonsillitis and
adenoid hypertrophy do adenotonsilektomi. ASA physical status assessment wiyh ASA 1and the patient
weighting 18 Kg. Durante operation orotracheal intubation without muscle relaxants and sleep extubation
performed. Hemodynamics during surgery HR 92 -102 x / min. Saturation of 98-99%. Postoperative analgesia
with Paracetamol 300mg. the patient returned to the ward, were observed in the recovery room for 45 minutes
with a score of 10 aldrette. Patient’s postoperative bleeding did not occur.
63
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 4 Nomor 1, November 2016
Penatalaksanaan dan skill yang baik dari anesthetist - , pembesaran tonsil T3/T3,
lebih penting dari pada teknik manapun. Area utama detritus +/+. Mallampati II.
yang menjadi perhatian anestesi adalah manajemen Leher : Pembesaran Lymphonodi
jalan nafas, penyediaan analgesia, dan pencegahan -/-, Ekstensi Leher
mual pasca operasi dan muntah (PONV)2 maksimal, Pergerakan leher
bebas.
B. LAPORAN KASUS Thorax : Cor/ S1 – S2 murni regular,
Pasien anak laki - laki usia 6 tahun datang bising jantung – Pulmo/
ke poliklinik THT RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta Vesikuler +/+, Rhonki -/-,
diantar orang tuanya dengan keluhan utama Wheezing -/-
batuk berulang. Riwayat Penyakit Sekarang : os Abdomen : Peristaltik + Normal, Supel,
datang dengan keluhan batuk berulang sejak + 2 Nyeri Tekan –
tahun yang lalu terkadang sampai suara menjadi Ekstremitas : deformitas -. Akral Hangat,
serak, sampai merasa sakit di tenggorokan.nyeri Nadi perifer kuat angkat,
tenggorok dirasakan sering sekali + 1-2 kali dalam 1 oedema -
bulan. Bila episode sakit tenggorok kadang disertai BB : 18 Kg
demam, batuk dan pilek. Orang tua Pasien juga
mengeluhkan anak tidur mengorok dan mulut bau, Pemeriksaan Penunjang
bila bangun tidur merasa seger. Tidak ada penurunan AL : 9.600 / mm3
berat badan secara drastis. Aktivitas harian bermain AE : 4,26 x 106 / mm3
aktif sesuai anak seusianya. Terbangun saat tidur Hb : 11,5 g/dL
karena sesak menurut orang tua tidak ada. Saat ini Hmt : 35 %
tidak ada keluhan pada hidung dan telinga. PLT : 290.000/mm3
Riwayat kelahiran : Bayi lahir sesuai bulan Alb : 4,17 g/dL
ditolong bidan. AST :9
Riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap di ALT : 12
Posyandu BUN : 6
Riwayat Penyakit Dahulu : penyakit alergi, Crea : 0,8
asma,sesak nafas, sakit kejang, kebiruan Na : 136 mmol /L
saat menangis, Gangguan tumbuh kembang K : 3,6 mmol/L
disangkal. Cl : 101 mmol/L
Riwayat Penyakit Keluarga : riwayat penyakit Rontgen Thorax : C/ Konfigurasi Cor Normal
yang sama, alergi, asma, penyakit tumor atau P/ Bronkhitis
kanker disangkal. Assesment : Status Fisik ASA 1
Pentalaksanaan Anestesi :
Pemeriksaan Fisik GA intubasi dengan circuit Semi closed, ETT
Keadaan umum : baik , kesadaran : compos mentis, orotracheal No. 5,5 cuff, nafas spontan.
gizi :cukup Premedikasi : Midazolam 1mg
Tanda Vital : Nadi: 92 x / menit, Pre emptive analgesia : Fentanyl 50 mcg
RR : 24 x / menit Induksi : Propofol 40 mg
Respirasi : 20 X/mnt Maintanance : O2, N2O, Sevoflurane
Suhu : afebris Pembiusan berlangsung selama 75 menit,
Kepala : Normocephali, Konjunctiva perdarahan ± 50 ml, urine output tidak
Anemis -/-, Sklera ikterik -/-, dipasang kateter urethra, cairan masuk Ringer
Rhinnorea -/-. Buka mulut 3 jari Laktat 300 ml.
pasien, pada pharing hiperemis Paska pembiusan : Nafas Adekuat, dilakukan
64
General Anestesi Tonsilektomy pada Pediatri ...
65
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 4 Nomor 1, November 2016
Anamnesis yang baik pada anak – anak dapat Anak-anak dengan OSA berat memiliki insiden
juga dilakukan sebagai media untuk membina yang lebih tinggi mengalami komplikasi perioperatif
sambung rasa pada anak – anak. Anak usia sekolah dan pasca operasi sampai mungkin perlu perawatan
biasanya sudah bisa mendapat informasi tentang HDU / ICU. Secara khusus, mereka berisiko lebih
operasi dari dunia maya, seringkali bayangan mengalami desaturasi, spasme laring, dan terjadi
mereka tidak selalu tepat sehingga membuat obstruksi jalan napas selama induksi anaesthesia.
mereka menjadi takut. Anak – anak juga harus Mereka lebih sensitive terhadap efek depresan
diberi pilihan; seperti apakah mereka ingin berjalan pernafasan dari obat - obatan sedative dan opioid dan
sendiri ke ruang operasi, ingin diinfus setelah tidur, respon ventilasi menumpul terhadap peningkatan
atau didampingi orang tua sampai ke dalam ruang CO2 dibandingkan dengan anak normal. Insiden
operasi. Hal – hal tersebut penting dilakukan untuk keseluruhan komplikasi pernapasan pasca operasi
mengurangi kecemasan dan ketakutan anak – anak, pada anak-anak dengan OSA berat adalah 16-27%
sehingga operasi tidak menjadi pengalaman yang dibandingkan dengan kejadian 1% pada anak-anak
menakutkan bagi anak – anak.6 tanpa OSA. Faktor risiko lain untuk komplikasi
Pada pemeriksaan fisik, apabila ditemui pernapasan meliputi usia, kelainan kraniofasial,
adanya suara murmur jantung, sebaiknya dilakukan gangguan neuromuskuler, gagal tumbuh, dan
pelacakan terlebih dahulu terhadap kelainan obesitas.2,6
tersebut. Pada anak – anak di bawah usia 3 tahun, Pada kunjungan pre-operative pertimbangkan
kejadian murmur jantung bisa dianggap fisiologis, juga pemberian analgesia pre-operatif, karena anak
apabila keadaan klinis anak tersebut baik. Murmur dengan tonsillitis biasanya mengeluhkan nyeri di
jantung menjadi perhatian bila merupakan murmur tenggorokan dan susah menelan. Analgesia bisa
yang patologis (Tabel 1)6. Perhatian khusus juga dengan Parasetamol 20 mg/kgBB p.o atau ibuprofen
diberikan anak – anak dengan bukti adanya 5 mg/kgBB per oral.5
obstructive sleep apnoea. Pemeriksaan penunjang tidak ada yang khusus
Obstructive sleep apnoea. Pada anak – anak, untuk dilakukan pada pasien yang menjalani
Pembesaran jaringan adenotonsillar menjadi pembedahan tonsilektomi. Bila pada pemeriksaan
penyebab tersering kejadian OSA. Tanda dan fisik dan anamnesis tidak didapatkan kelainan, maka
gejala dari OSA meliputi Hipoksemia kronis yang pemeriksaan panunjang tidak perlu dilakukan. Pada
dapat bermanifestasi sebagai polisitemia dan right penelitian di Australia pada tahun 1996, didapatkan
ventricular strain (pada EKG tampak gelombang data kurang dari 0,5% anak sehat yang memiliki
P besar pada lead II dan V1, gel R besar pada V1 kadar Haemoglobin kurang dari 10 g/dL dan kurang
dan gel S dalam pada V6). Gejala dari OSA saat dari 0,1% dari populasi anak sehat yang mengalami
malam hari adalah, mengorok, episode apnoe yang gangguan pembekuan darah.5
diikuti dengan dengkuran dan gelisah. Sementara Prosedur bedah sehari pada tonsilektomi anak
gejala yang muncul pada siang hari adalah nyeri – anak mulai ditinggalkan, kerana pertimbangan
kepala, merasa tidak cukup istirahat pada malamnya dari kejadian perdarahan paska operasi. PONV dan
dan merasa kantuk yang berlebihan di siang hari. obstruksi jalan nafas atas. Kejadian perdarahan paska
Penggunaan obat opioid perioperative dapat operasi dapat muncul 6 sampai dengan 24 jam setelah
memperburuk drive respirasi dan memperberat dilakukan tindakan. Perdarahan yang terus menerus
hipoksia. bisa saja tidak terdeteksi bila anak tersebut menelan
Kejadian ini muncul paling sering pada anak darahnya dan tidak mengalami muntah. Biasanya
usia 2 sampai 5 tahun, dimana jaringan lymphoid sensasi menelan darah, membuat anak mengalami
mengalami hyperplasia maksimal.Kejadian OSA mual dan muntah. Tetapi pertimbangan prosedur
ini muncul pada 1- 2% anak usia 2 – 5 tahun. bedah sehari memberikan kenyamanan bagi
Sehingga kejadian OSA menjadi indikasi utama perawatan paska operasi terhadap anak tersebut,
adenotonsillektomi pada anak usia 2 – 5 tahun.2,5,6 oleh karena itu bila hendak dilakukan prosedur bedah
66
General Anestesi Tonsilektomy pada Pediatri ...
sehari maka wajib dilakukan pemantauan ketat tidak mengganggu akses operator terhadap lapang
adanya perdarahan selama 6 jam paska tindakan.5 operasi. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan
Pada Pemeriksaan preoperative pasien ini pemasangan LMA terhadap penggunaan
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lengkap. endotracheal tube.2
Pada anamnesis terutama ditekankan pada riwayat Kekurangan utama dari penggunaan LMA
mengorok anak tersebut pada saat tidur malam. adalah tidak bisa menjadi airway definitive seperti
Pada anamnesis didapatkan bahwa anak cukup yang dapat dilakukan oleh endotracheal tube.
berani untuk masuk ke dalam kamar opeasi sendiri Pada penelitian yang dilakukan di inggris antara
tanpa ditemani orang tua. Sehari – hari anak tahun 1996 – 1997 didapati bahwa 16% pembiusan
sudah sekolah dan tidak ditunggu oleh orang tua. tonsilektomi menggunakan LMA sebagai alat bantu
Pemeriksaan penunjang telah dilakukan oleh dokter pernafasannya.2
operator sehingga tidak diperlukan pemeriksaan Induksi anesthesia bisa dilakukan dengan
tambahan. Pasien pagi hari sebelum berangkat ke teknik intravena atau inhalasi, induksi inhalasi harus
kamar operasi telah puasa selama 6 jam, dansudah berhati – hati terutama pada kasus hyperplasia
dipasang infus sebelum puasa. Pasien dilakukan adenoid. Agen anestesi induksi intravena dapat
pemasangan akses intravena di ruangan karena menggunakan Propofol ( 1,5 – 2,5 mg/kgBB) atau
pasien ingin ditemani orang tuanya saat dipasang thiopental ( 2 – 7 mg/kgBB). Pemberian opioid intra
akses intravena. operative dapat menggunakan Morphine (0,1mg/
kg), Fentanyl (1 – 5 mcg/kgBB), atau Pethidin (0,5 – 2
Manajemen Durante Operatif mg/kgBB) intra muscular.2,5
Pada saat pasien sampai di ruang transit GBST, Intubasi dapat dilakukan dengan atau tanpa
pasien bisa berpisah dengan orang tuanya tanpa pelumpuh otot. Penggunaan pelumpuh otot harus
menangis. Pasien tidak diberi obat sedasi di ruang mempertimbangkan durasi operasi. Sebaiknya
transit. Masuk ke dalam kamar operasi, pasien digunakan pelumpuh otot durasi singkat,karena
diberi sedasi dengan midazolam supaya tidak takut durasi operasi yang rata – rata singkat. Penggunaan
dengan keadaan kamar operasi dan mengalami efek endotracheal tube, gunakan yang reinforced tube
amnesia antegrad dari midazolam sehingga tidak karena beberapa teknik operasi menggunakan
mengingat kenangan di operasi. Setelah disedasi Boyle-Davis Gag ( Gambar 2 ) untuk memperbaiki
dilakukan pemasangan monitor non invasive dengan akses operator kepada rongga mulut. Boyle-Davis
pemasangan saturasi perifer O2, EKG; non invasive Gag pada pemasangannya dapat menyebabkan
blood pressure tidak dipasang karena tidak ada bergesernya endotracheal tube atau terjadi obstruksi
ukuran manset yang sesuai untuk pasien tersebut. karena tube terjepit Gag akibat pemasangan yang
Masalah yang dihadapi seorang ahli anestesi kurang tepat. Sebelum dimulai operasi, pasien akan
dalam pembedahan tonsil adalah, berbagi airway diposisikan oleh operator dengan posisi ekstensi
dengan operator bedah, akses yang jauh dan harus leher menggunakan ganjal di dasar bahu. Pastikan
mencegah aspirasi dari darah masuk ke dalam posisi endotracheal tube tidak bergeser saat
trachea. Pada anak – anak dengan riwayat OSA, dilakukan ekstensi leher.5
besar kemungkinan akan terjadi sumbatan jalan Teknik anestesi dipilih menggunakan teknik
nafas pada saat dilakukan induksi, sehingga perlu General anestesi endotracheal tube dengan teknik
perhatian khusus. intubasi sleep intubating non apneu non muscle
Penggunaan Laryngeal Mask Airway (LMA) relaxant dengan intubasi orotracheal. Ukuran
untuk operasi tonsil, mulai dilakukan penelitian endotracheal tube yang dipilih adalah nomor 5,5
u n t u k ke a m a n a n n y a . P r i n s i p n y a a d a l a h cuff, karena dianggap sebagai ukuran terbesar
pemasangan alat bantu untuk mengantarkan yang bisa dipakai oleh pasien. Penggunaan ETT
gas inhalasi, mengamankan trachea supaya tidak dipilih daripada penggunaan Laryngeal Mask
terkena percikan dari proses tonsilektomi, dan Airway karena ETT dapat sebagai definitive airway
67
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 4 Nomor 1, November 2016
dalam menjaga jalan nafas dan memudahkan akses dingin kemudian hemostasis menggunakan kassa
dokter operator. pack. Kassa adrenalin digunakan untuk mengatasi
Pemilihan teknik intubasi tanpa muscle relaxant perdarahan tersisa yang tidak menjendal pada
dipilih dengan pertimbangan bahwa durasi operasi pemasangan kassa pack. Lama operasi 45 menit,
tonsilektomi yang relative cepat, kemudian ketidak 75 menit lama pembiusan mulai sejak induksi sampai
tersediaan obat pelumpuh otot durasi pendek di fase emergen dari pasien. Cairan masuk selama
tempat operasi. Sehingga preintubasi anestesi di pembiusan adalah Ringer Laktat sebanyak 300ml.
dalamkan dengan agen inhalasi anestesi Sevoflurane durante operasi hemodinamik pasien HR 92 – 104
dan N2O, kemudian diberikan analgesi pre emptive x/ menit dengan Saturasi O2 98 – 99 %.
Fentanyl 3 mcg/kgBB yang diharapkan cukup Manajemen cairan durante operasi. Pemasangan
memberikan analgesi terhadap tindakan intubasi jalur intravena untuk durante operasi wajib untuk
orotracheal tersebut. Intubasi dipilih dengan teknik dilakukan. Pada pembedahan tonsilektomi, rerata
orotracheal tidak nasotracheal karena pada pasien kehilangan darah adalah 5% dari estimate blood
ini terdapat pembesaran kelenjar adenoid sehingga volume. Pada 5% populasi dapat mengalami
sulit mendapatkan akses nasopharing akibat dari kehilangan darah mencapai 10% dari estimate blood
penyempitan yang disebabkan oleh desakan kelenjar volume. Pemberian transfusi komponen darah hamper
adenoid. tidak diperlukan pada kasus tonsilektomi. Penggunaan
Teknik operasi yang dilakukan operator ada cairan glukosa – saline harus hati – hati, karena dapat
beragam teknik, teknik operasi ini akan berimbas mengakibatkan terjadinya hiponatremia. Bila pasien
pada sensasi nyeri dari pasien itu sendiri. Teknik dijaga tetap normovolumia menggunakan cairan
guillotine sudah banyak ditinggalkan oleh ahli THT kristaloid, seperti Hartmann’s solution, maka perlu
dalam melakukan tonsilektomi. Teknik yang banyak perdarahan sampai kurang lebih 50% dari EBV untuk
dipakai adalah teknik dissection / snare. Setelah mencapai kadar Hb dibawah 7 g/dL.5
diseksi, kemudian perdarahan dikendalikan dengan
jahitan, electrocautery atau point coagulation, Manajemen Paska Operatif
penggunaan kassa adrenalin sering dimanfaatkan Manajemen ekstubasi. Setelah dokter operator
untuk mengurangi perdarahan. Secara umum teknik selesai melakukan tindakan, maka saatnya dilakukan
pembedahan dibagi teknik ‘panas’ dan ‘dingin’.5 prosedur ekstubasi. Sebelum dilakukan ekstubasi,
• Cold steel dissection,diikuti dengan jahitan lakukan pembersihan daerah laring menggunakan
dan pack kassa negative – pressure suction unit dengan teknik direct
• Cold steel dissection,diikuti dengan bipolar laringoskop. Daerah laring harus bisa dinilai secara
diathermy untuk hemostasis visual sudah bebas dari adanya secret dan darah.
• Hot dissection, menggunakan bipolar atau Kanula suction sebaiknya tidak menyentuh tonsillar
monopolar diathermy (400 – 600 oC)untuk bed agar tidak menimbulkan cidera sekunder.
diseksi dan hemostasis Ekstubasi dilakukan saat napas spontan sudah
• Coblation, menggunakan electro surgery adekuat dan oropharing bersih.
suhu rendah (60 – 70oC) untuk diseksi dan Ekstubasi dilakukan dengan teknik sleep
hemostasis5 ekstubasi. Pertimbangan dilakukan teknik sleep
ekstubasi untuk mengurangi kejadian batuk
Teknik dengan cold dissection memiliki insidensi pada pasien yang berisiko untuk merusak jahitan
paling sedikit untuk terjadi perdarahan paska operasi pada tonsillar bed sehingga diharapkan kejadian
dibandingkan Hot dissection. Penggunaan elctro perdarahan paska tindakan berkurang. Sebelum
cauter yang berlebihan memberikan sensasi nyeri dilakukan ekstubasi dilakukan laringoskopi
paska operasi yang lebih dibandingkan tanpa kauter.5 dan pembersihan daerah oropharing sehingga
Durante operasi perdarahan hanya di kendalikan diharapkan tidak terjadi laringospasme pada
dengan kassa. Operator menggunakan teknik diseksi pasien ini saat fase emergen. Karena pasien ini tidak
68
General Anestesi Tonsilektomy pada Pediatri ...
menggunakan pelumpuh otot, sehingga depresi pain. Penggunaan opioid sebaiknya sesuai opioid
nafas dari pasien ini disebabkan oleh opioid dan yang diberikan durante operasi, supaya menghindari
agen inhalasi yang diberikan pada pasien. Saat akan adverse event dari pemberian opioid. Pemberian
ekstubasi, volume tidal pasien sudah cukup. NSAID disarankan dengan Ibuprofen ( 10mg/kgBB)
Kejadian Laringospasme dan stridor paska atau dengan pemberian Paracetamol ( 10 – 20
ekstubasi dilaporkan terjadi sampai 20% dari pasien. mg/kgBB ). Pemberian ketorolac, pada beberapa
Laringospasme adalah suatu reflek involuter dari otot penelitian menunjukkan adanya penambahan
laring disebabkan oleh stimulasi sensoris pada nervus insidensi perdarahan paska operasi. Pemberian
laringeus superius. Stimulasi dapat berupa secret dari paracetamol baik dikombinasikan dengan morphine,
pharing, darah dari diseksi tonsil, atau endotracheal karena paracetamol memiliki morphine sparing
tube yang melewati laring saat ekstubasi. Maneuver effect, sehingga menambah potensi analgesi.2,5,10
untuk menghindari terjadinya laringospasme Manajemen analgesi paska operasi menggunakan
adalah dengan melakukan ekstubasi saat pasien parasetamol 300mg/ 8jam. Untuk mengurangi
tidur dalam atau pasien betul – betul sadar. Bila kejadian mual muntah paska operasi diberikan
terjadi Laringospasme dapat dilakukan tindakan, dexamethasone intarvena 5mg. Paska operasi pasien
pembersihan jalan nafas dari secret dan darah, kembali ke bangsal, setelah dilakukan observasi di
dilakukan positive pressure ventilasi dengan tekanan ruang recovery selama 45 menit. Selama di ruang
yang lembut menggunakan oksigen 100% atau recovery pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman di
memberikan lidocaine intravena ( 1 – 1,5 mg/kgBB). tenggorokan. Pasien tenang di ruang recovery dengan
Bila ternyata tidak berhasil dan terjadi hipoksia, maka pendampingan dari orang tua pasien.
dapat diberikan dosis kecil propofol untuk merelaksasi
otot – otot laring. Terjadinya laringospasme dapat D. KESIMPULAN
menyebabkan kejadian pulmonary edema meskipun Adenotonsilitis merupakan masalah infeksi
pada orang sehat. Hal ini disebabkan karena terjadi pernafasan saluran atas yang banyak muncul
tekanan negative intrathoracal yang besar saat pasien pada anak – anak sesuai dengan pertumbuhan
itu berusaha bernafas saat terjadi spasme.9 kelenjar Limfe yang membesar pada usia 2 – 5
Croup paska intubasi, disebabkan oleh edema tahun. Pembedahan diperlukan sebagai jalan
di sekitar daerah glottis, laring dan trachea. penyembuhan bila memenuhi indikasi – indikasi
Hal ini disebabkan oleh karena trauma saat dari pembedahan.
dilakukan laringoskopi dan intubasi endo tracheal. Kasus ini, adalah pasien anak laki – laki
Penatalaksanaan croup paska intubasi dengan usia 6 tahun dengan adenotonsilitis dilakukan
pemberian kortikosteroid, dexamethasone 0,2 mg/ adenotonsilektomi. Pasien status fisik ASA 1 dengan
kgBB.9 berat badan 18 Kg. Induksi dilakukan dengan
Perdarahan paska tonsilektomi, bila dirasa Propofol intravena, manajemen jalan nafas dengan
perdarahan profuse dan membahayakan jalan nafas, Endotracheal tube dan ekstubasi dengan sleep
maka dokter operator akan menilai kembali titik ekstubasi.
perdarahan di Tonsillar bed. Pasien seperti ini perlu di Paska operasi dilakukan pemantauan
bawa kembali ke kamar operasi, dan penatalaksanaan perdarahan paska operasi di ruang recovery dan
intubasinya harus menggunakan algoritma Rapid – diberikan Paracetamol 200mg untuk analgesi serta
sequence induction with cricoid pressure. Dosis dari Dexamethason 2 mg intravena untuk mengatasi
obat induksi harus menyesuaikan kemungkinan PONV. Pasien sadar penuh, kembali ke ruang
adanya hipovolumia yang tidak terukur. Karena perawatan dengan aldrette score 10 dan tidak ada
jumlah perdarahan tidak dapat diketahui.2,5 perdarahan paska operasi. Pasien mengeluhkan
Manajemen analgesia pada paska operasi. nyeri di tenggorokannya dan diedukasi agar tidak
Pemberian opioid paska operasi dapat diberikan bila batuk supaya tidak menjadi factor risiko perdarahan
diperlukan, sesuai dengan WHO step ladder chart for paska operasi.
69
Jurnal Komplikasi Anestesi ~ Volume 4 Nomor 1, November 2016
70