Hasil Kajian Dan Notulensi Sejarah Gerakan Perempuan, Feminisme, Dan Budaya Patriarki (P3 EM UB 2020)
Hasil Kajian Dan Notulensi Sejarah Gerakan Perempuan, Feminisme, Dan Budaya Patriarki (P3 EM UB 2020)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id
Kajian Terbuka
Oleh:
Pendahuluan
Gerakan feminisme di Indonesia lahir dipengaruhi oleh berbagai kondisi historis sejarah
perjuangan bangsa, program pembangunan nasional, globalisasi serta reformasi, serta kehidupan
religius masyarakat. Will Durant dalam bukunya “The Pleasure of Philosophy” mengemukakan
bahwa peristiwa yang akan menonjol di awal era glonbalisasi pada tahun 2000 adalah terjadinya
perubahan status wanita. Pandangan feminisme di setiap era sangat tergantung kepada kondisi
dan situasi zaman yang dihadapinya. Setelah feminisme gelombang kedua mencapai puncaknya
pada tahun 1970an, terjadi perkembangan yang meresahkan kaum feminis baik dari pihak
akademis maupun pihak praktisi. Pada 1980an, berkembang banyak aliran feminisme yang
berbeda dan sering berkontradiksi satu sama lainnya. Salah satu perkembangan yang paling
meresahkan adalah perkembangan postfeminisme yang sering diartikan sebagai matinya
feminisme [ CITATION Suw13 \l 2057 ]. Pandangan utama yang sangat menarik terhadap feminisme
di Indonesia pada saat kini adalah pandangan terhadap kondisi kerja berbagai jenis buruh seperti
buruh batik, buruh industri tekstil, petani, tenaga kerja wanita yang diekspor (TKW) [ CITATION
Djo01 \l 2057 ].
Berbeda dari feminisme, Gerakan Perempuan di Indonesia tumbuh pada awal abad ke-20
ketika sekolah modern didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda, dan organisasi modern
didirikan oleh “kaoem bumiputera”. Hingga saat ini, hampir satu abad lamanya, perjuangan
pergerakan perempuan mengalami pasang surut. Bahkan apa yang disebut capaian tentang “Hak
Perempuan” saat ini, pada prinsipnya belum dapat menjawab masalah penindasan yang dialami
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id
kaum perempuan itu sendiri. Berangkat dari urgensi ini, diadakanlah kajian terbuka dengan tema
“Sejarah Gerakan Perempuan, Feminisme, dan Budaya Patriarki” pada hari Jumat, 21 Februari
2020 di Gazebo Raden Wijaya Universitas Brawijaya.
Pembahasan
2. Feminisme
Feminisme anarkis lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan
masyarakat sosialis dan menganggap negara dan laki-laki adalah sumber permasalahan
yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
d. Feminisme Marxis
Mengenai aliran ini, jelas menggambarkan bahwasanya perempuan itu dipandang melalui
kelas, penindasan terlihat dalam kelas reproduksi politik sosial dalam sistem ekonomi.
e. Feminisme Sosialis
Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini
mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan
berubah jika kapitalisme runtuh.
Gelombang Kedua (1960 – 1980)
Feminisme gelombang kedua dimulai pada tahun 1960-an yang ditandai dengan terbitnya
The Feminine Mystique (Freidan, 1963), diikuti dengan berdirinya National Organization for
Woman (NOW, 1966) dan munculnya kelompok-kelompok conscious raising (CR) pada akhir
tahun 1960-an.
a. Feminsime Eksistensial
Kaum feminis eksistensial melihat ketertindasan perempuan dari beban reproduksi yang
ditanggung perempuan, sehingga tidak mempunyai posisi tawar dengan laki-laki.
b. Feminisme Gynosentris
Teori ini mengatakan bahwa perempuan harus memformulasikan kekuatan kolektif,
menumbuhkembangkan pengetahuan perempuan yang akan membekali mereka untuk
melawan patriarchal control, baik secara fisik maupun kejiwaan.
Gelombang Ketiga (1980 – Sekarang)
Berbagai kritik terhadap universalisme dalam feminisme gelombang kedua mendorong
terjadinya pendefinisian kembali berbagai konsep dalam feminisme pada akhir tahun 1980an.
Feminisme gelombang ketiga ini disebut juga dengan istilah postfeminisme.
a. Feminisme Postmodern
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id
Ide Posmo ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan
pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada
penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender
tidak bermakna identitas atau struktur sosial.
b. Feminisme Multikultural
Feminis multikultural memusatkan perhatian pada pandangan bahwa di dalam satu
negara seperti Amerika, tidak semua perempuan diciptakan atau dikonstruksi secara
setara. Tergantung bukan hanya pada ras dan etnis, tetapi juga pada identitas seksual,
identitas gender, umur, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan/profesi, status perkawinan
dan masih banyak lagi.
c. Feminisme Global
Feminisme global memperluas gagasan yang dikemukakan oleh feminis multikultural.
Penindasan terhadap perempuan bukan hanya dilakukan oleh laki-laki tetapi juga oleh
perempuan dan laki-laki dari tempat lain, terutama dari negara-negara dunia pertama.
d. Ekofeminisme
Gerakan feminis yang mengusung kesetaraan dalam menyelamatkan lingkungan disebut
ekofeminisme, sebuah gerakan yang berusaha menciptakan dan menjaga kelestarian alam
dan lingkungan dengan berbasis feminitas/perempuan [ CITATION Gannd \l 2057 ].
Kesimpulan
Gerakan perempuan dan feminisme sudah ada dan berlangsung sejak lama sekali dan
memiliki pemababakan, periodisasi, dan aliran-alirannya masing-masing. Meskipun banyak
ragam dan varian dari gerakan perempuan dan feminisme, tujuan utamanya tetaplah seragam,
yaitu keadilan dan kesetaraan gender. Sejarah dan perkembangan gerakan perempuan dan
feminisme ini dapat dijadikan bahan refleksi untuk menentukan arah gerak perempuan dan
feminisme yang dinamis pada masa sekarang.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id
2. Apa yang dimaksud dari memperjuangkan kesetaraan dan bentuk yang harus
dilakukan seperti apa?
Pergerakan perempuan tidak dapat merasuk kedalam ranah kehidupan. Ketika kita
memperjuangkan kesetaraan maka itu dinamakan feminis seperti di zaman dahulu pun di
zaman sekarang memperjuangkan kesetaraan dapat dilakukan aksi dan lain sebagainya.
3. Bagaimana peran perempuan (feminis) dalam lingkup agama yang agama itu
mempunyai aturan tersendiri bagi perempuan?
Agama itu memang fungsinya mengatur kehidupan. Namun terkadang kaum lelaki yang
mengatasnamakan atau bisa dikatakan memperjualbelikan dalil di alquran yang melarang
perempuan dalam membatasi aktivitasnya. Dikarenakan mereka yang menjadi pelopor
agama (penafsir) itu mayoritas laki-laki dan dari situlah mereka menafsirkan ayat-ayat di
alquran mengenai kepemimpinan yang identik dengan lelaki bukan perempuan.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id
5. Kenapa feminisme kerap kali menjadi stigma negatif bagi beberapa orang?
Sebenarnya stigma negatif itu dilihat dari sisi yang mana dulu, karena setiap orang
memiliki sudut pandang yang berbeda misal ketika perempuan melakukan aksi solidaritas
yang mana feminisme kerap melakukan hal tersebut dikarena adanya suatu hal tindakan
pemerkosaan misalnya. hal tersebut bagi perempuan itu merupakan dampak positif tetapi
mungkin bagi kaum lelaki itu tindakan berlebih dsb.
“feminisme itu ketika kita perempuan membela ketidakadilan gender, merasa senasib akan
perempuan diluar sana yang mengalami ketertindasan, maka kita adalah seorang feminis” -
Aghnia Addini
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id
Bibliography
Djoeffan, S. H., 2001. GERAKAN FEMINISME DI INDONESIA : TANTANGAN DAN
STRATEGI MENDATANG. Mimbar, 17(3), p. 284.
2020