Anda di halaman 1dari 6

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id

Kajian Terbuka
“Gender Equality: Kesetaraan Gender untuk Apa?”
Oleh:
Maryam Jameela (Resister Indonesia)
Pendahuluan
Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana laki-laki dan
perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan oleh kultur
setempat yang berkaitan dengan peran, sifat, kedudukan, dan posisi dalam masyarakat tersebut.
Seks atau jenis kelamin merupakan perbedaan antara laki-laki dengan perempuan berdasarkan
ciri biologisnya. Dalam konsep gender, pembedaan antara laki-laki dengan perempuan
berdasarkan konstruksi secara sosial maupun budaya. Perilaku yang menjadi identitas laki-laki
maupun perempuan dibentuk melalui proses sosial dan budaya yang telah diperkenalkan sejak
lahir. Watak sosial budaya selalu mengalami perubahan dalam sejarah, gender juga berubah dari
waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat lain. Sementara jenis kelamin sebagai kodrat Tuhan
tidak mengalami perubahan dengan konsekuensi-konsekuensi logisnya.
Sesungguhnya perbedaan gender tidak akan menjadi masalah selama tidak melahirkan
ketidakadilan gender, namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah
melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum
perempuan. Ketidaksetaraan gender juga disebabkan oleh adanya sikap bias gender yang
didasarkan pengetahuan-pengetahuan masyarakat yang memiliki kecenderungan bersifat tidak
adil gender. Kultur sosial budaya yang ada menempatkan perempuan pada kelas kedua,
perempuan lebih banyak didominasi oleh kaum laki-laki. Budaya hegemoni patriarki
menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga, organisasi, maupun politik, sehingga
partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan masih relatif rendah. Kurangnya
kesempatan yang dimiliki perempuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan atau bahkan
menjadi pemimpin dari suatu organisasi, membuat perempuan lebih memilih bersikap pasif.

Pembahasan
Kesetaraan gender merupakan salah satu upaya bahwa semua orang baik perempuan
ataupun laki-laki mendapatkan perlakuan yang sama. Kesetaraan gender akan tercapai bila
perempuan dan laki-laki memiliki akses sosial yang sama. Dalam hal peran, kita dapat
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id

menentukan atau memilih dengan bebas. Akses sosial dapat seperti dalam hal upah perempuan
dan laki-laki tidak boleh mengalami sebuah ketimpangan. Selain itu, adanya fasilitas yang ramah
akan perempuan. Sampai saat ini, perempuan masih belum diberi peluang yang besar daripada
laki-laki. Hal ini disebakan karena adanya budaya patriarki seperti perempuan itu lebih cocok di
dapur.

Kesetaraan juga tercapai bila tidak ada suatu diskriminasi di dalam lingkungan. Feminist
muncul dikarenakan adanya persoalan ketidakadilan yang membuat perempuan merasa
termarjinalkan. Kalau misalnya kesetaraan itu sudah tercapai apakah peran mereka sudah
selesai? Tentu saja mereka masih dapat melakukan hal-hal yang bersifat untuk memberdayakan
perempuan bila kesetaraan itu sudah tercapai.

Equality yang dituntut adalah mengenai kesetaraan akses ekonomi, politik, sosial, dan lain-lain.
Kesetaraan gender hadir untuk membongkar pembagian peran yang tidak setara antara laki-laki
dan perempuan. Kesetaraan gender juga bertujuan untuk memberikan akses kepada perempuan
dan laki-laki untuk memilih.

Kesimpulan
Ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, terutama pada
perempuan, yaitu stereotip atau pelabelan negatif, subordinasi dan marginalisasi perempuan,
sekaligus perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Berikan akses yang setara kepada semua
hal, biarkan mereka memilih sendiri akses yang bisa berupa politik, sosial, ekonomi, dan lain-
lain. Ketika semua orang sudah bebas memilih itu adalah sebuah bentuk kesetaraan dan agenda
feminisme itu selesai.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id

Notulensi pertanyaan dari peserta forum


1. Bagaimana jika perempuan mengandalkan perasaan dalam mengambil keputusan?
Banyak diksi seksis untuk mereduksi kemampuan perempuan, dalam hal ini menganggap
bahwa perempuan memilik emosi yang tidak stabil. Contohnya pada saat perempuan
mengalami masa menstruasi yang dianggap pada masa itu emosi perempuan tidak stabil.
Caroll Gilligan pernah melakukan sebuah penelitian yang berjudul Ethic of Care yang
menyatakan bahwa komunikasi perempuan dan laki-laki berbeda. Perempuang sering kali
kurang diberikan kesempatan untuk berbicara tapi dianggap tidak stabil emosinya.
Namun cara komunikasinya yang menggunakan kasih sayang yang dianggap lekat
dengan emosi.

2. Banyak anggapan bahwa perempuan dan laki-laki berbeda dan tidak bisa
disetarakan karena memiliki kodrat yang berbeda?
Berbicara kodrat sama halnya beribacara mengenai pembagian peran bukan merupakan
hal yang baru. Salah satu buku Engels perihal kepimilikan dan keluarga, dari buku itu
disebutkan bagaimana peralihan masyarakat matriarkal menuju patriarkal. Dulu
masyarakat secara kolektif berbicara bagaimana hidup kolektif tanpa adanya pembagian
peran. Tapi era kapitalis masuk memunculkan hirarki dan akses itu tertutup (hanya untuk
laki-laki). Kodrat itu hal baru dan buatan manusia. Sebelumnya, manusia terbiasa hidup
secara kolektif.

3. Keadilan dan ksetaraan lebih dulu mana?


Ada salah satu quote dari Rocky Gerung yang menyatakan bahwa feminsime adaalah
justice. Cara baru perempuan mendefinisikan keadilan perempuan. Banyak kata dan
terminologi yang di definisikan oleh laki-laki. Feminisme hadir untuk mengurai kembali
dan meredefinisi kata dan makna menurut kata perempuan atau versi perempuan.
Feminisme sebagai bentuk dialog baru untuk pengetahuan kita yang selama ini maskulin.
Definisi keadilan bagi setiap gender itu berbeda (subjektif). Keadilan akan menjadi
selaras dengan feminis dan selaras dengan kesetaraan ketika semu orang diberikan
kesempatan untuk memberikan definisi terhadap kata keadilan itu sendiri.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id

4. Konvensi internasional tentang penghapusan diskriminasi perempuan pada 18


Desember 1979 sebagai sumber hak asasi manusia internasional apakah bisa
diterapkan secara sistematis di Indonesia?
Sampai detik ini perlu diakui bahwa Indonesia belum mempunyai aturan mengenai
gender. Bahkan Undang-Undang perlindungan perempuan juga belum ada. Belum ada
Undang-Undang mengenai hak-hak perempuan untuk melindungi perempuan. Oleh
karena itu, hingga saat ini kita harus memperjuangkan RUU PKS agar segera disahkan.
Karena jika tidak, maka akan menghadapi imunitas (kekerasan yang tidak dihukum).
Berakibat pada mem-viral di twitter karena tidak ada hukum yang mengatur hal tersebut.
Kita belum mempunyai payung hukum yangg mengakomodasi kekerasan pada
perempuan.

5. Bagaimana cara menghadapi pandangan negatif orang-orang yang ingin


memperjuangkan kesetaraan gender, tetapi mereka ada kendala dari
lingkungannya, padahal dirinya sangat ingin memperjuangkan hal tersebut?
Agar kita dapat maksimal untuk memperjuangkan kesetaraan gender, dimulai dari belajar
dulu dan membaca literasi yang banyak, kalau misalnya terdapat orang yang kontra
dengan kita maka kita akan mudah untuk menjawab hal tersebut sesuai apa yang telah
kita pelajari berdasarkan teori.

6. Kenapa ketika laki-laki ketika gulat terkesan biasa, tapi perempuan gulat terkesan
buruk?
Hal ini disebabkan karena adanya pemikiran sexism yaitu berprasangka buruk terhadap
seseorang yang bergantung pada gender masing-masing, hal ini merujuk pada
kepercayaan atau sikap yang berbeda dari gender individu tersebut.

7. Terkait pandemi Covid-19, ada riset WHO yang mengungkapkan bahwa 1 dari 3
perempuan mengalami kekerasan seksual. Bagaimana tanggapan anda?
Kekerasan dalam rumah tangga bisa dibilang sebagai sebuah fenomena gunung es. Di
situasi pandemi (dirumah aja) yang kasihan perempuan yang terjebak dalam relasi yang
toxic. Jika disiksa malam hari, ketika work from home mereka harus bertemu selama 24
jam dan itu menambah beban melonjak dalam penambahan kekerasan dalam rumah
tangga selama pandemi. Tapi yang melapor hanya sedikit, karena takut untuk melapor
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id

terlebih dilemahkan oleh sistem tersebut yang menyebabkan ketergantungan kepada laki-
laki. Harusnya waspada, karena bisa saja terjadi karena sedikit yang melapor dan takut
terhadap stigma dari masyarakat.
.
8. Terkait Covid-19 dan pandemic, apakah berpengaruh terhadap kehidupan sosial
perempuan?
Sangat berpengaruh, terlebih dilemahkan oleh sistem pariarki. Mereka sudah
termarjinalisasi semakin dimarjinlaisasi oleh situasi pandemi. Terlebih perempuan yang
terjebak oleh orang-orang yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga menjadi
persoalan berlipat bagi mereka. Data yang banyak adalah data kekerasan domestik
terhadap permpuan meningkat ketika terjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
secara signifikan.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
EKSEKUTIF MAHASISWA
Sekretariat: Gedung EM-DPM UB Lantai 1, Jalan Veteran 06C Malang 65145
Telp: 0857-4934-3398 Email: em@ub.ac.id

Unit Pemberdayaan Perempuan Progresif


Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya
2020

Anda mungkin juga menyukai