Anda di halaman 1dari 90

PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DENGAN

MENGGUNAKAN UMBI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas


(L.) Lam) TERHADAP BAKTERI Lactobacillus acidophilus,
Staphylococcus aureus DAN Vibrio cholerae

SKRIPSI

OLEH:
AFIFAH DHIA UNTARI HASIBUAN
NIM 151501245

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DENGAN
MENGGUNAKAN UMBI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas
(L.) Lam) TERHADAP BAKTERI Lactobacillus acidophilus,
Staphylococcus aureus DAN Vibrio cholerae

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:
AFIFAH DHIA UNTARI HASIBUAN
NIM 151501245

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat, karunia dan ridhoNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri

Dengan Menggunakan Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam)

Terhadap Bakteri Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus aureus dan Vibrio

cholerae”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang

telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Ucapan terima

kasih juga disampaikan kepada Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., dan Dr.

Marline Nainggolan, MS., Apt., yang telah membimbing dengan penuh

kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini

berlangsung. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., dan Drs. Suryadi

Achmad, MSc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan

kritik kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang

tulus kepada kedua orang tua, Ayahanda Zulhilminil Hasibuan dan Ibunda Elvita

Sari tercinta serta keluarga besar atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril

maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat berupa ilmu yang berguna di masa sekarang maupun masa mendatang.

Medan, 13 Agustus 2019


Penulis,

Afifah Dhia Untari Hasibuan


NIM 151501245

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Afifah Dhia Untari Hasibuan

Nomor Induk Mahasiswa : 151501245

Program Studi : S-I Reguler Farmasi

Judul Skripsi : Pembuatan Media Pertumbuhan Bakteri Dengan


Menggunakan Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
batatas (L.) Lam) Terhadap Bakteri Lactobacillus
acidophilus, Staphylococcus aureus dan Vibrio
cholerae.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari

hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri dan bukan plagiat karena kutipan yang

ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari diketahui skripsi saya tersebut terbukti plagiat

karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program

Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak

akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam

keadaan sehat.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI DENGAN
MENGGUNAKAN UMBI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas (L.) Lam )
TERHADAP BAKTERI Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus aureus
DAN Vibrio cholerae

ABSTRAK

Latar Belakang : Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam) salah satu bahan
alami yang merupakan sumber karbohidrat dan memiliki nutrisi yang cukup
seperti protein, vitamin dan mineral.
Tujuan : Tujuan dalam penelitian ini untuk pembuatan media pertumbuhan
bakteri dengan menggunakan umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam).
Metode : Metode pada penelitian ini dilakukan pembuatan pati dan tepung.
Proses pembuatan pati dilakukan pemarutan dan pemerasan sedangkan untuk
memperoleh suatu tepung dilakukan proses pengirisan, pengeringan dan
penghancuran ubi ungu. Pembuatan media pati dan tepung masing-masing dengan
konsentrasi 5% (F1), 7,5% (F2) dan 10% (F3), kemudian ditambahkan agar,
serbuk NaCl dan susu. Selanjutnya dilakukan uji secara mikrobiologi
menggunakan bakteri Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus aureus dan
Vibrio cholerae dengan metode gores, sebar dan tuang. Pembanding yang
digunakan yaitu media Nutrient agar, selanjutnya dilakukan pengamatan
pertumbuhan bakteri tersebut.
Hasil : Hasil uji mikrobiologi diperoleh bahwa pati maupun tepung umbi ubi jalar
ungu menunjukkan media pertumbuhan bakteri. Media tepung lebih baik
dibandingkan media pati, tetapi media nutrient agar sebagai pembanding
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan media pati dan tepung.
Berdasarkan formula yang dibuat pada konsentrasi 7,5% (F2) memberikan
pertumbuhan yang baik dibandingkan konsentrasi 5% (F1) dan 10% (F3). Metode
biakan bakteri yang paling baik yaitu dengan metode tuang dibandingkan metode
gores dan sebar. Pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae lebih baik dibandingkan
bakteri Staphylococcus aureus dan Lactobacillus acidophilus.
Kesimpulan : Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa umbi ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas (L.) Lam) dapat digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri
Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae, dimana
media tepung ubi ungu lebih baik pertumbuhannya dibandingkan pada media pati
ubi ungu, namun masih lebih baik pertumbuhan pada media nutrient agar.

Kata Kunci : ubi jalar ungu, media pertumbuhan bakteri, Lactobacillus


acidophilus, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae.

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MAKING BACTERIAL GROWTH MEDIA USING PURPLE SWEET
POTATO TUBER (Ipomoea batatas (L.) Lam) ON Lactobacillus acidophilus,
Staphylococcus aureus AND Vibrio cholerae BACTERIA

ABSTRACT

Background : Purple sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam) is one of natural
ingredients which is the source of carbohydrates and has adequate nutrients such
as proteins, vitamins and minerals.
Objective: The purpose of this study was to create a bacterial growth media using
purple sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam).
Method: The method in this research is to make the starch and flour. The process
of making starch is done by grating and extorting while the process of slicing,
drying and destroying purple sweet potato for making the flour. Preparation of
starch and flour media which each have the concentration of 5% (F1), 7.5% (F2)
and 10% (F3), then added to agar, NaCl powder and milk. Furthermore,
microbiological tests were carried out using the bacteria of Lactobacillus
acidophilus, Staphylococcus aureus and Vibrio cholerae with the method of
scratching, scattering and pouring. The comparison used is nutrient agar media,
then the bacterial growth is observed.
Results : Microbiological test results obtained that the starch and purple sweet
potato flour showed bacterial growth media. Flour media is better than starch
media, but nutrient agar media as a comparison give better results compared to
starch and flour media. Based on the formula made at the concentration of 7.5%
(F2) gives better growth than the concentration of 5% (F1) and 10% (F3). The
best bacterial culture method is the pouring method rather than the scratching and
scattering method. The growth of Vibrio cholerae is better than Staphylococcus
aureus and Lactobacillus acidophilus.
Conclusion : The results of the study concluded that purple sweet potato
(Ipomoea batatas (L.) Lam) can be used as a medium for the growth of
Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus aureus and Vibrio cholerae, which are
the media of purple sweet potato’s flour is better than the media of purple sweet
potato’s starch, but still better growth on nutrient agar media.

Keywords : purple sweet potato, bacterial growth medium, Lactobacillus


acidophilus, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae.

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i


HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Hipotesis ......................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian .............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6
2.1 Uraian Tumbuhan ........................................................................................... 6
2.1.1 Sejarah, Ekologi dan Penyebaran ................................................................ 6
2.1.2 Nama Daerah ............................................................................................... 6
2.1.3 Morfologi Tumbuhan ................................................................................... 7
2.1.4 Klasifikasi Tumbuhan ................................................................................. 8
2.1.5 Kandungan .................................................................................................. 9
2.1.6 Kegunaan ..................................................................................................... 10
2.2 Media Pertumbuhan Bakteri .......................................................................... 11
2.2.1 Kriteria Media Kultur .................................................................................. 11
2.2.2 Penggolongan Media ................................................................................... 11
2.3 Media Nutrient Agar ...................................................................................... 14
2.4 Metode Biakan Bakteri .................................................................................. 15
2.5 Pertumbuhan Mikroorganisme ....................................................................... 16
2.5.1 Faktor-Faktor Pertumbuhan Mikroorganisme ............................................. 16
2.5.1.1 Faktor Fisik .............................................................................................. 16
2.5.1.2 Faktor Kimia ............................................................................................ 18
2.5.2 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme ........................................................... 19
2.6 Uraian Bakteri ................................................................................................ 21
2.6.1 Lactobacillus acidophilus ............................................................................ 21
2.6.2 Staphylococcus aureus ................................................................................. 22
2.6.3 Vibrio cholerae............................................................................................. 23
2.7 Sterilisasi ........................................................................................................ 24
2.7.1 Sterilisasi Panas Kering ............................................................................... 24
2.7.2 Sterilisasi Panas Basah ................................................................................ 24
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 25
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................... 25
3.2 Alat ................................................................................................................. 25
3.3 Bahan .............................................................................................................. 25

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4 Penyiapan Sampel .......................................................................................... 26
3.4.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ................................................................. 26
3.4.2 Identifikasi Sampel ...................................................................................... 26
3.4.3 Pengolahan Sampel ..................................................................................... 26
3.4.3.1 Pembuatan Pati ......................................................................................... 26
3.4.3.2 Pembuatan tepung ..................................................................................... 27
3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi dan Media ........................................................ 27
3.5.1 Pembuatan Larutan Pereaksi ....................................................................... 28
3.5.1.1 Larutan Iodum 0,005 M ........................................................................... 28
3.5.1.2 Larutan Etanol 70% .................................................................................. 28
3.5.1.3 Pereaksi CuSO4 1% .................................................................................. 28
3.5.1.4 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N ............................................................ 28
3.5.2 Pembuatan Media ........................................................................................ 28
3.5.2.1 Media Nutrient Agar ................................................................................ 28
3.5.2.2 Pembuatan Peremajaan biakan bakteri...................................................... 29
3.5.2.3 Pembuatan Suspensi Bakteri .................................................................... 29
3.5.2.4 Pengenceran Suspensi Bakteri .................................................................. 29
3.6 Pemeriksaan Karakteristik Pati dan tepung .................................................... 29
3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik .......................................................................... 29
3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik ........................................................................... 30
3.6.3 Pemeriksaan Kelarutan ................................................................................ 30
3.6.4 Uji Kadar Air ............................................................................................... 30
3.6.5 Uji Kadar Abu ............................................................................................. 30
3.6.6 Uji Karbohidrat ........................................................................................... 31
3.6.7 Uji Protein ................................................................................................... 31
3.7 Sterilisasi Alat dan Bahan .............................................................................. 31
3.8 Media Ubi Jalar Ungu ..................................................................................... 31
3.9 Cara Pengujian ............................................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 34
4.1 Identifikasi Tumbuhan .................................................................................... 34
4.2 Hasil Pengolahan Umbi Jalar Ungu Menjadi Pati dan Tepung ...................... 34
4.2.1 Hasil Pengolahan Umbi Jalar Ungu Menjadi Pati ....................................... 34
4.2.2 Hasil Pengolahan Umbi Jalar Ungu Menjadi Tepung ................................. 34
4.3 Karakteristik Serbuk Pati dan Tepung ........................................................... 35
4.4 Hasil Pembuatan Media ................................................................................. 37
4.5 Hasil Pertumbuhan Bakteri pada Media Pati dan Tepung Ubi Ungu ............. 37
4.5.1 Hasil Pertumbuhan Bakteri pada Media Pati Ubi Jalar Ungu ..................... 38
4.5.2 Hasil Pertumbuhan Bakteri pada Media Tepung Ubi Jalar Ungu ............... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 43
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 43
5.2 Saran ............................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45
LAMPIRAN .......................................................................................................... 47

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

2.1 Kandungan gizi ubi jalar ungu ....................................................................... 9


3.1 Formula media pati dan tepung ubi jalar ungu................................................ 32
4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik pati dan tepung secara kuantitatif ............... 35
4.2 Hasil pemeriksaan karakteristik pati dan tepung secara kualitatif ................. 36
4.3 Hasil jumlah koloni media pati ubi ungu ....................................................... 38
4.4 Hasil jumlah koloni media tepung ubi ungu ................................................... 38
4.5 Kriteria pertumbuhan bakteri media pati ubi ungu ........................................ 41
4.6 Kriteria pertumbuhan bakteri media tepung ubi ungu ................................... 41

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka pikir penelitian ............................................................................... 5


2.1 Ubi jalar ungu ................................................................................................. 8
2.2 Fase pertumbuhan mikroorganisme ............................................................... 20

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil identifikasi tumbuhan ............................................................................. 47


2. Hasil pemeriksaan makroskopik ...................................................................... 48
3. Hasil pemeriksaan mikroskopik ....................................................................... 50
4. Hasil uji karakteristik ubi ungu ........................................................................ 51
5. Data Jumlah koloni bakteri .............................................................................. 53
6. Hasil dokumentasi penelitian ........................................................................... 55
7. Perhitungan hasil karakterisasi ubi ungu .......................................................... 64
8. Perhitungan hasil rendemen pati dan tepung ubi ungu .................................... 66
9. Bahan dalam penelitian .................................................................................... 67
10. Alat dalam penelitian ..................................................................................... 68
11. Hasil pemeriksaan pH media ......................................................................... 71
12. Bagan Alir ...................................................................................................... 72

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Melimpahnya sumber alam yang dapat digunakan sebagai media

pertumbuhan mikroorganisme mendorong para peneliti untuk menemukan media

alternatif dari bahan-bahan yang mudah didapat dan tidak memerlukan biaya yang

mahal. Bahan yang digunakan harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan bakteri (Anisah, 2015). Media alternatif selain digunakan untuk

pemeriksaan juga dapat digunakan sebagai sediaan mikrobiologi dalam skala

besar misalnya memelihara bakteri untuk antivirus maupun antijamur serta

sebagai insektisida biologi dalam mengatasi penyakit-penyakit pada hewan.

Pemeriksaan mikrobiologi sangat diperlukan untuk mendiagnosa penyakit

terutama penyakit-penyakit infeksi bakteri maupun jamur, selain itu juga dapat

digunakan untuk menguji potensi antibiotik. Mahalnya harga media instant

menyebabkan biaya pemeriksaan mikrobiologi menjadi mahal (Anisah, 2015).

Para peneliti mulai memikirkan untuk memanfaatkan sumber nutrisi yang

ada di alam untuk dijadikan media alternatif yang dapat menggantikan media-

media yang sudah dipatenkan oleh difco, oxoid, merck dan lain-lain. Di dalam

laboratorium mikrobiologi, kultur media sangat penting sebagai transport, isolasi,

pengujian sifat-sifat phisis dan biokhemis bakteri serta untuk diagnosa suatu

penyakit. Zat makanan yang dibutuhkan bakteri pada umumnya sangat bervariasi,

dapat berbentuk senyawa-senyawa organik sederhana atau senyawa-senyawa

organik komplek (Putranto, 2014).

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam) merupakan salah satu bahan

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
alami sebagai sumber karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi serta sumber

vitamin dan mineral, kandungan lainnya adalah protein, lemak, serat kadar dan

abu (Woolfe, 1993). Selain ubi jalar ungu ada juga ubi orange, ubi cilembu, ubi

kuning dan ubi putih. Ubi tersebut memiliki berbagai nutrisi yang cukup dan

harganya relatif murah sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai media

pertumbuhan bakteri.

Nutrisi yang diperlukan oleh mikroba seperti protein, karbohidrat, vitamin,

mineral banyak terdapat di alam, misalnya karbohidrat dihasilkan dari biji-bijian,

umbi-umbian, akar maupun batang. Protein juga terdapat pada susu yang

dihasilkan oleh hewan seperti sapi, kambing dan lain-lain.Vitamin banyak

terdapat pada tumbuh-tumbuhan.

Berdasarkan hal di atas maka pada penelitian ini dilakukan pembuatan

media pertumbuhan bakteri dari pati dan tepung umbi ubi jalar ungu (Ipomoea

batatas (L.) Lam).

2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah tepung dan pati umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam)

dapat digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri Lactobacillus

acidophilus, Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae?

b. Bagaimana hasil pertumbuhan bakteri Lactobacillus acidophilus,

Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae pada media pati dan tepung umbi

ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam) dengan media Nutrient agar?

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis:

a. Tepung dan pati umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam) dapat

digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri Lactobacillus acidophilus,

Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae.

b. Media pati dan tepung diharapkan memberikan hasil pertumbuhan bakteri

yang baik sebanding dengan media Nutrient agar.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pembuatan media untuk pertumbuhan bakteri menggunakan pati dan tepung

dari umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam).

b. Mengetahui pertumbuhan bakteri Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus

aureus dan Vibrio cholerae pada media umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas

(L.) Lam) yang dibandingkan pertumbuhan bakteri tersebut dalam media

nutrient agar dengan memperhatikan jumlah koloni dan tingkat ketebalannya.

3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberikan informasi bahwa umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.)

Lam) dapat digunakan sebagai media pertumbuhan bakteri.

b. Memberikan informasi bahwa media pati dan tepung dapat dikembangkan

menjadi media instant (media yang sudah dipatenkan) dengan penambahan

nutrisi-nutrisi yang belum dimiliki oleh pati dan tepung ubi ungu tersebut.

4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan kerangka pikir yang dapat dilihat pada

Gambar 1.1:

Pati dan tepung Karakteristik pati 1. Pemeriksaan


umbi ubi jalar dan tepung umbi makroskopik
ungu ubi jalar ungu 2. Pemeriksaan
mikroskopik
3. Kadar air
ungu ungu 4. Kadar abu
5. Uji karbohidrat
6. Uji protein
7. Uji kelarutan

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Konsentrasi pati dan - Tekstur Pertumbuhan dan


jumlah koloni
tepung umbi ubi jalar - Warna
bakteri
ungu dalam media - pH Lactobacillus
pertumbuhan bakteri. acidophilus,
Staphylococcus
aureus dan Vibrio
cholerae

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sejarah, Ekologi dan Penyebaran

Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari

Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal

tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah.

Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet memastikan daerah asal

tanaman ubi jalar adalah Amerika bagian tengah (Rukmana, 1997).

Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara

beriklim tropika pada abad ke-16. Penyebaran ubi jalar pertama kali terjadi ke

Spanyol melalui Tahiti, Kepulauan Guam, Fiji dan Selandia Baru. Orang-orang

Spanyol dianggap berjasa menyebarkan ubi jalar ke kawasan asia, terutama

Filipina, Jepang dan Indonesia (Rukmana, 1997).

Pada tahun 1960-an penanaman ubi jalar sudah meluas hampir di semua

provinsi di Indonesia. Daerah produksi ubi jalar pada mulanya terpusat di Pulau

Jawa (Rukmana, 1997).

2.1.2 Nama Daerah

Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam) mempunyai banyak nama atau

sebutan, antara lain ketela rambat, huwi boled (Sunda), tela rambat (Jawa), sweet

potato (Inggris) dan shoyu (Jepang) (Rukmana, 1997). Nama latin ubi jalar ungu

selain Ipomoea batatas (L.) Lam yaitu Ipomoea batatas Poiret (Yuniarty, 2016).

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.3 Morfologi Ubi Jalar

Tanaman ubi jalar termasuk tumbuhan semusim (annual) yang memiliki

susunan tubuh utama terdiri dari batang, ubi, daun, bunga, buah dan biji. Batang

tanaman berbentuk bulat, tidak berkayu, berbuku-buku dan tipe pertumbuhannya

merambat (menjalar). Panjang batang tanaman merambat (menjalar) antara 2 m –

3 m. Ukuran batang dibedakan atas tiga macam yaitu besar, sedang dan kecil.

Warna batang biasanya hijau tua sampai keungu-unguan (Rukmana, 1997).

Pada bagian batang yang berbuku-buku tumbuh daun bertangkai agak

panjang secara tunggal. Daun berbentuk bulat sampai lonjong dengan tepi rata

atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam sedangkan bagian ujung daun

meruncing. Helaian daun berukuran lebar, menyatu mirip bentuk jantung, namun

ada pula yang bersifat menjari. Daun biasanya berwarna hijau tua atau kekuning-

kuningan. Dari ketiak daun akan tumbuh karangan bunga (Rukmana, 1997).

Bunga ubi jalar berbentuk terompet, tersusun dari lima helai daun

mahkota, lima helai daun bunga, dan satu tangkai putik. Mahkota bunga berwarna

putih atau putih keungu-unguan. Bunga ubi jalar mekar pada pagi hari mulai

pukul 04.00-11.00. Bila terjadi penyerbukan buatan, bunga akan membentuk

buah. Buah ubi jalar berbentuk bulat berkotak tiga, berkulit keras dan berbiji

(Rukmana, 1997).

Tanaman ubi jalar yang sudah berumur ±3 minggu setelah tanam biasanya

sudah membentuk umbi. Bentuk umbi biasanya bulat sampai lonjong dengan

permukaan rata sampai tidak rata. Bentuk ubi yang ideal adalah lonjong agak

panjang dengan berat antara 200 g - 250 g per ubi. Kulit ubi berwarna putih,

kuning, ungu atau ungu kemerah-merahan tergantung jenis (varietas) nya.

Struktur kulit ubi bervariasi antara tipis sampai dengan tebal dan biasanya

7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bergetah. Ubi yang berkadar tepung tinggi rasanya cenderung manis (Rukmana,

1997).

Bentuk dan ukuran umbi merupakan salah satu kriteria untuk menentukan

harga jual dipasaran. Bentuk umbi yang rata (bulat dan bulat lonjong) dan tidak

banyak lekukan termasuk umbi yang berkualitas baik (Juanda dan Bambang,

2000).

Ubi jalar ungu merupakan jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi

berwarna ungu hingga ungu muda (Juanda dan Bambang, 2000).

2.1.4 Klasifikasi Tumbuhan

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanalees

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas (L.) Lam. (Herbarium Medannese, 2019)

Gambar 2.1 Ubi jalar ungu

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2019)

8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.5 Kandungan

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi dan

juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung antara

lain vitamin A, vitamin C, vitamin B1 dan riboflavin. Kandungan mineral dalam

ubi jalar diantaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (P) dan kalsium (Ca). Kan-

dungan lainnya adalah protein, lemak, serat kasar dan abu (Woolfe, 1993).

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam) adalah jenis umbi-umbian

yang memiliki banyak keunggulan dibanding umbi lainnya karena memiliki

kandungan zat gizi yang beragam (Yuniarty, 2016).

No. Komposisi Gizi Ubi Ungu


1. Kalori (kal) 123
2. Protein (g) 0,77
3. Lemak (g) 0,94
4. Karbohidrat (g) 27,64
5. Kalsium (mg) 30
6. Fosfor (g) 49,00
7. Zat besi (mg) 0,70
8. Natrium (mg) -
9. Kalium (mg) -
10. Vitamin A (SI) 7.700,00
11. Vitamin B1 (mg) 0,9
12. Vitamin B2 (mg) -
13. Vitamin C (mg) 21,34
14. Air (g) 70,46
15. Gula Reduksi 0,30
16. Serat 0,3
17. Antosianin 110,51
Tabel 2.1 : Kandungan gizi ubi jalar ungu
(sumber: Rosidah, 2014)

Kandungan utama ubi jalar ungu adalah pati. Kandungan pati pada ubi

jalar ungu terdiri dari 30-40% amilosa dan 60-70% amilopektin. Ubi jalar ungu

juga memiliki kadar serat pangan yang tinggi yaitu 4,72% per 100 gram. Selain

itu, ubi jalar ungu juga mengandung banyak sumber antioksidan yang berasal dari

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
antosianin, vitamin C, vitamin E dan betakaroten. Ubi jalar ungu memiliki

kandungan antosianin yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis ubi jalar

lainnya, yaitu sebesar 110,51 mg/100 g. Kandungan betakaroten sebesar 1.208 mg

(Yuniarty, 2016).

2.1.6 Kegunaan Ubi Jalar

Ubi jalar ditanam untuk dimanfaatkan umbinya. Umbinya dapat diolah

jadi berbagai produk pengganti bahan pangan pokok. Sebagai bahan pangan, ubi

jalar merupakan sumber energi. Kandungan energi dalam ubi jalar sebesar 123 kal

per 100 g umbi ubi jalar (Sarwono, 2005).

Selain untuk pangan, ubi jalar juga merupakan sumber bahan industri yang

potensial. Di Cina, Taiwan dan Jepang ubi jalar merupakan bahan baku industri

tepung, alkohol (sochu), pakan ternak, sari karoten, bahan perekat dan gula cair

(sirup) (Sarwono, 2005).

Ubi jalar dapat digunakan sebagai pewarna makanan alami. Kandungan

antosianin yang tinggi pada ubi jalar ungu membuat tanaman ini sebagai alternatif

pewarna alami (Sarwono, 2005).

Beberapa industri pewarna dan minuman berkarbonat menggunakan ubi

ungu sebagai bahan mentah penghasil antosianin. Selain itu juga industri es krim,

minuman beralkohol, pie dan roti. Ubi jalar ungu juga telah dikembangkan dalam

bentuk produk es krim, sirup dan anggur asam (Sarwono, 2005).

Selain itu ubi jalar ungu dapat juga digunakan sebagai Antioksidan,

antikanker dan antibakteri. Antosianin ubi jalar ungu memiliki khasiat sebagai

antioksidan, antikanker, antibakteri, perlindungan terhadap kerusakan hati,

penyakit jantung dan stroke (Sarwono, 2005).

10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Media Pertumbuhan Bakteri

Media merupakan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk

pertumbuhan secara in vitro. Pemilihan media yang akan digunakan disesuaikan

sifat penelitian atau pemeriksaan. Fungsi suatu media yaitu secara kualitatif

digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroorganisme, sedangkan secara

kuantitatif digunakan untuk perbanyakan dan perhitungan jumlah suatu

mikroorganisme (Harti, 2015).

Media perbenihan adalah media nutrisi yang disiapkan untuk menumbuh-

kan bakteri didalam skala laboratorium. Media perbenihan harus dapat

menyediakan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri. Media harus

mengandung sumber karbon, nitrogen, sulfur, fosfor dan faktor pertumbuhan

organik (Radji, 2010). Sejumlah bakteri yang diinokulasikan pada sebuah media

perbenihan disebut inokulum. Bakteri yang tumbuh dan berkembangbiak dalam

media perbenihan itu disebut biakan bakteri (Radji, 2010).

2.2.1 Kriteria media kultur

Kriteria media kultur ideal menurut Harti (2015), yaitu:

1. Mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.

2. Sesuai dengan faktor lingkungan yang dibutuhkan seperti pH, oksigen dan air.

3. Tidak mengandung senyawa penghambat bagi pertumbuhan mikroorganisme

4. Harus steril (teknik aseptik) supaya mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik

5. Praktis dan ekonomis

2.2.2 Penggolongan media

Menurut Harti (2015), penggolongan media terdiri dari 3 macam yaitu:

1. Berdasarkan konsistensi nya, ada 3 macam:

a. Media padat (solid media), mengandung agar-agar 1,2-1,5%, biasanya da-

11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lam bentuk plate agar (lempeng agar) atau slant agar (agar miring) (Harti,

2015). Media padat diperoleh dengan cara menambahkan agar-agar. Media

padat biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi

koloni dan untuk mengisolasi biakan murni (Waluyo, 2010).

b. Media semi padat (semi solid media), mengandung agar-agar 0,6-0,75%,

contoh media SIM (Sulfida, Indol, Motilitas) untuk pengamatan motilitas

(Harti, 2015). Media setengah padat dibuat dengan bahan sama dengan

media padat, akan tetapi yang berbeda adalah komposisi agarnya. Media ini

digunakan untuk melihat gerak kuman secara mikroskopik dan kemampuan

fermentasi (Waluyo, 2010).

c. Media cair (liquid media), tanpa mengandung bahan pemadat. contoh media

nutrien cair, BHI (Brain Heart Infusion) (Harti, 2015). Media cair dapat

digunakan untuk pembiakan mikroba dalam jumlah besar (Waluyo, 2010).

2. Berdasarkan bahan penyusunnya, terdiri dari:

a. Media alami, terdiri dari bahan-bahan alami contoh ekstrak kentang, sari

wortel, ekstrak daging.

b. Media sintesis, terdiri dari bahan-bahan yang telah diketahui komposisinya

(Harti, 2015).

3. Berdasarkan sifat dan fungsinya terdiri dari:

a. Media transport, merupakan media untuk pengiriman spesimen atau sampel,

contoh nutrien cair, Carry and Blair media, media Stuart dan lain

sebagainya.

b. Media diperkaya, merupakan media yang ditambahkan zat-zat tertentu

untuk menumbuhkan mikroorganisme heterotrof tertentu. Zat-zat tertentu

yang ditambahkan zat-zat misalnya serum, darah, ekstrak tumbuh-tumbuhan

12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Waluyo, 2010).

c. Media eksklusif, merupakan media yang hanya memungkinkan tumbuhnya

satu jenis mikroba tertentu, sedangkan mikroba lainnya dihambat atau

dimatikan (Waluyo, 2010).

d. Media selektif, merupakan media yang ditambah zat kimia tertentu yang

bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lainnya.

e. Media diferensial, merupakan media yang mengandung zat-zat kimia

tertentu yang memungkinkan membedakan berbagai macam tipe mikroba.

media ini ditambah reagensia atau zat kimia tertentu yang menyebabkan

suatu mikroba membentuk pertumbuhan atau mengadakan perubahan

tertentu sehingga dapat untuk membedakan tipe-tipenya (Waluyo, 2010).

f. Media Umum, merupakan media dengan bahan yang dapat dipakai untuk

pertumbuhan kelompok mikroorganisme, contoh Nutrient Agar untuk

pertumbuhan bakteri, PDA (Potato Dextrosa Agar) untuk pertumbuhan

jamur.

g. Media pengujian, merupakan media untuk pengujian sifat-sifat fisiologis

mikroorganisme atau reaksi biokimiawi, contoh media biokimia (Citrat

Agar).

h. Media perhitungan jumlah, merupakan media untuk menghitung jumlah sel

secara tidak langsung, contoh metode plate count menggunakan PCA (Plate

Count Agar) untuk perhitungan jumlah bakteri.

i. Media pertumbuhan bakteri anaerob, merupakan media yang mengandung

senyawa pengikat oksigen dalam media, contoh media tioglikolat untuk

pertumbuhan bakteri anaerob.

j. Media minimal, merupakan media yang mengandung senyawa mineral ter-

13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tentu dan digunakan untuk menumbuhkan golongan bakteri tertentu

biasanya bakteri tanah.

k. Media kompleks, merupakan media yang mengandung bahan-bahan

alami/senyawa kompleks dan senyawa sintetis tertentu (Harti, 2015).

Berikut ini macam-macam nutrien beserta fungsinya yang terdapat

didalam suatu media yaitu:

1. Air, sebagai sumber oksigen dan pelarut nutrien

2. Pepton, sebagai sumber nitrogen organik untuk sintesa enzim

3. Ekstrak daging (meat extract), sebagai sumber karbon dan nitrogen

4. Ekstrak khamir (yeast extract), digunakan untuk menstimulir pertumbuhan

5. Mineral, sebagai sumber kalium, natrium, magnesium, besi untuk mikronutrien

6. NaCl, digunakan untuk pengaturan tekanan osmosis dan pertumbuhan halofil

7. Karbohidrat, sebagai sumber karbon dan energi

8. Agar-agar atau gelatin, sebagai bahan pemadat pada media padat (Harti, 2015)

2.3 Media Nutrient Agar (NA)

NA (Nutrient Agar) merupakan suatu medium yang berbentuk padat, NA

(Nutrient Agar) dibuat dari campuran ekstrak daging dan peptone dengan

menggunakan agar sebagai pemadat, dalam hal ini media yang digunakan di

produksi oleh Oxoid.ltd., Basingstoke, Hampshire, England, dengan merek

OXOID. kode CM0003. Komposisi NA Kode CM0003 adalah pepton 5.0,

sodium chlorida 5.0, agar 15.0, lab-lemco’ powder 1.0, yeast extract 2.0. Media

NA (Nutrient Agar) berdasarkan bahan yang digunakan termasuk dalam

kelompok media semi alami, media semi alami merupakan media yang terdiri dari

bahan alami yang ditambahkan dengan senyawa kimia (Rossita dkk., 2015).

14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan kegunaannya media NA (Nutrient Agar) termasuk kedalam

jenis media umum, karena media ini merupakan media yang paling umum

digunakan untuk pertumbuhan sebagian besar bakteri. Berdasarkan bentuknya

media ini berbentuk padat, karena mengandung agar sebagai bahan pemadatnya.

Media padat biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi

koloni bakteri (Rossita dkk., 2015).

2.4 Metode biakan bakteri

a. Cara gores

Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang

diencerkan, lalu dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling menutupi di

atas permukaan agar yang telah padat.

b. Cara sebar

Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara

merata dengan menggunakan hockey stick pada permukaan media padat.

c. Cara tuang

Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri

steril dan dicampurkan dengan medium agar cair, lalu dibiarkan memadat. Koloni

yang berkembang akan tertanam didalam media tersebut (Stanier et al., 1982).

Fungsi mengkulturkan mikroorganisme yaitu:

1. Untuk memperoleh isolat, inokulum dari sampel atau biakan campuran

2. Perbanyakan mikroorganisme atau rekulturisasi dan perhitungan jumlah

mikroorganisme

3. Mengetahui sifat-sifat fisiologis mikroorganisme

4. Pengujian sensitivitas untuk diagnostik (Harti, 2015).

15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pengamatan pertumbuhan mikroorganisme pada media kultur menurut

Harti (2015), yaitu:

1. Ciri-ciri koloni meliputi bentuk, permukaan, tepi,warna koloni pada media agar

2. Sifat pertumbuhan atau penyebaran mikroorganisme pada media semisolid

3. Tingkat kekeruhan pada media cair dengan sifat aerob dan anaerob

4. Perubahan warna media atau ciri koloni spesifik dari reaksi biokimiawi atau

metabolisme mikroorganisme

2.5 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme lebih ditunjukkan oleh adanya peningkatan

jumlah mikroorganisme dan bukan peningkatan ukuran sel individu. Pada

dasarnya ada dua macam tipe pertumbuhan, yaitu pembelahan inti tanpa diikuti

pembelahan sel sehingga dihasilkan peningkatan ukuran sel dan pembelahan inti

yang diikuti pembelahan sel sehingga dihasilkan peningkatan jumlah sel serta

pembesaran ukuran sel diikuti pembelahan membentuk dua progeni yang kurang

lebih berukuran sama (Pratiwi, 2008).

2.5.1 Faktor-faktor pertumbuhan mikroorganisme

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat

dibedakan menjadi faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik meliputi temperatur,

pH, tekanan osmotik, dan cahaya atau radiasi. Faktor kimia meliputi karbon,

oksigen, mikroelemen atau unsur kelumit (trace element) dan faktor-faktor

pertumbuhan organik termasuk nutrisi yang terdapat dalam media pertumbuhan

(Pratiwi, 2008).

2.5.1.1 Pengaruh faktor fisik pada pertumbuhan mikroorganisme

1. Temperatur

16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Temperatur menentukan aktivitas enzim yang terlibat dalam aktivitas

kimia. Peningkatan temperatur sebesar 10ºC dapat meningkatkan aktivitas enzim

sebesar dua kali lipat. Pada temperatur yang sangat tinggi dapat menyebabkan

denaturasi protein yang tidak dapat balik (irreversible) sedangkan pada

temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan berhenti. Pada temperatur

pertumbuhan optimal akan terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan

jumlah sel yang maksimal (Pratiwi, 2008). Mikroba tumbuh pada suhu biasa atau

umum seperti halnya organisme lain. Kebanyakan bakteri tumbuh pada kisaran

suhu sekitar 30ºC. Beberapa bakteri dapat bertahan pada suhu sangat dingin atau

sangat panas (Suryanto, 2006).

Berdasarkan faktor suhu, mikroba dibagi dalam 3 kelompok,yaitu:

a. Psikrofil, hidup pada suhu rendah/dingin dibawah 20ºC

b. Mesofil, hidup pada suhu antara 10-45ºC

c. Termofil, hidup pada suhu tinggi/panas 40-60ºC (Suryanto, 2006).

2. pH

pH merupakan indikasi konsentrasi ion hidrogen. Peningkatan dan

penurunan konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi gugus-gugus

dalam protein, amino dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi

protein yang mengganggu pertumbuhan sel (Pratiwi, 2008). Kebanyakan bakteri

tumbuh pada kisaran pH mendekati netral yaitu 6,5-7,5. Sedikit bakteri yang

tumbuh pada pH asam dibawah 4 (Suryanto, 2006).

3. Tekanan osmosis

Tekanan osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan akibat adanya proses

osmosis.Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semi permeabel

karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Dalam larutan hipotonik

17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme sedangkan dalam larutan hipertonik

air akan ke luar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma

mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara

metabolik tidak aktif (Pratiwi, 2008).

4. Radiasi

Sumber utama radiasi dibumi adalah sinar matahari yang mencakup

cahaya tampak, radiasi UV, sinar inframerah dan gelombang radio. Radiasi yang

berbahaya untuk mikroorganisme adalah radiasi pengionisasi yaitu radiasi dari

panjang gelombang yang sangat pendek dan berenergi tinggi yang dapat

menyebabkan atom kehilangan elektron (ionisasi) (Pratiwi, 2008).

2.5.1.2 Pengaruh faktor kimia pada pertumbuhan mikroorganisme

1. Karbon

Disamping air, kebutuhan penting lainnya ialah unsur karbon yang

diperlukan oleh semua senyawa organik penyusun sel (Suryanto, 2006).

2. Nutrisi

Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan

pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua

yaitu makroelemen, yaitu elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak.

Makroelemen meliputi karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, sulfur, fosfor, kalium,

magnesium, besi dan kalsium. Mikroelemen yaitu elemen nutrisi yang diperlukan

dalam jumlah sedikit. Mikroelemen meliputi mangan, zinc, kobalt, nikel, tembaga

(Pratiwi, 2008).

3. Media kultur

Bahan nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme

dilaboratorium disebut media kultur (Pratiwi, 2008). Media merupakan bahan nut-

18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
si yang disiapkan untuk pertumbuhan mikroba (Suryanto, 2006).

4. Oksigen

Mikroba yang menggunakan oksigen memproduksi lebih banyak energi

dari makanan daripada mikroba yang tidak menggunakan oksigen. Klasifikasi mik

-roorganisme berdasarkan kebutuhan oksigen dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

a. Aerob mutlak, oksigen sebagai syarat utama metabolisme. Berkumpul dibagian

permukaan atas tabung agar dapat memperoleh oksigen secara maksimal.

b. Anaerob mutlak, tidak mentoleransi adanya oksigen atau akan mati bila ada

oksigen. Berkumpul di dasar tabung untuk menghindari oksigen.

c. Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa

oksigen. Sebagian besar berkumpul diatas tabung karena harus melakukan

respirasi aerob.

d. Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik pada konsentrasi oksigen yang rendah yaitu

kurang dari 20%, pada konsentrasi oksigen yang tinggi menyebabkan toksik.

Berkumpul dibagian atas tabung tetapi bukan dibagian permukaan, bakteri ini

memerlukan oksigen tetapi dalam konsentrasi yang terendah

e. Bakteri aerotoleran, tidak dipengaruhi oleh oksigen. Bakteri ini tersebar di

seluruh tabung (Pratiwi, 2008).

5. Mikroelemen atau trace elements

Dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Mikroelemen meliputi zinc (Zn), temba-

ga (Cu), molibdenum (Mo) (Pratiwi, 2008).

2.5.2 Fase pertumbuhan mikroorganisme

Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase

log (fase eksponensial), fase stationer dan fase kematian.

19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Fase lag

Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme

pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah

sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada

kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel

mikroorganisme diambil dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering

terjadi adalah mikroorganisme tersebut tidak mampu tumbuh dalam kultur

(Pratiwi, 2008).

Gambar 2.2 Fase pertumbuhan mikroorganisme

2. Fase log (fase eksponensial)

fase log (fase eksponensial) merupakan fase dimana mikroorganisme

tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika

mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk

dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang

dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam

kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan

menghambat pertumbuhan. Untuk organisme aerob, nutrisi yang membatasi

pertumbuhan biasanya adalah oksigen (Pratiwi, 2008).

20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Fase stationer

Pada fase stationer, pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi

keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.

Pada fase ini terjadi akumulasi produk buangan yang toksik (Pratiwi, 2008).

Kekurangan nutrisi dan perubahan pH yang bersifat toksik bagi sel menjadi

penyebab berhenti pertumbuhan eksponensial sel (Radji, 2010).

4. Fase kematian

Pada fase kematian, jumlah sel yang mati meningkat, faktor penyebabnya

adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik

(Pratiwi, 2008).

2.6 Uraian Bakteri

2.6.1 Lactobacillus acidophilus

Lactobacillus acidophilus adalah salah satu dari delapan genera umum

dari bakteri asam laktat. Tiap genus dan spesiesnya mempunyai karakteristik yang

berbeda (Buttris, 1997:21).

Lactobacillus acidophilus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria

Divisi : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Famili : Lactobacillaceae

Genus : Lactobacillus

Spesies : Lactobacillus acidophilus (Bac Dive, 2019).

Secara umum mereka merupakan bakteri Gram positif dengan sel berben-

21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tuk batang panjang tetapi terkadang hampir bulat dan membentuk rantai yang

pendek, berukuran 0,5-1,2 x 1,0-10,0 μm, bersifat non motil dan non spora yang

memproduksi asam laktat sebagai produk utama dari metabolisme fermentasi dan

menggunakan laktosa sebagai sumber karbon utama dalam memproduksi energi

(Buttris, 1997:21).

Ciri-ciri koloni Lactobacillus acidophilus antara lain warna koloni putih

susu atau agak krem, bentuk koloni bulat dengan tepian seperti wol (Buttris,

1997:21).

2.6.2 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak,

tidak berspora dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun

seperti buah anggur. Ukuran Staphylococcus aureus berbeda-beda tergantung

pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar,

Staphylococcus aureus memiliki diameter 0,5 – 1 mm dengan koloni berwarna

kuning (Nasution, 2016).

Staphylococcus aureus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Divisio : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Bangsa : Bacillales

Suku : Staphylococcaceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus (Bac Dive, 2019)

Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob, tetapi bila sudah berpindah ke

tempat lain dapat bersifat anaerob fakultatif. Suhu optimum pertumbuhan

22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Staphylococcus aureus adalah 35ºC - 37ºC suhu minimum 6,7ºC dan suhu

maksimum 45,4ºC. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 - 9,8, pH optimumnya

7,0 – 7,5. Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit didalam saluran-saluran

pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut, dan

tenggorokan (Nasution, 2016).

2.6.3 Vibrio cholerae

Vibrio cholerae merupakan bakteri berbentuk batang bengkok seperti

koma dan berukuran 2-4 µm. Spesies ini tidak membentuk spora dan bergerak

sangat aktif karena memiliki flagel tunggal atau monotrik (Radji, 2010).

Vibrio cholerae merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob

fakultatif dan dapat melakukan metabolisme berupa respirasi dan fermentasi.

Bakteri ini bersifat patogen pada manusia dan dapat menyebabkan gangguan

pencernaan. Vibrio bergerak dengan flagel didalam media cair dan dapat

menyintesis banyak flagel lateral pada media padat (Radji, 2010).

Vibrio cholerae dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Vibrionales

Familia : Vibrionaceae

Genus : Vibrio

Spesies : Vibrio cholerae (Bac Dive, 2019)

Vibrio cholerae tidak tahan asam dan hidup pada pH optimum 8,5-9,5.

Suhu pertumbuhan optimum 37ºC. Koloni Vibrio cholerae berbentuk cembung,

bulat, halus dan tampak bergranul (Radji, 2010).

23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam media pepton, bakteri ini akan membentuk indol, yang dengan

asam sulfat akan membentuk warna merah. Beberapa media pertumbuhan yang

sering digunakan adalah alkaline taurocholate tellurite agar dan thiosulfate

citrate bile salt sucrose (TCBS) agar (Radji, 2010).

2.7 Sterilisasi

Menurut Pratiwi (2008) sterilisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

2.7.1 Sterilisasi panas kering

Metode ini tidak dapat digunakan untuk bahan yang terbuat dari karet atau

plastik. Ada dua metode sterilisasi panas kering yaitu:

1. Pembakaran langsung yaitu pembakaran dengan menggunakan api dari bunsen,

biasanya dilakukan untuk mensterilkan alat seperti kawat ose, spatula.

2. Pemanasan dengan oven yaitu pemanasan hingga temperature 160-170°C

selama 1-2 jam, untuk mensterilkan alat-alat gelas seperti cawan petri, tabung

reaksi, pipet tetes dan sebagainya (Pratiwi, 2008).

2.7.2 Sterilisasi panas basah

Ada dua metode sterilisasi panas basah yaitu:

1. Perebusan menggunakan air

Teknik sterilisasi perebusan menggunakan air hingga mendidih 100°C

selama 10 menit efektif untuk sel-sel vegetatif dan spora eukariot (Pratiwi, 2008).

2. Autoklaf

Teknik sterilisasi ini menggunakan suatu alat yang memiliki temperatur

diatas 100°C dilakukan dengan uap. Sterilisasi autoklaf dilakukan dengan suhu

121°C selama 15 menit. Media pertumbuhan mikroorganisme dan alat-alat yang

terbuat dari plastik dan karet disterilisasi menggunakan autoklaf (Pratiwi, 2008).

24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan

variabel terikat menggunakan berbagai macam formula serta variabel bebas

adalah pati dan tepung umbi ubi jalar ungu serta agar. Metodologi penelitian

meliputi pengumpulan dan preparasi bahan, karakterisasi pati dan tepung serta

pembuatan media.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, alu,

aluminium foil (Total Wrap), autoklaf (Wisd Laboratory Analyrical), ayakan

mesh 80, batang L (stik L), batang pengaduk, benang wol, blue tip, lampu spiritus,

cawan petri, cawan porselen, colony counter, deck glass, desikator, inkubator

bakteri (Memmert), jarum ose, kain kasa, kapas, kertas label, kertas perkamen,

kain saringan, kompor gas, kurs porselen, LAF (Laminar Air Flow), lemari

pendingin, loyang, lumpang, mancis, mikro pipet (Eppendorf), mikroskop, neraca

digital (Boeco Germany), objek glass, oven (Memmert), parutan, penjepit tabung,

pipet tetes, plastik wrap, plat tetes, rak tabung reaksi, serbet, spatula,

spektrofotometer UV-Vis, tabung reaksi, tanur (Stuart), tissue, vortex.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah umbi ubi jalar ungu

(Ipomoea batatas (L.) Lam), akuades, agar, susu UHT, serbuk NaCl, biakan

25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bakteri Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae,

larutan iodum 0,005 M, etanol 70%, pereaksi CuSO4 1%, pereaksi NaOH 2N,

larutan NaCl 0,9%, spiritus dan media NA (nutrient agar).

3.4 Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, identifikasi

sampel dan pengolahan sampel.

3.4.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah ubi jalar ungu yang dibeli dari Pasar Pajak Sore, Medan, Provinsi Sumatera

Utara.

3.4.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA) Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.4.3 Pengolahan Sampel

Sampel diolah dengan pembuatan pati dan tepung dengan cara sebagai

berikut:

3.4.3.1 Pembuatan pati

Sebanyak 1 kg umbi ubi jalar ungu dipisahkan dari kulitnya dengan cara

pengupasan. Selama pengupasan dilakukan sortasi bahan baku dengan pemilihan

ubi jalar ungu yang bagus. Ubi jalar ungu yang telah dikupas kulitnya kemudian

ditimbang. Ubi jalar ungu dicuci sampai bersih didalam wadah yang berisi air

untuk memisahkan kotoran yang menempel pada ubi jalar. Kemudian ubi jalar

ungu diparut secara manual (parutan biasa) sampai halus menjadi bubur umbi. Ubi

26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang sudah diparut ditimbang kembali, kemudian ditambahkan air sehingga

terbentuk bubur dan diremas-remas agar pati lebih banyak yang terlepas dari sel

umbi. Bubur umbi kemudian disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari

saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal pada saringan. Suspensi pati

yang diperoleh diendapkan didalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati akan

mengendap sebagai pasta. Cairan diatas endapan dialirkan dan ditampung didalam

wadah yang lain dan pati dikeringkan dengan alat pengering (oven) sampai kadar

air dibawah 14%. Pati ubi jalar yang telah kering atau pati kasar kemudian diayak

sampai (sekurang-kurangnya 80 mesh) sampai halus (Mustafa, 2015).

3.4.3.2 Pembuatan tepung

Sebanyak 1 kg umbi ubi jalar ungu dipisahkan dari kulitnya dengan cara

pengupasan. Selama pengupasan dilakukan sortasi bahan baku dengan pemilihan

ubi jalar ungu yang bagus. Ubi jalar ungu yang telah dikupas kulitnya kemudian

ditimbang. Ubi jalar ungu dicuci sampai bersih didalam wadah yang berisi air

untuk memisahkan kotoran yang menempel pada ubi jalar ungu. Kemudian ubi

jalar ungu yang telah dicuci diiris tipis-tipis. Ubi jalar ungu yang telah diris tipis-

tipis kemudian dikeringkan dioven selama 12 jam dengan suhu 50-60ºC. Setelah

irisan-irisan ubi jalar ungu tersebut kering dihancurkan dengan menggunakan

blender. Kemudian tepung ubi jalar ungu (masih serbuk kasar) yang telah

dihancurkan diayak dengan menggunakan ayakan mesh 80 sampai tepung ubi

jalar ungu halus (Saleha, 2016).

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi dan Media

Larutan pereaksi yang digunakan untuk penelitian ini meliputi pereaksi iodum

0,005 M, pereaksi CuSO4 1%, pereaksi NaOH 2N, etanol 70% dan media yang di-

27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
gunakan yaitu Nutrient agar.

3.5.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.5.1.1 Pereaksi Iodum 0,005 M

Iodium kristal sebanyak 14 g dilarutkan dalam larutan 36 g kalium iodida

pekat dalam 1000 mL air suling (Ditjen POM, 1979).

3.5.1.2 Larutan Etanol 70% v/v

Sebanyak 72,9 mL etanol 96% dilarutkan dalam air suling hingga 100 mL

(Ditjen POM, 1979).

3.5.1.3 Pereaksi CuSO4 1% (b/v)

Sebanyak 1 g CuSO4 dilarutkan dalam akuades secukupnya dan

diencerkan hingga 1000 mL (Ditjen POM, 1995).

3.5.1.4 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal Natrium Hidroksida dilarutkan dengan akuades

sebanyak 100 mL (Ditjen POM, 1995).

3.5.2 Pembuatan Media

3.5.2.1 Media Nutrient agar

Komposisi : Lemco beef extract 1g

Yeast extract 2g

Peptone 5g

NaCl 5g

Agar 15 g

Cara pembuatan:

Sebanyak 28 g nutrient agar ditimbang, dilarutkan kedalam air suling

sebanyak 1000 mL, kemudian dipanaskan sampai bahan larut sempurna lalu

disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit (Oxoid, 1982).

28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.5.2.2 Pembuatan Peremajaan Biakan Bakteri

NA (Nutrient Agar) ditimbang sebanyak 2,8 gram dilarutkan dalam 100

ml aquades dan dipanaskan hingga larut sempurna, lalu dimasukkan kedalam

tabung reaksi sebanyak 5 ml dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC

selama 15 menit. Setelah steril, tabung dimiringkan dan didiamkan hingga

memadat. Sebanyak 1 ose dari masing-masing biakan murni Lactobacillus

acidophilus, Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae diinokulasi pada

permukaan media agar miring kemudian diinkubasi dalam inkubator dengan suhu

37ºC selama 18-24 jam (Ditjen POM, 1995).

3.5.2.3 Pembuatan Suspensi Bakteri

Hasil peremajaan bakteri Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus

aureus dan Vibrio cholerae diambil menggunakan jarum ose, lalu disuspensikan

ke dalam pelarut NaCl 0,9% sebanyak 10 ml kemudian kocok homogen dalam

tabung reaksi menggunakan vortex lalu didiamkan selama ±3 jam. Kekeruhan

suspensi mikroba uji diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis

dengan panjang gelombang 580 nm dan transmitan 25% (Ditjen POM,1995).

3.5.2.4 Pengenceran Suspensi Bakteri

Dilakukan pengenceran suspensi bakteri 106 sebanyak 4 kali yaitu 105, 104,

103 dan 102 dengan menggunakan NaCl fisiologis steril. Pada metode gores

digunakan suspensi bakteri 106 sedangkan pada metode sebar dan tuang

digunakan suspensi bakteri 102.

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Pati dan Tepung

3.6.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap pati dan tepung umbi ubi ja-

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lar ungu dengan mengamati bentuk, warna, bau dan rasa.

3.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap pati dan tepung dilakukan dengan cara

menaburkan serbuk pati maupun tepung di atas kaca objek yang telah diteteskan

dengan larutan kloral hidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di

bawah mikroskop (Ditjen POM, 1995).

3.6.3 Pemeriksaan Kelarutan

a. Kelarutan dalam air dingin

Kedalam tabung reaksi masing-masing dimasukkan pati atau tepung secu-

kupnya kemudian ditambahkan10 mL air dingin kemudian diaduk dan diamati

kelarutannya.

b. Kelarutan dalam air panas

Kedalam tabung reaksi masing-masing dimasukkan pati atau tepung

secukupnya kemudian ditambahkan 10 mL air panas kemudian diaduk dan

diamati kelarutannya.

3.6.4 Uji Kadar Air

Ditimbang terlebih dahulu cawan porselen kosong, kemudian sebanyak 5 g

masing-masing pati dan tepung ditimbang dalam masing-masing cawan yang

telah diketahui berat tetapnya. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 3

jam atau sampai berat tetap. Disimpan dalam desikator, setelah dingin ditimbang

dinyatakan dalam persen berat basah (SNI, 1998).

3.6.5 Uji Kadar Abu

Dimasukkan terlebih dahulu ke dalam tanur krus porselen yang kosong

dengan suhu 550ºC kemudian ditimbang beratnya. Setelah itu sebanyak 5 g

masing-masing pati dan tepung ubi jalar ungu dimasukkan kedalam krus porselen

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang telah diketahui beratnya. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur yang

suhunya 550ºC sampai terbentuk abu yang berwarna abu-abu. Setelah itu pati atau

tepung ubi jalar ungu yang telah berbentuk abu didinginkan dalam desikator dan

selanjutnya ditimbang beratnya ( Mahmudatussa’adah, 2014).

3.6.6 Uji Karbohidrat

Ditimbang masing-masing pati dan tepung sebanyak 0,05 g, kemudian

ditambahkan 3 tetes larutan iodum (lugol) diatas plat tetes. Diamati perubahan

warnanya (Ditjen POM, 1995).

3.6.7 Uji Protein

Uji protein menggunakan pereaksi biuret yaitu dilakukan dengan cara

masing-masing pati dan tepung diletakkan pada plat tetes, dilarutkan dengan

akuades secukupnya, ditambahkan 3 tetes larutan NaOH, lalu ditambahkan 3 tetes

larutan CuSO4 terbentuk warna ungu menunjukkan reaksi positif (Ditjen POM,

1995).

3.7 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai.

Media pertumbuhan dan alat-alat yang sensitif panas disterilkan menggunakan

autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit, sedangkan alat-alat gelas disterilkan

dengan oven pada suhu 170ºC selama 1 jam. Jarum ose disterilkan dengan

menggunakan lampu spiritus (Pratiwi, 2008).

3.8 Media Umbi Ubi Jalar Ungu

Media dari ubi jalar ungu yang digunakan terdiri atas beberapa formula

dengan konsentrasi pati dan tepung serta agar yang berbeda dan komposisi susu

31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
serta NaCl yang sama dengan cara pembuatan yang sama. Berikut ini formula

yang digunakan dalam pembuatan media umbi ubi jalar ungu:

Tabel 3.1 Formula Media Pati dan Tepung Umbi Ubi Jalar Ungu
Formula Pati dan Susu sapi NaCl Agar Air
tepung UHT (gram) (gram) suling
(gram) (ml) (ml)
F1 (5%) 5 8 5 10 1000
F2 (7,5%) 7,5 8 5 7,5 1000
F3 (10%) 10 8 5 5 1000
Keterangan: F = formula

Cara Pembuatan :

Sebanyak masing-masing 28 g media pati dan tepung ubi ungu formula I

ditimbang, dilarutkan kedalam air suling sebanyak 1000 mL, lalu dipanaskan

sampai bahan larut sempurna (dilakukan cek pH media dengan kertas indikator

pH) kemudian disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit.

Dengan cara tersebut dilakukan juga formula II dan formula III (Oxoid, 1982).

3.9 Cara Pengujian

Inokulasikan masing-masing bakteri uji dengan cara:

1. Metode Gores

Cara kerja metode gores yaitu: dituang media sebanyak 10-15 ml kedalam

cawan petri yang sudah disterilkan, didiamkan sampai menjadi padat dan dingin,

setelah media padat dan dingin, lalu ambil sampel bakteri dengan jarum ose yang

sudah dipanasi sampai membara, kemudian sampel suspensi bakteri 106

dimasukkan kedalam media padat dengan cara digores dengan jarum ose pada

permukaan media secara zig-zag, lalu cawan petri itu dibungkus dengan kertas

perkamen dan diberi label identitas. Selanjutnya diinkubasi kedalam inkubator

pada temperatur 37ºC selama 24 jam dengan posisi cawan petri terbalik. Lalu dia-

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mati pertumbuhan bakteri tersebut (Putri, 2017).

2. Metode Sebar

Cara kerja metode sebar yaitu: dituang media sebanyak 10-15 ml kedalam

cawan petri yang sudah disterilkan, didiamkan sampai media menjadi padat dan

dingin, setelah media padat dan dingin, kemudian diambil suspensi bakteri yang

sudah diencerkan sampai 102 sebanyak 0,1 ml diletakkan dalam sebuah media

yang telah padat dan dingin,kemudian inokulum itu disebarkan dengan

menggunakan batang kaca yang bengkok (stik L) yang telah steril, lalu cawan

petri tersebut dibungkus dengan kertas perkamen dan diberi label identitas.

Selanjutnya diinkubasi kedalam inkubator pada temperatur 37ºC selama 24 jam

dengan posisi cawan petri terbalik. Lalu diamati pertumbuhan dan jumlah koloni

bakteri tersebut (Putri, 2017).

3. Metode Tuang

Cara kerja metode tuang yaitu: diteteskan secara aseptis suspensi bakteri

yang sudah diencerkan sampai 102 sebanyak 0,1 ml kedalam cawan kosong,

kemudian tuangkan media yang masih cair kedalam cawan lalu putar cawan

dengan metode angka 8 sampai bakteri dan media homogen, kemudian cawan

petri itu dibungkus dengan kertas perkamen dan diberi label identitas.Selanjutnya

diinkubasi kedalam inkubator pada temperatur 37ºC selama 24 jam dengan posisi

cawan petri terbalik. Lalu diamati pertumbuhan dan jumlah koloni bakteri tersebut

(Putri, 2017).

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi ubi jalar

ungu yang telah diidentifikasi di Herbarium Medanense (MEDA) Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hasil identifikasi adalah Ipomoea batatas (L.) Lam. Hasil identifikasi lengkap

dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 47.

4.2 Hasil Pengolahan Umbi Jalar Ungu Menjadi Pati dan Tepung

4.2.1 Hasil Pengolahan Umbi Jalar Ungu Menjadi Pati

Hasil dari pengolahan ubi jalar ungu sebanyak 1 kg diperoleh pati sebesar

100 g. Hal ini disebabkan karena pada proses pengolahan ubi ungu menjadi pati

ampas ubi tersebut tidak digunakan. Pengolahan ubi ungu menjadi pati melalui

proses pemarutan dan pemerasan dimana hasil perasan tersebut didiamkan sampai

terbentuk endapan sehingga endapan tersebut yang dinamakan pati (amilum).

Diperoleh hasil rendemen pati ubi ungu yaitu 10%.

4.2.2 Hasil Pengolahan Umbi Jalar Ungu Menjadi Tepung

Hasil dari pengolahan ubi jalar ungu sebanyak 1 kg diperoleh tepung

sebesar 300 g. Pengolahan ubi ungu menjadi tepung melalui proses pengirisan ubi

secara tipis dengan ukuran ± 1 mm kemudian dilakukan pengeringan

menggunakan oven lalu ubi yang telah kering tersebut dihaluskan menggunakan

blender sehingga diperoleh tepung ubi ungu. Diperoleh hasil rendemen tepung ubi

ungu yaitu 30%.

34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3 Karakteristik Pati dan Tepung

Hasil pemeriksaan makroskopik masing-masing serbuk pati dan tepung

ubi jalar ungu (Lampiran 2 halaman 48) pati ubi jalar ungu berwarna sedikit ungu

(ungu pudar) sedangkan tepung ubi jalar ungu berwarna ungu lebih terang, berbau

khas, berasa sedikit manis, tidak terdapat benda asing dan kehalusan masing-

masing serbuk pati dan tepung lolos ayakan mesh 80. Hasil pemeriksaan

mikroskopik serbuk pati ubi ungu terlihat adanya lamella dan hilus sedangkan

pada tepung ubi ungu terlihat adanya pati, jaringan parenkim, lamella dan hilus.

Gambar hasil pemeriksaan mikroskopik dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 50.

Hasil pemeriksaan karakteristik pati dan tepung ubi jalar ungu yang

diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik pati dan tepung ubi jalar ungu secara
uji kuantitatif
Uji Kuantitatif
No. Parameter
Pati Tepung

1. Kadar air 10,2 % 9,81 %


2. Kadar abu 1,3 % 2,3 %
Hasil penetapan kadar air ubi jalar ungu yang diperoleh baik pati maupun

tepung ubi ungu memenuhi syarat yaitu kadar air pati maksimal 14% (SNI, 2011)

sedangkan kadar air tepung maksimal 12% (SNI, 1996). Hilangnya atau

kurangnya kandungan air pada tepung dan pati ubi jalar ungu yang dihasilkan

karena pada proses pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung telah mengalami

proses pengolahan panas yaitu pengeringan sedangkan pada proses pengolahan

ubi jalar ungu menjadi pati telah mengalami proses pemerasan (air nya telah

dibuang) dan pengeringan dengan menggunakan oven (Noer, 2017).

Hasil penetapan kadar abu yang diperoleh pati ubi jalar ungu 1,3% sedang

35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
-kan pada tepung ubi ungu diperoleh 2,3% hal ini memenuhi syarat kadar abu

maksimal sebesar 2,58%. Kandungan abu yang rendah diduga berhubungan

dengan proses pengolahan tepung dan pati dimana melalui tahapan pencucian dan

perendaman dengan air. Pencucian tersebut dapat menyebabkan larutnya mineral

ubi jalar dalam air serta pada pengolahan pati banyak kandungan mineral yang

hilang bersama ampas (Noer, 2017).

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan karakteristik pati dan tepung ubi jalar ungu secara
uji kualitatif

Uji Kualitatif
No. Parameter
Pati Tepung

1. Uji Karbohidrat Positif Positif


(Biru kehitaman) (Biru kehitaman)
2. Uji Protein Negatif Negatif
(Hijau tua) (Hijau tua)
3. Kelarutan Larut dalam air Larut dalam air
panas panas
Pada uji karbohidrat masing-masing pati dan tepung ubi jalar ungu

terbentuk warna awal kehijauan kemudian berubah warna menjadi biru

kehitaman. Hal ini membuktikan bahwa pati dan tepung ubi jalar ungu positif

mengandung karbohidrat.

Pada uji protein masing-masing pati dan tepung ubi jalar ungu terbentuk

warna awal biru kehijauan kemudian berubah warna menjadi hijau tua. Hal ini

membuktikan bahwa pati dan tepung ubi jalar ungu negatif mengandung protein.

Menurut Yuniarty (2016) dalam 100 g ubi jalar ungu mengandung 0,77 g protein,

hal tersebut yang menyebabkan secara uji kualitatif protein tidak terdeteksi.

Kelarutan serbuk pati dan tepung ubi jalar ungu larut dalam air panas (di-

panaskan diatas api kompor), serbuk pati dan tepung ubi jalar ungu tidak larut

dalam air dingin.

36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4 Hasil Pembuatan Media

Pada proses pembuatan media yang digunakan menggunakan tiga formula

yaitu formula 1 (5%), formula 2 (7,5%) dan formula 3 (10%). Formula tersebut

dibuat sebagai media pengganti Nutrient agar, dimana masing-masing bahan

diganti dengan bahan yang terdapat dialam dan dengan harga yang relatif murah.

Pada pembuatan media tersebut adapun beberapa bahan-bahan media

Nutrient agar yang diganti yaitu Lemco beef extract 1 g, yeast extract 2 g dan

pepton 5 g diganti dengan susu UHT 8 ml sebagai protein yang digunakan untuk

pertumbuhan bakteri. Agar yang digunakan pada pembuatan media nutrient agar

sebesar 15 g diganti menjadi perbandingan 5 g :10 g, dimana 5 g tersebut pati

maupun tepung ubi ungu sedangkan 10 g nya yaitu agar merk mutiara yang hanya

mengandung agar saja tidak mengandung bahan-bahan lain seperti pewarna dan

perasa. Pembuatan media pengganti Nutrient agar tersebut menggunakan tiga

formula, dimana pada formula 1, 2 dan 3 yang diubah hanyalah pati maupun

tepung serta agar nya saja sedangkan susu UHT dan NaCl pada formula 1, 2 dan 3

tidak berubah (tetap).

4.5 Hasil Pertumbuhan Bakteri pada Media Pati dan Tepung Ubi Jalar Ungu

Gambaran umum sampel berdasarkan hitung jumlah koloni bakteri

Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae pada

media pati dan tepung ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam) dengan berbagai

konsentrasi pati dan tepung ubi jalar ungu yaitu 5% b/v, 7,5% b/v dan 10% b/v.

Metode yang digunakan adalah metode gores, tuang dan sebar dengan waktu

inkubasi 1 x 24 jam pada suhu 37ºC didapatkan hasil sebagai berikut:

37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.5.1 Hasil Pertumbuhan Bakteri pada Media Pati Ubi Jalar Ungu

Tabel 4.3 Jumlah Koloni Bakteri Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus


aureus dan Vibrio cholerae pada Media Pati

Jumlah Koloni Konsentrasi Pati*


Biakan Metode Kontrol
Bakteri Biakan 5%(F1) 7,5 % (F2) 10%(F3) NA
(CFU/ml) (CFU/ml) (CFU/ml)
Lactobacillus Tuang 40 x 102 50 x 102 46 x 102 ∞
2 2 2
acidophilus Sebar 33 x 10 40 x 10 36 x 10 ∞
Staphylococcus Tuang 49 x 102 58 x 102 54 x 102 ∞
2 2 2
Aureus Sebar 37 x 10 46 x 10 42 x 10 ∞
2 2 2
Vibrio Tuang 65 x 10 78 x 10 72 x 10 ∞
cholerae Sebar 43 x 102 59x 102 51 x 102 ∞
*
Keterangan : ( ) = Hasil rata-rata 3 kali pengulangan; NA = Nutrient Agar; F =
Formula; CFU/ml = Colony Forming Unit; 102 = pengenceran
sampai 102.

4.5.2 Hasil Pertumbuhan Bakteri pada Media Tepung Ubi Jalar Ungu

Tabel 4.4 Jumlah Koloni Bakteri Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus


aureus dan Vibrio cholerae pada Media Tepung

Jumlah Koloni Konsentrasi Tepung*


Biakan Metode Kontrol
Bakteri Biakan 5% (F1) 7,5 % (F2) 10% (F3) NA
(CFU/ml) (CFU/ml)
(CFU/ml)

Lactobacillus Tuang 41 x 102 53 x 102 52 x 102 ∞


acidophilus Sebar 33 x 102 41 x 102 39 x 102 ∞
2 2 2
Staphylococcus Tuang 73 x 10 97 x 10 85 x 10 ∞
Aureus Sebar 61 x 102 71 x 102 65 x 102 ∞
Vibrio Tuang 98 x 102 120 x 102 113 x 102 ∞
2 2 2
cholerae Sebar 86 x 10 101 x 10 92 x 10 ∞
Keterangan : (*) = Hasil rata-rata 3 kali pengulangan; NA = Nutrient Agar; F =
Formula; CFU/ml = Colony Forming Unit; 102 = pengenceran
sampai 102;

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa semua konsentrasi pada media pati ubi

ungu terdapat perbedaan jumlah koloni yang sangat jauh dengan media kontrol

NA (Nutrient Agar) sedangkan pada tabel 4.4 menunjukkan semua konsentrasi

pada media tepung hampir mendekati jumlah koloni pada media kontrol NA

(Nutrient Agar). Hal ini dapat disebabkan karena tepung ubi ungu lebih banyak

38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengandung nutrisi. Tepung ubi ungu semuanya digunakan (air perasan dan

ampas ubinya) sedangkan media pati ubi jalar ungu hanya patinya saja yang

dipakai (air perasan dan ampas ubinya dibuang) sehingga pada tepung ubi ungu

lebih banyak mengandung nutrisi dibandingkan pada pati ubi ungu. Jumlah koloni

yang terdapat pada media kontrol NA (Nutrient Agar) dapat dilihat jumlah koloni

tak terhingga yang berarti bakteri tidak dapat dihitung, hal ini disebabkan karena

koloni menumpuk sehingga dihitung 1 koloni meskipun terdapat 5 koloni yang

menumpuk.

Media pati maupun tepung ubi ungu menggunakan tiga formula yaitu

formula 1 (5% b/v), formula 2 (7,5% b/v) dan formula 3 (10% b/v). Pada tabel 4.3

dan 4.4 dapat dilihat bahwa formula 2 jumlah koloni nya lebih banyak

dibandingkan jumlah koloni yang ada pada formula 1 dan formula 3. Formula 3

lebih banyak jumlah koloni nya dibandingkan dengan formula 1, Hal ini

dikarenakan pada saat pengenceran suspensi yang digunakan kurang homogen

sehingga diperoleh jumlah koloni yang lebih sedikit. Jadi dari ketiga formula

tersebut yang paling baik pertumbuhan dan jumlah koloni nya yaitu pada formula

2 (konsentrasi 7,5%) dengan perbandingan pati maupun tepung dan agar 1: 1.

Pada formula 3 jumlah koloni nya mendekati formula 2 tetapi pada formula 3

(konsentrasi 7,5%) perbandingan pati maupun tepung dengan agar nya 2:1

sehingga media membutuhkan waktu lebih lama untuk memadat apabila

dibandingkan dengan formula 2 yang lebih cepat memadat. Lama padatnya suatu

media pati maupun tepung ubi jalar ungu memerlukan waktu sekitar 15-20 menit.

Pada penelitian ini bakteri yang digunakan ialah bakteri Lactobacillus

acidophilus, Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae. Berdasarkan hasil yang

diperoleh dapat dilihat dari ketiga bakteri tersebut dapat diurutkan pertumbuhan

39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bakterinya dari yang bagus hingga kurang bagus pertumbuhannya. Bakteri Vibrio

cholerae lebih bagus pertumbuhannya dibandingkan bakteri Staphylococcus

aureus dan bakteri Staphylococcus aureus lebih bagus pertumbuhannya

dibandingkan bakteri Lactobacillus acidophilus. Dapat disimpulkan bahwa bakteri

Vibrio choleare bagus pertumbuhannya pada media pati maupun tepung ubi jalar

ungu sedangkan bakteri Lactobacillus acidophilus kurang bagus pertumbuhannya

pada media pati maupun tepung ubi jalar ungu, hal ini dikarenakan bakteri

Lactobacillus acidophilus bersifat asam dan dapat tumbuh pada media pH 4-5

(Triana, 2007) sedangkan pH pada media pati maupun tepung ubi jalar ungu yaitu

7 (netral) sehingga bakteri Lactobacillus acidophilus kurang bagus

pertumbuhannya pada media pati dan tepung ubi ungu tersebut.

Kriteria media kultur ideal menurut Harti (2015), yaitu:

1. Mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.

2. Sesuai dengan faktor lingkungan yang dibutuhkan seperti pH, oksigen dan air.

3. Tidak mengandung senyawa penghambat bagi pertumbuhan mikroorganisme

4. Harus steril (teknik aseptik) supaya mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik

Media pati dan tepung ubi ungu memiliki pH 7 (netral), hal ini memenuhi

persyaratan media pertumbuhan bakteri yaitu pH 7 (netral) dan sesuai dengan pH

media kontrol NA (Nutrient Agar) yaitu 7-7,4. Dalam menumbuhkan suatu

bakteri harus dapat menyesuaikan nutrisi dan lingkungan dari bakteri tersebut.

Pada penelitian ini dilakukan tiga metode biakan bakteri yaitu metode

gores, sebar dan tuang. Dari ketiga metode tersebut, metode yang paling baik dan

banyak tumbuh bakteri ialah metode tuang, hal ini dikarenakan pada metode tuang

bakteri yang bersifat aerob maupun anaerob dapat mudah tumbuh pada metode

tersebut.

40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.5 Kriteria Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus acidophilus,
Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae pada Media Pati Ubi
Jalar Ungu
Pertumbuhan Bakteri pada
Biakan Metode Konsentrasi Pati* Kontrol
Bakteri Biakan 5% 7,5% 10% NA
(F1) (F2) (F3)
Lactobacillus Gores ++ +++ + +++
acidophilus Tuang + ++ + +++
Sebar + ++ ++ +++
Staphylococcus Gores ++ +++ ++ +++
Aureus Tuang + ++ ++ +++
Sebar ++ ++ ++ +++
Vibrio Gores ++ ++ ++ +++
cholerae Tuang ++ +++ +++ +++
Sebar ++ +++ ++ +++
*
Keterangan: ( ) = Hasil rata-rata 3 kali pengulangan; NA = Nutrient Agar; F =
Formula; + = Kurang bagus; ++ = Bagus; +++ = Sangat bagus

Tabel 4.6 Kriteria Pertumbuhan Bakteri Lactobacillus acidophilus,


Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae pada Media Tepung
Ubi Jalar Ungu

Pertumbuhan Bakteri pada


Biakan Metode Konsentrasi Tepung* Kontrol
Bakteri Biakan 5% 7,5% 10% NA
(F1) (F2) (F3)
Lactobacillus Gores ++ +++ +++ +++
acidophilus Tuang ++ ++ ++ +++
Sebar + ++ ++ +++
Staphylococcus Gores ++ +++ +++ +++
aureus Tuang ++ +++ +++ +++
Sebar ++ ++ ++ +++
Vibrio Gores +++ +++ +++ +++
cholerae Tuang +++ +++ +++ +++
Sebar +++ +++ ++ +++
Keterangan:(*) = Hasil rata-rata 3 kali pengulangan; NA = Nutrient Agar; F=
Formula; + =Kurang bagus; ++ = Bagus; +++ = Sangat bagus

Tabel 4.5 dan 4.6 menunjukkan kriteria pertumbuhan bakteri yang dilihat

dari segi pertumbuhan nya (Lampiran 6 halaman 55). Pada tabel tersebut dapat

dilihat formula 2 lebih baik pertumbuhan nya dibandingkan formula 1 dan 3

dengan perbandingan pati maupun agar 1:1. Hal ini disebabkan karena pada

formula 1 pertumbuhan bakteri nya kurang baik tetapi media nya lebih cepat me-

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
madat sedangkan pada formula 3 pertumbuhan bakterinya baik tetapi medianya

membutuhkan waktu lebih lama untuk memadat.

Menurut Rosidah (2014), ubi jalar ungu mengandung protein sebesar 0,77

g, lemak 0,94 g, Kalsium 30 mg, zat besi 0,70 mg dan karbohidrat 27,64 g.

Kandungan nutrisi tersebut dapat menyebabkan bakteri Vibrio cholerae,

Staphylococcus aureus dan Lactobacillus acidophilus tumbuh pada media baik

pati maupun tepung ubi ungu meskipun jumlah koloni dan ketebalan lebih sedikit

dibandingkan dengan media Nutrient agar, selain itu dari jenis protein pati dan

tepung ubi ungu adalah protein nabati dan pada Nutrient agar adalah protein

hewani.

Faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Vibrio

cholerae, Staphylococcus aureus dan Lactobacillus acidophilus yaitu faktor

nutrisi. Selain faktor nutrisi, bakteri tersebut sedang berada pada fase adaptasi

yaitu ketika bakteri dipindahkan ke lingkungan baru maka ia akan mengalami

proses adaptasi meliputi sintesis enzim baru yang berbeda dengan media tumbuh

sebelumnya. Respon adaptasi dapat dikarenakan kekurangan nutrien pada media

pati maupun tepung ubi ungu ini ditunjukkan dengan jumlah koloni dan ketebalan

bakteri yang sedikit (Jawetz dkk., 2005).

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa:

a. Umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam) baik pati maupun tepung

dapat digunakan sebagai media dasar pertumbuhan bakteri Lactobacillus

acidophilus, Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae.

b. Pertumbuhan bakteri Lactobacillus acidophilus, Staphylococcus aureus dan

Vibrio cholerae pada media umbi ubi jalar ungu (Ipomoea batatas (L.) Lam)

hampir mendekati pertumbuhan bakteri pada media kontrol nutrient agar. Hal

ini dapat dilihat dari jumlah koloni nya. Media tepung lebih baik

pertumbuhannya dibandingkan media pati. Formula 2 lebih baik pertumbuhan

nya dibandingkan formula 1 dan formula 3 serta paling banyak jumlah koloni

bakteri yang tumbuh pada metode biakan tuang. Pertumbuhan yang paling

baik dari ketiga bakteri tersebut yaitu pada bakteri Vibrio cholerae.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk:

a. Mengembangkan media umbi ubi jalar ungu menjadi media instant (media

yang sudah dipatenkan) dengan penambahan nutrisi lain yang belum dimiliki

oleh umbi ubi jalar ungu seperti natrium, kalium, magnesium, sulfur, kobalt

dan vitamin lainnya serta menggantikan asam amino yang lain seperti susu

kedelai.

43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Melakukan pembuatan media ubi jalar ungu menggunakan mikroorganisme

lain seperti jamur.

44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA

Anisah, R. Triastuti. 2015. Media Alternatif untuk Pertumbuhan Bakteri


Menggunakan Sumber Karbohidrat yang Berbeda. Surakarta :
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Buttris, J. 1997. Nutritional Properties of Fermented Milk Products. International
Journal of Dairy Technology. Vol. 50(1):21-27.
Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Hansen dan Mocquot. 1970. Lactobacillus acidophilus. BacDive-the Bacterial
Diversity Metadatabase (http://bacdive.dsmz.de) [Diakses 9 September
2019].
Harti, A.S. 2014. Mikrobiologi Kesehatan. Yogyakarta: CV. Andi offset
Jawetz, E., Menick,J.L., dan Adelberg, E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Alih
Bahasa: Eddy Mudihardi, Kuntaman, Eddy Bagus Wasito, Ni Made
Mertaniasih, Setio Harsono, dan Lindawati Alimsardjono. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika. Halaman 317-318,352 dan 360.
Juanda D., dan Bambang C. 2000. Ubi Jalar Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Halaman: 14.
Mahmudatussa’adah, A. 2014. Komposisi Kimia Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Cilembu pada Berbagai Waktu Simpan sebagai Bahan Baku Gula Cair.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Mustafa, Arnida. 2015. Analisis Proses Pembuatan Pati Ubi Kayu (Tapioka)
Berbasis Neraca Massa. Makassar : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Nasution, M. 2016. Pengantar Mikrobiologi. Medan: USU Press. Halaman 76-78
Noer, S.W., Wijaya, M., Kadirman. 2017. Pemanfaatan Tepung Ubi Jalar
(Ipomea Batatas L) Berbagai Varietas Sebagai Bahan Baku Pembuatan
Kue Bolu Kukus.Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) :
S62-S66.
Oxoid. 1982. The oxoid mannual of culture media, ingredients and other
laboratory services. Fifth Edition. Published by Oxoid Limited, Wade
Road.Basingtoke.Hampshire. Halaman: 223
Pacini. 1854. Vibrio cholerae. BacDive-the Bacterial Diversity Metadatabase
(http://bacdive.dsmz.de) [Diakses 14 Juni 2019].
Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman:
18,111,106,188,135.
Putranto, R.H, Sariadji, K., Sunarno, Roselinda. 2014. Corynebacterium
diphtheriae Diagnosis Laboratorium Bakteriologi. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia. Halaman: 19.
Putri, Meganada Hiaranya,dkk. 2017. Mikrobiologi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: 272-288
Radji, M. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Rosenbach. 1884. Staphylococcus aureus. BacDive-the Bacterial Diversity
Metadatabase (http://bacdive.dsmz.de) [Diakses 19 Agustus 2019].
Rosidah. 2014. Teknobuga. Potensi Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku Industri
Pangan. 1(1): 48

45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rosita, A.S., dkk. 2015. Komparasi Media NA Pabrikan dengan NA Modifikasi
untuk Media Pertumbuhan Bakteri Comparison of Medium NA
Manufacturer With NA Modifications to the Medium of the Bacteri.
Jember : FKIP Universitas Muhammadiyah Jember.
Rukmana, R.1997. UBI JALAR Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.
Saleha, N.M. 2016. Optimasi Formulasi Flakes Berbasis Tepung Ubi Cilembu
Tepung Tapioka Serta Tepung Kacang Hijau Menggunakan Aplikasi
Design Expert Metode Mixture D-Optimal. Bandung: Fakultas Teknik
Universitas Pasundan.
Sarwono. 2005. Ubi Jalar (Cara Budidaya yang Tepat, Efisien, dan Ekonomis).
Swadaya : Depok
SNI 01-2997-1996. 1996. Tepung Singkong. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional. Halaman: 1.
SNI 01- 4493-1998. 1998. Ubi Jalar. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Halaman: 6.
SNI 3451:2011. 2011. Tapioka. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Halaman:
1.
Stanier, R.Y., Adelberg,E.A. dan Ingraham, J.L. 1982. Dunia Mikroba I.
Penerjemah : Agustin Wydia. Jakarta : Penerbit Bhratara Karya Aksara.
Halaman 23-25.
Suryanto, D., Munir, E. 2006. Mikrobiologi. Medan: Departemen Biologi FMIPA
Universitas Sumatera Utara. Halaman 33-37.
Triana, E., dan Nurhidayat. 2007. Seleksi dan Identifikasi Lactobacillus Kandidat
Probiotik Penurun Kolesterol Berdasarkan Analisis Sekuen 16s RNA.
Biota, 12 (55-60).
Waluyo, L. 2010. Teknik dan Metode Dasar Mikrobiologi. Malang: UMM Press.
Halaman 127- 133.
Woolfe, J. 1993. Sweet potato: An untapped food resource. Cambridge:
Cambridge University Press. Hal. 298.
Yuniarty,T dan Siti Rachmi Misbach.2016.Pemanfaatan Sari Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas poiret) Sebagai Zat Pewarna Pada Pewarnaan
Staphylococcus aureus. Jurnal Teknologi Laboratorium.5(2):1-2.

46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 2. Hasil pemeriksaan makroskopik

(A)

(B)
Keterangan: A=umbi ubi jalar ungu; B= Simplisia umbi ubi jalar ungu

48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 2. (Lanjutan)

(C)

(D)

Keterangan: C = Tepung umbi ubi jalar ungu; D = Pati umbi ubi jalar ungu

49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 3. Hasil pemeriksaan mikroskopik pati dan tepung

Amilum bentuk
hilus Y

Amilum
poliadelph
Amilum setengah
majemuk
Amilum bentuk
hilus titik
Amilum topi baja

(A)

Amilum topi baja

Amilum hilus titik

Serat
Amilum poliadelph

Amilum setengah
majemuk
Jaringan parenkim

Amilum bentuk
hilus Y

(B)

Keterangan: A = Hasil pemeriksaan mikroskopis pati ubi jalar ungu perbesaran


10x40; B = Hasil pemeriksaan mikroskopis tepung ubi jalar ungu
perbesaran 10x40.

50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 4. Hasil uji karakteristik ubi jalar Ungu

1. Uji amilum (karbohidrat) menggunakan pereaksi iodium

Keterangan : A = Pati ubi jalar ungu positif (+) mengandung karbohidrat; B =


Tepung ubi jalar ungu positif (+) mengandung karbohidrat

2. Uji protein menggunakan pereaksi biuret

Keterangan : A = Pati ubi jalar ungu negatif (-) mengandung protein; B = Tepung
ubi jalar ungu negatif (-) mengandung protein

51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 4. (Lanjutan)

3. Hasil Uji Kelarutan

(a) (b)
Keterangan : a = Hasil uji kelarutan umbi ubi jalar ungu dalam air panas
(terbentuk larutan); b = Hasil uji kelarutan umbi ubi jalar ungu
dalam air dingin (terbentuk suspensi)

4. Uji Kadar Abu

5. Uji Kadar air

52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 5. Data Jumlah Koloni Bakteri Lactobacillus acidophilus,
Staphylococcus aureus dan Vibrio cholerae pada Media Pati dan Tepung Ubi
Jalar Ungu

1. Data Jumlah Koloni pada Media Pati Ubi Jalar Ungu

Konsentrasi Pati
Pengu- Biakan Metode Kontrol
langan Bakteri Biakan F1 F2 F3 NA
Sampel (CFU/ (CFU/ (CFU/
ml) ml) ml)
Lactobacillus Tuang 36 x102 46 x102 44 x102 ∞
acidophilus Sebar 31 x102 35 x102 33 x102 ∞
Staphylococcus Tuang 42 x102 51 x102 47 x102 ∞
1 aureus Sebar 35 x102 41 x102 39 x102 ∞
Vibrio Tuang 58 x102 71 x102 64 x102 ∞
cholerae Sebar 45 x102 58 x102 52 x102 ∞

Konsentrasi Pati
Pengu- Biakan Metode
langan Bakteri Biakan F1 F2 F3
Sampel (CFU/ml) (CFU/ml) (CFU/ml)
Lactobacillus Tuang 41 x102 50 x102 46 x102
acidophilus Sebar 32 x102 40 x102 37 x102
Staphylococcus Tuang 53 x102 58 x102 55 x102
2 aureus Sebar 37 x102 43 x102 39 x102
Vibrio Tuang 69 x102 90 x102 84 x102
cholerae Sebar 43 x102 59 x102 50 x102

Konsentrasi Pati
Pengu- Biakan Metode
langan Bakteri Biakan F1 F2 F3
Sampel (CFU/ml) (CFU/ml) (CFU/ml)
Lactobacillus Tuang 44 x102 53 x102 47 x102
acidophilus Sebar 35 x102 46 x102 39 x102
2 2
Staphylococcus Tuang 52 x10 64 x10 60 x102
3 aureus Sebar 38 x102 53 x102 47 x102
2 2
Vibrio Tuang 68 x10 72 x10 69 x102
cholerae Sebar 42 x102 60 x102 51 x102
Keterangan : NA = Nutrient Agar; F = Formula; CFU/ml = Colony Forming Unit;
102 = pengenceran sampai 102.

53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 5. (Lanjutan)

2. Data Jumlah Koloni pada Media Tepung Ubi Jalar Ungu

Konsentrasi tepung
Pengu- Biakan Metode Kontrol
langan Bakteri Biakan F1 F2 (F3) NA
Sampel (CFU/ (CFU/ (CFU/
ml) ml) ml)
Lactobacillus Tuang 47 x10 56 x102
2
51 x102 ∞
acidophilus Sebar 36 x102 45 x102 39 x102 ∞
Staphylococcus Tuang 69 x102 98 x102 86 x102 ∞
1 aureus Sebar 61 x102 67 x102 64 x102 ∞
Vibrio Tuang 72 x102 103 x102 95 x102 ∞
cholerae Sebar 65 x102 72 x102 68 x102 ∞

Konsentrasi tepung
Pengu- Biakan Metode
langan Bakteri Biakan F1 F2 F3
Sampel (CFU/ml) (CFU/ml) (CFU/ml)
Lactobacillus Tuang 41 x102 58 x102 68 x102
acidophilus Sebar 33 x102 40 x102 42 x102
Staphylococcus Tuang 105 x102 122 x102 113 x102
2 aureus Sebar 84 x102 99 x102 87 x102
Vibrio Tuang 163 x102 183 x102 179 x102
cholerae Sebar 159 x102 176 x102 165 x102

Konsentrasi tepung
Pengu- Biakan Metode
langan Bakteri Biakan F1 F2 F3
Sampel (CFU/ml) (CFU/ml) (CFU/ml)
Lactobacillus Tuang 35 x102 45 x102 38 x102
acidophilus Sebar 31 x102 39 x102 36 x102
Staphylococcus Tuang 46 x102 72 x102 57 x102
3 aureus Sebar 37 x10 2
48 x10 2
43 x102
Vibrio Tuang 60 x102 74 x102 66 x102
2 2
cholerae Sebar 34 x10 56 x10 44 x102
Keterangan : NA = Nutrient Agar; F = Formula; CFU/ml = Colony Forming Unit;
102 = pengenceran sampai 102.

54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. Hasil pertumbuhan bakteri
1. Hasil pertumbuhan bakteri Lactobacillus acidophilus dengan menggunakan
metode gores.

A1 B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

Keterangan: A1 : tepung 5%; A2 : tepung 7,5%; A3 : tepung 10%; B1: pati 5%;
B2: pati 7,5%; B3 : pati 10%; C1,C2,C3 : Nutrient agar

55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. (Lanjutan)
2. Hasil pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode gores.

A1 B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

Keterangan: A1 : tepung 5%; A2 : tepung 7,5%; A3 : tepung 10%; B1: pati 5%;
B2: pati 7,5%; B3 : pati 10%; C1,C2,C3 : Nutrient agar

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. (Lanjutan)
3. Hasil pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dengan menggunakan metode
gores.

A1 B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

Keterangan: A1 : tepung 5%; A2 : tepung 7,5%; A3 : tepung 10%; B1: pati 5%;
B2: pati 7,5%; B3 : pati 10%; C1,C2,C3 : Nutrient agar

57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. (Lanjutan)
4. Hasil pertumbuhan bakteri Lactobacillus acidophilus dengan menggunakan
metode sebar.

A1 B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

Keterangan: A1 : tepung 5%; A2 : tepung 7,5%; A3 : tepung 10%; B1: pati 5%;
B2: pati 7,5%; B3 : pati 10%; C1,C2,C3 : Nutrient agar

58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. (Lanjutan)
5. Hasil pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode sebar.

A1 B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

Keterangan: A1 : tepung 5%; A2 : tepung 7,5%; A3 : tepung 10%; B1: pati 5%;
B2: pati 7,5%; B3 : pati 10%; C1,C2,C3 : Nutrient agar

59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. (Lanjutan)
6. Hasil pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dengan menggunakan metode sebar.

A1 B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

Keterangan: A1 : tepung 5%; A2 : tepung 7,5%; A3 : tepung 10%; B1: pati 5%;
B2: pati 7,5%; B3 : pati 10%; C1,C2,C3 : Nutrient agar

60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. (Lanjutan)
7. Hasil pertumbuhan bakteri Lactobacillus acidophilus dengan menggunakan
metode tuang.

A1 B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

Keterangan: A1 : tepung 5%; A2 : tepung 7,5%; A3 : tepung 10%; B1: pati 5%;
B2: pati 7,5%; B3 : pati 10%; C1,C2,C3 : Nutrient agar

61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. (Lanjutan)
8. Hasil pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan menggunakan
metode tuang.

A1 B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

Keterangan: A1 : tepung 5%; A2 : tepung 7,5%; A3 : tepung 10%; B1: pati 5%;
B2: pati 7,5%; B3 : pati 10%; C1,C2,C3 : Nutrient agar

62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 6. (Lanjutan)
9. Hasil pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dengan menggunakan metode
tuang.

A1 B1 C1

A2 B2 C2

A3 B3 C3

Keterangan: A1 : tepung 5%; A2 : tepung 7,5%; A3 : tepung 10%; B1: pati 5%;
B2: pati 7,5%; B3 : pati 10%; C1,C2,C3 : Nutrient agar

63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 7. Perhitungan hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk pati dan tepung

1. Perhitungan penetapan kadar air dari serbuk pati ubi jalar ungu
B−C
% Kadar air = × 100%
B−A
Keterangan: A = Berat cawan 46,17 g
B = Berat sampel + cawan
C = Berat sampel kering + cawan

No Berat sampel (g) Berat sampel kering (g)


1. 5,00 0,50

2. 5,00 0,50

3. 5,00 0,52

51,16 −50,66
1. % Kadar air I = x 100% = 10,02%
51,16−46,17
51,16 −50,66
2. % Kadar air II = x 100% = 10,02%
51,16−46,17
51,16 – 50,64
3. % Kadar air II = x 100% = 10,42%
51,16−46,17

10,02% + 10,02%+ 10,42%


% Kadar air rata-rata = = 10,1%
3

2. Perhitungan penetapan kadar air dari serbuk tepung ubi jalar ungu
B−C
% Kadar air = × 100%
B−A
Keterangan: A = Berat cawan 36,75 g
B = Berat sampel + cawan
C = Berat sampel kering + cawan

No Berat sampel (g) Berat sampel kering (g)


1. 5,06 0,49

2. 5,06 0,50

3. 5,06 0,50
41,81 − 41,32
1. % Kadar air I = x 100% = 9,68%
41,81−36,75
41,81 − 41,31
2. % Kadar air II = x 100% = 9,88%
41,81− 36,75
41,81− 41,31
3. % Kadar air III = x 100% = 9,88%
41,81− 36,75

9,68% + 9,88%+ 9,88%


% Kadar air rata-rata = = 9,81%
3

64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 7. (Lanjutan)

3. Perhitungan penetapan kadar abu total dari serbuk pati ubi jalar ungu
Berat abu
% Kadar abu = x 100%
Berat sampel

No Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 2,0 0,02

2. 2,0 0,02

3. 2,0 0,04
0,02
1. % Kadar abu I = x 100% = 1%
2,0
0,02
2. % Kadar abu II = x 100% = 1%
2,0
0,04
3. % Kadar abu III = x 100% = 2%
2,0

1% + 1%+ 2%
% Kadar abu rata-rata = = 1,3%
3

4. Perhitungan penetapan kadar abu total dari serbuk tepung ubi jalar ungu
Berat abu
% Kadar abu = x 100%
Berat sampel

No Berat sampel (g) Berat abu (g)


1. 2,0 0,04

2. 2,0 0,05

3. 2,0 0,05

0,04
1. % Kadar abu I = x 100% = 2%
2,0
0,05
2. % Kadar abu II = x 100% = 2,5%
2,0
0,05
3. % Kadar abu III = x 100% = 2,5%
2,0

2% + 2,5%+ 2,5%
% Kadar abu rata-rata = = 2,3%
3

65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 8. Perhitungan hasil rendemen pati dan tepung ubi jalar ungu

1. Perhitungan rendemen pati ubi ungu

Bobot serbuk pati (akhir)


Rendemen pati ubi ungu = x 100%
Bobot bahan baku (awal)

100 g
= x 100% = 10% b⁄b
1000 g

2. Perhitungan rendemen tepung ubi ungu

Bobot serbuk tepung (akhir)


Rendemen tepung ubi ungu = x 100%
Bobot bahan baku (awal)

300 g
= x 100% = 30% b⁄b
1000 g

66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 9. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

(A) (B)

(C) (D) (E)

(F) (G) (H)

Keterangan : A: tepung ubi ungu; B: pati ubi ungu; C: Agar; D: serbuk NaCl; E:
media Nutrient agar; F: susu UHT (Ultra High Temperature); G:
aqua DM (Demineralized); H: infus NaCl 0,9%.

67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 10. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

(A) (B)

(C) (D) (E)

(F) (G)

68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 10. (Lanjutan)

(H) (I)

(J) (K)

(L) (M)

(N) (O)

69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 10. (Lanjutan)

(P) (Q)

Keterangan: A: Inkubator bakteri; B: Oven; C: Neraca analitik; D: Autoklaf; E:


Vortex; F: LAF( Laminar Air Flow); G: Tanur; H: Alat-alat gelas; I:
Cawan porselen; J: Pisau dan parutan; K: Ayakan mesh 80; L: Rak
tabung reaksi; M: Krus porselen; N: Plat tetes; O: Mikropipet; P:
Lampu spiritus; Q: Botol semprot.

70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 11. Hasil pemeriksaan pH pada media pati dan tepung ubi jalar ungu

1. Hasil pH pada media pati ubi jalar ungu

` (A) (B) (C)


Keterangan : A = Hasil pH media pati formula 1 yaitu 7; B = Hasil pH media pati
formula 2 yaitu 7; C = Hasil pH media pati formula 3 yaitu 7

2. Hasil pH pada media tepung ubi jalar ungu

(A) (B) (C)


Keterangan : A = Hasil pH media tepung formula 1 yaitu 7; B = Hasil pH media
tepung formula 2 yaitu 7; C = Hasil pH media tepung formula 3
yaitu 7

71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 12. Bagan alir
1. Pembuatan pati ubi ungu

1 kg ubi jalar ungu

dipisahkan dari kulitnya dengan cara


pengupasan
dilakukan sortasi bahan baku dengan
pemilihan ubi jalar ungu yang bagus.
ditimbang ubi jalar ungu yang telah
dikupas kulitnya
dicuci daging ubi sampai bersih
untuk memisahkan kotoran yang
menempel
Ubi ungu tanpa kulit
diparut ubi ungu
ditimbang hasil parutan
ditambahkan aquades hingga menja-
di bubur umbi
disaring dengan menggunakan kain
dibiarkan selama 12 jam
dipisahkan

Pati Air perasan

dikeringkan menggunakan oven


selama 5 jam dengan suhu 50-60ºC
dihaluskan pati menggunakan blender
diayak pati dengan menggunakan
ayakan mesh 80

Serbuk Pati

72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 12. (Lanjutan)
2. Pembuatan tepung ubi ungu

1 kg ubi jalar ungu

dipisahkan dari kulitnya dengan cara


pengupasan
dilakukan sortasi bahan baku dengan
pemilihan ubi jalar ungu yang bagus
ditimbang ubi yang telah dikupas
kulitnya
dicuci ubi sampai bersih didalam
wadah yang berisi air
Ubi ungu yang bersih
diiris tipis-tipis ubi dengan ukuran
± 1 mm
dikeringkan dioven selama 12 jam
dengan suhu 50-60ºC
dihancurkan dengan menggunakan
blender
diayak dengan menggunakan ayakan
mesh 80

Serbuk tepung ubi jalar ungu

73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 12. (Lanjutan)
3. Pembuatan peremajaan biakan bakteri

Nutrient Agar

ditimbang sebanyak 2,8 gram


dilarutkan dalam 100 ml aquades
dipanaskan hingga larut sempurna
dimasukkan kedalam tabung reaksi
sebanyak 5 ml
disterilkan dalam autoklaf pada suhu
121ºC selama 15 menit
dimiringkan tabung dan didiamkan
hingga media memadat
Media Nutrient Agar
diambil sebanyak 1 ose dari masing-
masing biakan murni Lactobacillus
acidophilus, Staphylococcus aureus
dan Vibrio cholerae
diinokulasi pada permukaan media
agar miring
diinkubasi dalam inkubator dengan
suhu 37ºC selama 18-24 jam
Biakan Bakteri Lactobacillus
acidophilus, Staphylococcus
aureus dan Vibrio cholerae

4. Pembuatan Suspensi Bakteri


Biakan Bakteri Lactobacillus
acidophilus, Staphylococcus
aureus dan Vibrio cholerae
diambil menggunakan jarum ose
disuspensikan ke dalam pelarut
NaCl 0,9% sebanyak 10 ml kemudi-
an kocok homogen dalam tabung re-
aksi menggunakan vortex
didiamkan selama ±3 jam
diukur kekeruhan suspensi mikroba
uji dengan menggunakan alat spektro
-fotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang 580 nm dan transmitan
25%
Suspensi Bakteri Lactobacillus
acidophilus, Staphylococcus
aureus dan Vibrio cholerae

74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 12. (Lanjutan)
5. Pengenceran Suspensi Bakteri
Suspensi Bakteri 106
dilakukan pengenceran dari suspensi
bakteri 106 sebanyak 4 kali yaitu 105,
104, 103 dan 102 dengan mengguna-
kan NaCl fisiologis steril
digunakan suspensi bakteri 106 pada
metode gores sedangkan pada meto-
de sebar dan tuang digunakan suspen
-si bakteri 102.

Hasil pengenceran suspensi


bakteri 102

75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 12. (Lanjutan)
6. Pembuatan media pengganti Nutrient agar

Media pengganti Nutrient agar

ditimbang sesuai formula (formula I,


II dan III)
dilarutkan kedalam air suling
sebanyak 1000 mL
dipanaskan sampai bahan larut
sempurna
dilakukan cek pH media dengan
kertas indikator pH
disterilkan di dalam autoklaf pada
suhu 121ºC selama 15 menit
Media pengganti Nutrient agar steril

7. Pengujian bakteri dengan metode gores


Media pengganti Nutrient agar steril
dituang media 10-15 ml kedalam
cawan petri
didiamkan media hingga memadat
diambil 1 ose suspensi bakteri 106
(Lactobacillus acidophilus,Staphylo
-coccus aureus dan Vibrio cholerae
digoreskan diatas permukaan media
dibungkus cawan petri dengan perkamen
diinkubasi dalam inkubator dengan suhu
37ºC selama 18-24 jam

Pertumbuhan Bakteri
Lactobacillus
acidophilus,
Staphylococcus aureus
dan Vibrio cholerae

76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 12. (Lanjutan)
8. Pengujian bakteri dengan metode sebar

Media pengganti Nutrient agar steril


dituang media 10-15 ml kedalam
cawan petri
didiamkan media hingga memadat
diambil 1 ml suspensi bakteri 102
(Lactobacillus acidophilus,Staphylo
-coccus aureus dan Vibrio cholerae
disebar menggunakan batang stik L
dibungkus cawan petri dengan perkamen
diinkubasi dalam inkubator dengan suhu
37ºC selama 18-24 jam

Pertumbuhan Bakteri
Lactobacillus
acidophilus,
Staphylococcus aureus
dan Vibrio cholerae

9. Pengujian bakteri dengan metode tuang


Media pengganti Nutrient agar steril
diteteskan secara aseptis 0,1 ml suspensi
bakteri 102 kedalam cawan kosong
dituangkan media yang masih cair kedalam
cawan lalu diputar cawan dengan metode
angka 8 sampai homogen
dibungkus cawan petri dengan perkamen
diinkubasi dalam inkubator dengan suhu
37ºC selama 18-24 jam dengan posisi cawan
petri terbalik

Pertumbuhan Bakteri
Lactobacillus
acidophilus,
Staphylococcus aureus
dan Vibrio cholerae

77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai