Anda di halaman 1dari 2

MENEBAK ARAH IDEOLOGI KAUM MILLENIAL

Oleh : ES Elfarakani 1

Sungguh menarik mengamati perilaku kaum millennial. Terutama di tengah


sengitnya pertarungan ideologi-ideologi dunia. Akses informasi yang tanpa
batas, cepat memudahkan kaum millennial untuk menguyah apa saja termasuk
informasi tentang ideology. Ternyata ramalan Daniel Bell dengan “The End of
Ideology” atau “The End of History”-nya Francis Fukoyama, bahwa era millennial
itu ditandai dengan matinya ideology-ideologi dunia tidak sepenuhnya benar.
Justru di era millennial pertarungan ideology menghangat kembali, baik
ditingkat global bahkan lokal. Menguatnya politik identitas menjadi ciri, kalau pertarungan
ideologi tidaklah mati. Malah semakin menjadi.

Berdasarkan beberapa teori tentang generasi millennial, seperti Tapscott, Strauss dan Howe,
atau Zamke, Laucaster & Stillman. Bahwa generasi millennial itu merujuk pada sekelompok
manusia yang lahir sekitar tahun 1980-2000. Yang pada hari ini rata mereka berusia 20-38
tahun. Populasi generasi millennial Indonesia menurut Alvara Reseach Center tembus di angka
86 juta jiwa atau 48 persen di pemilu 2019. Sungguh bonus demografi yang luar biasa. Namun
ke manakah mereka melabuhkan aspirasi politiknya? Ini yang sangat menarik

Seiring dengan meningkatnya arus politik identitas di negeri-negeri muslim. Ditambah dengan
semakin bertebarannya fakta-fakta kekecewaan masyarakat dunia terhadap ideologi
kapitalisme yang diadopsi oleh negara demokrasi. Dan info-info tersebut dengan mudah diakses
oleh generasi millennial, maka arus besar perubahan sebenarnya sedang bersemi. Disadari atau
tidak arus perubahan itu semakin menguat. Kekecewaan generasi millennial terhadap
ketidakadilan global apalagi lokal, menjadikan mereka mencoba mencari alternative sistem
politik.

KEMANA ARAH IDEOLOGI?

Coba perhatikan hasil survey persepsi yang dilakukan oleh Forum Perspektif Pemuda 2045: 7
dari 10 millennials merasa kondisi politik Indonesia saat ini tidak ideal dan 6 dari mereka setuju
jika sistem politik diubah. Hasil survey-survey yang membuat penguasa tirani ini kaget banyak
dirilis oleh lembaga yang cukup terpercaya, missal hasil survey Alvara Reseach Center tahun
2017, sekitar 20 persen pelajar mendukung sistem Khilafah (Reuters, 2/11/2017). 18, 6 persen
pelajar dan 16,8 mahasiswa memilih Islam sebagai ideologi. Hasil survey CisForm 2018
mengatakan bahwa ada 36,5 persen Mahasiswa setuju penerapan syariat Islam. Yang cukup
mencengangkan hasil survey dari Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) yang merilis
angka 84,8 persen siswa setuju dengan penerapan syariat Islam.

1
Guru di Sekolah Internasional
Itu baru fakta berupa angka yang bersifat kuantitatif. Para pemuja sekulerisme mulai sesak
dadanya ketika melihat fakta-fakta kualitatif, berupa semakin menjamurnya fenomena hijrah di
kalangan selebriti millennial. Fenomena Hijrahfest benar-benar menggetarkan pengusung
sekulerisme. Fenomena kesadaran menutup aurat dengan jilbab syar’i semakin merebak.
Resign karyawan bank riba semakin fenomenal. Para remaja semakin percaya diri menunjukan
identitas keagamaannya di ruang public semakin menarik.

DIHADANG PENGUASA

Ternyata fakta-fakta tadi tidak dibiarkan oleh para pengemban sekulerisme, mereka berjibaku
menghadang dengan berbagai cara untuk menghentikan laju kesadaran ideologis generasi
millennial. Mereka menghadang mulai dari yang soft power sampai dengan hard power.
Mengkriminalisasi Rohis, mengawasi halqoh, membubarkan pengajian, bahkan sampai
intimidasi individu. Namun makar mereka justru semakin menguatkan kesadaran kaum
millennial, bahwa isu radikalisme hanyalah jebakan penguasa untuk menjauhkan mereka dari
Islam.

Yang sangat mengembirakan adalah adanya pemahaman di kaum millennial, bahwa


pertarungan ideologi itu bukanlah pertarungan antara Islam vs Pancasila. Namun sejatinya
yang terjadi adalah pertarungan antara Sekulerisme vs Islam. Adanya narasi seakan-akan
Pancasila versus Islam hanyalah opini yang dibuat penguasa untuk menutupi kegagalanya
menjalankan roda pemerintahan.

Biodata Singkat Penulis

Nama : ES Elfarakani
Alamat : Jl. Bougenville 6 Kavling Sukarapih Blok B30 Pintu Ledeng Ciomas Bogor
Pekerjaan : Guru di Sekolah Program Cambridge International
Pengalaman : Pernah menulis di Koran Republika, Radar Bogor, majalah Sobat Muda,
Permata, Media Pembinaan, D’rise dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai